04 LP Askep Post Partum SC [PDF]

  • Author / Uploaded
  • windi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESAREA



DHEA NADYA LUTHFI 433131490120049



PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kharisma Karawang Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat 413116, Indonesia 2020/2021



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA A.    Pengertian Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998). Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2006). B.     Etiologi 1       Indikasi Ibu a)      Panggul sempit absolute b)      Placenta previa c)      Ruptura uteri mengancam d)     Partus Lama e)      Partus Tak Maju f)       Pre eklampsia, dan Hipertensi 2. Indikasi Kelainan Letak Janin a. Letak lintang Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus



2



ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain. b. Letak belakang Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar. c. Gawat Janin d. Janin Besar  Kontra Indikasi dilakukanya SC a)      Janin Mati b)      Syok, anemia berat. c)      Kelainan congenital Berat C. Patofisiologi      Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).      Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.      Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding



3



abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi. Pahtway Terlampir



4



D.     Tujuan Sectio Caesarea Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati. E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC) 1. Abdomen (SC Abdominalis) a)      Sectio Caesarea Transperitonealis      Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri y a n g m e m p u n y a i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik,



dan



sayatan



bias



diperpanjang  proksimal  atau distal .



Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal  karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan. b)      Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah,  penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih. c)      Sectio caesarea ekstraperitonealis Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.



5



2.



     



Vagina (sectio caesarea vaginalis)



Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : a)      Sayatan memanjang (longitudinal) b)      Sayatan melintang (tranversal) c)      Sayatan huruf T (T Insisian) 3. Sectio Caesarea Klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. berikut adalah Kelebihanya : a)      Mengeluarkan janin lebih memanjang b)      Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik c)      Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan : a)      Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik. b)      Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. c)      Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. d)     Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim. 4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm Kelebihan :



6



a)      Penjahitan luka lebih mudah b)      Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik c)      Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum d)     Perdarahan kurang e)      Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil Kekurangan : a)      Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak. b)      Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi. F.    Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih koprehensif



yaitu:



perawatan



post



operatif



dan



perawatan



post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara lain : 1. Nyeri akibat ada luka pembedahan 2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen 3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus 4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak) 5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600800ml 6. Emosi



labil



/



perubahan



emosional



dengan



mengekspresikan



ketidakmampuan menghadapi situasi baru 7. Biasanya terpasang kateter urinarius



7



8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar 9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah 10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler 11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur 12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan. G.    Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang 1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. 2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi 3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah 4. Urinalisis / kultur urine 5. Pemeriksaan elektrolit H.       Penatalaksanaan 1. Pemberian cairan      Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. 2.



   



Diet



     Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.



8



3. Mobilisasi a)      Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : b)      Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi c)      Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar d)     Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. e)      Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler) f)       Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi. 4. Kateterisasi     



Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.



5. Pemberian obat-obatan a)      Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai indikasi b)      Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan 1.      Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam 2.      Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol 3.      Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu



9



c)      Obat-obatan lain    Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C f.       Perawatan luka      Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti g.      Perawatan rutin      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan. h.      Perawatan Payudara      Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.(Manuaba, 1999) I.      Komplikasi Section Caesaria 1. Infeksi Puerpuralis a)      Ringan      : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja. b)      Sedang     : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung c)      Berat        : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. 2.



   



Pendarahan disebabkan karena : a)      Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka b)      Atonia Uteri c)      Pendarahan pada placenta bled



10



3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik



J. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6- 8 minggu (Moctar, 1998). Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983) K. Periode Masa Nifas 1.



Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telh di perbolehkan berdiri dan berjalan jalan.



2.



Pueperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalis yang lamanya 6-8 minggu.



3.



Remote puerperium waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi



L. Adaptasi Fisiologis Post Partum 1. Perubahan fisik a.       Involusi Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.



11



Proses involusi terjadi karena adanya: 1)     Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena  adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan. 2)     Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang



tidak



berguna.



Karena



kontraksi



dan



retraksi



menyebabkan



terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil. 3)  Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus. Involusi pada alat kandungan meliputi:  1)   Uterus Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi   dan  retraksi otot-ototnya.            Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.



