13 - Ririn Pauweni [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA : RIRIN PAUWENI NIM : 432419027 KELAS : A/ BIOLOGI NON DIK AMFIBIA Pengertian Amfibi Amfibi adalah hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan. ( Zug, 1993) Pada fase berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan paruparu. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara melompat. (Zug,1993) Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada mata terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi mata dari debu, kekeringan dan kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi seiring dengan perubahan fase hidup. Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri terbagi sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada fase dewasa mulai terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau perekat. WalaupunWalaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota



Plethodontidae, tetap tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase berudu, bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa jenis amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air. (Duellman and Trueb, 1986) Ciri-Ciri Amfibi Dari setiap jenis-jenis amphibia memiliki ciri-ciri yang berbeda dan ada juga yang memiliki kesamaan dimana yang dimana kali ini dapat disimpulkan ciriciri umum amphibia, simak dibawah ini. 1. Amphibia memiliki dua pasang kaki yang digunakan untuk berjalan, melompat dan berenang. Contohnya pada katak, kaki katak pada bagian belakang lebih panjang dari pada kaki depannya. Rangka kaki bagoan depan terdiri dari humerus, radioulna, karpal, metacarpal dan falang ( tulang jarijari ). Sedangkan rangka kaki belakang ialah terdiri dari femur, tibio-fibula, tarsal, metatarsal dan falang. Pada kaki depan memiliki empat jari, sedangkan pada kaki belakang memiliki lima jari dimana diantara jari-jari tersebut terdapat selaput renang. 2. Bagian-bagian tubuh amphibia ialah kepala dan badan seperti katak atau kepala, badan ekor seperti yang terdapat pada salamander. 3. Kulit yang lunak, berkelenjar dan juga selalu basah, kulit amphibia tidak bersisik kecuali salamander. Diantara kulit dan jaringan otot dimana dibawahnya terdapat berupa rongga yang berisi cairan limfa. Pada bangkong yang berwarna cerah, kulitnya menghasilkan cairan beracun bagi hewan lainnya. 4. Pernapasan Amphibia berupa insang, kulit dan juga paru-paru. Seperti katak dewasa yang bernapas dengan menggunakan paru-paru yang berupa kantong-kantong dengan dinding yang memiliki sejumlah ruangan. 5. Amphibia merupakan hewan yang berdarah dingin ( poikiloterm ).



6. Pada jantung Amphibia yang terdiri atas tiga ruangan, tiga ruangan itu ialah satu ventrikel dan dua untuk atrium. Merupakan peredaran darah tertutup ganda, artinya darah akan dua kali melwati jantung pada satu kali peredaran. 7. Sistem pencernaan lengkap yakni mulai dari mulut, faring, esophagus ( kerongkongan ), lambung, usus dan rectum yang langsung bersatu dengan kloaka. Contohnya katak memiliki mulut yang sangat lebar dan juga gigigigi yang kecil di sepanjang rahang atas. Di langit-langit mulut terdapat gigi vormer. Kidah yang bercabang dua pada bagian ujungnya dan pada permukaannya mengandung zat perekat yang digunakan untuk menangkap serangga. Amphibia juga memiliki hati, kantong empedu dan pankreas. 8. Sistem eksresi berupa ginjal tipe mesonefroid dan saluran kemih ( saluran wolf atau saluran mesonefros ) yang membawa secret ke kloaka. Amphibia juga memiliki kandung kemih yang ada disebelah sisi ventral kloaka. 9. Sistem indra pada amphibia terdiri atas mata, lubang hidung dan juga telinga . pada mata dilindungi oleh membrane niktitans ( selaput tidur ), kelopak mata atas dan kelopkan matah bawah. Hidup amphibia memiliki dua lubang hidung ( nares ) yang berhubungan dengan rongga mulut melalui koane. Sedangkan pada telinga, berkembang biak karena terdiri atas dua bagian yaitu telinga tengah dan telinga dalam dan tidak memiliki telinga luar. Pada telinga yang ada di bagian tengah berhubungan dengan faring yang melalui tabung Eustachius. Katak dan bangkong memiliki selaput telinga yang disebut dengan membrane timpani pada bagian telinga tengah. Pada salamander tidak memiliki selaput telinga, sehingga hanya dapat merasakan gerakan suara melalui kaki depan. 10. Pada perkembangbiakan amphibia, amphibia memiliki alat kelamin yang terpisah. Umumnya amphibia bersifat ovipar, namun ada juga yang ovovivipar dan vivipar dimana telur tersimpan dalam saluran reproduksi betina.



