1 Makalah Pembiayaan Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “KONSEP PEMBIAYAAN PENDIDIKAN: PENGERTIAN; KONSEP PEMBIAYAAN PENDIDIKAN” (Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Keuangan Pendidikan)



Oleh: NUR HIDAYATI



NIM. 1810246511



SRIYANTI



NIM. 1810246507



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU 2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses dalam rangka meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat guna mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna pendidikan berimplikasi pentingnya pendidikan bagi semua orang (education for all). Untuk mendapatkan hasil pendidikan yang memadai bagi semua orang secara berkualitas, maka dibutuhkan pengeluaran atau yang disebut dengan investasi atau biaya pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan merupakan potensi yang sangat menentukan dan bagian yang tidak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan, komponen keuangan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di lembaga pendidikan bersama komponen-komponen lain. Manajemen keuangan adalah kebutuhan primer bagi lembaga pendidikan untuk keberlangsungan pendidikan karena pada dasarnya pendidikan membutuhkan sumber-sumber keuangan untuk menopang segala kebutuhan-kebutuhan di lembaga pendidikan, kaitannya dalam hal kelengkapan sarana prasarana sekolah, gaji para tenaga pendidik serta untuk kelengkapan sumber dan media pembelajaran. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan ini perlu dikelola dengan sebaik-baiknya.Agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan seara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.Sehingga dalam hal pengelolaan perlu dilakukan manajemen keuangan yang baik. Manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan menjadi urgen posisinya untuk diaplikasikan, karena secara normatif dan sosiologis entitas sekolah bukanlah lembaga yang bersifat profit, sehingga memberikan tanggung jawab bagi masyarakat dan setiap orang tua siswa, dimana setiap penerimaan lembaga pendidikan harus digunakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas layanan pendidikan yang professional. Hal ini dilandasi; 1) adanya tuntutan untuk mampu mengelola penggunaan dana secara transparan dan akuntabel, 2) meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya, 3) meminimalkan penyalahgunaan dana yang dihimpun, 4) kreatif menggali sumber1



sumber pendanaan, 4) menempatkan bendahara yang kompeten dan professional (Santoso, 2008). Sehingga disadari manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan merupakan salah satu sumber daya (resource) yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut juga lebih terasa dalam implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) yang menuntut kemampuan lembaga pendidikan untuk mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana yang diperoleh lembaga pendidikan secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah Pendanaan dalam pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam UUD 1945 pasal 31 Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Amanat ini menjelaskan ada tanggung jawab Negara dalam memberikan layanan pendidikan yang merata bagi seluruh warga Negara tanpa diskriminasi (education for all) guna mendapatkan pengajaran yang bermutu untuk mencerdaskan kehidupannya. Amanat undang-undang dasar 1945 ini sekaligus membuktikan adanya langkah pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. Kenyataannya belum semua orang dapat memperoleh pendidikan yang selayaknya, dikarenakan berbagai faktor termasuk mahalnya biaya pendidikan yang harusdikeluarkan orang tua atau masyarakat. Kondisi inilah kemudian mendorong dimasukkannya klausal tentang pendidikan dalam amandemen UUD 1945. Konstitusi mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan dana pendidikan 20% dari APBN maupun APBD agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan yang memadai dan terjangkau. Ketentuan ini memberikan jaminan bahwa ada alokasi dana yang secara pasti digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan. Namun, dalam pelaksanaannya pemerintah belum punya kapasitas finansial yang memadai untuk menanggung semua biaya, sehingga perlu dukungan dari masyarakat dan orang tua, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan pendanaan pendidikan yang memadai tentunya upaya peningkatan kualitas pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manfaat berupa peningkatan kualitas SDM yang siap bersaing di kawasan ASEAN, sebagai konsekuensi dari masuknya Indonesia dalam kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bahkan kita harus menyiapkan SDM Indonesia siap bersaing di kawasan yang lebih luas seperti AFTA, dan World Trade Organization (WTO) atau dikenal dengan perdagangan bebas dunia. Di sisi lain, prioritas alokasi pendanaan 2



