11 0 941 KB
MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si. Titiek Ambarwati, Dra, M.M. Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M., M.Pd., M.H.
Manajemen Pembiayaan Pendidikan Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si., Titiek Ambarwati, Dra, M.M., dan Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M., M.Pd., M.H. Editor: Dr. Musnaini, S.E., M.M. dan Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA. Desainer: Mifta Ardila Sumber: www.insancendekiamanidiri.co.id Penata Letak: Reski Aminah Proofreader: Tim ICM Ukuran: viii, 157 hlm., 15.5 x 23 cm ISBN: Cetakan Pertama: 0HL 2021 Hak Cipta 2021, pada Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si., Titiek Ambarwati, Dra, M.M., dan Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M., M.Pd., M.H. Isi diluar tanggung jawab penerbit dan percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Anggota IKAPI: 020/SBA/02 PENERBIT INSAN CENDEKIA MANDIRI (Grup Penerbitan CV INSAN CENDEKIA MANDIRI) Perumahan Gardena Maisa 2, Blok F03, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat – Indonesia 27361 HP/WA: 0813-7272-5118 Website: www.insancendekiamandiri.co.id www.insancendekiamandiri.com E-mail: [email protected]
D aftar I si Prakata ..........................................................................................
1
vii
PERENCANAAN PENDIDIKAN ...............................
1
A. Pentingnya Posisi Perencanaan Pendidikan............. B. Posisi Perencanaan Pendidikan ..................................... C. Kesenjangan antara Kenyataan ......................................
1 3 6
2
OTONOMI PENDIDIKAN...............................................
17
A. Otonomi Pendidikan ........................................................... B. Konsep Otonomi Pendidikan...........................................
17 20
3
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH ........................
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
Pengertian Manajemen Keuangan ................................ Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan ....................... Tujuan Manajemen Keuangan ........................................ Manajemen Keuangan Sekolah....................................... Sumber Keuangan Sekolah............................................... Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah.................. Pengelolaan Keuangan Sekolah yang Efektif ............ Penyusunan RAPBS ............................................................. Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah ................... Manajemen Keuangan di Universitas ..........................
29 29 32 35 38 41 44 45 47 49 49
v
4
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ........................
57
A. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah.......................... B. Implementasi MBS pada Bidang Pendidikan ............ C. Dampak Pelaksanaan MBS ................................................
57 60 64
5
ANGGARAN PENDIDIKAN ............................................
69
A. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan .......... B. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan ..........
69 73
6 A. B. C. D. E.
7
PENGAWASAN ANGGARAN ......................................
83
Pengertian Pengawasan Anggaran ................................ Prinsip Pengawasan Anggaran........................................ Tujuan Pengawasan Anggaran ........................................ Tahapan Pengawasan Anggaran .................................... Teknik Pengawasan Anggaran ........................................
83 86 87 88 89
BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) ...........
95
A. Bantuan Operasional Sekolah.......................................... B. Mekanisme Penyaluran Dana Bos.................................. C. Permasalahan Dana Bos.....................................................
8 vi
95 99 101
MUTU PENDIDIKAN ......................................................
111
A. Mutu Pendidikan ...................................................................
111
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
B. Peningkatan Pemerataan .................................................. C. Peningkatan Mutu Pendidikan .......................................
9
114 116
STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN...................
123
A. Standar Pembiayaan Pendidikan .................................. B. Konsep Pembiayaan Pendidikan ...................................
123 125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... TENTANG PENULIS .................................................................... TENTANG EDITOR .....................................................................
131 133 151
Daftar Isi
vii
viii
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
P rakata Segenap rasa syukur yang tak pernah henti penulis persembahkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta'ala atas segala kemudahan dan petunjuk dari-Nya yang tak henti-hentinya penulis terima, hingga saat ini penulis telah menyelesaikan sebuah buku yang dengan judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan”. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan dalam proses penyelesaian buku ini. Kepada keluarga, rekan sejawat dan seluruh tim Insan Cendekia Mandiri yang telah melakukan proses penerbitan, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menanti saran konstruktif untuk perbaikan dan peningkatan pada masa mendatang. Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pendidikan di sekolah. Sebagaimana peribahasa tak ada gading nan tak retak, mohon dimaafkan segala kekeliruan yang ada pada terbitan ini. Segala kritik dan saran, tentu akan diterima dengan tangan terbuka. Penulis,
vii
viii
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
1
PERENCANAAN PENDIDIKAN
A. Pentingnya Posisi Perencanaan Pendidikan Menurut C. E. Beeby (Ervin, 2014) menjelaskan perencanaan pendidikan ialah upaya menuju ke arah yang maju dalam menetapkan kebijakan, tujuan, dan biaya pendidikan dengan memperhatikan realitas ekonomi, sosial, dan politik yang bertujuan
untuk
peningkatan
kapabilitas
pendidikan
nasional, pemenuhan kepentingan masyarakat, terutama pelajar yang menerima layanan oleh sistem. Perencanaan
pendidikan,
menurut
Comb
yaitu
penerapan penelitian objektif dan sistematik dalam proses pembangunan
pendidikan
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan produk dan kualitas pendidikan guna melengkapi
kebutuhan
serta
tercapainya
tujuan
(pendidikan), baik untuk pelajar dan masyarakat. Di Indonesia, perencanaan pendidikan merupakan salah satu metode perumusan alternatif kebijakan yang akan diterapkan untuk mencapai pembentukan pendidikan nasional dengan mempertimbangkan realitas terkini serta
1
memperhatikan sistem yang ada di bidang sosial ekonomi, sosial budaya, dan kebutuhan pembangunan pendidikan nasional secara keseluruhan (Kambaton, 2012). Perencanaan pendidikan berperan sebagai bentuk dasar, indikasi, dan pedoman dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan
dan
pengelolaan
program
pendidikan,
peningkatan mutu pendidikan, pemenuhan akuntabilitas badan pendidikan serta pembuatan kebijakan alternatif untuk kegiatan pertumbuhan pendidikan di masa yang akan datang. Pada proses penyelenggaraan pendidikan, perencanaan pendidikan memberikan arah kejelasan. Pengelolaan sistem pendidikan dapat diterapkan dengan lebih efektif dan efisien dengan kejelasan tersebut. Jadi, dalam semua tatanan (struktural, institusional, dan operasional), seorang perencana pembelajaran harus memiliki kapasitas dan pemahaman yang luas untuk membentuk sebuah desain yang bisa dijadikan acuan dalam melaksanakan proses pendidikan yang akan ditempuh. Agar memenuhi kriteria tersebut, bagian yang wajib dipahami oleh perencana pendidikan ialah bidang analisis permasalahan perencanaan pendidikan. Perencanaan dapat membantu dalam pencapaian misi dan tujuan dengan cara yang ekonomis dan tepat waktu, serta memberikan peluang untuk pengawasan dan pengelolaan
2
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
yang lebih mudah selama implementasi. Oleh karena itu, perencanaan merupakan komponen serta proses utama dalam fungsi manajemen yang memiliki peranan sangat penting dan menentukan. Dengan adanya perencanaan ini akan lebih meyakinkan penghematan biaya, waktu dan energi secara produktif. Perlunya perencanaan pendidikan di Indonesia ditandai dengan adanya desakan masalah pada berbagai perspektif yang suka atau tidak harus diselesaikan dengan perencanaan. Tanpa perencanaan ataupun persiapan yang dilakukan maka banyak permasalahan pendidikan yang tidak akan selesai penyelesaiannya. B. Posisi Perencanaan Pendidikan Implementasi metodologi perencanaan pendidikan harus sesuai dengan teknik prosedur saat ini. Apabila prosedur tersebut tidak mendukung, maka pelaksanaan metodologi ini akan mengalami kesulitan. Peran sistem atau prosedur pada usaha pengembangan nasional merupakan suatu konsensus, sehingga memiliki artian bahwa politik itu penting. Pada umumnya, sistem pendidikan setiap negara sangat berbeda, namun memiliki beberapa kemiripan yang bersifat umum. Adapun tujuh tahap perencanaan pendidikan adalah merumuskan
permasalahan
perencanaan
pendidikan,
mengkaji bidang masalah perencanaan, membuat konsep dan
BAB I Perencanaan Pendidikan
3
mengembangkan
rencana,
mengevaluasi
rencana,
menspesifikasikan rencana, melaksanakan rencana dan mengamati pelaksanaan rencana, dan memberikan umpan balik untuk perencanaan. Mendeskripsikan Masalah Perencanaan Pendidikan Ruang lingkup masalah pendidikan Pokok yang dibahas dalam hal ini ialah gambaran dan rumusan batasan perencanaan pendidikan. Setiap tindakan yang akan disusun dalam tahap perencanaan harus diarahkan dalam konteks penyelesaian masalah, langkah ini menjadi sangat kritis dan penting, karena apabila terdapat kesalahan dalam perumusan batasan masalah maka dapat mengakibatkan kesalahan pada langkah selanjutnya. Semakin meningkat dan besarnya salah yang terjadi dalam
masyarakat
perencanaan.
Ketika
modern suatu
menuntut
perlu
tindakan
atau
adanya kejadian
menyimpang dari yang seharusnya, maka itu menjadi suatu permasalahan. Untuk memberikan pemahaman tentang masalah perencanaan pendidikan terdapat tiga aspek kunci yang harus dipahami dan dipertimbangkan yaitu menjelaskan sifat utama dari perencanaan pendidikan, rancangan dan kebijakan
yang
diambil,
dan
pendidikan merupakan tiga
4
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
dimensi
perencanaan
Politik, ekonomi, dan waktu adalah tiga kendala utama dalam perencanaan. Secara umum, gangguan atau kendala yang terjadi pada tingkat yang lebih tinggi dalam fase perencanaan pendidikan akan memberikan pengaruh lebih besar pada tingkat yang lebih rendah. Masalah
perencanaan
pendidikan
berbeda
dari
beberapa yang dihadapi oleh profesi lain. Perencanaan pendidikan tidak mempunyai keahlian secara khusus. Perencanaan
pendidikan
dipandang
sebagai
contoh
keinginan untuk terlibat dalam aktivitas masyarakat. Pengkajian sejarah perencanaan pendidikan Sejarah perencanaan pendidikan tidak dapat dikaji kaitannya dengan rencana pendidikan itu sendiri, karena baik perencanaan maupun pendidikan tidak terjadi dengan cara yang sama seperti yang terjadi sekarang, tetapi perkembangan dan perencanaan pendidikan berjalan sejajar dengan pembangunan, sehingga meninggalkan cara-cara untuk memecahkan masalahnya. Tujuan pendidikan dan perencanaan telah berkembang sekarang ini, yang didasarkan pada konsep kerangka kerja di mana beberapa variabel saling berinteraksi. Adapun ivariabel-variabel yang harus dipertimbangkan adalah analisis kepentingan dan perencanaan terkait tata guna lahan,
peran
sekolah
dalam
lingkungan
masyaraka,
kurikulum, transportasi nilai-nilai yang terbentuk di BAB I Perencanaan Pendidikan
5
masyarakat, serta faktor-faktor lain, baik yang rahasia maupun yang jelas. C. Kesenjangan antara Kenyataan Kenyataan (dassein), adalah
sudut
pandang
yang
menyatakan bahwa sekolah harus berdiri sendiri dan bukan bagian dari suatu institusi, suatu pendidikan akan lebih nyaman
jika
keadaan
peserta
didik
setara
dengan
ketersediaan staf pengajar saat ini dan juga pengelola sekolah harus secara langsung mengelola operasional sekolah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada
kenyataannya,
kondisi
pembelajaran
yang
diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar, seperti pembelajaran dengan taman bermain, kesenian, atau olah raga, harus dimasukkan dalam perencanaan pendidikan tersebut. Tujuan dalam teori perencanaan pendidikan ialah apa yang seharusnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, terbukti bahwa perencanaan biasanya mengarah kepada suatu sistem, yaitu bagaimana sebuah rencana pembelajaran harus memberikan solusi terhadap pemecahan permasalahan dan berfungsi sebagai penghubung antara perbedaan yang ada. 1. Sumber daya dan hambatannya dalam perencanaan pendidikan Sumber daya dan hambatan adalah dua komponen penting dalam pengembangan perencanaan pendidikan
6
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
yang harus ddentifikasi dan diketahui. Ketersediaan sumber daya dan hambatan yang ada, baik secara internal maupun kelembagaan, menentukan apakah suatu strategi dapat diproduksi atau dicapai secara maksimal atau tidak. 2. Menentukan bagian-bagian dari perencanaan pendidikan beserta prioritasnya a. Pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan Proses perencanaan dan materi perencanaan adalah dua elemen dasar dari perencanaan pendidikan. Ketujuh tahap proses perencanaan dibangun secara tertulis untuk menyisipkan beberapa metode yang berhubungan dengan sosial, ekonomi, dan fisik yang relevan dengan masalah pendidikan. b. Komponen: Kerangka pendidikan Gambaran yang jelas tentang sistem pendidikan diperlukan untuk pendidikan fungsional dalam rangka perencanaan
pendidikan.
Konsistensi
secara
menyeluruh, serta asumsi yang digunakan untuk memodelkan
proses
dan
kerangka
perencanaan
pendidikan, harus dipertimbangkan dengan cermat. c. Bidang Telaahan Permasalahan Perencanaan Metode
perumusan
perencanaan
akan
dipengaruhi oleh seorang perencanaan pendidikan dalam memutuskan pekerjaan yang akan dihadapi. Akibatnya, seorang perencana harus mampu mengenali BAB I Perencanaan Pendidikan
7
berbagai kekuatan, peluang, kelemahan, dan tantangan (SWOT)
yang
akan
berdampak
pada
proses
perencanaan, pemahaman karakter dan kebutuhan dasar manusia, serta mampu memahami berbagai bentuk
pendekatan
pada
perencanaan
sistem
pendidikan, mampu merancang desain pembelajaran yang diarahkan pada aspek fisik kurikulum dan manajemen yang disesuaikan dengan aspek politik dan ekonomi pada lingkungannya. Terdapat cara-cara mengevaluasi bidang masalah perencanaan pendidikan yakni sebagai berikut: 1. Mempelajari bidang telaah dan sistem sub bidang telaah Pendidikan ialah rangkaian suatu sistem. Ada banyak sekali proses dalam sistem, yang kemudian membentuk sub sistem. Prosedur ini berlangsung dalam suasana yang dikatakan sebagai lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan yang luas inilah, yang menjadi bidang kajian dalam masalah perencanaan pendidikan. 2. Pengumpulan data Metode pengorganisasian data memiliki lima tahapan: a. data dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sistem. b. data dimasukkan atau disimpan di area penyimpanan data. c. data diolah sesuai dengan ketentuan yang ada.
8
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
d. data disajikan dalam format fungsional. e. sesuai kebutuhan, data ditransfer dari satu sistem titik ke sistem lainnya. Data yang dikumpulkan kemudian dikategorikan dan dipergunakan untuk persiapan pendidikan jangka pendek, menengah, dan panjang. 3. Tabulasi data Prosedur tabulasi data harus teliti dari tahun ke tahun, sehingga diperlukan survey setiap tahun untuk penelitian dan penelitian terkini untuk memperoleh data yang paling terbaru. Untuk berbagai analisis data, tabulasi data penting dalam perencanaan pendidikan. 4. Perkiraan perencanaan Sistem
peramalan
pendidikan
menggunakan
berbagai pendekatan yang menganalisis berbagai variabel (masyarakat, perkembangan ekonomi, dan kegiatan yang lain), dan pada sistem pendidikan terdapat asumsi dasar dan khusus. Asumsi dasar meliputi faktor-faktor seperti kelahiran, kematian, migrasi penduduk, politik, ekonomi, bentuk
pemerintahan,
serta
organisasi
lainnya.
Sebaliknya, asumsi khusus yaitu asumsi yang di dasarkan pada kondisi lokal. 5. Perancangan rencana Jika perencanaan pendidikan dapat menentukan efektivitas pada berbagai layanan, hal itu dapat BAB I Perencanaan Pendidikan
9
memberikan kontribusi yang besar. Ada 4 bidang perhatian untuk perencanaan pendidikan: a. Berbagai kegiatan yang ditangani oleh sejumlah lembaga pendidikan, b. kebutuhan manusia terhadap lembaga pendidikan, c. fasilitas fisik yang relevan dengan proses dan teknik, d. manajemen gedung serta kelengkapan sekolah. Bekerja
dalam
perencanaan
pendidikan
membutuhkan pemahaman yang jelas tentang kebutuhan masyarakat dan bagaimana menanganinya. Perencanaan harus cermat, dan seorang perencana harus menemukan keseimbangan antara apa yang diharapkan dan apa yang mungkin terjadi. Langkah yang diperlukan dalam mengidentifikasi kecenderungan umum yakni menelaah konteks perencanaan, tren dan pola umum pada masyarakat, pergerakan ekonomi, kemudian membuat konsep serta merancang rencana dengan menentukan tujuan dan sasaran. 6. Mengevaluasi perencanaan Tujuan dari simulasi perencanaan pendidikan ialah menyediakan cara untuk menganalisis aktivitas yang berbeda dari komponen perencanaan dengan mereplikasi atau memvisualisasikan tindakan dari suatu sistem. Berikut ini terdapat 3 model simulasi yang digunakan:
10
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
a. Model modifikasi kontinu (continuous modification model), b. model waktu tertentu (specific time model), dan a. model peristiwa terpisah-pisah. Dalam simulasi perencanaan, ada empat faktor fundamental yang menjadi perhatian: a. Fungsi perencanaan b. Model c. Pengukuran efektivitas model d. Kriteria keputusan Metode pembuatan model memperhitungkan enam faktor: a. Tingkat akumulasi b. Waktu pengolahan c. Efek transisi d. Menjalankan model e. Memanfaatkan variabel f. Menetapkan parameter. Bentuk-bentuk
model
yang
digunakan
dalam
simulasi yaitu a. Model untuk dimensi orang b. Model untuk posisi c. Model untuk gerakan d. Model untuk ekonomi e. Model yang digunakan untuk aktivitas.
BAB I Perencanaan Pendidikan
11
Untuk mengevaluasi perencanaan pendidikan, ada beberapa strategi yang digunakan, a. matriks yang diinginkan b. pemetaan peringkat c. pembobotan sejumlah besar tujuan d. skala peringkat ordinal e. matriks penilaian f. metode pembobotan dan pemeringkatan. Setiap perencanaan harus menunjukkan manfaat dan diperlakukan dengan sistem yang terpadu. Bagian pokok pada perencanaan pendidikan yang komprehensif yaitu
proses
fisik,
sosial,
dan
administrasi
yang
mencerminkan perlunya penyelarasan, fleksibilitas, dan penentuan waktu komitmen dan berbagai fungsi. 7. Menspesifikasikan rencana Untuk menyusun perencanaan yang komprehensif, dibutuhkan rumusan masalah yang jelas. Perencanaan muncul sebagai kegiatan partisipatif untuk mencapai tujuan dengan memasukkan semua komponen, sehingga tujuan tersebut dicapai oleh masyarakat yang akan dilayani oleh lingkungan dan dipengaruhi oleh lingkungan, yang berhak dan berkewajiban untuk berpartisipasi dalam perencanaan
pembangunan
lingkungan
tersebut.
Perencanaan pendidikan memerlukan rekomendasi dalam mencapai suatu tujuan. 12
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
8. Mengimplementasikan rencana Kebijakan perencanaan pendidikan melibatkan sekelompok
orang
tertentu.