Sistem Rangka Amfibi



Amphibi merupakan vertebrata yang pertama kali mempunyai sternum (tulang dada) tetapi perkembangannya kurang sempurna. Tulang iga hanya pendek dan kurang berkembang sehingga tidak berhubungan dengan sternum seperti pada reptil, aves dan juga mamalia. Sebagian besa amphibi mempunyai dau pasang tungkai dengan 4 jari kaki pada kaki depan dan 5 jari kaki pada kaki belakang. Sistem Otot Amfibi Sistem otot pada amfibi, seperti sistem-sistem organ yang lain, sebagia transisi antara ikan dan reptil. Sistem otot pada ikan terpusat pada gerakan tubuh ke lateral, membuka dan menutup mulut serta gill apertura (operculum atau penutup lubang/celah insang) dan gerakan sirip yang relatif sederhana. Kebutuhan hidup di darat mengubah susunan ini. Musculus pada katak lebih kompleks daripada musculus pada ikan, tersusun atas serabut-serabut otot berbentuk gelendong. Bagian-bagian otot tersebut adalah: 1. Insertio, bagian ujung yang melekat lebih jauh dari linea mediana dan gerakannya lebih leluasa, 2. Origo, bagian ujung yang melekat dekat dari linea mediana. Pada beberapaa otot katak memiliki perluasan jaringan ikat yang disebut tendon. Fungsi tendon sebagai pengikat atau penghubung antara otot dengan tulang atau otot dengan otot. Apabila kulit katak dibuka, maka akan tampak beberapa otot. Beberapa otot yang tampak dari permukaan dorsal adalah otot-otot: depressor mandibulae,



dorsalis scapulae, latissimus dorsi, spinalis, longissimus dorsi, ileocostalis, coccygeolliacus, coccygeosacralis, dan iliacus externus. Sedangkan yang tampak dari permukaan ventral adalah otot-otot submandibularis, pectoralis, delloideus, rectus abdominis, obliquus abdominis externus, dan internus.



Sistem otot aksial pada amfibi masih metamerik seperti pada ikan, tetapi tampak tanda-tanda perbedaan. Sekat horisontal membagi otot dorsal dan ventral. Bagian dari sistem otot epaksial atau dorsal mempengaruhi gerakan kepala. Otot ventral, adalah menjadi bukti dalam pembagian otot-otot setiap segmen tubuh amfibi. Selanjutnya otot hipaksial terlepas atau terbagi dalam lapisan-lapisan, kemudian membentuk otot-otot oblique eksternal, oblique internal dan otot tranversus, sedangkan otot dermal sangat kurang. Berbagai macam gerakan pada amfibi, yaitu berenang, berjalan, meloncat atau memanjat, melibatkan perkembangan berbagai tipe otot. Beberapa di antaranya terletak dalam tungkai itu sendiri dan berupa otot-otot intrinsik. Berdasarkan aktivitas otot, maka dikenal beberapa tipe otot, sebagai berikut: •



Flexor : Mengikat satu bagian dengan bagian yang lain. Contoh: otot bisep







Extensor : Meluruskan suatu bagian. Contoh: otot trisep







Abductor : Menarik suatu bagian menjauhi sumbu tubuh. Contoh: Deltoid







Adductor : Menarik suatu bagian mendekati sumbu tubuh. Contoh: Latissimus dorsi







Depressor : Menurunkan suatu bagian mendekati sumbu tubuh. Contoh Otot depressor mandibulae