pendidikan seyogianya diorientasikan untuk mengatasi permasalahan dalam hal aksesibilitas dan daya tamping pendidikan pada level dasar, menengah dan atas. Sehingga upaya pemerintah melakukan kebijakan wajib belajar 9 tahun dan diteruskan ke wajib belajar 12 tahun sebuah upaya yang serius untuk meningkatkan kualitas SDM atau human capital Indonesia. Menurut Horngren C.T (2009), Human Capital yang berupa kemampuan (ability) dan kecakapan (skill) hanya dapat diperoleh melalui Pendidikan. Bisa juga melalui belajar sendiri atau belajar sambil bekerja, semua itu tetap memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan tentunya akan menghasilkan tingkat balik rate of return yang sangat tinggi terhadap penghasilan seseorang. Berdasarkan pendekatan human capital ada hubungan linier antara investment pendidikan dengan higher productivity dan higher earning. Manusia sebagai modal dasar yang diinvestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang ditampilkan oleh manusia terdidik tersebut, dengan demikian manusia yang memperoleh penghasilan lebih besar dia akan membayar pajak dalam jumlah yang besar dengan demikian dengan sendirinya dapat meningkatkan pendapatan Negara. Jadi pendanaan yang dilakukan Negara adalah stimulus untuk menggerakkan sektor lainnya dalam memperkokoh ketahanan ekonomi, sekaligus ketertiban dan keamanan nasional. Untuk itu menarik untuk dikaji aspek pendanaan pendidikan dalam berbagai perspektif guna memperkokoh komitmen pemerintah, masyarakat dan orang tua memandang pendanaan pendidikan itu adalah tanggung jawab bersama untuk menghadirkan sumber daya manusia yang unggul, produktif, berkarakter baik sebagai asset Negara dan bangsa dalam percaturan global. Mulyono (2010;23) menjelaskan bahwa dalam upaya setiap pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Oleh karena itu, pendidikan tanda didukung biaya yang memadai, proses pendidikan di lembaga pendidikan tidak akan berjalan sesuai harapan. Hal senada dijelaskan Al Kadri (2011;1) bahwa hampir dapat dipastikan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya yang memadai. Untuk itu dalam pengelolaan pendidikan instrument biaya menjadi urat nadi organisasi/institusi/lembaga pendidikan yang perlu dikelola dengan baik dan professional.



3



Para pengelola tentu diharapkan memahami pembiayaan pendidikan secara menyeluruh (holistik) Sekolah mempunyai tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku, tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan juga tanggung jawab fungsional yang profesional dalam pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang menerima ketetapan berdasarkan ketentuan jabatannya. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan diungkapkan dalam makalah ini adalah: 1.2.1. Apa pengertian pembiayaan pendidikan? 1.2.2. Bagaimana konsep pembiayaan pendidikan?



1.3. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini yaitu: 1.3.1. Mengetahui pengertian pembiayaan pendidikan 1.3.2. Mengetahui konsep pembiayaan pendidikan.



1.4. Landasan Teori 1.4.1.



Pengertian Pembiayaan Pendidikan Levin (1987) dalam Rosita, T., Nasoha, M., & Isman, S. M. (2013) melihat pembiayaan pada level sekolah merupakan proses dimana stakeholders sekolah mengetahui besaran pendapatan dan sumber daya yang tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Biaya pendidikan adalah nilai uang dari seluruh sumber daya pendidikan tersebut dalam satu periode waktu. Pembiayaan dalam bidang pendidikan mempunyai kesamaan dengan bidang lain dalam konsepnya, dimana lembaga pendidikan dipandang sebagai produsen jasa pendidikan yang menghasilkan keahlian, keterampilan, ilmu pengetahuan, karakter dan nilai-nilai yang dimiliki oleh lulusan



1.4.2. Konsep Pembiayaan Pendidikan Konsep biaya bisa dirujuk dari beberapa pakar, diantaranya Mulyono (2010;81) menyatakan biaya adalah suatu unsur yang menentukan dalam 4