Perencanaan
program
pendidikan memerlukan pengembangan konsep dan prosedur
terperinci
yang
akan
diikuti
oleh
lembaga/institusi administrasi pendidikan dalam sistem pendidikan saat ini. Rencana pendidikan akan menjadi pedoman
untuk
mengambil
keputusan
tentang
pelaksanaan program pendidikan dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Perencanaan
pendidikan
komprehensif
adalah
seperangkat nilai-nilai pendidikan dasar yang berada dalam konstitusi yang tidak permanen. Perencanaan pendidikan menghadapi berbagai tantangan khusus, sehingga tidak mungkin untuk melaksanakan dan mengoordinasikan satu metode perencanaan yang akan memastikan efektivitas suatu organisasi. Unit operasional yang ber tanggung jawab atas persiapan pendidikan memiliki keahlian metodologi, yang berusaha untuk memenuhi
semua
kepentingan
pendidikan
dengan
menggunakan standar yang realistis dan logis. Dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, perencanaan mencakup beberapa komponen, peran, pelaku, dan kerja sama, yang dibutuhkan dalam suatu perencanaan adalah kerja sama dan kesamaan berpikir
BAB I Perencanaan Pendidikan
13
sebelum proyek dimulai. Situasi kerja sama dapat dibagi menjadi lima kategori: a. Kerja sama antar individu b. Kerja sama kaitannya dengan lokasi c. Kerja
sama
kaitannya
dengan
perubahan
atau
pergerakan d. Kerja sama kaitannya dengan ekonomi e. Kerja sama kaitannya dengan kegiatan. Koordinasi
ialah
metode
mengoordinasikan
program-program untuk mencegah perselisihan dan mencapai tujuan. Tujuan dari perencanaan pendidikan yang menyeluruh adalah guna menerjemahkan tujuan perencanaan pendidikan secara komprehensif ke dalam program-program tertentu dengan mengoordinasikan berbagai kegiatan dalam tujuan berbagai lembaga pendidikan. 9. Pemantau Pelaksanaan Rencana dan Umpan Balik bagi Perencanaan Monitoring perencanaan berkelanjutan berfungsi sebagai mekanisme manajemen yang berguna dalam teknik pengaplikasiannya. Persiapan monitoring bisa digunakan untuk mengklasifikasikan setiap tugas yang dilakukan dan untuk menetapkan rencana yang sistematis. Teknik penjadwalan, misalnya: a. Critical Path Method (CPM) 14
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
b. Program Evaluation Research Task (PERT). Diagram penjadwalan yang dipergunakan pada kegiatan pemantauan, seperti: a. Diagram Grant b. diagram PERT c. precedence diagram.
BAB I Perencanaan Pendidikan
15
16
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
2
OTONOMI PENDIDIKAN
A. Otonomi Pendidikan Penerapan sistem
desentralisasi
sebagai
kelanjutan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah berdampak pada penyelenggaraan pendidikan yaitu memberikan ruang lebih bagi pengelola pendidikan untuk menciptakan strategi kompetisi dalam era persaingan guna mencapai mutu dan kinerja pendidikan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berdampak besar pada perkembangan pendidikan. Setidaknya ada empat dampak positif yang mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan: 1. Peningkatan
mutu,
khususnya
dengan
adanya
kewenangan sekolah, memungkinkan sekolah lebih leluasa dalam menangani dan memotivasi sumber dayanya. 2. Efisiensi keuangan ini dapat dicapai dengan mengurangi biaya operasional dan menggunakan sumber pajak daerah.
17
3. Memotong rantai birokrasi yang panjang dan menghapus proses
bertingkat
yang
terdapat
pada
kinerja
administratif. 4. Perluasan
dan
pendistribusian,
memungkinkan
terselenggaranya pendidikan di daerah terpencil, sehingga terjadinya perluasan dan distribusi pendidikan. Desentralisasi pendidikan memerlukan penguatan basis pendidikan yang demokratis, terbuka, dan produktif, serta melibatkan masyarakat sekitar. Buchori Muctar (2001) Pendidikan merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan manusia, karena mendorong perkembangan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan budaya. Desentralisasi dalam pendidikan dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu dekonstrasi, delegasi, dan devolusi (Fiorestal 1997). Metode pendelegasian sebagian kewenangan kepada pemerintah atau lembaga yang lebih rendah dengan pengawasan dari pusat dikenal sebagai dekonstrasi. Delegasi memerlukan pengalihan kekuasaan penuh tanpa perlu supervisi
dari
pendelegasian
pemerintah membutuhkan
pusat.
Sementara
pengalihan
itu,
kewenangan
penuh, sehingga tidak memerlukan pengawasan pemerintah pusat. Tahapan devolusi di bidang pendidikan akan terjadi jika mencukupi empat kriteria yakni
18
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
1. Terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan daerah dan pusat; 2. dalam mengelola pendidikan lembaga daerah memiliki kebebasan; 3. terlepas dari supervisi hierarkis pusat; 4. kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan
karakteristik
tersebut,
maka
desentralisasi pendidikan Indonesia berbasis kepada UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan kontribusi pada pembaharuan pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, di mana segala urusan
pendidikan
kewenangan
secara
Pemerintah
tegas
berada
di
Kabupaten/Kota,
bawah kecuali
Pendidikan Tinggi. Kewenangan pemerintah pusat hanya menetapkan standar minimal tentang calon peserta didik, kurikulum nasional, kompetensi peserta didik, evaluasi hasil belajar, materi pokok, panduan pembiayaan pendidikan, dan fasilitas penyelenggaraan. Pendidikan bersifat otonom dalam artian otonomi pendidikan. Otonomi diartikan sebagai kemampuan untuk menghidupi diri seseorang, organisasi, atau suatu daerah, sehingga pendidikan mampu memberikan suatu otonomi dalam menjalankan peran sebagai manajemen kelembagaan pendidikan. BAB II Otonomi Pendidikan
19
Namun, pemberlakuan otonomi pendidikan tampaknya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada kenyataannya, pemberlakuan otonomi telah menimbulkan banyak persoalan, yang paling serius di antaranya adalah tingginya biaya pendidikan. Sedangkan otonomi pendidikan mempunyai makna demokrasi dan keadilan sosial, yang mengartikan
bahwa
pendidikan
dilaksanakan
secara
demokratis untuk mencapai hasil yang diinginkan dan dimaksudkan untuk menunjang masyarakat sesuai dengan keinginan bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. B. Konsep Otonomi Pendidikan Menurut Tilaar, konsep otonomi dalam arti pendidikan desentralisasi meliputi 6 aspek, yakni 1. Keseimbangan
antara
otoritas
pusat
dan
daerah
dikendalikan. 2. Mengelola keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. 3. Meningkatkan keterampilan pemerintah daerah. 4. Pemanfaatan sumber daya pendidikan. 5. Hubungan antar stakeholder pendidikan. 6. Pertumbuhan prasarana sosial Hak dan kewajiban individu, orang tua, masyarakat, dan pemerintah, otonomi pendidikan tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Dalam Pasal 8, bagian ketiga mengenai Hak dan Kewajiban disebutkan bahwa “Masyarakat memiliki hak 20
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
untuk
terlibat
dalam
mempersiapkan,
pelaksanaan,
pengontrolan, dan penilaian program pendidikan: Pasal 9 Masyarakat wajib memberikan bantuan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Pada bagian keempat, Pasal 11 ayat (2) mengenai hak
dan
kewajiban
menyatakan:
Pemerintah
“Pemerintah
dan dan
pemerintah Pemerintah
daerah Daerah
berkewajiban menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.” "Pasal 24 ayat (2), mengenai pendidikan tinggi, dinyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk menyelenggarakan
sendiri
lembaga
sebagai
pusat
pendidikan tinggi, kajian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”
Pada uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
otonomi pendidikan memiliki pengertian luas yang meliputi teori, tujuan, format, dan isi pendidikan, serta manajemen pendidikan.
Asumsinya,
tiap
daerah
otonom
harus
mempunyai visi dan misi pendidikan yang jelas dan berjangka panjang dengan melakukan kajian yang mendalam dan luas mengenai pola pertumbuhan masyarakat untuk memperoleh
potensi
pembinaan
dan
tindak
lanjut
masyarakat, serta merancang sistem pendidikan dengan ciri budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah harus diikuti
BAB II Otonomi Pendidikan
21
dengan evaluasi diri, yang melibatkan pengaruh internal dan eksternal di daerah guna mendapatkan gambaran yang benar tentang keadaan daerah, sehingga dapat dibangun strategi yang matang dan kokoh untuk mengangkat martabat suatu daerah yang berbudaya sekaligus meningkatkan daya saing melalui otonomi pendidikan yang berkualitas. 1. Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan Karena kurangnya struktur sosial, politik, dan ekonomi, desentralisasi pendidikan, atau yang disebut Otonomi Pendidikan, belum sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kurikulum, kualitas administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan pendidikan, semuanya akan dipengaruhi oleh otonomi pendidikan. Terdapat enam faktor yang menjadi penyebab implementasi otonomi pendidikan belum berjalan, yakni a. Peraturan dan cara kerja pada tingkat kabupaten dan kota belum jelas. b. Kurangnya sumber daya manusia dan infrastruktur sehingga manajemen pendidikan di sektor publik belum dapat diterapkan secara otonom. c. Anggaran pendidikan dan APBD belum mencukupi. d. Rendahnya pemerintah
komitmen daerah
pemerintah untuk
pusat
mengikutsertakan
masyarakat dalam manajemen pendidikan. 22
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
dan
e. Walikota
sebagai
memperhatikan akibatnya
penguasa
keadaan
anggaran
tertinggi
pendidikan
pendidikan
di
bukan
kurang daerah, menjadi
prioritas utama. f. Karena adanya perbedaan yang terdapat pada layanan, infrastruktur dan dana, setiap daerah mempunyai perbedaan
dalam
penyelenggaraan
pendidikan.
Akibatnya, terdapat perbedaan antar daerah sehingga membuat pemerintah untuk menetapkan standar mutu pendidikan nasional dengan memperhatikan keadaan di setiap daerah tersebut. 2. Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Dunia Pendidikan Sekolah didirikan sebagai lembaga publik yang melayani
kebutuhan
pendidikan
yang
masyarakat, sejati
maka
harus
otonomi
dapat
diper-
tanggungjawabkan, artinya kebijakan pendidikan harus dapat
dipertanggungjawabkan
masyarakat.
Otonomi
yang
kepada tidak
publik
diikuti
atau
dengan
transparansi publik dapat menimbulkan tindakan yang sewenang-wenang. Beberapa gagasan muncul sebagai cara untuk mengatasi
tantangan
dalam
penerapan
otonomi
pendidikan, yakni
BAB II Otonomi Pendidikan
23
a. Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah Standar pendidikan dapat diukur dari segi proses dan produk, menurut Wardiman Djajonegoro (1995). Dari segi proses, jika proses belajar dilaksanakan dengan sukses, siswa akan menjalani pembelajaran yang bermakna. Jika salah satu atau lebih dari karakteristik di bawah ini ada dalam pendidikan, itu disebut sebagai faktor kualitas dan produk. 1) Siswa menunjukkan tingkat penguasaan tugas belajar yang tinggi yang harus diselesaikan untuk memenuhi tujuan dan sasaran pendidikan, seperti hasil belajar akademik yang tercermin dalam prestasi belajar. 2) Hasil
pendidikan
yang
disesuaikan
dengan
kebutuhan siswa di dunia kerja. Berdasarkan
keadaan
ini,
perlu
dilakukan
pembenahan pengelolaan pendidikan yang berbasis kepada kompetensi dan kesejahteraan guru. Menurut Simmons & Alexander (1980), 3 faktor yang dapat membantu memajukan
kualitas pendidikan
adalah
motivasi guru, buku pelajaran dan bahan bacaan serta pekerjaan rumah. Dari temuan studi ini jelas menunjukkan bahwa penentu terakhir dalam peningkatan kualitas pendidikan bukanlah perubahan kurikulum, keterampilan manajemen, atau kebijakan di tingkat pemerintah pusat
24
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
atau daerah, melainkan faktor internal di sekolah, seperti tanggung jawab guru dan sarana pendidikan serta penggunaannya. Prinsipnya, sebagai top manajemen, kepala sekolah harus mampu memberdayakan seluruh komponen sekolah yang dimiliki untuk menangani semua infrastruktur guna mencapai produktivitas yang optimal. Pimpinan sekolah harus ikut berpartisipasi, komite dan
orang
tua
serta
anggota
masyarakat
untuk
merumuskan dan mewujudkan visi dan tujuan sekolah, dengan
meningkatkan
kualitas
pendidikan
secara
bersama, salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003
adalah
memberdayakan
masyarakat,
mendorong inisiatif dan inovasi, serta meningkatkan partisipasi masyarakat, termasuk dalam peningkatan sumber pendanaan. b. Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat Daerah Untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas, penyusunan keuangan antar pusat dan daerah dalam hal pengelolaan pendapatan dan penggunaan perlu dilakukan untuk pengeluaran rutin dan pertumbuhan daerah. Sumber keuangan antara lain pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman, dan pendapatan hukum lainnya yang dimaksudkan untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan di suatu daerah, terutama di
BAB II Otonomi Pendidikan
25
daerah miskin yang penyalurannya dilakukan secara merata. Bila dimungkinkan, subsidi silang dibuat antara daerah kaya dengan daerah kurang mampu, untuk memastikan bahwa pendidikan diberikan secara merata dan berkualitas sesuai dengan persyaratan pemerintah. 3. Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan Standar pendidikan di daerah otonom ditetapkan oleh kebijakan pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah memiliki kemampuan politik kuat dan kompeten untuk meningkatkan pendidikan, maka akan ada peluang bahwa pendidikan di daerahnya akan meningkat. Jika daerah tanpa visi pendidikan yang kuat dapat diyakinkan bahwa mereka akan menghadapi stagnasi dan kemandekan
dalam
upaya
untuk
memberdayakan
masyarakat yang berpendidikan dan tidak akan pernah mendapatkan momentum untuk berkembang. DPRD merupakan dewan pengambil keputusan di tingkat daerah, sehingga otonomi pendidikan harus mendapatkan dukungan dari DPRD. DPRD harus berperan penting dalam membentuk paradigma dan visi serta menjadi mitra yang sukses di bidang pendidikan. Pemerintah daerah diberi umpan balik secara sistematis dalam pembangunan daerahnya.
26
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
4. Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat Keadaan kekayaan semua daerah tidak merata di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengikutsertakan tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus, serta pemerintah daerah dan kota dalam pembangunan
daerahnya,
bukan
hanya
sebagai
pemerhati, pengamat, dan pengkritik kebijakan daerah. Sebaiknya lembaga pendidikan juga terbuka dan lebih memperhatikan opini serta berkewajiban memberikan kontribusi bagi masalah kemasyarakatan.
5. Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah Pemerintah pusat dilarang ikut campur kebijakan pendidikan daerah. Pemerintah pusat hanya diizinkan untuk memberikan kebijakan yang bersifat nasional seperti aspek mutu, pemerataan serta menentukan standar nilai pendidikan. Pemerintah pusat dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator dan katalisator bukan sebagai regulator. Karena manajemen pendidikan didesentralisasikan di tingkat sekolah, lembaga pemerintah hanya memberikan sumber daya atau bantuan untuk memastikan bahwa proses pendidikan berjalan dengan lancar.
BAB II Otonomi Pendidikan
27
28
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
3
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
A. Pengertian Manajemen Keuangan Salah satu substansi manajemen sekolah yang akan menentukan arah kegiatan pendidikan di sekolah adalah manajemen keuangan. Sama halnya manajemen keuangan, seperti manajemen pendidikan lainnya, dilakukan melalui proses persiapan, pengaturan, pengarahan, koordinasi dan pemantauan. Kegiatan dalam manajemen keuangan adalah mendapatkan dan menilai sumber pendanaan, alokasi dana, pemantauan, audit serta transparansi dana. Manajemen
keuangan
pengelolaan/administrasi
adalah
keuangan
suatu yang
tindakan melibatkan
pendokumentasian, persiapan, pelaksanaan, transparansi, dan pelaporan, menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
(2000).
Dengan
demikian,
pengelolaan
keuangan sekolah dapat digambarkan sebagai seperangkat kegiatan yang bertujuan untuk mengatur keuangan sekolah, antara
lain
penganggaran,
pembukuan,
pengeluaran,
pemeriksaan, dan pertanggungjawaban keuangan.
29
Sumber pendanaan dan pembiayaan sekolah dapat dibagi menjadi tiga kategori: 1. Pemerintah pusat maupun daerah, atau keduanya yang bersifat umum atau khusus yang ditujukan untuk tujuan pendidikan 2. Orang tua/siswa 3. Masyarakat Terkait dengan kontribusi keuangan dari orang tua dan masyarakat, UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 menyatakan
bahwa
karena
terbatasnya
kemampuan
pemerintah untuk memenuhi dana pendidikan, maka tanggung jawab pemenuhan dana pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Biaya rutin dan pembiayaan pembangunan termasuk dalam dimensi pengeluaran. Gaji pegawai, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, serta fasilitas, dan peralatan kelas (barang habis dipakai), semuanya merupakan contoh biaya rutin yang dikeluarkan dari tahun ke tahun. Biaya pembangunan, di sisi lain, termasuk biaya untuk membeli atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, merehabilitasi struktur, menambah furnitur, ini merupakan pengeluaran yang tidak habis pakai. Manajemen keuangan harus dikelola dengan benar dan menyeluruh dalam pelaksanaan MBS, dimulai dengan penyusunan anggaran, pemanfaatan, pemantauan, 30
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
dan transparansi sesuai dengan ketentuan terkait, untuk memastikan bahwa semua dana sekolah digunakan secara efektif, efisien, tanpa kebocoran, dan bebas KKN. Faktor pokok manajemen keuangan yaitu 1. Kebijakan anggaran; 2. mekanisme akuntansi keuangan; 3. prosedur
untuk
pembelajaran,
pergudangan,
dan
distribusi; 4. proses pendanaan; 5. strategi pengawasan. Konsep pembagian tugas antara peran otorisator, ordonator, dan bendahara mengikuti penerapan manajemen keuangan. kewenangan
Otorisator untuk
ialah
pejabat
membuat
yang
memiliki
keputusan
yang
mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran anggaran. Seorang ordonator adalah pejabat pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk menguji dan memerintahkan penggantian untuk semua tindakan yang diambil sesuai dengan otorisasi yang telah ditentukan. Bendahara adalah pejabat pemerintah yang
mempunyai
kekuasaan
untuk
mengumpulkan,
menyimpan, dan mencairkan uang dan aset lain yang bernilai ekonomi, serta menghitung dan mempertanggungjawabkan. Kepala sekolah memiliki fungsi sebagai otorisator dan ordonator
guna
menginstruksi
pembiayaan.
Karena
kewajiban kepala sekolah melakukan pengawasan, tidak BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
31
disarankan untuk menjalankan peran bendaharawan. Bendaharawan
selain
menjalankan
peran
sebagai
bendaharawan juga memiliki ordonator jabatan atas pembayaran. B. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan Berbagai nilai harus diperhatikan saat mengelola keuangan sekolah. Pengelolaan dana pendidikan didasarkan pada prinsip keadilan, kinerja, keterbukaan, dan akuntabilitas publik, sesuai dengan Pasal 48 UU No. 20 Tahun 2003. Selanjutnya, konsep efektivitas harus ditekankan pada pengelolaan keuangan ini. Setiap nilai tersebut, yakni 1. Transparansi Istilah "Transparan" mengacu pada keterbukaan. Di bidang
manajemen,
keterbukaan
dalam
transparan
mengacu
menangani
suatu
pada
kegiatan.
Pengelolaan keuangan yang transparan di lembaga pendidikan memerlukan transparansi dalam pengelolaan keuangan, yaitu keterbukaan sumber keuangan,
spesifikasi
pemakaian,
dan jumlah
dan
pertang-
gungjawaban harus jelas atau terperinci agar pihak yang berkepentingan dapat lebih mudah memahaminya. Transparansi keuangan penting dalam rangka menambah dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk pelaksanaan semua program pendidikan di sekolah. Selain itu, dengan penyajian informasi yang akurat dan
32
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
kemudahan dalam mengakses serta keterbukaan akan menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintah, masyarakat, orang tua, dan siswa. Informasi keuangan apa pun yang tersedia untuk seluruh warga sekolah dan orang tua siswa, seperti Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), dapat ditempatkan di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang administrasi sehingga siapa
saja
yang
memerlukan
informasi
bisa
mendapatkannya dengan cepat. Orang tua siswa akan mengetahui berapa banyak uang yang diperoleh sekolah dari orang tua siswa dan bagaimana itu dipergunakan. Memperoleh
penjelasan
seperti
di
atas
akan
meningkatkan kepercayaan orang tua siswa dengan sekolah. 2. Akuntabilitas Akuntabilitas mengacu pada kemampuan seseorang untuk
dinilai
oleh
orang
lain
berdasarkan
hasil
pekerjaannya dalam melaksanakan tugas dan mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan mengacu pada kemampuan mempertanggungjawabkan penggunaan biaya sekolah sesuai yang telah ditentukan. Pihak sekolah membelanjakan uang secara ber tanggung
jawab
berdasarkan
rencana
yang
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
telah 33
ditentukan sebelumnya dan peraturan yang relevan. Pertanggungjawaban bisa kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Ada tiga dasar pokok yang harus ada sebelum akuntabilitas dibangun, yaitu (1) penyelenggara sekolah
transparan
dalam
menerima
saran
dan
mengikutsertakan berbagai elemen ke dalam manajemen sekolah, (2) peningkatan kinerja yang dapat dinilai dalam tanggung jawab, peran, dan kewenangan masing-masing lembaga, (3) adanya partisipasi dalam membangun lingkungan yang ramah untuk program komunitas dengan proses sederhana, biaya rendah, dan layanan cepat. 3. Efektivitas Pencapaian
tujuan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya sering digunakan untuk menggambarkan efektivitas.
