12.sri Yuliana S - CJR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CRITICAL JURNAL REVIEW



CRITICAL JURNAL REVIEW MKFONOLOGI BAHASA INDONESIA



SKOR NILAI:



“Pasangan Minimal” Fonem Dasar Pembelajaran Materi Fonologi Bahasa Indonesia



Nama Mahasiswa : Sri Yuliana S. NIM: 2181111024 Dosen Pengampu: Dr.MALAN LUBIS,M.Hum Mata Kuliah : FONOLOGI BAHASA INDONESIA



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI-UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang berkuasa atas seluruh alam semesta, karena berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya jugalah maka Critical Journal Review



mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia ini dapat diselesaikan tepat pada



waktunya. Dalam kesempatan ini saya sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selesainya pembuatan Critical Journal Review ini.Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan dan sangat jauh dari sempurna.Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bisa memberikan manfaat bagi kita semua.Semoga Tuhan yang Maha Esa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.



Medan,



Mei 2019



Sri Yuliana S.



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................



i



DAFTAR ISI ...............................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................



1



A.RASIONALISASI PENTINGNYA CJR ................................................................



1



B. TUJUAN PENULISAN CJR ..................................................................................



1



C. MANFAAT CJR .....................................................................................................



1



D. IDENTITAS JURNAL YANG DIREVIEW.............................................................



2



BAB II RINGKASAN ISI ARTIKEL .........................................................................



4



BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS ........................................................................



7



A.PEMBAHASAN ISI JURNAL …………………………………………………...



7



B.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL …………………………………



11



BAB IV PENUTUP ……………….............................................................................



12



A. SIMPULAN



......................................................................................................



12



B. REKOMENDASI ....................................................................................................



12



DAFTAR PUSTAKA



13



................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN A.Rasionalisasi Pentingnya CJR



Melakukan Critical Jurnal Review pada suatu jurnal dengan membandingkannya dengan jurnal lain sangat penting untuk dilakukan, dari kegiatan ini lah kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu jurnal. Dari mengkritik inilah kita jadi mendapatkan informasi yang kompeten dengan cara menggabungkan informasi dari jurnal yang lain.



B.Tujuan Penulisan CJR 1.Mengulas isi sebuah jurnal. 2.Mengetahui informasi sebuah jurnal. 3.Membandingkan isi jurnal pertama dengan jurnal kedua. 4.Melatih individu agar berfikir kritis dalam mencari informasi yang ada di setiap jurnal.



C.Manfaat CJR 1.Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia 2.Untuk mengetahui banyak hal tentang jurnal.



1



D.Identitas Jurnal yang direview



JURNAL I Judul Artikel



:Jurnal Nusa



Nama Journal



: “Pasangan Minimal” Fonem Dasar Pembelajaran Materi Fonologi Bahasa



Indonesia Edisi Terbit



: Vol. 13 No. 4 November 2018



Pengarang



: Ary Setyadi



Penerbit



: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro



Kota terbit



:Semarang



Nomor ISSN



:-



Alamat Situs



:https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/download/21314/14288



2



JURNAL II Judul Artikel



:Jurnal Pendidikan



Nama Journal



: Analisis Pemerolehan Fonem Bahasa Indonesia Anak Usia 4 Tahun



Edisi Terbit



: 2017



Pengarang



: Dwi Wahyu Ramadhani



Penerbit



: Fakultas Keguruan danIlmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali



Haji Kota terbit



:Riau



Nomor ISSN



:-



Alamat Situs



:



repository.umrah.ac.id/189/1/E%20JURNAL%20DWI%20WAHYU%20RAMADHANI-



130388201103-FKIP-2017



3



BAB II RINGKASAN ISI ARTIKEL JURNAL I Satu di antara sekian satuan ranah kajian fonologi adalah fonemik (Kentjono (Ed.), 1982: 31), sehingga keberadaan fonemik merupakan bagian materi pembelajaran fonologi. Sebab fonologi sebagai cabang linguistik mempunyai dua subcabang, yaitu fonetik dan fonemik. Pembedaan kedua subcabang tersebut sebenarnya saling melengkapi. Keberadaan fonetik berkait dengan bunyi bahasa (yang dihasilkan oleh alat ucap), sedang keberadaan fonemik berkait dengan wujud atau realiasi unsur bunyi yang berkorelasi atas “sistem”. Sebab apa yang disebut fonemik adalah, “1. sistem fonem suatu bahasa; 2. prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa; 3. penyelidikan mengenai sistem fonem suatu bahasa.” (Kridalaksana, 2001: 56). Bertolak dari kutipan tersebut, tampak jelas bahwa peramasalahan pembelajaran materi fonologi berpangkal pada fonem; dan apa yang disebut fonem adalah, “Satuan bunyi bahasa terkecil yang menunjukkan kontras makna; ...” (Kridalaksana, 2001: 55-56). Dengan demikian permasalahan fonemik berkorelasi langsung dengan `prosedur penentuan fonem bahasa`; dan permasalahan fonem berkait dengan `satuan bunyi bahasa (terkecil) yang secara langsung sebagai penanda pembeda/pengkontras makna`. Oleh sebab itu sangat beralasan jika pengkajian persoalan penentuan kepastian unsur bunyi bahasa terkecil (fonem) dikatakan benar-benar sebagai fonem (bahasa Indonesia) harus bertolak dari prosedur yang ada, salah satunya adalag dengan dimanfaatkannya “pasangan minimal” sebagai alat. Sebab berdasarkan beberapa sumber bacaan/referensi yang ada, keberadaan “pasangan minimal” hanya diposisikansebatas sebagai alat pembuktian fonem. Adapun apa yang disebut “pasangan minimal” adalah “Kemampuan pengubahan bentuk dan beda/kontras makna kata sebagai akibat adanya penggantian satu atau lebih fonem dalam struktur internal kata atas pasangan kata.” (Setyadi dan Djoko Wasisto, 2018: 28). Berdasarkan pada fakta bahwa keberadaan “pasangan minimal” hanya sebatas dipakai sebagai alat (pembuktian fonem), dan sajian kutipan pengertian “pasangan minimal” tersebut, maka sangat beralasan jika keberadaan “pasangan minimal” dalam pembelajaran fonologi bahasa Indonesia harus ditempatkan pada dasar/awal pijakan sebelum dibicarakan materi lebih lanjut.Dengan demikian akhirnya dapat dikedepankan tujuan yang hendak dicapai atas kajian “pasangan minimal” sebagai dasar pembelajaran fonologi (bahasa) Indonesia adalah: menemukan dan/atau menentukan alasan/argumentasi bahwa “pasangan minimal” sebagai materi dasar pembelajaran fonologi (sebelum dibicarakan materi lebih lanjut/jauh). Tujuan yang hendak dicapai sebagaimana pernyataan di atas ternyata belum pernah dibahas oleh siapa pun (pakar bahasa) yang telah/pernah menulis/mengkaji fonologi bahasa Indonesia, sehingga keberadaan “pasangan minimal” menarik dibicarakan dalam satu paket tersendiri. 4



Di bawah ini disajikan tinjauan pustaka sebagai bukti bahwa kebaradaan “pasangan minimal” fonem sudah seharusnya dijadikan dasar/awal kajian pembelajaran fonologi bahasa Indonesia sebelum dibicarakan materi lebihlanjut/jauh lagi, yaitu denganbersumber dari hasil laporan penelitian, sumber buku, dan bersumber dari artikel/jurnal (ilmiah) bahasa. Hasil penelitian yang berjudul “Sifat Fungsional dan Manfaat “Pasangan Minimal” Fonem dalam Pembelajaran Fonologi Bahasa Indonesia” (Setyadi dan Djoko Wasisto, 2018: 1-51), hasil akhir bahasan mencakup: pembuktian bahwa semua fonem dalam bahasa Indonesia dapat dibuatkan “pasangan minimal” --sehingga dapat disajikan tabel -- dan manfaat keberadaan “pasangan minimal” Hasil penelitian yang berjudul “Perbandingan Tata Bunyi Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa” (Soedjarwo, dkk., 1985/1986: 1-86).Hasil kajian berfokus pada macam fonem: vokal, diftong, dan konsonan, baik dalam hal jumlah maupun permasalahan masing-masing macam fonem dalam kata; termasuk juga permasalahan gugus dan kelompok konsonan. Bersumber dari buku (yang membahas fonologi bahasa Indonesia), antara lain dapat ditemukan pada: a. Buku berjudul Pengantar Linguistik (Jilid Pertama) (Verhaar, 1977: 12-27; 36-51) membahas fonetik dan fonologi. Dalam bahasan disinggung persoalan “pasangan minimal”. Sajian bahasan “pasangan minimal” hanyaterbatas pada: bahwa keberadaan “pasangan minimal” dapat dipakai sebagai alat pembuktian kepastian fonem, dan diberikan contoh: lupa x rupa. b. Buku berjudul Dasar-dasar Linguistik Umum(Kentjono (Ed.), 1982: 21-38) menyinggung juga masalah “pasangan minimal”. Bahasan yang ada juga hanya sebatas pada: bahwa keberadaan “pasangan minimal” sebagai alat pembuktian adanya kepastian fonem. Diberikan contoh: bila x bela. c. Buku berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Moeliono (Ed.), 1988: 54-56) secara tidak langsung memang telah juga menyoal “pasangan minimal”. Sajian bahasan hanya sebatas bahwa keberadaan “pasangan minimal” itu ada dan dapat dipakai sebagai alat pembuktian adanya kepastian fonem; dan diberikan contoh: tari x dari; cari xjari; kalah x galah.