mekanisme penganggaran. Penentuan biaya akan memengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan dalam suatu organisasi mencapai tujuannya. Di samping itu Mulyadi (2014) mengelompokkan konsep biaya dalam arti sempit yaitu sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Sedangkan dalam arti luas biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dari definisi ini biaya bisa dibagi dalam empat unsur, yakni 1) pengorbanan sumber ekonomi, 2) diukur dalam satuan uang, 3) yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi, 4) pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Kata biaya dalam pendidikan jika diimplementasikan merupakan sebuah proses sehingga disebut dengan pembiayaan. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dari kata asli biaya ditambah awalan pe dan akhiran an (Depdikbud 1995). Memaknai tentang biaya pendidikan, dalam alam pikiran manusia tentunya akan mengarah pada sejumlah barang dan jasa yang diperlukan dalam proses pendidikan itu sendiri. Al Kadri (2011;1) menjelaskan biaya pendidikan adalah nilai ekonomi dari input biaya pendidikan itu juga identik dengan semua pengorbanan yang diperlukan untuk suatu proses penyelenggaraan pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk uang menurut harga pasar yang sedang berlaku menjadi tanggung jawab pemerintah, (public cost) dan masyarakat dan orang tua peserta didik (private cost). Public cost adalah biaya pendidikan dari pemerintah, yang secara umum bersumber dari pajak, pinjaman, dan penerimaan lainnya (hibah) baik dalam dan luar negeri, sedangkan private cost adalah biaya pendidikan yang dibebankan kepada individu peserta didik dan masyarakat (seperti: biaya sekolah, pembelian buku dan peralatan sekolah lainnya). Untuk dapat tercapai tujuan pendidikan yang optimal, salah satu hal paling penting, yaitu mengelola biaya dengan baik sesuai dengan kebutuhan dana yang diperlukan. Administrasi pembiayaan minimal mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyaluran anggaran perlu dilakukan secara strategis dan integratif antara pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mewujudkan kondisi ini, perlu dibangun rasa saling percaya, baik internal Pemerintah maupun antara Pemerintah dengan 5



masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri dapat ditumbuhkan. Keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan menjadi katakata kunci untuk mewujudkan efektivitas pembiayaan pendidikan. Lebih lanjut bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal (Sulistyoningrum, 2010). Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Menurut Sulistyoningrum biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud meliputi: a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai; c. biaya



operasi



pendidikan



tak



langsung berupa



daya,



air,



jasa



telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya Setelah kita mengetahui biaya pendidikan, besarannya, komponen yang bertanggung jawab dalam membayarnya tentu kita mesti mengenali pembiayaan pendidikan dalam konteks mengetahui sumber pendapatan dan sumber daya yang tersedia untuk digunakan memformulasikan dan mengoperasionalkan lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi dan pondok pesantren). Pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara maupun daerah seperti kondisi geografis, tingkat kemahalan, kondisi politik, hukum, kekuatan ekonomi, program pembiayaan pemerintah dan sistem administrasi di masing-masing lembaga pendidikan itu sendiri. Untuk mengetahui apakah pembiayaan yang sudah tersedia sudah memuaskan. Hal ini dilihat dari perspektif: a) proporsi dari kelompok usia, jenis kelamin, tingkat buta huruf; b) distribusi alokasi sumber daya pendidikan secara efisien dan adil sebagai kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah mensubsidi layanan pendidikan dibandingkan dengan 6



sektor lainnya, c) dukungan orang tua siswa dan masyarakat sebagai komponen yang strategis dalam membiayai pendidikan. Keputusan dalam pembiayaan lembaga pendidikan akan memengaruhi bagaimana sumber daya yang diperoleh dan dialokasikan. Oleh karena itu perlu dikaji siapa yang akan dididik dan seberapa banyak peserta didik dapat menikmati layanan pendidikan, bagaimana mereka akan dididik, siapa yang akan membayar biaya pendidikan itu. Demikian pula pembiayaan pendidikan seperti apa yang perlu dilakukan pemerintah, agar mampu memberikan kontribusi secara signifikan mendukung pembiayaan lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah maupun swasta. Pembiayaan pendidikan perlu juga dilihat dari faktor kebutuhan dan ketersediaan pendidikan, tanggung jawab orang tua dalam menyekolahkan anaknya vs social benefit secara luas yang akan didapatkan, pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan. J. Wiseman (1987) dalam Rosita, T., Nasoha, M., & Isman, S.M. (2013) menjelaskan ada tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan 1) kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital; 2) pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan; 3) pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan. Lebih khusus Levin (1987) dalam Rosita, T., Nasoha, M., & Isman, S. M. (2013) melihat pembiayaan pada level sekolah merupakan proses dimana stakeholders sekolah mengetahui besaran pendapatan dan sumber daya yang tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan program pembiayaan Negara untuk sector pendidikan. Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengetahui pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan 7



yang paling baik untuk



pembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap



sekolah berbeda. Setiap kebijakan dalam pembiayaan akan memengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan kebijakan yang berbeda-beda di sektor pendidikan, kita bisa melihat konsekuensinya terhadap pembiayaan pendidikan,



yakni:



1) sasaran



pendidikan, tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan, 2) proses pendidikan, tentang bagaimana mereka dididik, 3) penanggung jawab berkaitan dengan siapa yang akan membayar biaya pendidikan, 4) keputusan tentang sistem pembiayaan pendidikan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung pembiayaan di lembaga pendidikan. Kemudian Efisiensi pendanaan pendidikan ditentukan oleh ketepatan dalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu prestasi belajar peserta didik. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) merupakan suatu rancangan pembiayaan pendidikan di sekolah dalam rangka mengatur dan mengalokasikan dana pendidikan yang sumbernya sudah terkalkulasi jumlah dan besarannya, baik merupakan dana rutin bantuan dari Pemerintah berupa dana bantuan operasional atau dana lain yang berasal dari sumbangan masyarakat atau orang tua peserta didik. Dalam merancang dan menyususun RAPBS ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya masalah efektivitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi. Efektivitas pembiayaan merupakan faktor penting yang senantiasa diperhitungkan bersamaan dengan efisiensi. Artinya, suatu program kegiatan tidak hanya menghitung waktu yang singkat, tetapi tidak memperhatikan anggaran yang harus dikeluarkan seperti biaya operasional dan dana pemeliharaan sarana yang mengarah pada pemborosan. Kepala Sekolah bersama-sama guru dan Komite Sekolah dalam menentukan anggaran pembelajaran harus berdasarkan kebutuhan yang riil dan benar-benar sangat dibutuhkan untuk keperluan dalam rangka menunjang penyelenggaraan proses pembelajaran yang bermutu.



8



Analisis biaya dalam pendidikan mencakup keefektifan biaya (cost affectiveness), keuntungan biaya (cost benefit), kemanfaatan biaya (costutility), dan kefisibilitasan biaya (costfeasibility). Selanjutnya, secara rinci masing-masing analisis biaya diuraikan sebagai berikut: a. Analisis keefektifan biaya. Suatu pekerjaan disebut efektif kalau pekerjaan itu dikerjakan dengan tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Biaya pendidikan digunakan secara efektif berarti biaya itu diarahkan hanya untuk mencapai tujuan pendidikan yang ternyata sesudah selesai pekerjaan mendidik itu tujuan yang direncanakan semula benar-benar tercapai; b. Analisis keuntungan biaya. Analisis ini menghubungkan antara besar biaya yang dikeluarkan dengan besar pendapatan setelah menjalani pendidikan atau latihan; c. Analisis kemanfaatan biaya adalah analisis yang berusaha membandingkan biaya yang digunakan oleh suatu alternatif dengan estimasi manfaatnya atau nilai outcomenya; d. Analisis kefisibilitas biaya. Analisis ini tidak dapat diukur secara kuantitatif seperti analisis sebelumnya, analisis ini hanya melihat apakah biaya yang dipakai oleh alternatif itu cukup atau tidak, bila dihubungkan dengan dana yang tersedia. Bila biaya alternatif melebihi dana dan sumber-sumber pendidikan lainnya, maka rencana itu tidak dapat dilaksanakan, atau alternatif tersebut tidak fisibel. 1.4.3 Jenis Biaya Pendidikan Beberapa jenis dan golongan biaya pendidikan adalah



sebagai



berikut. a. biaya langsung (direct cost) diartikan sebagai pengeluaran uang yang secara langsung membiayai penyelenggaraan pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Anwar dan Idochi, 1991). Biaya langsung juga diartikan sebagai biaya yang secara langsung menyentuh aspek dan proses pendidikan. Sebagai contoh biaya untuk gaji guru dan pengadaan fasilitas belajar-mengajar (Gaffar, 1991). Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar peserta didik berupa pembelian alat-alat pelajaran, 9



sarana belajar, biaya transportasi, dan gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah, orang tua, maupun peserta didik sendiri (Fattah, 2000). Selanjutnya, berikut ini jenis-jenis biaya-biaya yang merupakan bagian dari biaya langsung (direct cost), yaitu: 1) Biaya rutin (recurrent cost), merupakan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pendidikan selama satu tahun anggaran. Biaya ini digunakan untuk menunjang pelaksanan program pengajaran, pembayaran gaji guru, dan personil sekolah, administrasi kantor, pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana. Biaya rutin dihitung berdasarkan “per student enrolled”. Menurutnya, biaya rutin dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: 1) rata-rata gaji guru per tahun; ratio guru, murid dan proporsi gaji guru terhadap keseluruhan biaya rutin; dan 3) biaya pembangunan (capital cost), merupakan