Lavator : Mengangkat /meninggikan suatu bagian. Contoh: masseter







Rotator : Memutar suatu bagian. Contoh: pyriformis



Sistem Sirkulasi Amfibi Jantung katak terbagi menjadi tiga ruang yaitu dua atrium dan satu ventrikel (yang tidak terbagi). Atrium berada di sebelah anterior dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel terletak di sebelah posterior, berdinding tebal , dan berbentuk conus. Di sebelah dorsal jantung terdapat sinus venosus yang berbentuk segitiga dan berdinding tipis. Sinus venosus tersebut berhubungan dengan atrium kanan melalui suatu lubang di tengah-tengah bentukan segitiga itu. Antara atrium kiri dan kanan terdapat septum interatrale. Kedua atrium berhubungan dengan ventrikel melalui ostium atrioventriculare. Pembuluh darah yang keluar dari dinding ventral jantung adalah truncus arterious. Pada pangkal truncus arterious tersebut terdapat tiga buah klep semilunares. Truncus arterious bercabang dua, di sebelah sebelah kiri dan kanan. Selanjutnya masing-masing bercabang tiga, yaitu: (1) arteria carotis communis, (2) arcus aorta, dan (3) arteria pulmocutanea, menuju ke paru-paru dan kulit. Arteria carotis communis berjalan ke cranial bercabang menjadi dua: kiri dan kanan. Masing-masing cabang ini bercabang lagi menjadi arteria carotis interna dan eksterna. Arcus aorta berjalan ke caudal, bercabang menjadi dua, kiri dan kanan terus melengkung ke arah dorsal rongga tubuh. Kemudian melanjutkan ke arah dorsal rongga tubuh, kemudian melanjutkan ke arah medio-caudal, selanjutnya bersatu dan berjalan terus ke caudal sepanjang columna vertebralis menjadi aorta dorsalis. Cabang-cabang dari aorta dorsalis, di antaranya adalah : (1) arteria coeliacomesentrica yang menuju ke ventriculus, intestinum, hepar, vesica fellea, dan lien, (2) arteria urogenitalis yang menuju ke ren, kelenjar kelamin dan corpus



adiposum, (3) arteria lumbalis yang menuju ke dinding lateral lumbal, (4) arteria hemorhoidalis yang menuju ke rectum, (5) arteria iliaca communis, menuju ke extremitas posterior. Vena yang masuk ke dalam jantung melalui sinus venosus ada tiga buah: (1) vena cava superior dexter, (2) vena cava superior sinister, (3) vena cava inferior. Ketiga vena ini mengalirkan darah venosus ke dalam atrium kanan. Adapun vena yang masuk ke atrium kiri adalah vena pulmonalis dexter dan sinister yang datang dari paru-paru membawa darah arterial. Pada Rana dijumpai sistem porta yang serupa dengan ikan yaitu sistem porta hepatica dan renalis. Sistem porta hepatica mengumpulkan darah dari saluran pencernaan makanan (ventriculus dan intestinum), limpa dan pankreas. Dari hepar ke luar vena hepatica membentuk persatuan dengan vena abdominalis yang mengumpulkan darah dari extremitas posterior, vasica urinaria dan dinding badan bagian ventral. Sistem porta renalis mengumpulkan darah dari extremitas posterior dan dinding tubuh bagian posterior. Sebelum bermuara ke dalam vena cava inferior, vena renalis di dalam ren membentuk anyaman kapiler. Darah yang berasal dari extremitas posterior sebagian mengalir ke dalam ren melalui sistem porta renalis kemudian dari situ melalui vena renalis masuk ke dalam vena cava inferior. Sebagian yang lain melalui vena abdominalis, mengalir ke dalam hepar, kemudian dari situ melalui vena hepatica masuk ke dalam vena cava inferior. SebagianSebagian besar amfibi mempunyai problem untuk mengisi jantung yang menerima darah oksi paru-paru dan darah deoksi yang tidak mengandung oksigen dari tubuh. Untuk mencegah banyaknya percampuran dua jenis darah tersebut, amfibi telah mengembangkan ke arah sistem sirkulasi transisional. Jantung mempunyai sekat interatrial, kantong ventrikular, dan pembagian konus arteriosus dalam pembuluh sistemik dan pembuluh pulmonari. Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan dari sinus venosus kemudian masuk ke sisi kanan ventrikel, dan dari sini dipompa ke paru-paru. Darah yang mengandung oksigen dari paru-paru masuk ke atrium kiri lewat vena pulmonalis kemudian menuju sisi kiri ventrikel untuk selanjutnya dipompa menuju ke



seluruh tubuh. Beberapa penegecualian terjadi pada salamander yang tidak mempunyai paru-paru, dimana celah interatrial tidak lengkap dan vena pulmonalis tidak ada. Sirkulasi darah pada katak yaitu : pertama darah dari seluruh tubuh memasuki ruang penerima yang besar yaitu sinus venosus yang mendorong darah masuk ke atrium kanan. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru dan kulit. Atrium kanan dan kiri berkontraksi secara tidak bersamaan sehingga meski ventrikelnya tidak terbagi, sebagian besar darah tetap terpisah saat memasuki ruang ventrikel. Jika ventrikel berkontraksi, darah dari paru-paru yang kaya oksigen memasuki aliran sistemik dan darah yang miskin oksigen memasuki aliran pulmonary. Pemisahan ini dibantu oleh katup spiral yang membagi aliran sistemik dan paru-paru di dalam conus arteriosus, dan dengan perbedaan tekanan darah pada paru-paru dan pembuluh darah sistemik meninggalkan conus arterious.