Garner
(2004)
menjelaskan
efektivitas
memiliki konsep lebih dalam untuk suksesnya, karena tidak berakhir sampai target tercapai, melainkan berlanjut sampai visi lembaga terwujud. Effectiveness characterized by qualitative outcomes. Efektivitas menekankan hasil kualitatif daripada hasil kuantitatif. Apabila kegiatan dapat mengatur keuangan untuk membiayai kegiatan tersebut dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan, dan hasil kualitatif sesuai dengan strategi yang sudah ditentukan, maka pengelolaan keuangan dikatakan mengikuti asas efektivitas. 34
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
4. Efisiensi Efisiensi berhubungan dengan jumlah hasil suatu kegiatan. Efficiency characterized by quantitative outputs (Garner, 2004)." Rasio antara masukan dan keluaran, atau antara daya dan keluaran, adalah efisiensi. Daya yang dimaksud seperti tenaga, pemikiran, waktu, dan biaya Perbandingan tersebut bisa dilihat dari dua hal: a. Segi Penggunaan Waktu, Tenaga dan Biaya Kegiatan menjadi efektif jika mampu memberikan hasil yang diinginkan dengan waktu, tenaga, dan uang sesedikit mungkin. b. Segi Hasil Kegiatan dikatakan efektif apabila jumlah waktu, sumber daya, dan uang yang dihabiskan memberikan hasil terbaik dalam hal kuantitas dan kualitas. Tingkat kualitas dan efektivitas yang tinggi memungkinkan masyarakat untuk menerima layanan yang memuaskan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara efisien dan bertanggungjawab. C. Tujuan Manajemen Keuangan Kebutuhan dana untuk kegiatan sekolah dapat diatur, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien melalui kegiatan
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
35
manajemen keuangan. Dengan ini tujuan pengelolaan keuangan adalah: 1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana sekolah. 2. Membuat
anggaran
sekolah
lebih
akuntabel
dan
transparan. 3. Meminimalisir penyalahgunaan dana sekolah. Guna tercapainya hal ini, kepala sekolah harus memiliki kreativitas dalam mengidentifikasi sumber pendanaan, menunjuk bendahara untuk mengelola pembukuan dan tanggung jawab keuangan, dan memastikan bahwa dana digunakan secara tepat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang relevan. Tujuan utama manajemen keuangan yaitu 1. Pastikan bahwa uang yang tersedia digunakan untuk program sekolah harian, dengan uang yang berlebih diinvestasikan kembali. 2. Menjaga perlengkapan sekolah dalam kondisi yang baik 3. Pastikan bahwa aturan dan prosedur untuk penerimaan, pencatatan, dan membelanjakan uang dipahami, dan diikuti dengan baik. Tugas Manajer Keuangan Pengelolaan keuangan mengikuti prinsip pembagian tugas
36
antara
peran
Otorisator,
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Ordonator,
dan
Bendaharawan
dalam
pengaplikasiannya.
Otorisator
memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang menghasilkan pendapatan dan pengeluaran anggaran. Seorang ordonator adalah pejabat pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk menguji dan memerintahkan penggantian untuk semua tindakan yang diambil sesuai dengan otorisasi yang telah ditentukan. Bendahara adalah pejabat pemerintah yang berwenang mengumpulkan, menyimpan, dan mengeluarkan uang, serta ber tanggung jawab
untuk
menghitung
dan
mempertang-
gungjawabkannya. Kepala Sekolah, sebagai manajer, bertindak sebagai pemberi kuasa dan diberi wewenang untuk memerintahkan pembayaran
kepada
Ordonator.
Namun
menjalankan
pekerjaan Bendahara tidak dibenarkan karena perlu dilakukan pengawasan internal. Sedangkan Bendahara diberikan posisi sebagai ordonator untuk menguji hak pembayaran di samping tugas bendahara. Manajer keuangan sekolah ber tanggung jawab untuk menilai anggaran sekolah, mengumpulkan dana untuk fasilitas sekolah, dan menggunakan dana tersebut untuk memenuhi keperluan sekolah. Peran manajer keuangan diantara lain sebagai berikut: 1. Manajemen persiapan prakiraan.
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
37
2. Manajemen berkonsentrasi pada keputusan pengeluaran dan pendanaan. 3. Pengawasan kolaborasi dengan pihak lain 4. Penggunaan dana dan mencari sumber pendanaan Pemikiran seorang manajer keuangan harus imajinatif dan dinamis. Ini penting karena manajemen manajer keuangan berkaitan dengan persoalan keuangan, yang sangat penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Strategi keuangan penting bagi seorang manajer keuangan. Adapun beberapa strateginya adalah; 1. Strategic Planning Hubungan antara tekanan internal dan kebutuhan eksternal yang datang dari luar. Mengandung unsur analisis kebutuhan, proyeksi, peramalan, ekonomi, dan keuangan 2. Strategic Management Perencanaan,
strategis,
struktur
organisasi,
kekuasaan, strategis, dan kebutuhan primer adalah contoh cara menangani proses perubahan. 3. Strategic Thinking Sebagai kerangka pokok untuk merumuskan tujuan dan hasil secara berkelanjutan. D. Manajemen Keuangan Sekolah Setiap unit kerja, termasuk sekolah, tidak bisa dilepaskan dari urusan keuangan seperti Sumbangan Pembinaan 38
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Pendidikan (SPP), uang dan gaji untuk kesejahteraan staf, dan keuangan
yang secara
khusus berhubungan
dengan
administrasi sekolah, seperti memperbaiki infrastruktur sekolah dan lain-lain. Di bawah ini beberapa instrumen (format-format) yang menggambarkan adanya tindakan manajemen keuangan di sekolah tersebut. 1. Manajemen Pembayaran SPP Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan bersama tiga menteri yaitu a. Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974) b. Menteri P&K (No.0257/K/1974) c. Menteri
keuangan
(No.
Kep.
1606/MK//1974)
tertanggal: 20 Nopember 1974 SPP dimaksudkan untuk membantu pembangunan pendidikan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 12 Perpres, yaitu penyelenggaraan sekolah, kesejahteraan personel, perbaikan fasilitas, dan kegiatan supervisi. Yang dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah: a. Penyediaan alat atau bahan manajemen b. Penyediaan alat atau materi pembelajaran c. Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu pribadi, rapor dan STTB d. Adanya perpustakaan sekolah e. Prakarya dan pelajaran praktik
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
39
Selanjutnya diatur dalam pasal 18 bahwa peran kepala sekolah dalam pengelolaan SPP adalah sebagai bendahara
khusus
yang
bertugas
mengumpulkan,
menyetor, dan menggunakan dana yang telah disisihkan terutama dari pengelolaan sekolah. 2. Manajemen
Keuangan
yang
Berasal
dari
Negara
(Pemerintah) Istilah "keuangan dari negara" mengacu pada pembayaran gaji kepada pegawai dan guru, serta pengeluaran untuk barang. Beberapa format yang diperlukan untuk akuntabilitas uang, sebagai berikut: a. Daftar permintaan gaji b. Surat perintah mengambil uang 3. Lain-lain Guru dan pegawai terkadang memiliki hubungan finansial yang bersangkut paut, terutama dalam hal keuangan (gaji). Misalnya, kegiatan arisan di sekolah serta koperasi antara guru dan hal lainnya. Akibatnya,
kepala
sekolah,
sebagai
pimpinan
lembaga, dituntut untuk mengetahui secara pasti berapa besar gaji bersih bawahannya, dan upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan
mempertimbangkan data tersebut.
40
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pegawai
harus
Maka dari itu perancangan hendaknya harus dilakukan sebagai berikut: a. Membuat daftar rencana yang perlu dilaksanakan; b. membuat
jadwal
berdasarkan
skala
prioritas
pelaksanaan; c. menetapkan program kerja dan rincian program. d. Menentukan kebutuhan spesifik program yang akan dilaksanakan. e. Menentukan jumlah uang yang dibutuhkan. f. Menetapkan sumber dana untuk pendanaan rencana tersebut. E. Sumber Keuangan Sekolah 1. Dana dari Pemerintah Dana pemerintah dialokasikan ke seluruh sekolah untuk setiap tahun ajaran melalui Anggaran Rutin dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). Bentuk dana ini dikenal dengan dana rutin. Jumlah siswa kelas I, dan I umumnya digunakan untuk menilai jumlah dana yang disalurkan di dalam DIK. Pemerintah sudah menetapkan anggaran dan jumlah dana untuk setiap bentuk anggaran di DIK. Penggunaan anggaran harus diikuti dengan pengeluaran dan tanggung jawab dalam penggunaan dana rutin tersebut. Selain DIK, pemerintah kini membagikan dana Bantuan Operasional
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
41
Sekolah (BOS). Dana ini disalurkan secara berkala dan digunakan untuk mendanai semua kebutuhan sekolah. 2. Dana dari Orang Tua Siswa Biaya dari masyarakat adalah salah satu bentuk pendanaan komite. Rapat komite sekolah menentukan besaran iuran yang harus dibayarkan oleh orang tua siswa. Dana komite terdiri dari item-item berikut: a. Salah satunya adalah dana tetap bulan. Dana tetap bulan, yaitu sumbangan bulanan yang harus dilakukan orang tua selama anaknya tetap bersekolah. b. Dana incidental yang dibayarkan oleh siswa baru, di mana pembayarannya hanya sekali selama tiga tahun selama mereka sebagai siswa (pembayaran dapat diangsur). c. Dana sukarela yang ditawarkan kepada orang tua siswa yang dermawan dan bersedia berkontribusi tanpa pamrih. 3. Dana dari Masyarakat Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat anggota masyarakat sekolah yang tertarik
dengan
program
pendidikan
sekolah.
Kepeduliannya diekspresikan dalam sumbangan sukarela yang ia berikan karena merasa terdorong untuk berkontribusi bagi kemajuan pendidikan.
42
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Dana ini biasanya berasal dari individu, organisasi, yayasan, atau bisnis, baik pemerintah maupun swasta. 4. Dana dari Alumni Bantuan alumni untuk meningkatkan taraf sekolah tidak selalu dalam bentuk uang (contohnya buku, alat dan perlengkapan belajar). Dana yang dikumpulkan sekolah dari alumni, di sisi lain, merupakan sumbangan sukarela dan tidak mengikat dari mereka, yang bertujuan untuk membantu kelancaran kegiatan dan pengembangan sekolah. Sebagian dari dana ini berasal dari alumni secara langsung, sementara yang lain dikumpulkan melalui reuni sekolah. 5. Dana dari Peserta Kegiatan Dana ini diterima oleh siswa atau anggota masyarakat
yang
mengikuti
program
pendidikan
ekstrakurikuler seperti pelatihan komputer, pelajaran bahasa Inggris, atau keterampilan lainnya. 6. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah Beberapa sekolah berpartisipasi dalam kegiatan usaha untuk mengumpulkan uang. Dana ini merupakan hasil kompilasi dari berbagai kegiatan wirausaha sekolah, seperti koperasi, kantin sekolah, bazar tahunan, warung telepon, tempat fotokopi, dan lain sebagainya, yang dapat dikelola oleh staf sekolah atau siswa sendiri. BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
43
F. Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah Komponen keuangan sekolah merupakan
komponen
produksi yang menentukan bagaimana program belajar mengajar terlaksana. Dengan kata lain, kegiatan apa pun yang diikuti sekolah itu membutuhkan biaya. Vincen P Costa (2000: 175) menjelaskan bagaimana mengatur aliran uang yang diperoleh dan dikeluarkan di tingkat pengelolaan, mulai dari mempersiapkan, mengoordinasikan, melaksanakan, dan pengawasan Kegiatan
kegiatan
perencanaan
hingga
memberikan
memutuskan
apa
masukan.
yang harus
dilakukan, di mana, kapan, dan berapa lama akan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Aturan dan prosedur ditentukan dengan mengoordinasikan tugas atau kegiatan pengorganisasian. Kegiatan pelaksanaan memutuskan siapa yang terlibat, apa yang dicapai, dan bagaimana setiap individu dimintai pertanggungjawaban. Kegiatan pemeriksaan mengatur syarat seperti cara melakukannya dan dikerjakan oleh siapa. Perilaku umpan balik
tersebut
rekomendasi
akan untuk
menghasilkan
kesimpulan
kelangsungan
jangka
dan
panjang
manajemen operasional sekolah. Muchdarsyah
Sinungan
menekankan
pentingnya
persiapan dalam penyusunan anggaran. Langkah pertama dalam menetapkan rencana pengeluaran keuangan adalah menyelidiki sejumlah aspek yang terkait erat dengan pola perencanaan anggaran, seperti keadaan keuangan, line of 44
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
business, kondisi pelanggan atau konsumen, organisasi pengelola, dan keterampilan petugas pengelola. Prosedur pengelolaan keuangan di sekolah meliputi: 1. Perancangan anggaran 2. Metode untuk menemukan sumber pendanaan sekolah 3. Pemanfaatan dana sekolah 4. Memantau dan mengevaluasi perkiraan dana 5. Pertanggungjawaban Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
digunakan
mengontrol
pendapatan
dan
pengeluaran keuangan sekolah. Ada banyak faktor yang masuk ke dalam perencanaan RAPBS, antara lain: 1. Penerimaan 2. Penggunaan 3. Pertanggungjawaban G. Pengelolaan Keuangan Sekolah yang Efektif Manajemen keuangan sekolah dianggap efektif jika mengacu pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun ajaran, kepala sekolah bekerja sama dengan seluruh pelaksana kepentingan sekolah biasanya melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat kurikulum pendidikan yang optimal untuk membantu siswa mencapai hasil yang diinginkan selama tahun ajaran.
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
45
2. Membuat daftar inventarisasi semua kegiatan dan perkirakan jumlah uang yang di perlukan untuk pendanaan. 3. Mengevaluasi program awal berdasarkan kemungkinan tersedianya dana tambahan yang dapat dihimpun. 4. Menentukan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan selama tahun pelajaran yang bersangkutan. 5. Membuat perkiraan yang tepat untuk setiap kegiatan penggunaan dana yang tersedia (Depdiknas, 2000: 178 179). 6. Menempatkan perhitungan komprehensif ke dalam format yang telah diputuskan untuk digunakan oleh masing-masing sekolah. 7. Pengesahan
dokumen
RAPBS
oleh
institusi
yang
berwenang. Dengan adanya dokumen tertulis tentang RAPBS tersebut, maka Kepala Sekolah akan menyampaikan secara terbuka kepada semua pihak yang membutuhkannya. Pendanaan yang berasal dari RAPBS digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan manajemen operasional sekolah selama tahun ajaran yang bersangkutan. Secara umum, biaya yang diterima sekolah dibagi menjadi lima kategori: 1. Pemeliharaan, renovasi, dan pengadaan sarana/prasarana pendidikan. 46
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
2. Meningkatkan kegiatan serta proses belajar mengajar. 3. Meningkatkan jumlah sesi pelatihan kesehatan. 4. Berkontribusi pada biaya program ekstrakurikuler dan peningkatan staf di sekolah. 5. Kegiatan rumah tangga sekolah dan BP3. Dana RAPBS juga dapat digunakan untuk membiayai program peningkatan sekolah. Namun, selain RAPBS yang sudah direncanakan, dana pengembangan sekolah juga disediakan secara khusus. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan sejumlah dana guna memenuhi target tertentu yang ditetapkan oleh sekolah dalam satu tahun ajaran. Setiap sekolah telah menghitung dengan cermat jumlah dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan melalui penyusunan RAPBS. Satuan Harga Per Siswa (SHPS) dihitung dengan membagi jumlah dana yang dibutuhkan dalam satu tahun ajaran dengan jumlah siswa kelas I, dan I di sekolah tersebut. Jumlah anggaran yang dibutuhkan tiap sekolah berbeda-beda. Setiap sekolah memiliki jumlah siswa yang berbeda. Akibatnya, SHPS di setiap sekolah secara alami akan berbeda. Namun demikian, untuk mencapai kualitas pendidikan tingkat nasional, harus ada syarat minimal SHPS yang dibayarkan. H. Penyusunan RAPBS Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus dibuat sesuai dengan rencana pengembangan sekolah BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
47
dan dimasukkan dalam rencana operasional tahunan. Penganggaran untuk acara pengajaran, perlengkapan kelas, pengembangan profesional guru, renovasi gedung sekolah, perbaikan, buku, meja, dan kursi adalah bagian dari RAPBS. Kepala sekolah, guru, komite sekolah, tenaga administrasi, dan komunitas sekolah semuanya harus terlibat dalam perencanaan RAPBS. Setiap tahun ajaran, RAPBS harus disiapkan dengan memastikan alokasi anggaran yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Dasar Perancangan RAPBS, antara lain: 1. RAPBS harus memberikan upaya yang jujur, ber tanggung jawab, dan transparan dalam meningkatkan pembelajaran siswa. 2. RAPBS harus ditulis dalam bahasa sederhana dan ditempatkan di lokasi yang terbuka di sekolah. 3. Dalam merencanakan RAPBS, sekolah hendaknya secara hati-hati memprioritaskan pengeluaran dana sesuai dengan strategi pengembangan sekolah. Prosedur Penyusunan RAPBS meliputi: 1. Memanfaatkan tujuan jangka panjang dan pendek untuk pengembangan sekolah. 2. Mengumpulkan, meringkas, dan mengategorikan isu dan masalah utama ke dalam serangkaian bidang yang luas. 3. Menyelesaikan analisis kebutuhan, 4. mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan, 48
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
5. mengonsultasikan rencana tindakan yang dipaparkan dalam rencana pengembangan sekolah, 6. menentukan dan menghitung semua sumber pendapatan. 7. Menjelaskan rincian (waktu, anggaran, orang yang ber tanggung jawab, pelaporan, dll.), dan mengawasi serta mengontrol kegiatan dari tahap persiapan menuju tahap penerapan hingga evaluasi. I. Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah Kepala sekolah wajib menginformasikan laporan keuangan, khususnya mengenai pendapatan dan pengeluaran sekolah. Setiap triwulan atau semester, pengevaluasian akan dilakukan
sehingga
dana
yang
digunakan
dapat
dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Apabila dana berasal dari orang tua siswa, maka kepala sekolah ber tanggung jawab kepada orang tua siswa atas dana tersebut. Begitu pula jika dananya berasal dari pemerintah, maka akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah. J. Manajemen Keuangan di Universitas Konsep New Public Management (NMP), yang melibatkan devolusi otonomi keuangan dari negara ke lembaga, dan kemudian turun ke unit pengeluaran di wajah batu bara, telah diterapkan di hampir setiap negara di Eropa. Beberapa Universitas di Eropa sebelumnya hanya diberikan hibah dan dibiarkan mengelola sendiri seperti Inggris dan Irlandia, sementara Universitas Austria beroperasi di bawah otoritas
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
49
pendanaan dari delapan pegawai sipil seumur hidup di Kementerian yang mengawasi aliran dana untuk seluruh sistem contohnya pemeliharaan bangunan atau pembiayaan perpustakaan pada buku, dan tidak saling berkomunikasi dengan yang lainnya, bergantung dari era Prusia yang berlanjut sampai tahun 1980-an. Terlepas dari perbedaan, hampir semua sistem pendidikan tinggi sekarang memiliki anggaran, yang harus dikelola oleh universitas masingmasing, misalnya di Swedia, negara masih ber tanggung jawab atas pembangunan dan pemeliharaan bangunan. Dalam hal kebebasan institusional untuk mendistribusikan modal internal, independensi agak berbeda, dan kebebasan meminjam dibatasi hanya pada beberapa sistem. Namun, hampir di semua universitas mencapai kemandirian finansial sementara negara mempertahankan peran kontrol dan akuntabilitas. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ukuran dan cakupan anggaran kelembagaan individu, yang tidak dapat lagi dikelola oleh negara dan lebih memilih untuk didelegasikan kepada lembaga. Pemberontakan NPM terbesar yang terjadi di Jepang, di mana, mulai tanggal 1 April 2004, negara bagian mengalihkan anggaran universitas dari keuangan kementerian sendiri ke manajemen universitas individu, serta memotong anggaran. Universitas-universitas di Jepang kekacauan karena mereka tidak menyadari pengeluaran mereka, tidak memiliki
50
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pengalaman membayar pengeluaran dengan anggaran, dan tidak memiliki pengalaman mengalokasikan uang mereka sendiri. 1. Anggaran Perencanaan dan Strategi Kelembagaan Strategi akademik dan strategi nyata merupakan inti dari keuangan modern, dan keduanya harus sepenuhnya dimasukkan
dalam
proses
perencanaan.