biaya



yang



digunakan



untuk



pembelian



tanah,



pembangunan ruang kelas, perpustakaan, lapangan olah raga, konstruksi bangunan, pengadaan perlengkapan mobelair, biaya penggantian dan perbaikan. Lebih lanjut, Gaffar (1987) menyatakan bahwa biaya pembangunan dihitung atas dasar “per student place”. Menurutnya, dalam menghitung biaya pembangunan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu pertama: tempat yang menyenangkan untuk murid belajar, biaya lokasi atau tapak (site), dan biaya perabot dan peralatan. b. biaya tidak langsung (indirect cost) dapat dimaknai sebagai biaya yang umumnya meliputi hilangnya pendapatan peserta didik karena sedang mengikuti pendidikan (earning foregone by students), bebasnya beban pajak karena sifat sekolah yang tidak mencari laba (cost of tax exemption), bebasnya sewa perangkat sekolah yang tidak dipakai secara langsung dalam proses pendidikan serta penyusutan sebagai cermin pemakaian perangkat sekolah yang sudah lama dipergunakan (implicit rent and depreciation) Fattah (2000). Selanjutnya, berikut ini jenis-jenis biaya yang merupakan bagian dari biaya tidak langsung (indirect cost), yaitu: 1) biaya pribadi (private cost), adalah biaya yang dikeluarkan keluarga untuk membiayai sekolah anaknya dan termasuk di dalamnya forgone opportunities. Dalam kaitan ini, Jones (1985) mengatakan “In 10



the context of education these include tuitions, fees and other expenses paid for by individuals”. Dengan kata lain, biaya pribadi adalah biaya sekolah yang dibayar oleh keluarga atau individu; 2) biaya masyarakat (social cost), adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiayai sekolah (di dalamnya termasuk biaya pribadi). Dalam kaitan ini, Thomas, H. Jones (1985) mengatakan “Sometimes called public cost, the include cost of educations financed through taxation. Most public school expenses are examples of sosial costs”. Dengan kata lain, biaya masyarakat adalah biaya sekolah yang dibayar oleh masyarakat. c. Monetary cost adalah semua bentuk pengeluaran dalam bentuk uang, baik langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan untuk kegiatan pendidikan d. Mon Monetary Cost adalah semua bentuk pengeluaran yang tidak dalam bentuk uang, meskipun dapat dinilai ke dalam bentuk uang, baik langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan untuk kegiatan pendidikan, misalnya materi, waktu, tenaga, dan lain-lain. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 62 disebutkan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal (Depdiknas, 2005). Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; bahan atau peralatan habis pakai; dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Adapun biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengukuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan (Depdiknas, 2005). Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Pasal 7 sampai dengan Pasal 30), pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah yang terdiri atas 5 (lima) jenis didik (Depdiknas, 2008)., yaitu:



11



a. Biaya investasi satuan pendidikan, meliputi: biaya investasi lahan pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan; b. Biaya investasi penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, meliputi: biaya investasi lahan dan biaya investasi selain lahan; c. Biaya operasi satuan pendidikan, meliputi: biaya personalia dan biaya nonpersonalia; d. Biaya operasi penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan,yang meliputi biaya personalia dan biaya nonpersonalia; e. Bantuan biaya pendidikan dan beapeserta Dalam



perkembangannya,



kebutuhan



pendanaan



pendidikan



merupakan salah satu permasalahan yang cukup pelik untuk dikelola secara efektif dan efisien. Permasalahan pendanaan pendidikan erat kaitannya dengan keperluan operasionalisasi penyelenggaraan pendidikan. Biaya tersebut, antara lain: a. Biaya operasional pendidik dan tenaga kependidikan (gaji dan honor/insentif/tunjangan); b. Proses pembelajaran dan penilaian; c. Pengadaan,



perawatan,



dan



perbaikan/perawatan



saranaprasarana



pendidikan; dan d. Manajemen. Fungsi pembiayaan tidak dapat terpisahkan dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Oleh karena itu, pembiayaan menjadi masalah sentral dalam pengelolaan penyelenggaraan pendidikan yang harus disikapi dan dicarikan



berbagai



alternatif



solusinya.



Ketidakmampuan



lembaga



penyelenggara pendidikan untuk menyediakan pendanaan pendidikan akan menghambat proses operasionalisasi penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Namun demikian, bukan jaminan manakala tersedia biaya pendidikan yang memadai akan menjamin penyelenggaraan pendidikan berhasil lebih baik. Dalam memahami permasalahan pembiayaan pendidikan di Indonesia, perlu memahami



permasalahan



apa



saja



yang



timbul



serta



alternatif



penyelesaiannya (Depdiknas, 2005). Berdasarkan uraian klasifikasi biaya pendidikan, maka jelaslah bahwa biaya pendidikan memiliki pengertian 12



yang luas. Hal ini sebagaimana dipertegas oleh Anwar (1991) bahwa hampir segala pengeluaran yang bersangkutan dengan penyelenggaraan pendidikan dianggap sebagai biaya. Oleh karena itu, diperlukan kebijaksanaan dalam melakukan klasifikasi biaya pendidikan untuk mencapai tujuan yang dituju semua pihak yaitu kesuksesan pelaksanaan pendidikan.