Kebanyakan pada amphibia pasangan arkus aorta pertama, kedua dan kelima hilang. Arkus aorta ketiga pada sisi dasar karotid internal, dan arkus aorta keempat merupakan sistem arkus yang menuju ke posterior berupa dorsal aorta. Bagian proksimal dari pasangan keenam arkus aorta cabang dari arteri pulmokutaneus, membawa darah ke paru-paru dan ke kulit dimana aerasi terjadi. Sistem venosus pada amfibi sangat mirip pada ikan paru-paru, kecuali pada vena abdominal masuk sistem portal hepatik ke sinus venosus.



Sistem Pencernaan Amfibi Katak air butuh sedikit kelenjar oral, karena makanan mereka berada di air sehingga tidak memerlukan banyak kelenjar mukus di mulut. Kelenjar-kelenjar ini banyak terdapat pada katak (frog) dan kodok (toad) darat, khususnya pada lidahnya, yang digunakan untuk menangkap mangsa. Amfibi darat juga memiliki kelenjar intermaksilari pada dinding mulutnya. Ada beberapa amphibia yang lidahnya tidak dapat bergerak, tetapi sebagian besar bangsa Amphibia mempunyai lidah yang dapat dijulurkan keluar (protrusible tongue) serta pada katak dan kodok lidah digulung ke belakang bila tidak digunakan. Esofagus pendek dapat dibedakan dari lambung. Usus menunjukkan berbagai variasi. Pada Caecillia menunjukkan ada gulungan kecil dan tidak dibedakan antara usus kecil dan usus besar, pada katak dan kodok terdapat usus yang relatif panjang, menggulung yang membuka ke kloaka. Sistem pencernaan makanan pada katak terdiri atas saluran pencernaan makanan dan kelenjar pencernaan makanan. Saluran pencernaan makanannya berturut dari cranial sampai caudal adalah cavum oris, faring, esofagus, ventrikulus, interestinum tenue, intestinum crassum, rectum, dan kloaka. Di dalam cavum oris terdapat gigi dan lidah. Gigi tersusun berderet di sepanjang tepi premaxilla, maxilla dan tulang vomer, berfungsi untuk menahan mangsanya. Lidah katak berlekuk di ujungnya atau bifida, dapat dijulurkan keluar dengan cepat, berpangkal di bagian anterior cavum oris. Fungsi lidah ini untuk menangkap dan memasukkan mangsanya ke dalam mulut. Cavum oris menyempit ke arah faring kemudian berlanjut sebagai esofagus, selanjutnya berhubungan dengan ventrikulus. Ventrikulus terdiri atas : pars cardiaca ialah bagian yang besar dan pars pylorica ialah bagian yang pendek dan sempit. Pada dinding ventrikulus terdapat kelenjar pencernaan makanan yang menghasilkan pepsin dan HCl. Pemasukkan makanan dari ventrikulus ke duodenum diatur oleh otot sphinter pylorii.



Duodenum ialah bagian awal usus halus yang memanjang ke arah anterior sejajar dengan ventrikulus. Bagian ini kaya dengan sel-sel piala yang menghasilkan mucus. Disini makanan diabsorbsi masuk ke dalam sistem porta hepatica, yaitu susunan vena yang membawa hasil-hasil pencernaan dari intestinum ke hepar sebelum kembali ke cor. Duodenum melanjutkan diri ke arah posterior kembali sebagai saluran yang berjalan berbelit-belit yang disebut dengan illium selanjutnya meluas dan disebut rectum, bagian ini pendek dan berakhir pada kloaka tanpa perubahan diameter. Hepar katak berlobus, menghasilkan empedu atau bilus. Bilus ini dihasilkan terus-menerus, selanjutnya ditimbun dalam suatu kantung, vesica fellea atau kantung empedu, yang terdapat diantara lobus hepaticus kiri dan kanan. Bilus selanjutnya dicurahkan ke dalam duodenum melalui ductus choledochus atau saluran empedu yang menembus jaringan pankreas. Pankreas ialah suatu kelenjar yang terdapat diantara duodenum dan ventrikulus yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Sel-sel eksokrin atau accini menghasilkan enzimenzim pencernaan makanan yang disalurkan melalui ductus pancreaticus atau saluran pankreas ke dalam duodenum atau usus duabelas jari.