5



Bersumber dari artikel dan jurnal (ilmiah bahasa), misalnya dapat dilihat pada: a. Artikel berjudul “Fonologi Bahasa Indonesia” (Bagian I) (Sulastri, 2011), persoalan sebagaimana yang disebut dalam tujuan yang hendak dicapai dalam artikel ini belum disinggung sama sekali, meskipundijelaskan pengertian “pasangan minimal” yaitu, “Pasangan minimal adalah seperangkat kata yang sama, kecuali dalam satu bunyi”. “pasangan minimal” disebut dengan istilah “kata yang berkontras”; dan diberikan contoh: lupa xrupa; putra x putri. b. Jurnal (ilmiah bahasa) berjudul “Realisasi dan Varian Fonem” (Mustolih, 2011/10/23) sajian kajian hanya berfokus pada realisasi fonem, baik fonem vokal maupun konsonan, dan masalah alofon fonem vokal. “Pasangan minimal” disinggung juga, tetapi hanya sebatas pada pembuktianadanya pasangan kata yang beda/kontras makna yang disebabkan oleh penggantian fonem. Contoh: kapan x kafan; kita x gita. JURNAL II Kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat ditunjukan dari kemampuan mendengarkan, kemampuan membaca, kemampuan berbicara, dan kemampuannya dalam menulis. Keempat kemampuan tersebut sering disebut sebagai kemampuan dasar berbahasa. Kemampuan setiap anak untuk menguasai keempat keterampilan tersebut tidaklah sama, sesuai pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing. Ada anak yang cepat mampu berbicara dengan jelas, ada juga anak yang lambat kemampuan berbicaranya. Anak laki-laki biasanya kemam-puan berbicaranya agak lambat ketimbang anak perempuan. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan oleh para ibu atau orangtua, proses pelafalan bunyi anak perlu selalu diperhatikan. Kebiasaan orangtua yang tidak baik dapat memperburuk kemampuan anak berbahasa. Dengan kata lain, kemahiran anak dalam berbahasa juga harus didukung oleh orangtuanya. Bila anak tidak tepat berbahasa seharusnya, orangtuanya meluruskan ucapan si anak hingga benar, jangan mengajarkan yang salah (tidak tepat melafalkannya). Kajian tentang pemeroleh bahasa anak menurut peneliti sangat menarik untuk dilakukan. Selain untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti sendiri, kajian seperti ini tentunya dapat memberikan kontribusi pada pemerkayaan ilmu psikolinguistik. Sebuah bidang ilmu yang sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan kemampuan berbahasa anak. Selama ini, kajian berkaitan dengan bidang ilmu psikolinguistik sangatlah sedikit. Bagi peneliti sendiri kajian psikolinguistik, khususnya berkaitan dengan pemerolehan fonologi (bunyi bahasa), menarik dilakukan karena selain sebagai perluasan ilmu yang peneliti peroleh selama ini juga untuk lebih mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi pada anak dalam pemerolehan fonologi Bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan proses pemerolehan Fonologi Bahasa Indonesia yang terjadi pada anak usia 4 tahun.