13



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Studi Kasus (Pembiayaan Pendidikan Menengah di Kabupaten Gowa) Pendidikan sebagai pranata utama penyiapan sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam menentukan kualitas SDM. Pendidikan juga mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Dalam rangka mendanai kebutuhan biaya pendidikan khususnya hingga pendidikan menengah bermutu, perlu diketahui terlebih dahulu berapa besar dana yang dibutuhkan dan darimana saja sumber pembiayaan yang diperoleh. Melihat Perkembangan pendidikan di Sulawesi Selatan memperlihatkan hasil yang cukup membaik. Seiring dengan meningkatnya angka partisipasi sekolah dan rata-rata lama sekolah dari tahun ke tahun, angka melek huruf justru cenderung meningkat. Baik secara gender, persentase penduduk laki-laki 15 tahun keatas yang melek huruf (bisa membaca dan menulis) di Sulsel tahun 2017, lebih besar dibanding perempuan. Persentase laki-laki dapat membaca sebesar 92,31 persen sementara perempuan 88,72 persen. Sehingga peran pembiayaan pendidikan menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukan dari menganalisa pembiayaan pendidikan di 10 sekolah yang terdiri atas 4 SMA dan 6 SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2018. Pembiayaan pendidikan pada penelitian ini menganalisa biaya operasional pendidikan non personalia di SMA dan SMK serta sumber-sumber pendanaannya, yaitu sumber dana dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, orangtua, dan masyarakat. 2.2. Pembiayaan Pendidikan Menengah di Kabupaten Gowa Konsep Pembiayaan pendidikan di sekolah mencakup biaya pengelolaan pendidikan di pemerintahan, biaya penyelenggaraan pendidikan, dan biaya pribadi peserta didik. Biaya penyelenggaraan pendidikan terdiri atas biaya operasional non personalia, seperti; alat tulis sekolah, bahan dan alat habis pakai, daya dan jasa, pemeliharan dan perbaikan ringan, transportasi, konsumsi, asuransi, pembinaan siswa/ekstrakurikuler, pelaporan. Biaya operasional personalia meliputi gaji dan tunjangan pendidik, gaji dan tunjangan tenaga pendidik. Biaya investasi sarana dan prasarana terdiri atas lahan, taman, lapangan olah raga, lapangan upacara dll, bangunan, jaringan, perabot, peralatan, media pendidikan. Biaya investasi sumber daya manusia mencakup pengembangan pendidik dan pengembangan tenaga kependidikan, Biaya Pribadi Peserta Didik terdiri atas biaya pendaftaran, SPP, komite, praktek, OSIS, 14



ujian, bahan belajar, pakaian sekolah, buku, alat tulis, kursus, lainnya, transportasi, uang saku. Dalam penyelenggaraan pendidikan besarnya pembiayaan yang dibutuhkan oleh masing-masing sekolah di Kabupaten Gowa untuk tingkatan Sekolah Menengah baik SMA dan SMK berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperi lokasi sekolah, jumlah siswa, kualitas sekolah, dan lain sebagainya. maka alokasi pembiayaan pendidikan tidak bisa disamaratakan. Di samping itu, peran masyarakat dan dunia usaha juga sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya sekolah. Hasil penelitian terhadap pembiayaan non personalia di SMA dan SMK di Kabupaten Gowa berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dan kondisi sekolah. Sehingga pembiayaan non personalia di Kabupaten Gowa dapat di analisa sebagai berikut: a.



Biaya Operasional Non Personalia Tingkat SMA di Kabupaten Gowa Alokasi pembiayaan non personalia di SMA menunjukkan variasi biaya yaitu berkisar antara Rp 735.000 s.d. Rp 3.850.000 per siswa per tahun. Sebagian besar diantaranya memiliki BONP di atas dana BOS sebesar Rp1.400.000 per siswa per tahun. Namun masih terdapat 2 sekolah yang beroperasi dengan BONP kurang dari Rp. 1.400.000 per siswa per tahunnya. yaitu SMAN 1 Gowa, dan SMAN 3 artinya lebih rendah dari dana BOS Pusat dengan jumlah siswa yang relatif lebih banyak, yaitu 1.420 siswa dengan BONP Rp1.191.000 untuk SMAN 1 Gowa dan 1.002 siswa dengan BONP Rp594.000 untuk SMAN 3 Gowa. Penggunaan rata-rata anggaran biaya non personalia SMA di Kabupaten Gowa yaitu: 1. 51% digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan ringan sekolah dan 2. 14% digunakan untuk pembinaan siswa/ekstrakulikuler Besarnya komponen penggunaan dana biaya operasional non personalia tingkat SMA di Kabupaten Gowa secara umum telah sesuai dengan juknis BOS Pusat dan telah sesuai dengan tujuan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yaitu untuk meningkatkan kualitas siswa.