Sistem Pernapasan Amfibi System pernafasan pada amphibi misalnya katak, berupa paru-paru, kulit, dan insang. Pada stadium larva, yaitu berudu, hewan ini bernafas dengan insang luar. Insang luar berupa 3 pasang lipatan-lipatan kulit yang banyak mengandung pembuluhpembuluh kapiler darah. Oksigen yang larut dalam air di sekeliling insang berdifusi kedalam



kapiler-kapiler



darah



dan



beredar



keseluruh



jaringan



tubuhnya.



Karbondioksida dibawa kembali oleh darah ke alat pernapasan untuk dikeluarkan dari tubuh. Pada salamander yang hidup di air, terdapat insang luar yang tetap ada pada stadium dewasanya.



Pada stadium katak dewasa katak bernafas menggunakan paru-paru (pulmo), kulit dan permukaan dinding cavumoris; semua alat pernafasan tersebut mempunyai epitelium yang selalu basah dan kaya akan kapiler darah. Paru-paru katak berjumlah sepasang. Struktur paru-paru katak berupa kantong tipis yang elastis, dilengkapi dengan lipatan-lipatan pada permukaan dinding dalamnya yang berguna untuk memperluas permukaan. Pada permukaan dinding dalam terdapat kapiler-kapiler darah yang berfungsi mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringanjaringan lain dan melepas CO2 ke paru-paru.



1. Mekanisme Pernapasan Katak Pada katak, baik saat berinspirasi (menghirup udara) maupun berekspirasi (mengeluarkan CO2), mulutnya selalu dalam keadaan tertutup. Pernapasan pada



katak diatur oleh kontraksi dan relaksasi otot perut dan otot rahang bawah. Alatalat pernapasan katak terdiri dari: rongga mulut – koane – paru-paru. 1. Inspirasi Mula-mula otot sternohioideus bersamaan dengan otot mylohyoideus berkontraksi sehingga rongga mulut membesar. Hal ini menyebabkan udara masuk rongga mulut, lalu menuju hulu tenggorokan lewat koane. Kemudian koane tertutup oleh klep, diikuti dengan berkontraksinya otot rahang bawah dan otot geniohioideus yang menyebabkan rongga mulut mengecil. 1. Ekspirasi Pertama otot mylohyoideus relaksasi dan otot sternohyoideus berkontraksi demikian dengan otot abdominis; akibatnya pulmo tertekan dan udara terdesak keluar. Kedua rima glottis menutup, otot submandibularis berkontraksi diikuti dengan otot geniohyoideus, akibatnya udara didalam cavumoris terdesak keluar melalui nares. Pertukaran gas terjadi pada dinding alveoli yang penuh dengan anyaman kapiler-kapiler darah. Hal ini terjadi pula pada permukaan kulit yang penuh dengan kapiler-kapiler darah percabangan dari arteri cutanea, yang dipercabangkan dari arteria pulmo cutanea. Pernapasan dengan kulit berlangsung pada amfibi sewaktu di darat maupun di air. Kulit katak selalu basah agar dapat berfungsi sebagai alat pernapasan. Selain itu, kulit katak sangat tipis, mengandung kapiler-kapiler darah, dan



dilengkapi



dengan



kelenjar-kelenjar



penghasil



lendir



di



bagian



korium/dermisnya serta di bawah kulit. Sistem Urogenital Amfibi Sistem ini masih disebut sebagai suatu sistem gabungan karena masingmasing sistem masih tergabung pada kloaka sebagai muara bersama baik untuk sistem ekskresi maupun untuk sistem reproduksi, dan kecuali untuk feses.



Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada anura pada umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara eksternal dilakukan di dalam perairan yang tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada anura ditemukan fenomena unik yang disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel di punggung betina dan mendekap erat tubuh betina yang lebih besar. Perilaku tersebut bermaksud untuk menekan tubuh betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa dibuahi jantannya. Amphibi berkembang biak secara ovipar, yaitu dengan bertelur, namun ada juga beberapa famili amphibi yang vivipar, yaitu beberapa anggota ordo apoda. (Duellman and Trueb, 1986). Pada katak, organ genitaljantan berupa sepasang testis berbentu oval berwarna keputih-putihan, terletak di sebelah anterior dari ren; diikat oleh alat penggantungnya yang disebut mesorchium yang terbentuk dari lipatan peritoneum. Corpus adiposum melekat di sebelah cranial testis, yakni suatu zat lemak yang berwarna kekuning-kuningan, sedang di sebelah median dataran testis terdapat saluran-saluran halus yang disebut vasa efferentiayang bermuara pada saluran kencing, kemudian menuju ke kloaka. Akhir dari ureter mengalami pembesaran dan disebut vesicular seminalis, sebagai tempat penampungan sementara spermatozoa. Organ genital betina terdiri atas sepasang ovarium dilekatkan dengan bagian dorsal coelom oleh alat penggantung yang disebut mesovarium, yang terbentuk dari lipatan peritoneum. Pada hewan yang telah dewasa kadang-kadang terdapat telur yang berwarna hitam dan putih berbentuk bintik-bintik. Pada ovarium juga terdapat corpus adiposum yang berwarna kekuning-kuningan. Pada “breeding season” telur yang telah masak menembus dinding ovarium untuk masuk ke dalam oviduct, yaitu suatu saluran yang berkelok-kelok dengan ujung terbuka sehingga tidak berhubungan dengan ovarium. Pada sebelah posterior saluran ini melebar dengan dinding yang tipis, kadang-kadang ada yang menyebut sebagai uterus. Selanjutnya ovum menuju ke kloaka pada suatu papilae.



Beberapa salamander siklus hidupnya berada diperairan, namun pada salamander purba kebanyakan metamorf yakni memiliki larva di air dan salamander dewasa hidup dibalik bebatuan lembab atau tempat yang basah. Telur salamander paling banyak dibuahisecara internal. Salamander betina bertelur diserabut atau tumbuhan air. Telur salamander menetas menjadi larva air yang memiliki insang dan ekor seperti finis. Sebagian salamander yang kebanyakan hidup didaratan menyimpan telurnya didalam tanah yang lembab dan menjaga telurnya sampai menetas. Telur menetas tanpa tahap larva, namun langsung menjadi salamander kecil yang menyerupai indukannya.



Transfer sperma dilakukan setelah betina memberi rangsangan dengan menempelkan dagunya di dasar ekor salamander jantan. Sperma salamander seperti agar agar putih yang keluar dari spermatofor dan kaki depan betina menyesuaikan posisi sampai spermatofor berada pada kloaka betina. Dan jantan membelokkan badannya keatas sampai sperma benar benar masuk pada tubuh betina dan terjadi fertilisasi secara internal.



Fertilisasi pada caecilians bersifat internal. caecilians jantan memiliki organ kopulasi yang menonjol. Telur biasanyadiendapkan di tanah lembab yang berada



didekat air. Beberapa spesies memiliki fase larva air. Perkembangan larva pada spesies lain terjadi di dalamtelur. Pada beberapa spesies telur dijaga dengan hatihati selama merekaberkembang dengan dilingkari oleh tubuh induk. Embrio caecilians mendapatkan makanan dengan makandinding saluran telur.



Organ eksresi pada amphibi berupa ginjal, seperti pada ikan sejenis opistonefros. Amphibi berekor ginjalnya berstruktur elongasi seperti pada Elasmobranchii tetapi pada jenis Anura ada tendensi menjadi pendek. Banyak amphibi yang sebagian atau seluruh hidupnya berada dalam air, korpuskel renalisnya berkembang untuk membantu mencegah pengenceran yang berlebihan dari cairan tubuh. Pembuluh arkinefrik amfibi jantan berupa genital ekskretori. Pembuluh arkinefrik tersebut hanya melakukan transport sperma. Sistem ekskresi sebagai sistem pembuangan zat-zat yang tidak berguna pada amphibi dilakukan oleh kulit, paru-paru, dan beberapa zat yang tidak berguna itu dilepaskan oleh hati berupa empedu dan yang terpenting dilakukan oleh ginjal. Ginjal amphibi berbentuk bulat panjang, berwarna coklat terpisah dari coelom di bawah vertebrae. Pemisahan ini disebut “retroperitonial”. Ginjal merupakan alat filter selektif untuk membuang sisa-sisa zat organis dan garam-garam mineral dari pembuluh darah. Proses filtrasi terjadi pada capsula renalis. Sebuah capsula renalis terdiri atas:Pembuluh darah kecil yang berlekuklekuk yang disebut “glomerulus”. Dinding ganda yang berbentuk mangkokan yang