6



BAB III PEMBAHASAN A.PEMBAHASAN ISI JURNAL JURNAL I 1.Pengertian Fonem Keenam temuan alasan mengapa “pasangan minimal” seharusnya dijadikan dasar/awal pembelajaran fonologi bahasa Indonesia sebelum dibicarakan lebih lanjut, terlebih dahulu dijelaskan permasalahan yang berkait dengan fonem. Sebab analisis keenam temuan yang dimaksud berkait secara langsung dengan apa yang disebut fonem. 2.Pengertian “Pasangan Minimal” Pengertian “pasangan minimal” juga sebagaimana telah dijelaskan di atas, yaitu, “Kemampuan pengubahan bentuk dan beda/kontras makna kata akibat adanya penggantian satu atau lebih fonem dalam struktur internal pada pasangan kata.” (Setyadi dan Djoko Wasisto, 2018: 28). Berdasarkan sajian paparan pengertian fonem dan pengertian “pasangan minimal” di atas, akhirnya dapat dijelaskan sebagai argumentasi: bahwa keberadaan “pasangan minimal” sudah seharusnya apabila dijadikan dasar/awal pembelajaran fonologi bahasa Inodnesia sebelum dibahas materi lebih lanjut/jauh lagi. 3.“Pasangan Minimal” Fonem Dasar/Awal Pembelajaran Fonologi Bahasa Indonesia Sajian alasan “pasangan minimal” fonem sebagai dasar/awal pembelajaran fonolgi bahasa Indonesia bertolak pada: a. sifat fungsional “pasangan minimal” fonem b. kepastian ucapan dan simbol fonem c. kepastian macam dan jumlah fonem d. fonem sebagai penyebab beda/kontas makna (kata) e. bentuk lain pembentukan antonym



7



Masing-masing alasan yang ada dibicarakan tersendiri sebagaimana dapat diikuti pada sajian di bawah ini. A.Kepastian Ucapan dan Simbol Fonem Kepastian ucapan dan simbol fonem merupakan satu kesatuan yang melekat (tidak dapat dipisahkan). Sebab adanya simbol merupakan lambang/gambar atas ucapan fonem, dan ucapan fonem mengacu pada lambang/gambar atas simbol fonem. Pernyataan tersebut berlaku berbeda dengan apa yang disebut dengan huruf dengan fonem. Huruf adalah simbol/lambang/gambar fonem, sedang fonem adalah ucapan bunyi bahasa terkecil sebagai penanda pembeda arti(sebagaimana telah disinggung di atas); sehingga jumlah fonem lebih banyak jika dibanding dengan jumlah huruf. Jumlah huruf yang ada dalam bahasa Indonesia (A-Z) 26, sedang jumlah fonem lebih dari 26. Adapun persoalan macam/jenis fonem mengacu pada laporan penelitian yang berjudul “Sifat Fungsional dan Manfaat “Pasangan Minimal” Fonem dam Pembelajaran Fonologi Bahasa Indonesia” (Setyadi dan Djoko Wasisto, 2018) sebagaimana telah disinggung di depan. Yaitu macam fonem mencakup: fonem vokal, fonem diftong, dan fonem konsonan. B. Kepastian Macam dan Jumlah Fonem Kepastian fonem dalam bahasa Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas mencakup: fonem vokal, fonem diftong, dan fonem konsonan. Adapun jumlah fonem vokal ada tujuh mencakup: /a, é, è, ê, i, o, u/, jumlah fonem diftong ada tiga mencakup: /ai, ou, oi/, dan jumlah fonem konsonan ada 25 mencakup: /b, c, d, f, g, h, j, k, kh, l, m, n, ŋ, ɲ, p, q, r, s, ʃ, t, v, w, x, y, z/. Bertolak dari macam fonem dan masing-masing jumlah fonem yang ada, akhirnya dapat dipastikan jumlah fonem dalam bahasa Indonesia adalah 35. Ke-35 fonem yang ada ternyata masing-masing merupakan fonem tersendiri, sehingga secara pasti bersifat fonemis. Sebab masing-masing fonem yang ada dapat dibuatkan “pasangan minimal”nya (sebagaimana dapat dilihat dalam hasil laporan yang berjudul “Sifat Fungsional dan Manfaat ‘Pasangan Minimal’ Fonem dalam Pembelajaran Fonologi Bahasa Indonesia”). C. Fonem sebagai Penyebab Beda/Kontras Makna (Kata) Bertolak dari macam dan jumlah fonem bahasa Indonesia di atas, akhirnya dapat dibuktikan bahwa unsur utama penentuan fonem benar-benar bersifat fonemis harus berlaku: akibat adanya penggantian fonem dalam struktur internal kata, maka hasil penggantian fonem sebagai penyebab adanya beda/kontras makna (kata), yang kemudian berakhir pada dasar penentuan fonem benar-benar bersifat fonemis.