Sangatlah
penting untuk tidak membiarkan keuangan didahulukan, melainkan untuk melihatnya sebagai fondasi yang di atasnya komponen lain dibangun. Sebuah rencana strategis yang tidak dapat dipandang layak secara finansial tidak berguna, jika tidak berisiko, karena sangat mungkin tidak stabil oleh defisit keuangan selama dua atau tiga tahun rencana tersebut. Namun, menyatukan berbagai komponen strategi dan semua rencana untuk implementasi kolaboratif adalah proses yang sulit yang membutuhkan
beberapa
kelompok
akademisi
dan
manajer, serta tim anggaran keuangan yang bekerja secara bersama Keuangan harus dihitung sejak awal, dan di Inggris, mengusulkan target surplus 3% di Tahun 5 dari rencana dan bekerja kembali untuk menyiapkan anggaran setiap 5 tahun yang diharapkan bergiliran. Rencana tersebut harus dimodifikasi dan diperbarui setidaknya setahun sekali, dan mekanisme untuk melakukannya merupakan bagian penting dari manajemen kelembagaan.
BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
51
Setiap
tahun,
ide-ide
pembangunan
baru
akan
bermunculan, kebutuhan-kebutuhan baru yang tidak terduga akan muncul, dan masalah infrastruktur, lahan, dan perkebunan akan muncul dalam sebuah universitas yang dinamis. Ini harus dimasukkan ke dalam anggaran. Untuk memenuhi biaya perbaikan dan peningkatan gedung serta fasilitas, perencanaan seperti itu harus berjuang melawan pengabaian masalah infrastruktur yang spektakuler: Pemikiran modern menyarankan bahwa Anda harus membelanjakan setara dengan 4 hingga 5 persen dari jumlah yang ditanggung aset fisik sebuah institusi, untuk sebuah dasar tahunan. Ketika sebuah perusahaan ingin memiliki rencana perawatan jangka panjang yang berlangsung selama 15 tahun, maka perusahaan
tersebut
harus
memilikinya.
Dengan
seringnya biaya infrastruktur yang diproyeksikan akan mengganggu penciptaan ide-ide baru; kita tahu bahwa selama krisis keuangan, universitas memangkas biaya pemeliharaan pertama dan terakhir bagi para pekerja akademis. Namun, dalam suasana di mana pemerintah menjadi kurang bersedia untuk menyubsidi kelembagaan, universitas harus menolak sikap jangka pendek dan berkomitmen untuk masa depan jangka panjang. Peramalan adalah bagian penting dari perencanaan keuangan selama lima tahun, yang seringkali merupakan
52
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
tugas yang sulit karena ada begitu banyak variabel yang tidak diketahui untuk dipertimbangkan dan jika terjadi perubahan kecil dalam pendapatan atau pengeluaran dapat membuat semua perbedaan dalam menghasilkan jumlah surplus yang diinginkan. Sebaiknya mencari komponen utama dari rencana keuangan secara teratur untuk melihat seberapa akurat prediksi tersebut dari waktu ke waktu. Ini bukan ilmu pasti,
jadi
optimisme
serta
pesimisme
mungkin
berdampak lebih besar pada rencana bahkan lebih dari perubahan mendalam. Perkiraan pendapatan biaya luar negeri atau pendapatan studi eksternal yang lebih ambisius
kemudian
dipertimbangkan.
dapat
Demikian
menjadi pula,
bagian
yang
jika pengeluaran
pemeliharaan lebih rendah dari yang dianggarkan, ini dapat menjadi pengingat akan inefisiensi pengelolaan perkebunan. 2. Alokasi Sumber Daya Di semua organisasi, distribusi sumber daya berlaku di berbagai tingkat. Pada tahap makro, seperti yang terlihat dalam rencana keuangan lima tahun, keputusan harus diambil antara fasilitas pemeliharaan, biaya modal untuk konstruksi baru, serta untuk pengembangan akademik baru. Menetapkan tujuan penghematan dan investasi untuk area tertentu seringkali menjadi bagian BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
53
dari opsi ini. Alokasi untuk pertumbuhan modal, seperti perluasan sekolah bisnis, dapat dilakukan dengan harapan meningkatkan pendapatan berulang. Jenis alokasi sumber daya strategis ini merupakan bagian penting dari proses perencanaan strategis dan memerlukan operasi yang canggih berdasarkan data keuangan yang baik. Di universitas yang kompetitif, keputusan seperti itu akan kompetitif, berapa banyak arus kas atau kapasitas pinjaman yang dapat dialokasikan untuk proyek X dibandingkan proyek Y? Apa yang lebih baik untuk kepentingan
keuangan
jangka
panjang
institusi:
pendanaan baru untuk departemen X atau uang untuk meningkatkan rasio staf atau siswa di universitas atau untuk meningkatkan administrasi yang ditekan keras? Mayoritas keputusan ini memiliki konsekuensi yang berulang. Setelah semua alokasi berulang untuk tujuan akademik selesai dibuat, proses alokasi sumber daya kedua biasanya mengambil alih untuk mengalokasikan sumber daya ke departemen akademik atau fakultas. Banyak universitas sekarang menggunakan Resource Allocation Mechanism (RAM) yang terdefinisi dengan baik untuk menetapkan sumber daya berdasarkan kombinasi data antara siswa dan staf, bukti berhasilnya suatu penelitian atau ukuran kualitas lainnya, dan biaya khusus
54
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
disiplin ilmu. Meskipun RAM adalah subjek dari banyak literatur teknis, penting untuk diingat bahwa sisi teknis dapat menutupi kebijakan penting dan keputusan organisasi yang tidak selalu jelas. Karakteristik dari institusi finansial yang sehat Universitas dengan keuangan yang sehat memiliki enam karakteristik utama: 1. Solvabilitas jangka pendek; 2. retensi cadangan; 3. pengelolaan utang jangka panjang yang efisien; 4. pengelolaan perkebunan yang efektif; 5. kemampuan untuk mengumpulkan non-dana negara; 6. kebijakan anggaran yang selaras dengan misi. Jumlah data keuangan yang diterbitkan oleh sistem pendidikan tinggi di berbagai institusi sangat bervariasi, dan Inggris mungkin yang paling maju di Eropa dalam hal penerbitan data keuangan komparatif dan ukuran kinerja keuangan. Informasi tersebut berguna karena memungkinkan universitas untuk membandingkan keluaran mereka dengan kelompok tertentu dari institusi serupa (misalnya, universitas dengan sekolah kedokteran) serta rata-rata nasional. Dengan meningkatnya pinjaman, sejumlah universitas di seluruh dunia telah mengejar peringkat Standard and Poors, yang menawarkan sistem peringkat BAB III Manajemen Keuangan Sekolah
55
keuangan yang diakui secara global. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa Yale rangking AAA/A-1, University of Virginia AAA dan Bristol dan Nottingham AA/stable/(nilai signifikan lebih baik daripada beberapa nama dalam perdagangan ritel). Mendapatkan peringkat seperti itu dapat menjadi sarana untuk membangun reputasi, dan universitas yang lebih bijaksana dalam menentukan bahwa fleksibilitas yang lebih besar daripada negosiasi dengan bank dan lembaga keuangan lebih disukai daripada fleksibilitas yang ditawarkan oleh informasi yang dapat diakses publik. Namun, fakta bahwa universitas sedang mencoba mempromosikan diri mereka sendiri, sehingga dengan cara ini menunjukkan seberapa dekat manajemen keuangan mereka terkait erat dengan kemampuan
mereka
untuk
mempertahankan
keberhasilan akademis dalam lingkungan global yang semakin kompetitif.
56
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
4
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
A. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Ide MBS pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat. Banyak warga yang menentang kurangnya penyelenggaraan pendidikan yang tersedia saat itu. Pasalnya, sistem pendidikan dinilai tidak sesuai dengan aspirasi siswa untuk dapat menjangkau dunia bisnis dengan cepat. Selain itu, sistem pendidikan yang ada saat itu diyakini belum memiliki hasil yang terbaik dalam hal daya saing di dunia usaha. Alhasil, muncul ide manajemen berbasis sekolah yang merupakan salah satu bentuk reformasi pendidikan pada saat itu yang memberdayakan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Sagala, 2004). “MBS merupakan salah satu bentuk otonomi dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, dalam hal
ini kepala sekolah atau madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan,” menurut Pasal 51 ayat 1 UU No. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
57
Tujuan dari penerapan MBS, yakni Meningkatkan kualitas pendidikan dan program berbasis sekolah untuk memberdayakan dan memanfaatkan potensi dan modal saat ini. 1. Meningkatkan
keterlibatan
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh di sekolah. 2. Meningkatkan rasa tanggung jawab pihak sekolah atas kualitas sekolah kepada siswa, pemerintah, orang tua/ wali siswa, dan masyarakat sekitar. 3. Mendorong persaingan yang sehat antar sekolah untuk mencapai jenjang pendidikan yang diinginkan. Secara teori, MBS ini akan memiliki kewenangan untuk mengontrol berbagai cara pengayaan kurikulum. misalnya pada mata pelajaran menambah sub materi yang dirasa perlu dan lebih memfokuskan pada pengembangan minat dan bakat siswa. Karakteristik MBS, yaitu 1. Output, seperti prestasi pendidikan dan administrasi sekolah yang produktif dan efisien. 2. Proses belajar mengajar yang efisien dan berkualitas tinggi.
58
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
3. Kepala sekolah ber tanggung jawab untuk menggerakkan, mengatur, dan mengharmoniskan semua sumber daya pendidikan. 4. Suasana belajar yang bersahabat, teratur, dan aman, memungkinkan administrasi sekolah menjadi lebih efisien. 5. Menganalisis kebutuhan sumber daya, dari persiapan hingga
pelaksanaan,
pertumbuhan
hingga
evaluasi
pekerjaan dan mengatur imbalan jasa, untuk memastikan bahwa tenaga kependidikan dan pendidik mampu melaksanakan tanggung jawab mereka dengan baiki. 6. Kemauan sekolah untuk menunjukkan kepada masyarakat kemajuan program kerja yang telah dicanangkan. 7. Pengendalian anggaran secara terbuka dan administratif sesuai
dengan
kebutuhan
aktual
sekolah
guna
meningkatkan mutu pendidikan (Sagala, 2010). MBS
ialah
kebijakan
kerja
yang
memberikan
kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan, serta tanggung jawab dan transparansi atas risiko yang terkait
dengan
keputusan
tersebut.
Manfaat
untuk
keberhasilan pembelajaran harus diprioritaskan oleh semua yang tertarik dengan manajemen berbasis sekolah. Desentralisasi yang ditargetkan di sekolah yang berkaitan dengan implementasi sistem yang ditentukan oleh pusat dalam hal kebijakan, tujuan, standar, kurikulum, dan BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah
59
akuntabilitas dikenal dengan istilah MBS. Dalam semua kondisi atau transisi sekolah, pemerintah memerlukan perbaikan besar-besaran di sekolah yang akan menghasilkan hasil belajar siswa yang lebih baik. B. Implementasi MBS pada Bidang Pendidikan Penting untuk memberikan arahan kepada semua pihak yang terlibat dalam implementasi MBS agar dapat memahami dinamika kelompok, bagaimana menyelesaikan masalah, mengambil keputusan, komunikasi interpersonal, strategi presentasi, dan penanganan konflik. Terdapat Empat faktor utama dalam penerapan MBS, yakni 1. Besarnya kekuatan sekolah Tergantung kepada seberapa baik MBS akan melaksanakan pemberian kekuasaan secara utuh. MBS tidak mungkin dilakukan sekaligus, tetapi diperlukan transisi dari manajemen terpusat. 2. Pengetahuan dan keterampilan sekolah Untuk meningkatkan prestasi, warga sekolah harus mampu memahami dan menerapkan strategi yang berbeda,
yang
memerlukan
pembentukan
sistem
pengembangan sumber daya manusia di sekolah. 3. Sistem informasi, informasi
yang
transparan
untuk
pelaporan,
penilaian, dan akuntabilitas sekolah; informasi yang
60
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
penting disediakan oleh sekolah, termasuk informasi tentang keterampilan guru dan siswa, serta visi dan tujuan sekolah. 4. Sistem penghargaan Sekolah yang menggunakan MBS harus membangun sistem penghargaan bagi siswanya yang berhasil agar dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pendidikan. Karena itu, skema penghargaan yang disusun harus proporsional, setara, dan transparan. Syarat dalam pelaksanaan MBS, yaitu 1. MBS membutuhkan dukungan dari staf sekolah. 2. MBS harus diperkenalkan dengan bertahap untuk meningkatkan hasil yang lebih baik. 3. Diperlukan waktu sekitar lima tahun agar berhasil memperkenalkan MBS. 4. Kantor Dinas dan staf sekolah membutuhkan pelatihan dalam penggunaan MBS dan harus menyesuaikan dengan tanggung jawab baru dan jaringan komunikasi. 5. Harus ada anggaran yang disisihkan untuk pelatihan dan waktu yang disediakan untuk bertemu dengan karyawan secara teratur. 6. Pemerintah pusat dan lokal harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, yang kemudian harus mendelegasikan wewenang kepada guru dan orang tua atau wali siswa. BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah
61
Menurut JC Tukiman Taruna pelaksanaan MBS secara ideal memiliki syarat, yaitu 1. Meningkatkan
efisiensi
pengelolaan
sekolah
yang
ditunjukkan oleh keuangan, transparansi, akuntabilitas, dan perencanaan partisipatif. 2. Meningkatkan pembelajaran yang dilakukan secara PAKEM 3. Pengembangan kontribusi masyarakat melalui intensitas perhatian masyarakat terhadap sekolah. 4. Di dalam good goverence, MBS terdapat ilustrasi partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Keinginan warga untuk mengakui, memiliki suara, dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan (politik) disebut sebagai partisipasi. Partisipasi dimulai dari tingkatan rendah dengan: a. Pertukaran pengetahuan. b. Konsultasi, dan berkembang ke tingkatan yang lebih tinggi. c. Koordinasi berbagai posisi dalam pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya. d. Pemberdayaan pengambilan keputusan dan sumber daya. Transparansi adalah kemampuan masyarakat untuk (a) memperoleh dan memahami informasi tentang pelayanan SD /MI, proses perumusan anggaran dan penetapan keputusan
62
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
biaya, (b) memantau atau mengidentifikasi dengan tepat siapa pembuat keputusan itu dan apa peran mereka dalam pengambilan keputusan. Akuntabilitas berarti membuat keputusan untuk 1. Menanggapi kebutuhan warga negara. 2. Kemampuan warga negara untuk ber tanggung jawab atas komitmen mereka. Bantuan yang diberikan oleh Australian Aid Agency (AusAID) ini merupakan salah satu contoh aksi MBS, dengan program yang meluas ke 40 kabupaten di sembilan provinsi dengan 1479 SD/MI pada tahun 2004. Di bawah lambang "MBS," pemerintah pusat (Depdiknas) telah mereplikasi program di 30 provinsi di seluruh Indonesia. Selain itu, USAID, sebuah lembaga bantuan pemerintah AS, telah membuat program MBS serupa di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang disebut Managing Basic Education (MBE), dan model MBS diperkenalkan di tiga kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2004 dengan dukungan dari Indonesia- Australia Partnership
in
Basic
Education
(IAPBE).
Program
Decentralized Basic Education (DBE) yang dimulai pada tahun 2005 telah memberikan dukungan terhadap model MBS ini di tujuh provinsi.
BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah
63
C. Dampak Pelaksanaan MBS Pelaksanaan MBS secara
khusus
diidentifikasi
oleh
(Gunawan, 2010), yakni 1. Mengikutsertakan guru dan tenaga kependidikan yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
tentang
bagaimana
meningkatkan
pembelajaran. 2. Memberi peluang anggota komunitas sekolah untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan penting. 3. Memasukkan kreativitas ke dalam persiapan program pendidikan. 4. Memberdayakan kembali perangkat pendidikan saat ini untuk membantu sekolah agar mencapai tujuannya. 5. Menyusun rencana anggaran praktis sesuai kebutuhan karena harus lugas dan memenuhi kewajiban penggunaan biaya sekolah. 6. Meningkatkan komitmen tenaga pendidik dan tenaga pengajar untuk meningkatkan keterampilan manajemen dan kepemimpinan. 7. MBS menjadikan kepala dinas, administrator pusat, atau karyawan, pengambilan
serta
bawahannya,
keputusan
sekolah.
sebagai
fasilitator
Standar
nasional
pendidikan, yang meliputi standar fasilitas, standar kompetensi,
64
standar
tenaga
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pengajar
dan
tenaga
kependidikan,
dan
sebagainya,
ditetapkan
oleh
pemerintah pusat. Ini disesuaikan dengan keadaan di daerah saat menerapkan
kriteria
pemerintah.
Penerapan
standar
tersebut dengan memperhatikan karakteristik dan potensi daerah agar pemerintah tidak mengekang kreativitas dan inovasi masing-masing sekolah. Pada kebanyakan model MBS, setiap sekolah akan mendapatkan alokasi dana pendidikan yang cukup sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi. Persyaratan ini terwujud dalam bentuk pengawasan pendidikan di lapangan, seperti biaya transportasi dan administrasi. Alokasi anggaran untuk setiap sekolah ditentukan oleh jumlah dan jenis siswa di setiap sekolah. Hambatan dalam pelaksanaan MBS, yakni Beberapa orang tidak menginginkan kewajiban lagi di atas pekerjaan yang telah mereka laksanakan. Karena ada yang beranggapan bahwa memperkenalkan MBS hanya akan menambah beban. Sekolah semakin mengandalkan dirinya untuk
membantu
perencanaan
dan
penganggaran.
Akibatnya, sekolah tidak dapat mempertimbangkan aspek lain dari pekerjaan mereka. Dan tidak semua guru ingin berpartisipasi dalam proses penganggaran.
BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah
65
Tidak efisien Dalam sistem kerja MBS, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara partisipatif sehingga membuat stres serta biasanya membutuhkan waktu lebih lamban daripada pengambilan keputusan yang terpusat. Memerlukan pelatihan khusus Beberapa sekolah yang mengikuti MBS ternyata belum berpengalaman menerapkan model MBS ini. Sebagian besar pihak yang ikut serta, ternyata tidak memiliki keahlian dan kemampuan terkait hakikat MBS dan cara pengelolaannya. Kebingungan terhadap peran dan tanggung jawab baru dalam MBS Sekolah yang belum mengadopsi model MBS pasti akan terkejut dengan kecanggihan sistem tersebut. Hal ini dapat membuat keraguan saat membuat keputusan. Akibatnya, penggunaan MBS dapat mengubah peran dan tanggung jawab mereka yang terlibat. Kesulitan koordinasi Sifat partisipatif sistem kerja MBS membutuhkan komunikasi yang efisien dan sukses. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antar pihak yang berkepentingan agar mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan masingmasing. Pelatihan atau trainee tentang apa itu MBS dan informasi tentang peran dan tanggung jawab serta hasil yang 66
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan adalah dua hal yang paling penting dalam sistem ini. Kepala sekolah kurang memahami penerapan MBS Hal ini disebabkan oleh keakraban kepala sekolah dengan gaya manajemen yang lama. Selain itu, pendidik tidak yakin bagaimana mengintegrasikan MBS ke dalam proses pendidikan.
Ada
juga
kepala
sekolah
yang
hanya
diperbolehkan membentuk komite sekolah, tetapi juga dimonopoli oleh kepala sekolah dalam hal manajemen. Solusi
Pemecahan
dalam
rangka
pencapaian
implementasi MBS: 1. Melibatkan pemangku kepentingan dalam berbagai pelatihan di sekolah untuk meningkatkan standar sumber daya manusia dan integritas kepala sekolah, guru, dan pengawas. 2. Memberikan penyuluhan tentang pendidikan orang tua dan
masyarakat,
pendidikan,
dan
kemampuan tingkat
mereka
apresiasi
membiayai
mereka
dalam
membantu anak untuk terus belajar. 3. Bantuan pemerintah. Faktor ini sangat bermanfaat bagi efektifitas pelaksanaan MBS, terutama di sekolah yang orang tua dan masyarakatnya kurang siap untuk berkontribusi
dalam
penyelenggaraan
pendidikan.
BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah
67
mendistribusikan dana pemerintah dan mendelegasikan kekuasaan dalam administrasi sekolah 4. Mendorong siswa untuk terus mengembangkan metode pembelajarannya agar menjadi lebih efektif dan sukses. 5. Mengembangkan instrumen untuk memantau kemajuan proses dan hasil menggunakan indikator langsung sehingga semua pihak mengetahui kriteria kinerja yang telah disepakati. 6. Merencanakan pertemuan untuk mengembangkan jadwal kegiatan, mengevaluasi acara, dan menilai hasil. 7. Menjaga transparansi program secara terbuka dan konsisten.