12



Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan Involusi



TFU



Setelah plasenta lahir Sepusat



Berat



Diameter Bekas



Keadaan



Melekat



Uterus



Cervix



Plasenta



1000 gr



12,5



Lembik



500 gr



7,5 cm



Dapat dilalui



1 minggu Pertengahan pusat



2 minggu



2 jari



symphisis Tak teraba



350 gr



Dapat



5 cm



dimasuki 1



6 minggu



jari Sebesar hamil 2



50 gr



2,5 cm



minggu 8 minggu Normal



30 gr



2)   Involusi tempat plasenta Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.



13



3)   Perubahan pembuluh darah rahim Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas. 4)    Perubahan pada cervix dan vagina Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh  1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang  sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali. b.   After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules) disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik c.    Lochia Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan  jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga. 1)   Lochea rubra (cruenta)           



14



Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan. 2)   Lochea sanguinolenta              Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan. 3)   Lochea serosa                          Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca persalinan.



4)   Lochea alba                             Cairan putih setelah 2 minggu. 5)   Lochea purulenta                       Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk. 6)   Lacheostatis Lochea tidak lancar keluarnya. d.   Dinding perut dan peritonium Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang  menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan e.    Sistim Kardiovasculer



15



Selama kehamilan secara normal volume darah  untuk mengakomodasi   penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan  diuresis yang menyebabkan  volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada  24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu  mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan    f.     Ginjal Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum



g.    System Hormonal 1)         Oxytoxin Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen,  progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.



16



2)      Prolaktin Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula  hipofise  anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior  untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi 3)       Laktasi Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri. Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi. Lobus



prosterior



hypofise



mengeluarkan



oxtoxin



yang



merangsang



pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini  menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.



17



Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu. Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,58 %, garam 0,1 – 0,2 %.   Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983)



2.



Perubahan Psikologi Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:



a.    Periode Taking In Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi  interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru. b.    Periode Taking Hold Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar. c.    Periode Letting Go Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap bayi.



18



Sedangkan stres  emosional pada ibu nifas kadang-kadang  dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum



19



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a.       Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital. b.      Keluhan utama c.       Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara d.      Data Riwayat penyakit 1) Riwayat kesehatan sekarang. Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa). 3) Riwayat Kesehatan Keluarga 4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa. e.       Keadaan klien meliputi : 1) Sirkulasi    Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL 2) Integritas ego    Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan



20



labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan. 3) Makanan dan cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan). 4) Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural. 5) Nyeri / ketidaknyamanan    Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada. 6)   Pernapasan Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas. 7) Keamanan 8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh 9) Seksualitas 10) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang. 2. Diagnosa Keperawatan a.    Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) b.    Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi c.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi. d.    Ansietas



berhubungan



dengan



kurangnya



informasi



tentang



prosedur



pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi. e.    Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedah



21



NO



DIAGNOSA KEPERAWATAN



Tujuan dan kriteria Hasil



Intervensi



Rasional



DX 1 NNyeri



akut



berhubungan



dengan Setelah



diberikan



asuhan 1. Lakukan



pengkajian 1. Mempengaruhi



pelepasan mediator nyeri (histamin, keperawatan selama …. x 24 jam



secara



prostaglandin)



tentang nyeri meliputi



akibat



trauma diharapkan nyeri klien berkurang /



komprehensif



jaringan dalam pembedahan (section terkontrol dengan kriteria hasil :



lokasi,



karakteristik,



caesarea)



durasi,



frekuensi,



kualitas,



intensitas



a)      Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang b)      Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 ) c)      TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit d)     Wajah tidak tampak meringis e)     



Klien



tampak



berisitirahat,



dan



sesuai kemampuan



rileks,



dapat



beraktivitas



nyeri



dan



pengawasan



pilihan



keefektifan



intervensi



faktor



presipitasi. 2. Observasi



respon



nonverbal



dari



ketidaknyamanan (misalnya



wajah



meringis)



terutama



2. Tingakat ansietas dapat mempengaruhi



persepsi



atau reaksi terhadap nyeri



ketidakmampuan untuk berkomunikasi



secara



efektif. 3. Kaji efek pengalaman



3. Mengetahui sejauh mana pengaruh nyeri terhadap



22



nyeri terhadap kualitas



kualitas hidup pasien



hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial) 4. Ajarkan menggunakan teknik



nonanalgetik



(relaksasi,



latihan



napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.) 5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat



4. Memfokuskan



kembali



perhatian, meningkatkan kontrol



dan



meningkatkan kemampuan harga diri dan kemampuan koping 5. Memberikan ketenangan kepada pasien sehingga nyeri tidak bertambah



mempengaruhi



respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara) 6. Kolaborasi



untuk



6. Analgetik mengurangi kimiawi



dapat mediator nyeri



23



pada



penggunaan



kontrol



analgetik, jika perlu. 



reseptor nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri



2 Intoleransi anestesi, sirkulasi



aktivitas



b/d



kelemahan,



tindakan Tujuan : setelah dilakukan asuhan penurunan keperawatan selama … x 24 jam di harapkan kllien dapat melakukan



1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk



kemampuan



klien



beraktivitas



berkativitas



dan



menentukan



intervensi



aktivitas mandiri tanpa adanya komplikasi



1. Untuk mengukur tingakat



2. Kaji pengaruh aktivitas



Kriteria Hasil : klien mampu



terhadap kondisi luka



melakukan aktivitasnya secara



dan kondisi tubuh



mandiri



umum 3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. 4. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi



yang tepat 2. Aktivitas



memberikan



dampak yang signifikan pada kondisi luka 3. Kondisi dan



pasca pasca



memberikan fisik



dan



operasi anastesi



kelemahan perlunya



diberikan batuan untuk memenuhi



kebutuhna



sehari hari 4. Memenuhi



24



kebutuhan



klien



ADL



5. Evaluasi perkembangan 5. Identifiksi



3



Resiko tinggi infeksi berhubungan Tujuan : Setelah diberikan asuhan



kemampuan klien



intervensi



melakukan aktivitas



diberikan



1. Tinjau ulang kondisi 1. Kondisi



keefektifan yang



dasar



telah



seperti



dengan trauma jaringan / luka keperawatan selama .. x 24 jam



dasar / faktor risiko



diabetes atau hemoragi



kering bekas operasi.



diharapkan klien tidak mengalami



yang ada sebelumnya.



menimbulakan potensial



infeksi dengan kriteria hasil :



Catat



resiko



a)      Tidak terjadi tanda - tanda



ketuban



waktu



pecah



infeksi



atau



penyembuhan luka yag



infeksi (kalor, rubor, dolor,



buruk. Pecah ketuban yg



tumor, fungsio laesea)



terjadi



b)      Suhu dan nadi dalam batas



sebelum



pembedahan



24



normal ( suhu = 36,5 -37,50



dapat



C, frekuensi nadi = 60 -100x/



koriamnionitis



menit)



intervensi



c)      WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL) 



jam



menimbukan sebelum



bedah



dan



dapat



mempengaruhi



proses



penyembuhan



25



2. Kaji



adanya



tanda



luka.



infeksi (kalor, rubor, 2. Mengetahui secara dini dolor, tumor, fungsio



terjadinya



infeksi



laesa)



sehingga dapa dilakukan pemilihan



3. Lakukan luka



perawatan



dengan



intervensi



secara tepat dan cepat



teknik 3. Meminimalisir



aseptic



konaminasi



adanya



pada



luka



yang dapat menimbulkan 4. Inspeksi



balutan



abdominal eksudat Lepaskan



/



infeksi



terhadap 4. Balutan steil menutupi rembesan. luka dan melindungi luka balutan dari cedera atau



sesuai indikasi



kontaminasi. dapat



menandakan



terjadinya 5. Anjurkan



klien



dan



keluarga untuk mencuci



rembesan



yang



hematoma memerlukan



intervensi lanjut 5. Cuci tangan menurunkan



26



tangan



sebelum



sesudah



/



menyentuh



resiko terjadinya infeksi nosokomial



luka 6. Pantau suhu,



peningkatan nadi,



pemeriksaan laboratorium



dan 6. Peningkatan suhu, nadi dan WBC merupakan jumlah



WBC / sel darah putih



salah satu data penunjang yang



dapat



mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Proses



tubuh



melawan



bakteri



untuk akan



memproduksi panas dan frekuensi nadi. Sel darah 7. Kolaborasi



untuk



pemeriksaan Hb dan Ht.