8



d. Sifat Fungsional “Pasangan Minimal” Fonem Bertolak bahwa “pasangan minimal” fonem dari beberapa sumber bacaan secara pasti dikatakan sebagai alat pembuktian fonem yang benar-benar bersifat fonemis (sebagaimana telah disinggung dalam sajian Tinjauan Pustaka, maka keberadaan “pasangan minimal” fonem secara pasti pula dapat dikatakan bersifat fungsional. Mengingat “pasangan minimal” sebagai alat yang bersifat fungsional, maka di satu sisi tidak berlebihan jika keberadaannya harus ditempatkan sebagai dasar/awal pembelajaran fonologi bahasa Indonesia. Di lain sisi bahwa satuan terkecil dalam pembelajaran fonologi adalah fonem, maka keberadaan antara fonem sebagai bahan dan “pasangan minimal” fonem sebagai alat akhirnya bagaikan `gambar yang berbeda dalam satu keping mata uang`; sehingga keberadaan keduanya bersifat saling melengkapi sebagai kasus “sebab-akibat”. E.Bentuk Lain Antonim(i) Pengertian antonim(i)dari beberapa sumber dikatakan, “n. 1. Kata yang berlawanan makna dengan kata yang lain: “buruk” adalah – dr “baik”; 2. ... “ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 58); atau, “(lat) dikatakan kepada kata yang berlawanan artinya, misalnya kaya lawan miskin, baik lawan buruk, dsb.” (Badudu, 2003: 24), dan, “Oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan, misalnya dalam tinggi : rendah ...” (Kridalaksana, 2001:5). Bertolak dari sajian pengertian antonim(i) dan contoh data yang ada tersebut, ternyata ditemukan pula pasangan kata dalam “pasangan minimal” fonem yang berlaku sebagaimana pasangan kata dalam antonim(i) yang menunjukkan adanya beda/kontras makna kata. JURNAL II Dalam penelitian ini, hasil ujaran dari anak 4 tahun yang dijadikan objek penelitian ditranskipsikan menjadi bentuk fonetis. Bentuk fonetis tersebut kemudian dianalisis untuk melihat perubahan bunyi huruf atau fonologi yang terjadi saat pengucapan objek penelitian. Pada kasus Agil, terlihat bahwa pada umur 4 tahun Agil belum mampu mengeluarkan bunyi-bunyi sesuai dengan fonologi sebenarnya untuk kata. Hal tersebut tidak menunjukkan keseimbangan antara tahap membabel prabahasa dan tahap pemerolehan bahasa murni. Dari tabulasi data pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa bunyi likuida [l] dan [r] muncul pada tahal membabel anak 3,5 – 4 tahun hilang pada tahap mengeluarkan bunyi sebenarnya. Berikut pembahasan transkipsi data perubahan fonologi pada anak 4 tahun.Perbandingan perubahan bunyi [l] di awal yakni pada kata ‘lalat’ terjadi perubahan pengucapan. Kata tersebut harusnya diucapkan [la l a t] namun pengucapan Agil menjadi [na n a t]. Hal tersebut merupakan tuturan Agil dengan kosakata dengan awalan fonem /l/. Perbandingan antara pengucapan Agil dan pengucapan sebenarnya terdapat perbedaan yaitu berubahnya fonem /l/ menjadi /n/. Bunyi [l] dan [n] merupakan bagian dari bunyi kontoid, namun ciri-ciri dari pengucapan berbeda. Bunyi [l] berciri-ciri hidup, oral, apiko-alveoral, dan tril sesuai dengan bunyi [la l a t]. 9