68
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
5
ANGGARAN PENDIDIKAN
A. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan Menurut Koonts, dalam landasan manajemen pendidikan, penganggaran ialah suatu hal dasar atau fundamental. Anggaran adalah jadwal operasi untuk suatu kegiatan yang memberikan deskripsi pengeluaran untuk rentang waktu tertentu. Salah satu alat yang secara khusus mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan adalah keuangan dan pembiayaan. Ini terutama ketika manajemen berbasis sekolah diterapkan. Yang menuntut kemampuan sekolah dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menilai, serta bertanggungjawab atas pengelolaan data secara konsisten kepada masyarakat dan pemerintah. Keuangan dan pendanaan memainkan peran utama dalam penyediaan pendidikan dan merupakan bagian penting dari studi perencanaan pendidikan. Aspek keuangan dan pembiayaan suatu lembaga pendidikan merupakan komponen pembangunan yang mengatur pelaksanaan
69
kegiatan
dalam
proses
penyelenggaraan
lembaga
pendidikan, artinya setiap program yang akan dilaksanakan akan memerlukan anggaran operasional yaitu biaya keuangan. Akibatnya, anggaran kelembagaan, khususnya unsur keuangan dan pendanaan, harus ditangani dengan sebaik-baiknya. Sehingga anggaran kelembagaan yang ada saat ini dapat digunakan secara maksimal untuk mendorong pencapaian pendidikan. Terdapat
tiga
sumber
utama
pembiayaan
dan
pendanaan dalam suatu lembaga pendidikan. 1. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, baik umum maupun khusus, dan diperuntukkan bagi lembaga pendidikan. 2. Siswa atau orang tua. 3. Masyarakat Pengeluaran rutin, seperti gaji guru, pegawai lembaga pendidikan, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, peralatan, bahan ajar, biaya pembangunan gedung, dan sebagainya, sudah termasuk dalam anggaran suatu lembaga pendidikan. Anggaran kelembagaan di bidang keuangan harus ditegakkan dengan benar dan teliti, mulai dari perencanaan anggaran hingga penggunaan anggaran serta pengawasan anggaran, yang sesuai dengan peraturan perundang-
70
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
undangan terkait, agar semua anggaran dapat digunakan secara efektif, efisien, dan tanpa korupsi. Tanggungjawab pengelola anggaran kelembagaan terbagi dalam tiga tahap, menurut Jones dalam buku manajemen berbasis sekolah karya Dr. E Mulyasa, M.Pd., yaitu financial planning, implementation dan evaluation. Berikut ini adalah elemen terpenting dari pengelolaan anggaran: 1. Prosedur penganggaran 2. Prosedur akuntansi keuangan 3. Pengeluaran 4. Prosedur investasi 5. Prosedur pemeriksaan Dalam hal penganggaran, salah satu pertimbangan terpenting adalah bagaimana menggunakan uang secara efektif. Akibatnya, penganggaran harus dilakukan secara bertahap. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan: 1. Menentukan kegiatan mana yang akan dilakukan selama periode anggaran. 2. Tentukan sumber uang, peralatan, dan bahan. 3. Karena anggaran pada dasarnya adalah laporan keuangan, maka sumber disajikan dalam bentuk uang. 4. Buat anggaran sesuai dengan format yang telah ditentukan.
BAB V Anggaran Pendidikan
71
5. Pada titik ini, upaya untuk mencapai persetujuan (pengambilan keputusan) dilakukan dengan pertemuan untuk mempertimbangkan secara objektif dan subjektif. Ada dua desain penganggaran: 1. Penganggaran butir per butir Metode penganggaran ini membantu manajemen biaya tetapi bukan pengambilan keputusan. 2. Program budget Penekanan dalam jenis ini adalah pada tujuan khusus yang diartikan dalam pernyataan fungsional. Akibatnya, penganggaran terprogram mengharuskan pemilihan tujuan dan distribusi sumber daya berdasarkan tinjauan sistematis. Perencanaan menjembatani antara di masa sekarang dan masa depan. Perbedaan antara kondisi yang ada dan yang akan datang ini menjadi bahan untuk penetapan tujuan di bidang pendidikan. Akibatnya, perencanaan pendidikan
menjadi
tugas
yang
sulit
mengingat
kompleksitasnya masalah pendidikan. Demikian pula, penganggaran diperlukan sebagai alat untuk merumuskan rencana keuangan, berfungsi sebagai metode untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya, dan dapat digunakan sebagai alat pengawasan serta evaluasi sampai tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan tercapai.
72
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
B. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan 1. Penyusunan anggaran Lipham mengidentifikasi empat tahapan kegiatan utama dalam proses perencanaan anggaran dalam bukunya Manajemen Pendidikan: a. Buat rencana keuangan. b. Buat rencana keuangan. c. Mengelola perkembangan anggaran. d. Menganalisis pelaksanaan anggaran. 2. Proses anggaran belanja sekolah Ada tiga jenis metode penganggaran yang banyak digunakan di sekolah. a. Comparative approach 1) Membandingkan laporan atau dokumen penerimaan dan pengeluaran dari satu tahun anggaran ke tahun anggaran berikutnya. 2) Keputusan anggaran belanja ini didasarkan pada peningkatan langkah demi langkah dari satu item ke item berikutnya. b. The planning programming budgeting evaluating system approach 1) Mendefinisikan tujuan dan mengubahnya menjadi proyek sarana khusus. 2) Identifikasi keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan.
BAB V Anggaran Pendidikan
73
3) Menjelaskan berapa biaya untuk pelaksanaan dan menganalisis setiap program. c. Function approach 1) Prosedur anggaran dimulai dari tujuan sekolah. 2) Unsur pendekatan komparatif serta PPBES termasuk dalam pendekatan ini. Penganggaran
adalah
tindakan
atau
metode
menyusun anggaran (budget). Anggaran adalah rencana operasi kuantitatif yang disajikan dalam bentuk satuan uang yang berfungsi sebagai pedoman untuk menjalankan operasi kelembagaan selama periode waktu tertentu. Akibatnya, anggaran menguraikan tugas-tugas yang akan dilakukan suatu lembaga. Penganggaran merupakan langkah penting dalam menjalankan kebijakan yang telah dirumuskan. Setiap pimpinan unit organisasi terlibat dalam kegiatan ini. Perencanaan anggaran pada dasarnya merupakan kerja sama atau kesepakatan antara puncak pimpinan dengan pimpinan di bawahnya untuk menentukan besaran alokasi suatu penganggaran. Pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan pendapatan dari setiap sumber data adalah produk akhir dari sebuah negosiasi. 3. Karakteristik anggaran Anggaran
dibagi
menjadi
dua
bagian:
sisi
pendapatan dan sisi pengeluaran. Jumlah dana yang 74
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
diperoleh organisasi dari masing-masing sumber dana menentukan penerimaan atau pengeluaran. Biasanya, ketika membahas pendanaan pendidikan, sumber biaya dibagi
ke
dalam
masing-masing
kategori,
seperti
pemerintah, masyarakat, orang tua, dan sumber lainnya. Sisi pengeluaran mencakup semua biaya yang terkumpul, beberapa di antaranya digunakan untuk mendanai program
administrasi,
ketatausahaan,
infrastruktur
pendidikan dll. 4. Fungsi anggaran Anggaran selain sebagai alat perencanaan dan pengelolaan juga menjadi alat bagi manajemen dalam memimpin organisasi untuk menentukan kekuatan dan kelemahannya. Oleh karena itu, anggaran juga dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Selain itu, anggaran dapat digunakan untuk mempengaruhi dan menginspirasi para pemimpin, administrator, dan karyawan agar berfungsi secara efektif untuk mencapai tujuan kelembagaan. a. Anggaran juga dapat digunakan sebagai alat persiapan, yang dapat digunakan untuk: 1) Menetapkan prioritas dan tujuan kebijakan yang sejalan dengan visi dan tujuan.
BAB V Anggaran Pendidikan
75
2) Mengembangkan berbagai program dan kegiatan untuk
mencapai
tujuan
organisasi,
serta
mengidentifikasi sumber pendanaan potensial. 3) Mengalokasikan sumber anggaran untuk berbagai program dan kegiatan yang telah ditetapkan. 4) Menetapkan indikator kinerja dan sejauh mana rencana tersebut diterapkan. b. Anggaran juga berfungsi untuk alat pengendalian yang digunakan, untuk: 1) Mengendalikan efisiensi pengeluaran 2) Membatasi kendali dan
kewenangan
institusi
pendidikan. 3) Menghindari pengeluaran yang berlebihan dan misal alokasi dana saat mengalokasikan anggaran. 4) Mengawasi kondisi keuangan dan kinerja organisasi program lembaga pendidikan. c. Anggaran digunakan sebagai instrumen pengelolaan keuangan kelembagaan
untuk dan
menyeimbangkan memfasilitasi
anggaran
pengembangan
lembaga pendidikan. d. Anggaran sebagai alat koordinasi unit kerja dalam proses penganggaran. e. Anggaran dapat digunakan sebagai metode untuk mengevaluasi kerja.
76
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
f. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong para pengelola pendidikan agar berfungsi lebih ekonomis, kreatif, dan efisien. g. Anggaran juga harus digunakan untuk membangun ruang publik, menunjukkan bahwa semua jaringan pendidikan dapat mendukung semua bidang studi. 5. Prinsip anggaran a. Dalam struktur manajemen dan organisasi terdapat pemisahan khusus antara wewenang dan tanggung jawab b. Adanya kerangka akuntansi yang memadai untuk pelaksanaan anggaran. c. Adanya penelitian dan analisis yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi organisasi. d. Adanya dukungan yang meluas dari tingkat atas ke bawah. Bagaimana menggunakan dana secara efektif dan mendistribusikannya
sesuai
dengan
skala
yang
diprioritaskan, merupakan masalah esensial dalam penganggaran. 6. Pengawasan anggaran Prinsip
dasar
pengawasan
anggaran
adalah
menghitung, membandingkan, dan menganalisis alokasi biaya dan tingkat penggunaanya. Dengan kata lain, BAB V Anggaran Pendidikan
77
pengawasan anggaran diharapkan dapat memastikan sejauh mana sumber pendanaan yang tersedia digunakan secara efektif dan efisien. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam pengawasan yaitu a. Kerangka pengawasan fungsional yang dimulai dengan perencanaan dan mencakup faktor-faktor seperti evaluasi, kinerja, dan efektivitas, serta semua kegiatan program di semua bidang organisasi. b. Hasil pengawasan harus ditindaklanjuti dengan kerja sama antara pengawas dan aparat penegak hukum, serta instansi terkait, guna menyamakan persepsi dan mencari solusi bersama atas permasalahan yang dihadapi. c. Kegiatan pengawasan harus lebih difokuskan pada bidang
strategis
dan
mempertimbangkan
aspek
manajemen. d. Praktik
pengawasan
penyeleksian
harus
masalah
secara
berdampak
pada
konseptual
dan
menyeluruh. e. Pengawasan dilakukan oleh individu yang memiliki kualifikasi
profesional,
berwawasan
positif,
berkomitmen, dan memiliki integritas pribadi. f. Akurat artinya informasi mengenai kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data.
78
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
g. Tepat waktu berarti kata yang dihasilkan dapat digunakan untuk melakukan perbaikan. h. Bersikaplah objektif dan komprehensif. i. Tidak menghasilkan pemborosan. j. Tindakan dan praktik pengawasan ditujukan untuk memastikan bahwa persiapan atau keputusan yang diambil memiliki kesamaan k. Praktik pengawasan harus mampu mengoreksi dan mengevaluasi apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal semula. 7. Rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS) RAPBS harus mematuhi prinsip-prinsip anggaran yang disebutkan di bawah ini a. Asas kecermatan b. Asas terperinci c. Asas keseluruhan d. Asas keterbukaan e. Asas periodik f. Asas pembenaan Masalah-masalah terkait dengan penyusunan RAPBS: Pimpinan
sekolah
(terutama
kepala
sekolah)
diharapkan memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam proses pembuatan RAPBS sebagai hasil dari penerapan
BAB V Anggaran Pendidikan
79
Manajemen Berbasis Sekolah yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan sistem pendidikan. Oleh karena itu, para pemimpin disarankan untuk mewaspadai berbagai masalah yang akan dihadapi dalam mengemban tanggung jawab yang besar. Berikut ini uraian beberapa masalah yang sering muncul dalam proses penyusunan RAPBS. 1. Anggaran yang diusulkan didasarkan pada dana yang tersedia dan tidak didukung oleh fakta yang sesuai. 2. Penjelasan yang tidak lengkap tentang peran anggaran yang diusulkan dalam meningkatkan pembelajaran siswa. 3. Pengurangan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun. 4. Kapasitas yang tidak memadai untuk mengevaluasi anggaran. 5. Permintaan untuk produk tertentu atau kemungkinan sentralisasi anggaran. 6. Pembinaan, korespondensi, dan konsultasi dengan pihak terkait semuanya masih kurang. Strategi penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah): 1. Pola keputusan yang konsisten, masuk akal, dan menyatukan semua elemen. 2. Menetapkan dan menerapkan tujuan kelembagaan untuk alokasi sumber daya pendidikan yang ditentukan dalam
80
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
tujuan, inisiatif, dan prioritas jangka pendek, jangka panjang, dan jangka menengah. 3. Menentukan bakat, keterampilan, dan keahlian yang dibutuhkan kelompok di masa depan. 4. Memberikan respon dengan cepat terhadap semua peluang dan tantangan, serta kerentanan dan keuntungan, yang dapat dimiliki lembaga pendidikan. 5. Meningkatkan kepentingan,
komitmen baik
siswa,
dari
seluruh
orang
tua,
pemangku masyarakat,
pemerintah, dan unit Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
untuk
meningkatkan
standar
internal
sekolah (kepala sekolah-siswa). 6. Menentukan kontribusi dari setiap input pendidikan yang dibebankan biaya terhadap kualitas pendidikan atau prestasi
siswa
(efisiensi
internal),
serta
tingkat
permintaan masyarakat untuk lulusan sekolah (efisiensi eksternal).
BAB V Anggaran Pendidikan
81
82
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
6
PENGAWASAN ANGGARAN
A. Pengertian Pengawasan Anggaran Pengawasan merupakan suatu memperhatikan, melaporkan
melacak,
pelaksanaan
proses
mereview, program
mengevaluasi, menilai,
kerja
yang
dan telah
direncanakan sebelumnya untuk memastikan bahwa tugastugas yang dilaksanakan telah sesuai dengan persyaratan rencana. Sesuai dengan pengertian di atas dapat diartikan bahwa pemantauan penggunaan anggaran pendidikan adalah
kegiatan
melihat,
memperhatikan
memeriksa,
menilai, dan melaporkan penggunaan anggaran yang dialokasikan untuk membiayai program pendidikan agar anggaran tersebut digunakan dengan benar dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengawasan adalah perkiraan, perhitungan, regulasi, dan perkiraan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode yang akan datang. Menurut interpretasi para ahli tentang kata "pengawasan".
83
1. Pengawasan dijelaskan oleh Winardi sebagai “semua kegiatan yang dilakukan oleh manajer guna memastikan bahwa hasil yang sebenarnya sesuai dengan hasil yang diharapkan". 2. Pengawasan adalah fungsi yang memastikan bahwa operasi akan mencapai hasil yang diinginkan " menurut Basu Swasta”.
3. Pengawasan
dijelaskan
oleh
Komaruddin
sebagai
"hubungan antara pelaksana rencana yang sebenarnya dan dimulainya tindakan perbaikan terhadap pelanggaran dan rencana penting. Tujuan
pengawasan
adalah
untuk
mencegah
penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang ingin dipenuhi. Melalui pengawasan, diperlukan bantuan dalam pelaksanaan kebijakan yang telah disusun guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Pada kenyataannya, pengawasan menghasilkan suatu kegiatan yang berkorelasi erat dengan menilai atau meninjau sejauh mana pekerjaan telah diselesaikan. Pengawasan juga akan mendeteksi sejauh mana protokol kepemimpinan diikuti dan apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan atau tidak. Pemantauan,
pemeriksaan,
evaluasi,
dan
pendokumentasian yang struktural dan sistematis termasuk dalam pengawasan penggunaan anggaran pendidikan. 84
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Hal
ini
dikatakan
sistematis
karena
kegiatan
pemantauan penggunaan anggaran pendidikan tidak boleh dilakukan dengan memilih atau memilah hanya satu atau beberapa kegiatan dari kegiatan tersebut, tetapi juga mencakup empat kegiatan pokok yaitu monitoring, review, evaluasi, dan melaporkan anggaran pendidikan. Sistematis artinya
prosedur
pengawasan
penggunaan
anggaran
pendidikan harus dilakukan dengan urutan yang jelas, dimulai dengan memonitor, pengecekan, dan penilaian kegiatan dan diakhiri dengan penyajian laporan penggunaan anggaran
kepada
pihak-pihak
terkait
dalam
rangka
perencanaan pembuatan kebijakan ke depannya Hal ini sesuai dengan Sriprinya Ramakomud yang menyatakan bahwa pengawasan merupakan mekanisme monitoring, penilaian, dan pelaporan yang merupakan bagian dari proses pengawasan tersebut. Kondisi nyata dari kinerja disebut juga dengan pengawasan. Sedangkan tujuan (output) adalah memperoleh data yang dibutuhkan untuk pelaporan kepada pihak yang berwenang
dalam
pengambilan
keputusan
kebijakan
selanjutnya. Proses monitoring, penilaian, dan pelaporan kegiatan diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Monitoring adalah proses untuk memantau bagaimana rencana dan program dilaksanakan. Mengevaluasi (menilai) adalah suatu tindakan pemberian putusan terhadap berjalan
BAB VI Pengawasan Anggaran
85
atau tidaknya proses pelaksanaan rencana dan program. Sedangkan, hasil dari suatu proses evaluasi, pelaporan merupakan kegiatan yang menyampaikan pengetahuan tentang berhasil tidaknya suatu metode pelaksanaan rencana dan pelayanan. Pola struktur pengawasan yang didefinisikan oleh Rmakomud merupakan pola umum yang dapat diterapkan pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti pengendalian penggunaan anggaran pendidikan. B. Prinsip Pengawasan Anggaran Menurut kebijakan pengawasan
umum
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Rakernas, 1999), skema pengawasan harus didasarkan pada hal-hal berikut: 1. Kerangka pengawasan fungsional yang dimulai dengan persiapan dan mencakup faktor-faktor seperti evaluasi kelayakan, kinerja, dan efektivitas yang mencakup semua program di semua bidang organisasi. 2. Kesimpulan dari pengawasan harus ditindaklanjuti dengan kerja sama antara pihak supervisi, aparat penegak hukum, dan organisasi lain untuk berbagi persepsi bekerja sama
sehingga
menyelesaikan
permasalahan
yang
dihadapi. 3. Praktik pengawasan harus lebih difokuskan pada bidang strategis dan pertimbangan manajemen. 4. Praktik pengawasan harus memiliki efek konseptual dan menyeluruh pada kumpulan masalah.
86
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
5. Aktivitas pengawasan harus dilakukan orang yang memiliki keterampilan profesional yang kuat, berdedikasi, dan kejujuran pribadi. 6. Akurat, dalam arti data/pengetahuan tentang kinerja yang dipantau memiliki ketepatan. 7. Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat dipakai sesuai dengan waktu yang ada saat itu. 8. Bersikap objektif dan komprehensif. 9. Tidak menyebabkan pemborosan atau inefisiensi. 10. Tujuan
tindakan
dan
pengawasan
adalah
untuk
menyamakan pengaturan atau keputusan yang dibuat sebelumnya. 11. Tugas pengawasan harus mampu mengoreksi dan mengevaluasi apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal semula. C. Tujuan Pengawasan Anggaran Berikut adalah tujuan dari pengawasan: 1. Memastikan bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan jadwal, prosedur, dan perintah. 2. Mengorganisir dan mengkoordinasikan acara. 3. Menghindari pemborosan dan penyelewengan. 4. Memastikan barang dan jasa yang disediakan memenuhi kebutuhan masyarakat. 5. Meningkatkan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
kepemimpinan perusahaan.