Catat



perkiraan



kehilangan



darah



selama



prosedur



putih



akan



sebagai



meningkat kompensasi



untuk melawan bakteri di dalam tubuh 7. Resiko



infeksi



27



pasca



pembedahan



melahirkan dan proses penyembuhan akan buruk bila



8. Kolaborasi penggunaan antibiotik



sesuai



indikasi



kada



Hb



rendah



danterjadinya kehilangan darah berlebih 8. Antibiotic



dapat



menghambat



proses



infeksi 4



Ansietas



berhubungan



kurangnya



informasi



prosedur penyembuhan post operasi.



dengan Tujuan : Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis 1. Keberadaan tentang keperawatan selama … x 6 jam



pembedahan, diharapkan dan



ansietas



klien



perawatan berkurang dengan kriteria hasil : a)



terhadap kejadian dan



pendukung



ketersediaan



(



sistem



pendukung



misalnya



dapat



sistem klien pasangan) memberikan



Klien terlihat lebih tenang dan



dukungan



secara



tidak gelisah



psikologis dan membantu



b)      Klien mengungkapkan bahwa



klien



ansietasnya berkurang 



mengungkapkan



2. Tetap bersama klien, bersikap



tenang



menunjukkan



dan rasa



dalam



masalahnya. 2. Keberadaan dapat



perawat memberikan



28



empati



dukungan dan perhatian pada klien ehingga klie merasanyaman



3. Observasi



respon



nonverbal



ansietas



yang dirasakan



klien 3. Ansietas sering kali tidak gelisah) dilaporkan secara verbal dengan namun pada pola prilaku



(misalnya: berkaitan



ansietas yang dirasakan



4. Dukung dan arahkan kembali



mengurangi



dan



klien secara non verbal



mekanisme 4. Mendukung mekanisme



koping



koping



dasar,



meningkatkan



rasa



percaya diri klien shingga 5. Berikan informasi yang benar



mengenai



prosedur pembedahan, penyembuhan,



dan



menurunkan ansietas 5. Kurangnya informasi dan miss intervensi terhadap informasi yang di miliki sebelunya



29



dapat



perawatan post operasi.



mempengaruhi



nrasa



ansietas yang dirasakan 6. Diskusikan



6. Klien dapat mengaami



pengalaman / harapan



penyimpangan



kelahiran



dari melahirkan. Masal



anak



pada



masa lalu



memori



lalu atau persepsi yang tidak



realistis



abnormalitas



dan



mengenai



proses persalinan sc akan 7. Evaluasi



meningkatkan ansietas



perubahan



ansietas yang dialami klien secara verbal 



7. Identifiksi intervensi



keefektifan yang



telah



diberikan 5



Defisit perawatan diri berhubungan Tujuan setelah di berikan asuhan dengan



kelemahan



fisik



akibat keperawatan selama .. x 24 jam di



tindakan anatesi dan pembedahan



harapkan klien mampu memenuhi kebutuhan



perawatan



dengan kriteria hasil:



dirinya



1. Kaji tingkat kemapuan 1.



Mungkin klien tidak



klien untuk merawat



mengalami



perubahan



diri



berarti, tetapi perdarahan massif perlu di waspadai untuk mencegah kondisi



30



1. Klien terlihat bersih dan



2. Kaji pengaruh aktifitas 2. Aktifitas



terawatt 2. Klien



klien lebih buruk



dapat



kebutuhan



memenuhi perawatanya



kondisi



luka



dan



kondisi tunuh umum



secara mandiri



merangsang



aktivitas vaskularisai dan pulsasi organ reproduksi, tetapi



dapat



mempengaruhi



londisi



luka post operasi dan mempengaruhi 3. Bantu



klien



untuk



memenuhi kebutuhan aktifitas sehari hari 4. Bantu



klien



melakukan



untuk tindakan



sesuai dengan tingkat kemampuan



atau



kondisi klien 5. Evaluasi perkembangan kondisi



kurangnya energi 3. Menginstirahatkan klien secara optimal. 4. Mengoptimalkan kondisi klien,



pada



abortus



iminens, istirahat mutlak sangan diperlukan 5. Menilai kondisi umum klien



31



klien



melakukan



aktifitas 4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di siapakan 5. EVALUASI DX 1: a) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang b)      Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 ) c)      TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit d)     Wajah tidak tampak meringis e)     Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan DX 2: a) klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri DX 3: a) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)



32



b)  Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/ menit) c) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)  DX 4 a) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah b)      Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang  DX 5 a) Klien terlihat bersih dan terawatt b) Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatanya secara mandiri



33



DAFTAR PUSTAKA Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedia



34