Perubahan bunyi juga terjadi pada kata dengan [l] di tengah. Pada kata ‘pulang’ terjadi perubahan bunyi sebenarnya yakni [pulaŋ] menjadi [pulaŋ]. Data di atas merupakan tuturan Agil dengan kosakata dengan bersisipan /l/. Perbandingan antara pengucapan Agil dan pengucapan sebenarnya terdapat perbedaan yaitu berubahnya fonem /l/ menjadi /n/ yang terletak di tengah kata. Perubahan bunyi pada kata [l] di bagian akhir yakni pada tuturan Agil dengan kosakata dengan berakhiran /l/, yakni pada kata ‘Agil’. Perbandingan antara pengucapan Agil dan pengucapan sebenarnya terdapat perbedaan yaitu berubahnya fonem /l/ menjadi /n/ yang terletak di akhir kata. Bunyi [l] dan [n] merupakan bagian dari bunyi kontoid, namun ciri-ciri dari pengucapan berbeda. Perbandingan antara pengucapan Agil dan pengucapan sebenarnya terdapat perbedaan yaitu berubahnya fonem [r] menjadi [s] yang terletak di awal kata ‘roda’ yang berpola bunyi KV. Bunyi [r] dan [s] merupakan bagian dari bunyi kontoid, namun ciri-ciri dari bunyi berbeda. Analisis perubahan bunyi yang terjadi disebabkan oleh arus udara dihambat dan tidak dibuka secara berulang-ulang justru mengeluarkan udara sehingga bunyi [soda ] yang terucap bukan [roda ]. Oleh karena perubahan bunyi tersebut terjadi juga perubahan makna sebenarnya walaupun pengucap tidak sengaja melakukannya. Bunyi [soda ] bermakna senyawa bahan kimia sedangkan bunyi [roda ] yang dimaksud pengucap ialah barang bundar (berlingkar dan biasanya berjeruji). Tuturan Agil dengan kosakata dengan bersisipan /r/. Berdasarkan data tersebut Agil mampu mengucapkan bunyi dengan tepat sesuai dengan kata ‘putri’ yang berpola bunyi VKV. Pada bunyi [pruti], Agil terdengar kesulitan mengucapkan bunyi [r] dan [t] yang berpola KK sehingga bunyi [r] terucap lebih dulu dari bunyi [t]. Pada bunyi [r] Agil dapat melibatkan pangkal lidah (dorsum) sebagai artikulator menyentuh anak tekak (uvula) sebagai titik artikulasi serta menutup dan membuka arus udara berulang-ulang secara cepat sehingga bunyi [r] terucap tepat walaupun berada di tengah-tengah kata. Tuturan Agil dengan kosakata dengan berakhiran /r/. Berdasarkan data tersebut Agil mampu mengucapkan bunyi dengan tidak tepat sesuai dengan kata ‘ular’ yang berpola bunyi akhir VK karena [r] lenyap. Pada bunyi [ula ], Agil tidak dapat melibatkan pangkal lidah (dorsum) sebagai artikulator menyentuh anak tekak (uvula) sebagai titik artikulasi serta menutup dan membuka arus udara berulangulang secara cepat sehingga bunyi [r] lenyap atau tidak terucap di akhir kata.



10



B.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL JURNAL I KELEBIHAN : 1.Dari aspek tata bahasa,bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh pembacanya. 2.Dari segi ruang lingkup isi,sudah jelas dan lengkap. 3.Penjelasan materi juga dilengkapi dengan pendapat ahli yang memperkuat keakuratan isi materi. 4.Dalam jurnal terdapat referensi atau daftar pustaka di bagian akhir jurnal. 5.Abstrak pada jurnal ini menggunakan dua bahas yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia KEKURANGAN : 1.Dalam jurnal tidak disertai contoh agar lebih memperjelas materi pembahasan dalam jurnal ini. 2.Identitas jurnal tidak lengkap. JURNAL II KELEBIHAN : 1.Dari aspek sistematika penulisan jurnal ,sistematika penulisan jurnal sudah tersusun dengan baik,rapi dan sesuai dengan sistematika penulisan jurnal pada umumnya. 2.Dari aspek tata bahasa,bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh pembacanya. 3.Dalam jurnal terdapat referensi atau daftar pustaka di bagian akhir jurnal. KEKURANGAN : 1.Dalam jurnal tidak disertakan contoh agar lebih memperjelas isi materi dari jurnal ini. 2.Abstak pada jurnal ini hanya menggunakan Bahasa Indonesia. 3.Identitas jurnal kurang lengkap. 11



BAB IV PENUTUP A.SIMPULAN Fonemik yaitu kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan[u]jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi[r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/. B.REKOMENDASI Sebagai seorang guru ataupun calon guru harus memiliki banyak sumber referensi dalam proses belajar mengajar.Karna dengan itu menambah wawasan pengetahuan seorang guru ataupun calon guru.Dari ini dapat kita simpulkan sebaiknya dari kedua jurnal ini memperbaiki kekurangannya masing-masing.Agar jurnal ini dapat digunakan sebagai sumber referensi yang relevan.



12



DAFTAR PUSTAKA https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/download/21314/14288 repository.umrah.ac.id/189/1/E%20JURNAL%20DWI%20WAHYU%20RAMADHANI-



130388201103-FKIP-2017



13