disebut “capsula bowman”. Tubulus uriniferus yang merupakan pembuluh lanjutan dari capsula bowman dililiti oleh pembuluh darah arteri. Tubulus uriniferus akan menyalurkan



zat



sisa



pada



pembuluh



pengumpul



yang



disebut ductus wolfian atau ureter, yang merupakan pembuluh sepanjang dorsal menuju ke vesica urinaria sebagai penyimpan sementara. Akhirnya urine sebagai bahan sampah dibuang ke kloaka dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh. Sistem Saraf Amfibi Tiga bagian mendasar dari otak yaitu otak depan (telencephalon), yang berkaitan dengan indra penciuman, otak tengah (mesencephalon) yang berkaitan dengan penglihatan, dan hindbrain (rhombencephalon). Sistem saraf amfibi pada dasarnya sama seperti pada ikan. Pusat kegiatan otak berada pada bagian dorsal otak tengah, dimana sel-sel saraf (lapisan abu-abu) terkonsentrasi di dalam tektum. Lineal body ditemukan pada semua amfibi, tetapi Anura memiliki parietal body atau ujung organ pineal. Cerebellum yang mengkoordinasikan keseimbangan dan gerakan tidak berkembang baik pada amfibi, sehingga amfibi bergerak lamban, maka cerebellum sangat kecil kecuali pada Caecillia. Hanya ada 10 saraf cranial. Akar dorsal dan ventral dari spinal bergabung melalui foramen intervertebra.



Sistem Indra Amfibi Organ perasa pada amfibi, tidak seperti pada ikan, terbatas pada dinding mulut dan lidah. Khoane internal, apertura nasal berfungsi sebagai penciuman tetapi juga untuk saluran udara. Biasanya epithelium olfaktori lembut dan terbatas pada bagian dorsal nasal. Struktur olfaktori yang lain pada amfibi adalah organ (organ vomeronasal). Organ tersebut dipercaya mejadi alat bantu dalam merasakan makanan. Organ ini juga penting dalam tingkah laku reproduksi, karena aksi pertama adalah hewan jantan menyentuh hidung, kepala, dan leher betinanya.



Mata amfibi seperti vertebrata lain. Lensa mata tetap dan tidak berubah kecembungannya untuk jarak pandangan yang relative jauh. Pupil aperture mungkin vertikal, horizontal, tiga sudut atau empat sudut. Kelopak mata kurang bagus bagi yang di air tetapi berkembang bagus pada spesies yang hidup di darat. Kelopak bagian bawah biasanya lebih mudah bergerak daripada bagian atas. Karena kornea mata amfibi darat menjadi kering akibat evaporasi, maka perlu dibasahi dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar Harderian. Lacrimal atau kelenjar air mata pada amfibi, kurang bagus perkembangannya.



Parietal dan pineal body berfungsi sebagai fotoreseptor, sensitive terhadap gelombang panjang dan intensitas cahaya, berperan dalam termoregulasi dan orientasi arah. Fotoreseptor terhadap gelombang panjang, juga terdapat pada kulit katak dan salamander. Ada berbagai macam alat pendengaran amfibi. Salamander dan golongannya tidak punya pendengaran tengah, meski salamander dipercaya dapat mendeteksi vibrasi. Katak dan kodok mempunyai pendengaran tengah dan gendang telinga. Linea lateralis ada pada larva amfibi dan bahkan ditemukan pada katak dewasa untuk spesies katak yang hidup di air. Secara structural linea lateralis itu seperti pada ikan. Sistem Endokrin Amfibi Sistem endokrin pada amphibian mirip pada vertebrata tingkat tinggi. Katak misalnya memiliki kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi intern yang disebut hormon. Fungsinya