BAB VI Pengawasan Anggaran
87
D. Tahapan Pengawasan Anggaran Baik untuk satuan pendidikan maupun proses manajemen pendidikan, pengawasan merupakan peran manajemen yang penting. Tujuan pengawasan adalah untuk mengatur persiapan dan pelaksanaan kegiatan dan program agar dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan adalah metode evaluasi dan peningkatan kinerja untuk memastikan terpenuhinya prioritas dan tujuan organisasi. Unsur-unsur dalam proses tersebut harus diperhatikan saat
melaksanakan
pengawasan
dalam
manajemen
pendidikan. Menurut Shermerhorn (1984: 446), mekanisme pengawasan memiliki empat komponen: 1. Menentukan standar kinerja 2. Melaksanakan penilaian kinerja 3. Membandingkan hasil penilaian kinerja dengan tujuan dan standar kinerja yang telah dikembangkan 4. Menindaklanjuti hasil perbandingan. Proses pengawasan menurut Komaruddin, yaitu 1. Standardisasi Pembangunan Rencana pengawasan adalah langkah pertama dalam proses pengawasan. Batasan yang jelas dan fungsional, serta rincian strategis, dibuat selama proses perencanaan pengawasan. Tujuan, sasaran, dan pedoman khusus ditetapkan pada saat ini sebagai pedoman untuk pelaksanaan pengawasan.
88
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
2. Pengukuran Pelaksanaan Tugas yang dilakukan pada pengukuran pelaksanaan ini adalah mengumpulkan informasi tentang kegiatan yang sedang berlangsung dengan mengacu kepada yang telah
diputuskan
dalam
perencanaan
pengawasan.
Pengamatan atau catatan dapat digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut. 3. Penilaian Pelaksanaan Manajer bertanggung jawab atas tahap evaluasi ini. Pada
tahap
ini
ditentukan
arti
dari
perbedaan,
penyimpangan, atau ketidak sesuaian dalam pelaksanaan kegiatan atau program dibandingkan dengan program yang dijadwalkan. 4. Perbaikan Upaya
untuk
perbaikan
merupakan
tahapan
penyesuian atas penyimpangan yang terjadi. Tindakan perbaikan dimaksudkan agar status implementasi kembali sesuai dengan standar. E. Teknik Pengawasan Anggaran Menurut Siagian (2006) menemukan bahwa teknik yang paling efektif dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pengawasan langsung dan tidak langsung. Masing-masing strategi ini dijelaskan secara rinci di bawah ini.
BAB VI Pengawasan Anggaran
89
1. Teknik Pengawasan Langsung Pemantauan langsung merupakan salah satu bentuk pengawasan yang membutuhkan observasi dan pelaporan langsung. Supervisor menggunakan strategi pemantauan ini dengan terjun langsung ke lapangan untuk memantau staf atau guru yang melakukan aktivitas sesuai dengan uraian tugas. Supervisor dalam pengawasan langsung mengamati, mempelajari, memverifikasi, dan mengecek sendiri di lokasi serta menerima laporan langsung dari pelaksana. Pengawasan langsung dapat berupa inspeksi langsung, observasi di tempat, dan laporan di tempat. 2. Teknik pengawasan Tidak Langsung Teknik pemantauan tidak langsung adalah strategi pengawasan yang digunakan oleh pengawas dari jarak jauh untuk melacak laporan karyawan kepada sekolah, guru, dan staf lainnya. Laporan ini boleh dalam bentuk tertulis maupun lisan. Pengendalian
penggunaan
anggaran
pendidikan
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu pengawasan melekat, pengawasan
fungsional,
pengawasan
legislatif,
dan
pengawasan masyarakat. Keempat pengawasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
90
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
1. Pengawasan Melekat Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan langsung oleh atasan ke bawahannya, atau pengawasan langsung atas kinerja bawahan oleh atasannya, bukan oleh pihak lainnya. Sekalipun atasan tidak memiliki peran pengawas, mereka adalah pengawas langsung. Namun, sebagai kepala bagian atau ketua suatu unit kerja, ia memiliki jabatan sebagai pengawas. Ada pedoman tertentu yang harus diperhatikan oleh atasan
langsung
dalam
pengelolaan
keuangan
menggunakan pengawasan melekat, yaitu a. Pelaksanaan pengawasan keuangan pendidikan harus dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan b. Diperlukan pengawasan keuangan yang efektif, dengan fokus pada jenis kegiatan yang rentan terhadap kesalahan dan penyimpangan, serta kegiatan strategis. c. Pengaturan keuangan pendidikan harus dilakukan secara sistematis, tepat waktu, akurat, tertib, dan harus difokuskan
pada
evaluasi
objektif
terhadap
penyimpangan yang muncul dengan analisis yang cermat. d. Penerapan pengawasan keuangan pendidikan harus difokuskan pada pedoman khusus agar tidak terjadi subjektivitas dalam berpikir dan berperilaku.
BAB VI Pengawasan Anggaran
91
e. Untuk mengidentifikasi penyimpangan sedini mungkin, penyelenggara
keuangan
pendidikan
harus
memasukkan sub-sub sistem pencatatan dan pelaporan yang faktual, adil, dan tepat waktu. f. Untuk menghindari penyimpangan dan kesalahan, peraturan keuangan pendidikan harus ditegakkan dengan mempertimbangkan massa saat ini dan masa depan. 2. Pengawasan Fungsional Pengawasan fungsional (wasnal) mengacu pada aparat yang diberikan tanggung jawab yang berfungsi sebagai pengawas (tugasnya sebagai supervisor). Di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perangkat pelaksana yang membidangi pengawasan keuangan adalah: a. Para inspektorat dan para pengawas pada tingkat satuan pendidikan. b. Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKB). c. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). d. Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri serta Pengawasan Pembangunan. e. Tim Koordinasi Pengawasan yang dipimpin oleh Wakil Presiden.
92
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Namun pengawasan organisasi di sektor tersebut hanya terbatas pada Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan para pegawainya, serta BPKP dan BPK. Sedangkan jika keadaan benar-benar mendukung, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Wasbang, serta Tim Koordinasi Pengawas Wapres bisa sewaktuwaktu melakukan pengawasan. 3. Pengawasan Legislatif Pengawasan Legislatif adalah pengawasan terhadap pelaksanaan rencana kerja dan pelayanan pemerintah oleh badan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota DPR dan DPRD mengawasi pelaksanaan dan program kerja kementerian dan pegawainya, termasuk di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 4. Pengawasan Masyarakat Pengawasan masyarakat adalah pengawasan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan suatu satuan kerja oleh anggota masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dengan cara mengamati, mengidentifikasi, memantau, mengevaluasi, dan melaporkannya, khususnya satuan kerja pemerintah, dengan mengirimkan surat pengaduan ke kementerian atau melalui kotak pos 5000. Jika surat pengaduan masyarakat memenuhi kriteria
BAB VI Pengawasan Anggaran
93
penanganan dan berasal dari pengawasan, maka surat tersebut ditindaklanjuti oleh kepala kementerian dengan pengawasan
melekat,
pengawasan
pengawasan khusus, dan peninjauan
94
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
fungsional,
7
BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)
A. Bantuan Operasional Sekolah Setiap orang yang berusia 7 sampai 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, menurut undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah dan pemerintah daerah harus menjamin terlaksananya wajib belajar minimal di jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sesuai Pasal 34 ayat 2 undang-undang tersebut. Pada Pasal 34 ayat 3 UU menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas wajib belajar yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat umum. Berdasarkan ketentuan UU tersebut, pemerintah dan pemerintah daerah diberi mandat untuk menyediakan fasilitas pendidikan bagi semua siswa tingkat dasar (SD dan MI, SMP dan MTs) dan unit serta pendidikan setara lainnya BOS merupakan inisiatif pemerintah yang berupaya meringankan beban masyarakat atas pendanaan pendidikan
95
dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang berkualitas dengan menyediakan dana untuk biaya operasional non operasional satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Program BOS secara khusus bertujuan untuk: 1. Membebaskan pembiayaan bagi siswa Sekolah Dasar negeri dan Sekolah Menengah Pertama negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali untuk rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). 2. Pada sekolah negeri dan swasta, membebaskan semua siswa miskin dari semua pungutan dalam bentuk apapun. 3. Siswa di sekolah swasta harus dibebaskan dari tanggung jawab biaya operasional sekolah. Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2008. Biaya satuan
pendidikan,
biaya
penyelenggaraan
atau
pengendalian pendidikan, dan biaya pribadi siswa semuanya. dikelompokkan menjadi tiga kategori dalam peraturan ini. 1. Biaya
satuan
pendidikan
berkaitan
dengan
biaya
penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan, yang meliputi:
96
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
a. Biaya investasi, yang meliputi biaya penyediaan pertumbuhan sumber daya manusia dan layanan modal kerja serta infrastruktur. b. Biaya operasi. Biaya personalia dan non personalia termasuk dalam biaya operasional. Gaji untuk pendidik dan staf pendidikan, serta tunjangan yang ditambahkan yang terkait pada gaji. Biaya untuk perlengkapan atau fasilitas pengajaran yang habis pakai dikenal sebagai biaya non provisional. Seringkali termasuk biaya tidak langsung seperti listrik, air, utilitas, telekomunikasi, perbaikan fasilitas dan infrastruktur, upah lembur, transportasi,
penggunaan,
pajak,
asuransi,
dan
sebagainya. c. Bantuan biaya pendidikan, yaitu uang yang diberikan kepada siswa yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya. d. Beasiswa
adalah
penghargaan
pendidikan
yang
ditawarkan kepada siswa berprestasi. 2. Biaya penyelenggaraan pendidikan merupakan biaya pengelolaan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kota kabupaten, atau satuan sekolah berbasis masyarakat. 3. Biaya pribadi siswa termasuk biaya perorangan yang harus ditanggung siswa tersebut agar dapat menempuh proses
pembelajaran
secara
berkala
dan
ber-
kesinambungan. BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
97
Terkait program BOS, yang mencakup pendidikan dasar sembilan tahun, setiap pengelola program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut: 1. BOS harus menjadi alat utama untuk memperluas akses dan meningkatkan standar pendidikan dasar sembilan tahun. 2. Sejak adanya BOS, siswa yang kurang mampu tidak boleh dipaksa putus sekolah karena tidak mampu membayar biaya atau retribusi sekolah. 3. Upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa anakanak yang telah lulus Sekolah Dasar dapat melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama. Tidak ada lulusan sekolah dasar atau sederajat yang tidak boleh melanjutkan pendidikan agar dapat diterima kembali ke sekolah. 4. Kepala sekolah mencari dan menyambut siswa sekolah dasar atau sederajat yang akan lulus dan berkesempatan putus sekolah untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama atau sederajat. Begitu pula jika ada anak yang putus sekolah tetapi masih ingin melanjutkan pendidikan, hendaknya diajak kembali ke sekolah. 5. Dana BOS harus dikelola secara transparan dan akuntabel oleh kepala sekolah. 6. BOS tidak melarang siswa, orang tua yang kompeten, atau wali untuk memberikan sumbangan sukarela yang tidak
98
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
mengikat ke sekolah. Sumbangan sukarela dari orang tua siswa harus ikhlas, tidak dibatasi oleh waktu atau jumlah, dan mereka yang tidak menyumbang tidak boleh di intimidasi. Menurut PP Nomor 48 Tahun 2008, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas biaya satuan pendidikan dalam bentuk pengenalan pendidikan dasar sembilan tahun: 1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab membiayai pengeluaran dan biaya operasional satuan pendidikan untuk sekolah yang diatur oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah hingga tercapainya Standar Nasional Pendidikan 2. Selain dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tambahan dana dapat berasal dari masyarakat, pihak asing yang tidak mengikat, dan sumber yang tidak mengikat lainnya 3. Pemerintah
pusat
dan
pemerintah
daerah
akan
berkontribusi pada biaya non-personalia sekolah yang dikelola masyarakat. B. Mekanisme Penyaluran Dana Bos Sistem penyaluran dana BOS misalnya, dapat dilihat di bawah ini, yang berlaku dari tahun 2005 hingga 2010. Sejak tahun 2005 hingga 2010, posisi Dinas provinsi dalam penyaluran dana bos sangat dominan. Dana dekonsentrasi digunakan BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
99
untuk menyalurkan dana BOS ke seluruh DIPA daerah. Karena dana tersebut didistribusikan langsung ke sekolah penerima BOS dari pengelola dana dekonsentrasi BOS di dinas pendidikan provinsi, proses ini memiliki manfaat untuk penyampaian yang cepat dan keseragaman antara sekolah negeri dan swasta. Namun sesuai amanat PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian tugas pemerintahan antara pemerintah,
pemerintah
kabupaten/kota,
yang
provinsi,
antara
lain
dan
pemerintah
mencatat
bahwa
pemerintah daerah kabupaten/kota menjalankan fungsi yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan penyediaan layanan dasar dan pendidikan dasar bagi masyarakat. Dari mekanisme di atas, posisi pemerintah kabupaten atau kota sangatlah minim, karena kurangnya partisipasi pemerintah
kabupaten
atau
kota,
proses
ini
juga
menunjukkan kurangnya sinkronisasi antara program BOS dan sistem pemerintah kabupaten atau kota. Namun dalam pelaksanaannya, Dinas Pendidikan kabupaten/kota juga mengirimkan rekomendasi sekolah dan menentukan jumlah penerima. Ada pula dana BOS Daerah (BOSDA) yang akan dibahas lebih lanjut dalam hal ini yaitu BOSDA provinsi, selain dana BOS yang dananya bersumber dari APBN, melalui anggaran
100
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Kementerian Pendidikan Nasional maupun melalui dana transfer. BOSDA adalah program bantuan operasional sekolah pemerintah provinsi untuk SD dan SMP yang berupaya mengatasi kekurangan dana BOS yang dialokasikan oleh pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja negara. Pemerintah provinsi memberikan dana BOSDA kepada pemerintah kabupaten/kota dalam alokasi biaya hibah yang akan dimasukkan dalam APBD kabupaten/kota, dan
pemerintah
kabupaten/kota
selanjutnya
akan
menyalurkan dana BOSDA kepada satuan pendidikan penerima BOSDA, dengan tujuan untuk memastikan terselenggaranya pendidikan dasar sembilan tahun (sekolah) dengan mengikuti mekanisme pencairan dana BOS C. Permasalahan Dana Bos Meski dana BOS telah beroperasi sejak 2005, masih ada kekhawatiran yang perlu diselesaikan. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang muncul, misalnya pada fase distribusi di tahun 2011. 1. Permasalahan
Penganggaran
yang
Mengakibatkan
Terlambatnya penyaluran Seperti diberitakan sebelumnya, setelah tahun 2011 ada proses pengalokasian dana BOS, yang sebelumnya merupakan anggaran kementerian pendidikan nasional dilaksanakan oleh dinas pendidikan provinsi melalui dana
BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
101
dekonsentrasi dan kini menjadi dana dari APBN ke APBD kabupaten/kota. Dengan
perubahan
tersebut,
pemerintah
kabupaten/kota harus memperhitungkan penerimaan dana transfer, serta pengeluaran di SKPKD untuk sekolah swasta dan belanja hibah di SKPKD (dinas pendidikan kabupaten/kota) untuk alokasi dana BOS ke sekolah negeri. Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan pada 27 Desember 2010 yang mengalokasikan alokasi sementara bantuan
operasional
sekolah
kepada
pemerintah
kabupaten/kota, padahal APBD 2011 sudah dirundingkan dan dihimpun, sehingga alokasi dana BOS belum masuk dalam APBD 2011. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Menteri Dalam Negeri dan Pendidikan Nasional mengeluarkan Surat Edaran Bersama (SE) pada 28 Desember 2010 yang berisi pedoman pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2011, yang merupakan pengalihan dari anggaran Kementerian Pendidikan Nasional. untuk mengalihkan dana ke daerah, perlu perencanaan yang matang. oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah Pemerintah terikat dengan peraturan perundangundangan, sedangkan pemerintah daerah terikat dengan administrasi dana BOS dalam APBD dan kesiapan SKPD
102
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pendidikan dan sekolah untuk melaksanakan tugas tersebut. Pendidikan dasar merupakan program/kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang harus dilaksanakan tepat waktu, dan bila tidak dilaksanakan maka Pemprov dan masyarakat akan mengalami kerugian yang cukup besar. Alhasil, penggunaan dana BOS bisa digolongkan sebagai
kebutuhan
yang
mendesak,
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal 81 PP Nomor 58 Tahun 2005 [4] dan pasal 162 permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Daerah yang telah menyusun Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2011 tetapi belum menganggarkan dana BOS yang berasal dari pemerintah, maka daerah tersebut dapat melakukan kegiatan BOS mendahului peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2011. Meski sudah ada surat edaran bersama, banyak daerah yang kurang percaya diri untuk menegakkannya, sehingga dana BOS tidak dialokasikan hingga peraturan daerah tentang amandemen APBD terbit. Persoalan teknis akuntansi adalah masalah lain yang relevan dengan masalah penganggaran. Misalnya, pemerintah provinsi DIY menganggarkan dana BOSDA pada tahun anggaran 2011. SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DIY pada awalnya dianggarkan sebagai belanja
BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
103
langsung SKPD dalam anggaran BOSDA. Penganggaran BOSDA Dinas Pendidikan, Pemuda, Pemuda, dan Olahraga sebagai belanja langsung dinilai melanggar ketentuan SAP. Karena dana BOSDA yang di anggarkan pada SKPD seharusnya sebagai belanja tidak langsung yang ditransfer ke APBD pemerintah kota sebagai belanja hibah. Akibatnya, dana BOSDA provinsi tidak disalurkan hingga September 2011. Kenyataannya, menanggapi kendala tersebut, Gubernur Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur yang mengatur tentang pemuda dan olahraga di Provinsi Yogyakarta menjadi belanja tidak langsung melalui SKPKD/DPPKA Provinsi DIY. Revisi ini dapat diberlakukan segera sebelum adanya Peraturan Daerah
tentang
perubahan
APBD,
sesuai
dengan
peraturan gubernur. 2. Masalah Besaran Dana Bos Persiswa Dana BOS merupakan dana bantuan operasional untuk satuan pendidikan (sekolah) yang besarnya ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar di sekolah tersebut dengan menggunakan Standar Biaya Operasional Non personel Kementerian Pendidikan Nasional. Pemendiknas 69 Tahun 2009 menjelaskan tentang standar pembiayaan non personalia untuk sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah (SD/MI). sekolah menengah pertama atau Tsanawiyah (SMP/MTS), sekolah 104
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
menengah atas atau madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah menegah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) Besarnya biaya operasi standar untuk non personil dalam satu tahun adalah Rp. 580.000 untuk SD/MI dan Rp. 710.000 untuk SMP/MTS. Sedangkan alokasi dana BOS yang disediakan APBN sebesar Rp. 397.000 untuk SD/MI dan Rp. 570.000 untuk SMP/MTs. Kurangnya pembiayaan tersebut bisa ditutup dengan dana BOSDA. Program BOS ditujukan untuk seluruh Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Indonesia, serta Sekolah Menengah Pertama Terbuka (SMPT) dan Kegiatan Belajar Mandiri Berbasis Masyarakat (TKBM), baik negeri maupun swasta, di seluruh provinsi. Dengan kata lain, program BOS secara efektif ditawarkan ke semua sekolah terlepas dari apakah sekolah itu “mahal” atau “berbiaya rendah”.
Dengan adanya keseragaman dana BOS per siswa
dalam penganggaran, memudahkan untuk melakukan perhitungannya. Namun, hal ini dinilai tidak adil karena biaya operasional tiap sekolah berbeda-beda menurut wilayah,
sementara
itu
dengan
adanya
Bantuan
Operasional (BOS), sekolah dilarang melakukan pungutan terhadap siswanya.
BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
105
Dengan keseragaman ini, ternyata beberapa sekolah masih melakukan pungutan terhadap siswanya dengan dasar biaya operasional tetap. Biaya sekolah di daerah dengan akses transportasi yang sulit tentu saja berbeda dengan biaya sekolah di daerah yang aksesnya mudah. Sekolah yang memiliki standar pendidikan yang cukup tinggi (sekolah mahal) yang sudah mendapatkan dana BOS tentu mempunyai biaya standar operasional yang lebih tinggi dibandingkan sekolah yang menerapkan standar pendidikan minimum. Oleh karena itu, setiap dinas pendidikan kabupaten atau kota harus membuat standar biaya operasional sekolah, seperti berdasarkan regional, berdasarkan kemampuan untuk memenuhi persyaratan pendidikan nasional, atau kriteria lain yang dapat diterima. 3. Kurang Transparansinya Penggunaan dan Pertanggung jawaban Dana Bos Program dana bos ditawarkan ke sekolah dengan memakai manajemen berbasis sekolah (MBS), artinya dana BOS diperoleh sekolah secara keseluruhan dan dikelola
secara
otonom
oleh
sekolah
dengan
mengikutsertakan dewan guru dan komite sekolah. Jadi, secara umum, MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dengan memberi mereka kewenangan (otonomi), memberi mereka lebih banyak keleluasaan dalam 106
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
mengelola sumber daya sekolah, dan memungkinkan warga sekolah dan masyarakat untuk terlibat dalam meningkatkan standar pendidikan di sekolah. Warga
sekolah
diharapkan
dapat
lebih
mengembangkan sekolah melalui program BOS dengan memperhatikan hal-hal berikut ini. a. Sekolah dapat mengelola dana secara kompeten, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Dengan tujuannya meningkatkan akses, kualitas, dan pengelolaan sekolah, BOS harus menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan pemberdayaan sekolah. c. Untuk
periode
empat
tahun,
sekolah
harus
mengembangkan rencana jangka menengah. d. Sekolah wajib membuat jadwal kerja (RKT) tahunan. Berupa anggaran sekolah dan jadwal kegiatan (RKAS). Dana BOS merupakan komponen penting dari RKAS. e. Anggaran sekolah dan jadwal kegiatan (RKAS) dan rencana jangka menengah perlu disetujui oleh dewan pendidikan dan disahkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota (untuk sekolah negeri) atau yayasan (untuk sekolah swasta) Terdapat
sejumlah
permasalahan
dalam
administrasi dan transparansi dana BOS, antara lain sekolah tidak mencantumkan penerimaan dana BOS, sekolah tidak memberikan biaya operasional sekolah
BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
107
gratis kepada siswanya, dan penggunaan dana BOS sesuai dengan alokasi awal. Persoalan lainnya adalah kurangnya melibatkan komite sekolah sebagai mekanisme kontrol dalam pengelolaan dana BOS. Komite sekolah harus dibentuk dengan masukan dari pemangku kepentingan sekolah, seperti guru dan orang tua siswa, pada kenyataannya banyak orang tua yang tidak mengetahui komite sekolahnya. Ketidakpedulian kepala sekolah dan pejabat sekolah lainnya dapat dianggap sebagai sikap yang apatis. Akibatnya, ada peluang terjadinya kecurangan karena transparansi penggunaan dana BOS yang tidak jelas. Karena terlambatnya penyaluran dana BOS pada tahun 2011, akibat Kementerian Pendidikan Nasional mengubah proses penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada tahun 2012, mengarahkannya ke pemerintah provinsi, bukan ke kabupaten atau kota. Dengan tidak lancarnya pengalokasian dana BOS Tahun 2011. Birokrasi mempersulit kebijakan yang didasarkan pada konsep desentralisasi, terutama ketika disebarkan ke sekolah-sekolah negeri. Dengan mekanisme baru ini, Kementerian Keuangan diharapkan bisa lebih cepat menyalurkan dana BOS dari kas umum negara (KUN) ke kas umum daerah (KUD) provinsi.
108
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Menurut Permendiknas Pendidikan Nasional 2009, besaran BOS yang diperoleh sekolah, termasuk untuk BOS buku, meningkat pada tahun 2012. Jumlah tersebut diperkirakan berdasarkan jumlah siswa dengan ketetapan untuk SD/SDLB sebesar Rp.580.000/siswa/tahun dan untuk SMP/SMPLB/SMPT sebesar Rp.710.000/siswa/tahun atau setara dengan jumlah operasi non-personel. Dana BOS akan tersedia untuk jangka waktu 12 bulan dari Januari hingga Desember 2012, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2011-2012 dan
semester
1
tahun
pelajaran
2012-2013.
Uang
didistribusikan setiap tiga bulan, dari Januari hingga Maret, April hingga Juni, Juli hingga September, dan Oktober hingga Desember.
BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
109
110
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
8
MUTU PENDIDIKAN
A. Mutu Pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu berarti baik buruknya suatu benda; kadar; tingkat atau derajat (kecerdasan, kecerdasan, dll.); serta kualitas. Oleh karena itu, pendidikan yang berkualitas dapat diartikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang mampu menghasilkan tenaga terlatih yang sesuai dengan kebutuhan negara. Mutu di bidang pendidikan mencakup input, proses, output, dan outcome. Jika input pendidikan siap untuk diproses, itu ditetapkan sebagai kualitas yang tinggi. Jika bisa tercipta lingkungan PAKEM (Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan) dalam bidang pendidikan, itu berarti suatu proses pendidikan mempunyai mutu 1. Karakteristik Mutu Pendidikan Terdapat 13 karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan menurut Husaini Usman (2006: 411): a. Kinerja
(Performance)
berhubungan
dengan
keberhasilan seorang guru dalam mengajar, baik dalam
111
memberikan penjelasan yang menarik, aman dan penuh perhatian dalam mendidik, serta perencanaan materi
pembelajaran
yang
lengkap,
fasilitas
administrasi dan pendidikan sekolah yang baik dengan kinerja yang baik setelah menjadi sekolah favorit. b. Waktu wajar yaitu jumlah waktu yang sikron, seperti memulai dan menyelesaikan pelajaran tepat waktu, dan memeriksa waktu secara akurat. c. Handal, yang mengacu pada kemampuan suatu sekolah untuk bertahan lama. Selain kinerja sekolah yang luar biasa yang berlangsung lama dari tahun ke tahun, efisiensi sekolah terus meningkat dari tahun ke tahun. d. Data tahan, misalnya, di tengah krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan (eksis) e. Indah, misalnya eksterior dan interior sekolah di dekorasi dengan menarik, dan guru menciptakan media pendidikan yang menarik. f. Hubungan manusiawi yang melibatkan menjaga standar moral dan profesionalisme. Anggota sekolah misalnya,
saling
menghargai,
demokrasi,
dan
profesionalisme. g. Mudah digunakan, mengacu pada layanan dan infrastruktur. Peraturan sekolah, misalnya, mudah diikuti, dan buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu.
112
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
h. Bentuk khusus yang unik, seperti keunggulan tertentu, seperti sekolah unggulan dalam hal penguasaan teknologi informasi (komputerisasi). i. Standar tertentu yaitu sekolah telah memenuhi standar khusus. Contohnya sekolah telah mengikuti ketentuan pelayanan minimal. j. Konsistensi yaitu keadaan sekolah yang konstan dan stabil, seperti yang ditunjukkan oleh fakta bahwa kualitas sekolah tidak menurun dari dulu hingga sekarang, dan anggota sekolah tetap konsisten dalam perkataanya. k. Seragam, yaitu, tanpa perbedaan, tidak adanya campuran. Misalnya, sekolah menegakkan hukum, tidak mendiskriminasi,
dan
mewajibkan
siswanya
berpakaian seragam. l. Mampu melayani, yaitu memberikan layanan yang luar biasa. Sekolah, misalnya, memiliki kotak saran, dan rekomendasi harus yang dipenuhi dengan baik sehingga pelanggan senang. m. Keakuratan memberikan
fasilitas,
seperti
layanan
sesuai
sekolah dengan
mampu keinginan
pelanggan sekolah.
BABA VIII Mutu Pendidikan
113
B. Peningkatan Pemerataan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rata merupakan kata yang berasal dari pemerataan, yang artinya mencakup semua bagian, yang terdistribusi ke segala penjuru, dan memperoleh jumlah yang sama. Dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan merupakan melakukan
suatu
mekanisme,
pemerataan
cara,
terhadap
dan
perbuatan
penyelenggaraan
pendidikan sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat memperoleh manfaat darinya. Persoalan pemerataan pendidikan adalah bagaimana sistem pendidikan harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi semua orang untuk mengenyam pendidikan,
sehingga
pendidikan
menjadi
tempat
pengembangan sumber daya manusia untuk menunjang pendidikan. Ketika masih banyak masyarakat khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat tertampung dalam sistem atau institusi pendidikan karena minimnya fasilitas pendidikan yang tersedia, maka timbul masalah pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan atau yang disebut dengan perluasan kesempatan belajar merupakan tujuan dari pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang sama ke pendidikan. Jenis kelamin, status sosial, keyakinan, atau lokasi geografis tidak ada hubungannya 114
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
dengan kemampuan seseorang untuk menerima pendidikan. Pada butir pertama Propernas 2000-2004 yang mengacu pada GBHN 1999-2004 tentang kebijakan peningkatan pendidikan, berbunyi: "Dengan peningkatan anggaran pendidikan yang substansial,
ini
bertujuan
untuk
memperluas
dan
mempertahankan akses pendidikan berkualitas tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk membangun masyarakat Indonesia yang berkualitas tinggi." Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan Indonesia adalah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk berkecimpung dalam dunia pendidikan. Seperti dapat dilihat dari uraian di atas, tujuan utama yang akan dicapai adalah Pendidikan yang Setara. Jika target tersebut tidak terpenuhi, maka penyelenggaraan pendidikan tidak bisa dikatakan berhasil. Inilah yang membuat masalah kesetaraan pendidikan menjadi yang paling sulit untuk di atasi. Amandemen UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, mengenai pendidikan dan kebudayaan, menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu keistimewaan yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas pendidikan”.
Masalah pendidikan yang tidak merata dapat di atasi
dengan memastikan fasilitas dan kesempatan belajar bagi siapa saja yang diharapkan untuk bersekolah. Penyediaan fasilitas dan perlengkapan pendidikan oleh pemerintah harus
BABA VIII Mutu Pendidikan
115
dilakukan setransparan mungkin, sehingga tidak ada yang dapat mengganggu pelaksanaan program. Pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk meningkatkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat. Langkah-langkah yang dilakukan dengan berbagai cara konvensional dan inovatif. Cara konvensional antara lain: 1. Mendirikan gedung sekolah dan ruang belajar seperti SD Inpres. 2. Penggunaan gedung sekolah untuk double shif (sistem bergantian pagi dan sore). Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikaji cara-cara untuk meningkatkan keinginan keluarga kurang mampu untuk belajar agar dapat terus menyekolahkan anaknya. Cara inovatif antara lain: 1. Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat; orang tua; dan guru), 2. SD kecil pada daerah terpencil, 3. Sistem guru kunjung, 4. SMP Terbuka, 5. Adanya ujian paket A dan B, 6. Belajar jarak jauh. C. Peningkatan Mutu Pendidikan Peningkatan kualitas setiap jenjang pendidikan dengan bersekolah seringkali dilakukan sesuai dengan proses 116
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pemerataan pendidikan. Peningkatan kualitas ini bertujuan untuk meningkatkan standar masukan dan peserta didik, serta prosedur, sarana dan prasarana, serta anggaran pendidikan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan. Konsistensi proses pembelajaran yang belum mampu membentuk proses pembelajaran yang berkualitas merupakan aspek yang paling berpengaruh signifikan. Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin diperoleh bila diikuti dengan proses pembelajaran yang
bermutu.
Tidak
mungkin
mengharapkan
hasil
pembelajaran yang berkualitas jika proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Hampir tidak dapat dimungkiri bahwa pembelajaran yang tidak optimal menghasilkan hasil ujian yang tidak baik, dan hasil belajar tersebut bersifat pseudo-learning (semu). Ini menunjukkan bahwa masalah terbesar dengan kualitas pendidikan lebih pada masalah proses pendidikan. Selain itu, kurikulum adalah komponen terpenting dari proses pendidikan oleh setiap institusi pendidikan mana pun. Ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah alat untuk mencapai
tujuan
pendidikan
dan
pedoman
untuk
melaksanakan pengajaran di semua tingkatan dan bentuk pendidikan.
BABA VIII Mutu Pendidikan
117
Penjelasannya adalah, bahwa kurikulum tidak hanya mencakup sekumpulan fakta yang harus dipelajari dan diajarkan, tetapi juga semua kegiatan pendidikan yang dianggap penting, serta item-item yang dianggap berdampak signifikan terhadap kepribadian siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, saat merancang kurikulum sekolah harus mampu melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran
dan
berhasil
mendorong
kreativitasnya. Guru dan dosen sama-sama harus terlibat dalam pembelajaran atau manajemen pembelajaran yang lebih kreatif dalam situasi ini. Aspek pendidikan kependidikan, masyarakat
yang meliputi
kurikulum, sekitar
fasilitas
menentukan
siswa, tenaga
belajar, kelancaran
bahkan pen-
yelenggaraan pendidikan. Seringkali tidak ada dukungan atau kolaborasi dalam komponen pendidikan, begitu juga dengan
mobilitas
komponen
yang
mengarah
pada
pencapaian tujuan. Misalnya, jika fasilitas pembelajaran lengkap tetapi tidak didampingi oleh guru yang berkualitas, maka kontribusi sarana untuk mencapai tujuan menjadi kurang memadai. Topik kualitas pendidikan juga menyangkut masalah pemerataan mutu pendidikan. Ketetapan MPR RI 1988 dalam GBHN
menyatakan
bahwa
penting
untuk
lebih
menyempurnakan dan meningkatkan pengajaran iptek,
118
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan pemahaman pada bidang sains dan matematika. Secara umum, kualitas pendidikan di seluruh nusantara menunjukkan bahwa di perdesaan, terutama di daerah terpencil, lebih rendah daripada di perkotaan. Meskipun setiap bentuk dan jenjang pendidikan memiliki ciri khasnya masing-masing, penanganan masalah kualitas
pendidikan
peningkatan
terutama
kualitas
menitikberatkan
komponen
pendidikan
pada serta
mobilitasnya. Secara umum upaya peningkatan mutu pendidikan meliputi: 1. Penyeleksian siswa dan mahasiswa yang lebih rasional khususnya untuk masuk SLTA dan perguruan tinggi. 2. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui penelitian
tambahan
seperti
persiapan,
penataran,
lokakarya, dan kegiatan kelompok belajar seperti PKG dan lain-lain. 3. Memperbaiki program atau kurikulum, misalnya dengan menyediakan materi yang lebih penting dengan muatan lokal, menggunakan pendekatan yang menantang dan menarik bagi peserta didik serta melakukan penilaian PAP. 4. Perbaikan infrastruktur yang mendorong lingkungan belajar yang tenang.
BABA VIII Mutu Pendidikan
119
5. Perbaikan
layanan
pendidikan
seperti
media
pembelajaran, buku teks, dan perlengkapan laboratorium. 6. Peningkatan administrasi terutama dalam hal anggaran. Dalam konteks tugas, kegiatan manajemen mutu meliputi: 1. Kajian tentang bagaimana pendidikan diterapkan di semua institusi pendidikan. 2. Pengawasan
dan
memonitoring
pendidikan
oleh
administrator dan supervisor. 3. Sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas, Sipenmaru, dan UMPTN. 4. Akreditasi lembaga pendidikan untuk menentukan status lembaga tersebut Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Visi: menyediakan fasilitas pendidikan nasional yang prima guna membangun manusia Indonesia yang cerdas secara komprehensif. Misi: meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan, memperluas
keterjangkauan
layanan
pendidikan,
meningkatkan standar/kualitas dan relevansi layanan pendidikan, mewujudkan pemerataan dalam memperoleh pendidikan,
serta
menjamin
mendapatkan
pendidikan. 120
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pelayanan
BABA VIII Mutu Pendidikan
121
122
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
9
STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
A. Standar Pembiayaan Pendidikan Standar pembiayaan meliputi
syarat-syarat
minimal
mengenai pembiayaan pada satuan pendidikan, mulai dari tahapan dan alur dalam mengelola, penganggaran, serta akuntabilitas dalam menggunakan biaya. Pada standar pembiayaan pendidikan ada tiga jenis biaya, yakni 1. Biaya investasi, seperti: Penyediaan sarana dan prasarana, mengembangkan SDM, dan lain-lainnya. 2. Biaya personal, yaitu pembiayaan pendidikan dikeluarkan oleh siswa guna dapat ikut dalam proses belajar mengajar. 3. Biaya
operasional,
yaitu
gaji
guru
dan
tenaga
kependidikan serta tunjangan, alat habis dipakai, serta biaya
operasional tidak langsung yakni
air,
alat
komunikasi, pemeliharaan alat, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan biaya lain-lainnya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, perlu adanya standar pembiayaan minimal yang ditentukan berdasarkan perhitungan semua biaya personal, yaitu gaji, tunjangan, 123
ATK, pertemuan, penilaian, pemeliharaan, pembinaan serta jasa yang diperkirakan terpakai. Dalam membedakan faktor-faktor kemahalan dan keunikan pada daerah, perlu adanya indeks yang mengukur biaya di tiap-tiap daerah. Standar pembiayaan ini digunakan sebagai tolak ukur kelayakan sekolah mengenai pembiayaan, serta dapat menjadi suatu pertimbangan terhadap keputusan pembiayaan melaksanakan
di
setiap suatu
kegiatan
pemerintah.
Dalam
terhadap
analisa
penghitungan
keuangan memerlukan keahlian pemahaman perhitungan keuangan banyak yang tidak dipahami. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengenai Persyaratan Pendidikan Nasional menjadi landasan standar pembiayaan pendidikan. Bagian Standar Pembiayaan Bab IX PP SNP, pembiayaan pendidikan meliputi biaya investasi, biaya operasional, serta biaya pribadi. Biaya penyediaan sarana dan prasarana, serta pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap, semuanya termasuk dalam biaya investasi satuan pendidikan. Gaji untuk guru dan tenaga pendidik, dan semua tunjangan gaji, bahan/fasilitas yang dapat dikonsumsi, ini termasuk kepada biaya operasional secara langsung dan biaya operasional pendidikan yang tidak langsung meliputi: listrik,
air,
komunikasi,
perbaikan
peralatan
dan
perlengkapan, upah lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
124
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
dan asuransi, baik itu operasional langsung maupun tidak langsung adalah contoh biaya operasional unit atau satuan pendidikan. Biaya pribadi termasuk biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh siswa/orang tua agar dapat menempuh kegiatan pembelajaran dengan baik. Pendanaan pendidikan meliputi pengeluaran investasi, biaya operasional, serta biaya pribadi. Penyediaan peralatan pendidikan, serta pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap termasuk kepada contoh biaya investasi. Pengeluaran pribadi termasuk biaya pendidikan yang harus ditanggung siswa masing-masing. Rancangan biaya kegiatan program kerja tahunan, termasuk biaya investasi, administrasi, dan personil, menjadi dasar
pembiayaan
sekolah.
Orang
tua,
masyarakat,
pemerintah, dan donatur dapat berkontribusi untuk pendanaan sekolah. Dalam menggunakan biaya wajib dipertanggung jawabkan serta pengelolaannya bersifat transparansi dan akuntabilitas. B. Konsep Pembiayaan Pendidikan Mekanisme pembiayaan pendidikan ialah cara merumuskan dan mengoperasionalkan sekolah berdasarkan pendapatan dan modal yang tersedia. Struktur pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung pada keadaan wilayah, jenjang pendidikan, keadaan politik, undang-undang pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah,
BAB IX Standar Pembiayaan Pendidikan
125
serta administrasi sekolah di setiap daerah. Berbagai cara harus dipertimbangkan guna menentukan apakah sistem tersebut memadai untuk kondisi keadaan saat ini. Untuk menilai apakah metodenya baik, dilakukan melalui: 1. Menilai proporsi yang berbeda dari kelompok umur, gender, dan tingkat buta huruf. 2. Mendistribusikan sumber daya dengan efisien sebagai tugas pemerintahan untuk membantu biaya di sektor pendidikan dalam kaitannya dengan sektor lain. Dalam mengambil suatu keputusan tentang pendanaan sekolah akan berdampak pada bagaimana sumber daya didapatkan dan didistribusikan. Maka, penting untuk mempertimbangkan siapa yang akan dididik dan banyaknya layanan yang akan diberikan, serta bagaimana mereka akan dididik dan siapa yang akan membiayainya. Jenis struktur pemerintah apa yang terbaik guna mendukung sistem pendanaan pendidikan. Pendidikan kejuruan dan bantuan siswa merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah untuk pendanaan pendidikan. Hal ini harus dipahami mengingat faktor-faktor seperti keperluan dan ketersediaan pendidikan, peran orang tua dalam menyekolahkan anaknya dengan manfaat sosial yang besar, dan pengaruh politis dan ekonomis pada sektor pendidikan.