b. Biaya Operasional Non Personalia Tingkat SMK di Kabupaten Gowa Kebutuhan biaya operasional non personalia di SMK jauh lebih besar daripada kebutuhan biaya operasional non personalia di SMA karena SMK cenderung besar di sub komponen Alat dan bahan praktek untuk tiap kompetensi 15



keahlian. Alokasi pembiayaan non personalia di SMK menunjukkan variasi yang cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp1.845.000 s.d. Rp4.429.000 per siswa per tahun. Penggunaan anggaran biaya operasional non personalia di SMK yang terbesar adalah sebagai berikut: 1. 74% anggaran digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan ringan. Adanya penggunaan terbesar komponen ini dikarenakan gedung dan banyaknya



alat



praktikum



pembelajaran



yang



membutuhkan



perawatan dan juga karena mengalami depresiasi setiap tahunnya sehingga memerlukan pemeliharaan dan perbaikan agar fungsinya dapat dimaksimalkan. 2. 11% anggaran danadana terbesar berikutnya adalah untuk kebutuhan pembinaan siswa/ekstrakurikuler Besarnya komponen penggunaan dana biaya operasional non personalia tingkat SMK di Kabupaten Gowa secara umum telah sesuai dengan juknis BOS Pusat dan telah sesuai kondisi serta kebutuhan sekolah. 2.3 Sumber Pembiayaan Pendidikan Menengah di Kabupaten Gowa Mengetahui sumber pendapatan dan sumber daya yang tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan lembaga-lembaga pendidikan. Pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara maupun daerah seperti kondisi geografis, tingkat kemahalan, kondisi politik, hukum, kekuatan ekonomi, program pembiayaan pemerintah dan sistem administrasi di masing-masing lembaga pendidikan itu sendiri. Beberapa sumber pendanaan pendidikan secara umum dapat diperoleh dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat, dan dunia usaha maupun dunia industri. Sumber pembiayaan SMA dan SMK di Kabupaten Gowa sebagian besar dari pemerintah pusat, seluruh sekolah di Kabupaten Gowa telah menerima BOS. Karena Kabupaten Gowa menerapkan Sekolah Gratis sehingga sekolah tidak dapat menarik dana dari orang tua siswa. kemudian sumber lain dari pembiayaan melalui alumni hanya berkontribusi kecil yaitu sebatas pemberiaan beasiswa untuk siswa tidak mampu namun hanya sekolah dan tidak semua sekolah menengah di Kabupaten Gowa mendapat sumber pembiayaan dari alumni. Dan Seluruh sekolah di Kabupaten Gowa menyatakan belum pernah menerima bantuan program CSR Perusahaan karena di wilayah tersebut tidak ada perusahaan berskala menengah atau



16



besar. Adapun kerjasama dengan perusahaan skala kecil hanya sebatas penyediaan tempat prakerin khusus untuk siswa SMK. Sehingga secara umum pembiayaan pendidikan di Kabupaten Gowa memperoleh sumber dari pemerintah pusat melalui dana BOS dan dikabupaten Gowa menerapkan kebijakan pendidikan gratis. Sekolah di Kabupaten Gowa tidak dapat menarik dana dari orangtua dan sedapat mungkin hanya beroperasi dengan dana yang tersedia, yaitu dana BOS karena sejak pengelolaan pendidikan menengah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi, otomatis bantuan dana dari Kabupaten Gowa ke sekolah menengah ditiadakan. Secara umum pendidikan gratis dapat dikatakan sebagai skema pembiayaan



pendidikan dasar dan menengah yang ditanggulangi



bersama oleh pemerintah daerah dan



provinsi bersama pemerintah daerah



kabupaten/kota guna membebaskan atau meringankan biaya pendidikan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan gratis merupakan program terpadu di bidang pendidikan yang meliputi kebijaksanaan pembiayaan, penataan pengembangan, pengawasan, serta pengendalian program pendidikan gratis. Pendidikan gratis memiliki tujuan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua anak usia sekolah, meningkatkan mutu



penyelenggaraan dan



lulusan, meningkatkan toleransi pendidikan berbasis kompetensi agar dapat mengikuti perkembangan



global



serta



mampu



meningkatkan



efisiensi



dan



efektifitas



penyelenggaraan pendidikan gratis untuk memenuhi mutu dan produktivitas sumber daya manusia yang unggul. Menurut amanat UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.