126
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan sekolah merupakan metode merumuskan sekolah di berbagai wilayah geografis dan di setiap jenjang pendidikan dengan menggunakan pendapatan dan modal yang tersedia. Keuangan sekolah ini terkait dengan politik pendidikan,
kebijakan
pendanaan
pemerintahan,
dan
administrasi sekolah (Levin, 1987). School revenues, school expenditures, capital and current cost adalah kata-kata yang sering digunakan dalam keuangan sekolah. Tidak ada satu solusi terbaik untuk mendanai semua sekolah dalam pembiayaan sekolah karena keadaan setiap sekolah berbeda-beda. Setiap keputusan pendanaan sekolah akan berdampak pada bagaimana sumber daya diperoleh dan didistribusikan. Implikasinya bagi pembiayaan pendidikan dapat kita lihat dengan melihat berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan. 1. Putusan mengenai siapa yang akan dididik dan berapa banyaknya program yang akan diberikan 2. Putusan mengenai cara bagaimana mereka akan dididik 3. Putusan mengenai siapa yang akan membayar biaya sekolah 4. Menentukan jenis struktur pemerintahan yang paling cocok untuk mendukung pendanaan sekolah Ada dua poin kunci yang harus dibahas untuk menjawab pertanyaan di atas: i) bagaimana sumber daya BAB IX Standar Pembiayaan Pendidikan
127
diperoleh?) Bagaimana sumber daya akan didistribusikan ke berbagai
bentuk
dan
jenjang
pendidikan/jenis
sekolah/kondisi daerah? Masing-masing masalah ini dikaji dengan dua kriteria: 1) efisiensi yang mengacu pada layanan yang dapat mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat, 2) pemerataan, mengacu pada keseimbangan manfaat dan biaya. Menurut J. Wiseman (1987), ada 3 pertimbangan yang harus dikaji ketika memutuskan apakah pemerintah harus ikut serta dalam pendanaan: 1. Tuntutan
dan
ketersediaan
pendidikan
di
sektor
pendidikan dapat dipandang sebagai alat tukar dan kebutuhan untuk investasi SDM atau modal manusia di masa akan datang. 2. Pendanaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan siswa untuk menentukan apakah akan menyekolahkan anak mereka atau tidak, yang berdampak pada manfaat sosial secara menyeluruh. 3. Faktor politik dan ekonomi yang berpengaruh pada bidang pendidikan. Perihal pendidikan teknik dan industri, M. Woodhall (1987) menyatakan perusahaan mempunyai tanggung jawab mendanai bentuk pendidikan ini. Subsidi diberikan kepada karyawan perusahaan itu sendiri. Posisi pemerintah dalam pembiayaan ini sekarang menjadi lebih besar. Ini karena 128
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
pertimbangan finansial. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ketenagakerjaan cenderung menarik minat orang guna membagi biaya serta manfaat pendidikan secara setara. Faktor-faktor
yang
harus
diperhatikan
dalam
pendidikan kejuruan yakni 1. Peranan pemerintah dalam mendanai bentuk pendidikan ini 2. Variasi antara bentuk pelatihan umum dan khusus 3. Pilihan persiapan di tempat kerja dan di luar pekerjaan 4. Dalam pendidikan ini, ada keseimbangan antara dukungan pemerintah dan swasta. 5. Pentingnya kerja praktik sebagai keberlanjutan dari bentuk pendidikan kejuruan 6. Pembayaran untuk ikut jenis pendidikan kejuruan 7. Sumber daya yang dialokasikan untuk jenis pendidikan ini. Dalam mengukur pembiayaan pendidikan berfokus pada keadaan anggaran, dengan mengabaikan adanya kebutuhan pendidikan.
dasar Metode
untuk
menyelenggarakan
kecukupan
ini
penting
layanan karena
mengintegrasikan sejumlah kriteria kualitas ke dalam pengukuran pendanaan pendidikan. Dengan demikian, tergantung dari perbedaan tingkatan mutu layanan pendidikan, dapat dilihat dari perbedaan biaya pendidikan yang sesuai guna memenuhi persyaratan kualitas tersebut. Studi tentang ketersediaan biaya sekolah ini telah BAB IX Standar Pembiayaan Pendidikan
129
dipergunakan untuk mendistribusikan dana pendidikan di banyak negara bagian di Amerika Serikat. Di Indonesia, berbagai penelitian telah mencoba menerapkan metode pendekatan kecukupan ini. Anggaran pembiayaan menurut pendekatan kecukupan berdasarkan berbagai faktor, yaitu 1. Ukuran suatu lembaga pendidikan, 2. Banyak peserta didik 3. Tingkat kompensasi (gaji) guru, 4. Rasio siswa terhadap guru 5. Peningkatan pertumbuhan populasi (terutama di negara berkembang) 6. Kualifikasi atau kriteria seorang guru 7. Fluktuasi penjualan (Perubahan dari pendapatan).
130
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA Dedi, Supriadi. Satuan Biaya Pendidikan. 2004 Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Dimock, ME, Dimock GO. Administrasi Negara. 1992. Jakarta: Rineka Cipta. Domai, Tjahjanulin. 2010. Manajemen Keuangan Publik. Malang: Universitas Barawijaya Press (UB Press). E. Mulyasa. Manajemen berbasis sekolah. 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fatah Syukur. Manajemen Pendidikan. 2011. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Jamal Ma’mur Asmani. Tips Aplikasi Manajemen Sekolah. 2010. Yogyakarta: Diva Press. Kementerian dan Pendidikan Nasional. 2011. Buku Panduan BOS Muchdarsyah Sinungan. Dasar-dasar Management Kredit. 1993. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah. 2007. Bandung. Remaja Rosda Karya. Nanang Fattah. Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan. 2004. Rosdakarya. Bandung. Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan. 1996. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
131
Sulthon, M. Khusnuridlo, M. Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global. 2006. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Suryobroto. Manajemen Pendidikan di Sekolah. 2004. Jakarta: Rineka Cipta. Udin Syaifudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprensif, 2007. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Vincent P Costa. Panduan Pelatihan untuk Mengembangkan Sekolah, 2000, Jakarta: Depdiknas. Wasty Soemanto. Pendidikan dan Wiraswasta. 1984. Malang: Bina Aksar
132
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
TENTANG PENULIS
Nama
: Titiek Ambarwati, Dra., M.M.
NIP/NIDN
: 107 8909 0107
Tempat dan Tanggal Lahir : Tulungagung, 2 September 1960 Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: □ Kawin □ Belum Kawin □ Duda/Janda
Agama
: Islam
Golongan/Pangkat
: IV-A/ Pembina
Jabatan Fungsional Akademik: Lektor Kepala Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Malang
Alamat
: Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144, Jawa Timur
Telp. /Faks.
: 0341-464318/0341-465435
Alamat Rumah
: Perum. Muara Sarana Indah Blok C5, Jetis-Dau, Malang
133
Telp. /HP
: 081334626470
Alamat e-mail
: [email protected]
134
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI Tahun Lulus 1985
Jenjang
S1
Jurusan/ Bidang
Perguruan Tinggi
Studi
Universitas
Manajemen
Brawijaya Malang Universitas
1996
S2
Magister
Muhammadiyah
Manajemen
Malang S3
PELATIHAN PROFESIONAL (2016-2020) Tahun
Pelatihan
Penyelenggara
Pelatihan Implementasi 2016
Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Terpadu
KPPA-UMM
UMM Penerapan Dokumen 2016
Lembaga Sertifikasi
BNSP
Profesi APTIKOM Pelatihan Penyusunan Dokumen Skema 2017
Sertifikasi Kompetensi
LSP-UMM
Lembaga Sertifikasi Profesi Tahap 2017
Pelatihan Peranan
UMM
Tentang Penulis
135
Perbankan dan Lembaga Pelatihan Kerja dalam Menumbuh Kembangkan Perekonomian
2017
2017
2019
2019
2020
136
Certified Human Resource Analyst (CHRA)
The
American
Academy of Project Management
Pelatihan Asesor
BNSP
Kompetensi
MENBISKA
Sertifikat Kompetensi: Marketing Sertifikasi Kompetensi: CRA Sertifikasi Kompetensi: HRM
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
BNSP
BNSP
BNSP
dan
PENGALAMAN JABATAN (Jika ada) Jabatan
Institusi
Tahun ... s.d. ...
Kepala Lab. Manajemen
UMM
2014-2018
Kepala Lab. Manajemen
UMM
2018- Sekarang
PENELITIAN (2016-2020) Jabatan Tahun
Judul Penelitian
(Ketua/
Sumber Dana
Anggota) Pendampingan Penyusunan Proposal Mahasiswa Dalam Skim Program 2016
Kreativitas
Ketua
DPPM
Mahasiswa Kewirausahaan (PMKM) Pada Mahasiswa Jurusan Manajemen
Tentang Penulis
137
Jabatan Tahun Judul Penelitian
(Ketua/
Sumber Dana
Anggota) Angkatan 2015 dan2016 Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Project Based Learning Pada Mata Kuliah 2016
Kewirausahaan
Ketua
FEB-UMM
Dalam Upaya Membangun Mahasiswa Wirausaha Pada Prodi Manajemen
KARYA TULIS ILMIAH A. Buku/Bab/Jurnal Tahun 2017
2019
138
Judul Praktikum Manajemen Operasional Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar Mata Kuliah
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Penerbit/Jurnal Salemba Empat
Jurnal Inovasi Akademik
Tahun
Judul
Penerbit/Jurnal
Pengantar Manajemen Melalui Metode Project Based Learning The Impact of corporate in 2020
forming a strong supply International Joournal of chain
Evidence
from Supply Chain Mnagement
Indonesia
B. Makalah/Poster/Proceeding Tahun
Judul Seminar
2019
Nasional
Penyelenggara Diseminasi
Pengabdian Kepada Masyarakat "Berkarya Membangun Menuju
UNIBRAW
Revolusi Industri 4.0"
Tentang Penulis
139
KEGIATAN KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM (2016-2020)
Tahun
Judul
Sebagai:
Kegiatan
Penyaji Peserta
Penyelenggara
Lokakarya 2016
Pengembangan FEB UMM
√
UMM
Workshop Learning Forum
Outcomes 2016
Manajemen S1 dalam “Bedah
√
Manajemen
√
UM
Indonesia
Kurikulum KKNI”
Seminar 2016
Nasional dan Call for Papers Workshop
2016
“Establishing and
Strengthening the Role of Carrer
140
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
√
USAID dan RISTEKDIKTI
Tahun
Judul
Sebagai:
Kegiatan
Penyaji Peserta
Penyelenggara
Development Center”
Seminar 2016
√
Nasional dan Call for Papers
UM
Seminar 2016
Nasional dan Gelar Produk 2017
√
UMM
√
UMM
√
UMM
International Conference on 2016
Future Business Environment and Inovation Seminar
2017
Nasional dan Gelar Produk 2017 Webminar:
2020
Kolaborasi Perusahaan dan Organisasi
√
FMI
Tentang Penulis
141
Tahun
Judul
Sebagai:
Kegiatan
Penyaji Peserta
Penyelenggara
Sosial dalam Menyiapkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kegiatan Magang dan Proyek Kemanusiaan
2020
Strategi
APRINDO NEW
Pemulihan
RETAIL HUB
Bisnis Ritel Pasca Pandemi Korona
142
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
√
dan LEARN BUSINESS ANYWHERE
KEGIATAN
PROFESIONAL/PENGABDIAN
KEPADA
MASYARAKAT (2016-2020) Tahun
Sumber
Kegiatan
Dana
Pemberdayaan Berbasis 2016
budaya Entrepreneur Pada UKM Produk Kreatif di
FEB-UMM
Malang (Titiek Ambarwati) Pengembangan Usaha 2018
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Putri Aisyiyah
FEB-UMM
PCA Dau Kab. Malang
KEANGGOTAAN ORGANISASI PROFESI/ILMIAH Tahun
Organisasi
Jabatan
2010-2018
AMA
Anggota
2017-Sekarang
PMSM
Divisi Pelatihan dan Pengembangan
HAKI Tahun
Judul
2016
Lukisan Tiga Dimensi Berbahan Kayu dengan
2017
Tema “Rumah Asri”
Modul Manajemen Operasional
Tentang Penulis
143
PELATIHAN Tahun 2018
Kegiatan Pelatihan
Penyelenggara
Penyusunan LSP UMM
Dokumen
Skema
Sertifikasi
Kompetensi 2018
Pelatihan Explorasi 42 Grand Lab Theory
and
Middle
Theory
Dalam
Riset
Sains
Range Pemasaran FEB Ilmu UNDIP
Manajemen 2018
Training of trainer dan Bedah Universitas BUKU “ Metode Pembelajaran Dian
2020
Entrepreneur di Era VUCA” Pelatihan
Human
Manager
144
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Nuswantoro
Resource P4S
Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.
Malang, 21 Januari 2021
Dra. Titiek Ambarwati, M.M NIP: 107 8909 0107
Tentang Penulis
145
Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si., lahir di Lumajang pada tanggal 19 Oktober 1965. Sebagai Dosen di Universitas Muhammadiyah Malang Jawa Timur sejak tahun 1990. Pada tahun 2002 penulis menginjak studi Magister
Ilmu
Manajemen
di
Universitas Airlangga Surabaya dan pada tahun 2018 mendapatkan Doktor di universitas yang sama. Penulis aktif membuat artikel yang diterbitkan di jurnal internasional bereputasi (terindeks Scopus), serta menulis beberapa buku ajar, antara lain: Anggaran Perusahaan 2006, Studi Kelayakan Bisnis 2006, Matematika Bisnis 2007, Matematika Ekonomi 2018. Artikel yang diterbitkan antara lain: 1. The effect of supply chain dynamism and supply chain disruption orientation on supply chain resilience in indonesian manufacturing industry 2. The Impact of Corporate Governance in Forming a Strong Supply Chain: Evidence from Indonesia 3. Financial Ratio, Macro Economy, and Investment Risk on Sharia Stock Return Do Servant Leadership Influence Market
Performance?
Evidence
Pharmacy Industries
146
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
from
Indonesian
4. Did Servant, Digital and Green Leadership Influence Market
Performance?
Evidence
from
Indonesian
Pharmaceutical Industry 5. The Effects of Profitability and Solvability on Stock Prices: Empirical Evidence from Indonesia 6. The Effect of Liquidity, Leverage, and Profitability on Firm Value: Empirical Evidence from Indonesia
Tentang Penulis
147
Hendrian
Yonata,
lahir
di
Tangerang bertempat tinggal di Suryadharma RT 001/07 No.205 Ds/Kec
Neglasari
Tangerang-
Banten 15129. Lulus dari STIE Buddhi Tahun 2006 mulai bekerja di kantor Akuntan Publik, kemudian Tahun 2008 Kuliah di STAB Dharma Widya Jurusan Ilmu Pendidikan dan Keguruan Agama, Tahun 2009 Kuliah Universitas Kejuangan 45 Jakarta FKIP Jurusan Bahasa Indonesia, Kemudian melanjutkan Master Pendidikan Guru Agama diselesaikannya Tahun 2014, di tahun 2014 mengambil kuliah di bidang Sumber Daya Manusia (MSDM) di Universitas Pamulang diselesaikannya Tahun 2016 dan 2018 lulus Magister Akuntansi Konsentrasi Akuntansi Manajemen Universitas Budi Luhur. Saat ini kuliah S2 Magister Hukum selesai Maret 2020 di Universitas Pamulang dan Kuliah S1 Hukum Di Universitas Terbuka Negeri, serta mengambil kuliah S3 (Doktor) Konsentrasi Agama dan Budaya di Universitas Hindu Indonesia. Kegiatan sehari-harinya dilalui dengan mengabdikan ilmunya di dunia pendidikan. Aktif sebagai tenaga pengajar sejak tahun 2009 sampai saat ini. Karier dalam bidang dunia pendidikan sudah dilaluinya sebagai Guru Honorer, Guru tetap, Hingga dipercaya sebagai Kepala Sekolah. Di waktu sore hari hingga
148
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
malam keilmuannya di dedikasikan ke universitas atau Sekolah Tinggi, di salah satu Sekolah Tinggi dipercaya memang jabatan Staff hingga Puket. Kecintaannya dalam Dunia pendidikan membuatnya ingin terus mendedikasikan ilmunya baik sebagai Tenaga Pengajar di DASMEN atau Di Perguruan Tinggi (PERTI) dan dituntut untuk terus Belajar.
Tentang Penulis
149
150
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
TENTANG EDITOR
Nama
Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Sos., S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA., QWP®., CPHCM®
Tempat
Selat Baru,
Tanggal
8 Maret 1976
Lahir Jenis
Laki-laki
Kelamin Mobile/Faks. 085271273675/0761-571387 Alamat
e- [email protected]
mail
ariau.ac.id
Pekerjaan
Dosen Tetap STMIK Dharmapala Riau
Jabatan
Jabatan: Lektor Kepala
Fungsional
151
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI Tahun
Jenjang
Perguruan Tinggi
Jurusan/ Bidang Studi
Lulus 1998
S1
Universitas Riau
Akuntansi
2001
S1
Universitas Lancang
Ilmu Hukum
Kuning 2005
S1
Universitas Terbuka
Administrasi Niaga
2019
S1
Sekolah Tinggi Agama Dharma Buddha
Dharma Acarya
Widya,
(Pendidikan
Tangerang Banten
Keagamaan Buddha)
2003
S2
Universitas Islam Indonesia
Ilmu Hukum (U) Konsentrasi
Yogyakarta 2008
S2
Universitas
Hukum Bisnis DR. Ilmu
Soetomo
Manajemen
(Unitomo) Surabaya
Konsentrasi Manajemen Pemasaran
152
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
2019
S2
Sekolah Tinggi Ilmu
Pendidikan
Agama Buddha
Keagamaan
Smaratungga, Ampel,
Buddha
Boyolali, Jawa Tengah (On Going)
KARYA BUKU: 1. Hukum Bisnis. Cipta Media. Yogyakarta: 2007 2. Sejarah Hukum Pajak Di Indonesia. Cipta Media. Yogyakarta: 2020 3. Manajemen Lembaga PAUD dan PNF. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 4. Media Pembelajaran Berbasis Multimedia. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 5. Manajemen
Pendidikan
Karakter.
Pena
Persada.
Purwokerto Selatan: 2020 6. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 7. Pendidikan Luar Sekolah. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 8. Pendidikan Kewirausahaan dan Etika Bisnis. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 9. Self Accreditation (Perbaikan Mutu PAUD dan PNF Pasca Akreditasi). Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 Tentang Editor
153
10. Pengelolaan PAUD dan PNF Berbasis Mutu. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 11. Implementasi ISO 9001:2015 di Institusi Pendidikan. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 12. Pengantar Pendidikan Budi Pekerti Anak Pra Sekolah. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 13. Manajemen Pendidikan Vokasi. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 14. Pendidikan Leadership di Era Millenial. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 15. Kewirausahaan Berbasis Teknologi (Teknopreneurship). Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 16. Pengantar Psikologi Pendidikan. Qiara Media. Pasuruan: 2020 17. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Qiara Media. Pasuruan: 2020 18. Manajemen Personalia dan Kearsipan Sekolah. Lakeisha. Boyolali: 2020 19. Digipreneurship (Kewirausahaan Digital). Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 20. Filsafat
Pendidikan
Multikultural.
Pena
Persada.
Purwokerto Selatan: 2020 21. Manajemen Pemasaran di Era Globalisasi. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 22. Manajemen Pendidikan Vokasi. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 154
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
23. Generasi Z & Revolusi Industri 4.0. Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 24. Manajemen Sumber Daya Manusia Prinsip Dasar dan Aplikasi. Gcaindo: 2020 25. Pembelajaran Di Era New Normal, Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020 26. Merdeka Kreatif Di Era Pandemi Covid-19 Suatu Pengantar. Green Press. Medan: 2020
Tentang Editor
155
Musnaini
is
a
lecturter
in
Management Departement of Faculty of Economics and Business, and Master of Management of Universitas Jambi, Indonesia. Mrs. Musnaini holds a Bachelor of Economic Science degree in Financial Management from Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Malangkucecwara Malang, Masters in Marketing Strategic from Brawijaya University, Malang, Indonesia and Doctoral in Marketing of Economic Science from Airlangga University Surabaya, Indonesia. Musnaini is the managing member of The Small Business Strategy Group, Indonesia Marketing Associate Member, and member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. She has been recognized as a professional management consultant with over 3 years of experience in working with closely-Palm Plantation Industry. she has taught courses in entrepreneurship,
management
and
corporate
entrepreneurship and innovation for small business enterprise. Mrs. Musnaini served as member of the Expertise Team in Economic and Finance Comittee of DPRD Jambi Province, Indonesia. Musnaini’s publications appeared in Int. J. Business
and Globalisation; Scientific Journal of Ppi-UKM; Journal of Social Sciences and Humanities; Jurnal Manajemen Teori dan Terapan | Tahun 4, No. 2, Agustus 2011. Email:
156
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
[email protected];
Mobile
Phone+6281366526750;
Adress Kampus Pinang Masak, Fakultas Ekonomi dan bisnis Jl. Jambi - Muara Bulian No.Km. 15, Mendalo Darat, Kec. Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi 36122, Indonesia; Id Scopus https://orcid.org/0000-0002-6481-1502.
Tentang Editor
157