Sebagaimana asas penyelenggaraan pendidikan gratis yang



tercantum dalam peraturan daerah provinsi Sulawesi selatan yang terdiri atas 7 asas sebagai berikut: 1. Pemerataan 2. Jaminan kualitas 3. Partisipatif 4. Transparansi 5. Akuntabilitas 6. Edukasi 7. Kompetensi



17



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pendidikan sebagai pranata utama penyiapan sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam menentukan kualitas SDM. Peran pembiayaan sebagai komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di lembaga pendidikan bersama komponen-komponen lain. pembiayaan pendidikan di sekolah mencakup



pembiayaan



pengelolaan



pendidikan



di



pemerintahan,



pembiayaan



penyelenggaraan pendidikan, dan pembiayaan pribadi siswa. Sumber pembiayaan pendidikan berasal dari banyak sumber yaitu berasar dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, orang tua siswa, perusahaan, alumni, dan lain sebagainya. Sumber pembiayaan sekolah SMA dan SMK di Kabupaten Gowa sebagian besar dari pemerintah pusat yaitu dana BOS. Biaya operasional non personalia tingkat SMA diperoleh variasi biaya berkisar antara Rp 735.000 s.d. Rp 3.850.000 per siswa per tahu dan untuk BONP SMK sampel memperlihatkan variasi yang cukup tinggi pula yaitu berkisar antara Rp1.845.000 s.d. Rp4.429.000 per siswa per tahun. Besaran dana tersebut, rata-rata penggunaan anggaran biaya operasional non personalia di SMA dan SMK yang terbesar yaitu digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan ringan sekolah. 3.2 Saran Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber



daya yang secara



langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Pengelolaan keuanga pendidikan lebih difokuskan dalam proses merencanakan alokasi secara teliti dan penuh perhitungan, serta mengawasi pelaksanaan penggunaan dana, baik untuk biaya operasional maupun biaya kapital, disertai bukti-bukti secara administratif dan fisik (material) sesuai dengan dana yang dikeluarkan. Adapun standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Dan biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.a Suatu organisasi dalam hal ini lembaga pendidikan/sekolah dibutuhkan sumber dayadalam hal ini adalah faktor keuangan yang menjadi faktor penting dalam menunjang 18



pekerjaan agar efektifitas dan efisiensi lembaga pendidikan/sekolah. Terlaksananya suatu proses pendidikan dalam manajemennya sehingga memerlukan pertanggung jawaban yang bisa transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Sedangkan penggelolaan keuangan masingmasing sekolah sudah pasti dikelola dengan baik berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk itu perlunya kepemimpinan dan manajemen pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien.



19



DAFTAR PUSTAKA Arwildayanto,dkk. 2017. Manajemen keuangan dan Pembiayaan Pendidikan. Widya Padjajaran: Bandung. Abdullah, Thamrin. 2012. Pembiayaan Pendidikan, Perangkat Pembelajaran di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Dalam jurnal Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta: Jakarta. Al Kadri, H. 2011. Efektivitas dan Efisiensi Pembiayaan Pendidikan. Arwildayanto, 2017. Examining The Effectiveness of PRODIRA on Improving Human Development Index (A Province of Gorontalo Case), Proceeding The 9th International Conference for Science Educators and Teachers (ICSET), Semarang: Semarang State University. Fattah, N. 2008. Pembiayaan Pendidikan: Landasan Teori dan Studi Empiris. Jurnal Pendidikan Dasar, 9. ________ 2006. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya. Cetakan keempat: Bandung Ferdi, W. P. 2013. Pembiayaan Pendidikan: Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Frianti, I. E. 2012. Keefektifan Pelaksanaan Praktik Kerja Industri dalam Rangka Pencapaian Standar Kompetensi pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan SMK Negeri 1 Bontang. Disertasi dan Tesis Program Pascasarjana UM: Malang Lisni Ulpha, Dedy Achmad.2016. Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Fasilitas Pembelajaran , dan Mutu Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan Vol.XXIII No.2 http://azizahdreams.blogspot.com/2015/04/manajemen-keuangan-sekolah.html



20