mengatur atau mengontrol tugas-tugas tubuh,



merangsang baik yang bersifat mengaktifkan atau mengerem pertumbuhan, mengaktifkan bermacam-macam jaringan berpengaruh terhadap tingkah laku mahluk. Pada dasar otak terdapat glandula epituitaria atau glandulae hypophysa. Bagiananterior kelenjarinipada larva menghasilkan hormone pertumbuhan. Hormon ini mengontrol pertumbuhan tubuh terutama panjang, dan kecuali itu mempengaruhi glandulaethyroidea. Pada katak dewasabagian anterior glandula epituitaria ini menghasilkan hormone yang menghasilkan hormone yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Jika kita mengadakan implantasi kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa yang tak dalam keadaan berkembang biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada hewan betina mengakibatkan hewan itu



menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada hewan jantan mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma. Kelenjar tiroid (gondok) yang terdapat di belakang tulang rawan hyoid menghasilakan hormon thyroid yang mengatur metabolism secara umum. Di sampingitu juga



dipercaya sangat



penting



dalam mempengaruhi periode



pelepasan lapisan luar kulit.Kelenjar ini menjadi besar pada berudu sebelum metamorphose menjadi katak. Jika kelenjar itu diambil maka berudu tidak akan menjadi katak. KelenjarKelenjar paratiroid (anak gondok) ada sebagai regulator kalsium dalam system endokrin. Kelenjar pankreas di samping menghasilkan enzim juga menghasilkan hormone insulin yang mengatur metabolism zat gula. Hormon itu dihasilkan oleh sekelompok sel yang disebut pulau Langerhans. Pada permukaan sebelah luar dari ginjal terdapat kelenjar supra renalis atau kelenjar adrenalis yang menghasilkan hormon adrenalin atau apinephrine yang bekerjanya berlawanan dengan insulin.



Ciri Khusus Amfibi Berikut ini terdapat beberapa ciri khusus amfibi, terdiri atas: •



Kulit dan kelenjar kulit



Kulit amfibi sangat penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit terjaga kelembabannya dengan adanya kelenjar mukosa, bahkan pada spesies yang hidup di air, mukus memberikan minyak pelumas bagi tubuh. Sebagian besar amfibi memiliki kelenjar glanular dan kelenjar mukus. Meskipun keduanya mirip dalam beberapa hal, kelenjar granular memproduksi zat abnoxious (menjijikkan) atau racun untuk melindungi diri dari musuh. Racun yang terdapat pada amfibi sangat bervariasi. Kodok yang hidup di laut (Bufo marinus) racunnya sangat manjur untuk membunuh anjing. Kelenjar racun pada katak dan kodok dapat menimbulkan iritasi pada kulit jika seseorang menyentuh binatang ini. Kelenjar mukus dan granular atau kelenjar racun dikelompokkan sebagai kelenjar alveolar. Kelenjar alveolar adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran pengeluaran, tetapi produknya dikeluarkan lewat dinding selnya sendiri secara alami. Akan tetapi ada juga beberapa amfibi yang mempunyai kelenjar alveolar tubuler, kelenjar demikian ini sering ditemukan di ibu jari pada katak dan kodok dan terkadang juga ditemukan di bagian dadanya. Kelenjar ini menjadi fungsional selama musim reproduksi dan mengeluarkan cairan yang membantu pejantan dalam melekatkan diri ke betina selama musim kawin, bahkan pada salamander terdapat kelenjar tubular pada dagu pejantannya yang mengeluarkan cairan khusus untuk menarik betina selama musim reproduksi. •



Warna tubuh Amfibi sangat beraneka ragam warnanya, hijau terang, kuning, orange dan



emas, sedangkan warna merah dan biru jarang ditemukan. Warna tubuh pada amfibi bisa disebabkan oleh karena pigmen atau secara structural, atau dihasilkan oleh keduanya (paduan pigmen dan structural ). Pigmen pada amfibi, sebagaimana pada ikan, terletak pada kromatofora di kulit. Sel-sel pigmen ini biasanya dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung.



Melanofora mengandung pigmen coklat dan hitam dan lipopora mengandung pigmen merah, kuning, dan orange. Amfibi juga memiliki sel-sel pigmen yang disebut guanofora, semacam iridosit pada ikan, mengandung kristal guanine yang dapat memproduksi iridesen atau efek putih terang. Umumnya lipofora terletak didekat permukaan kulit, lebih ke arah dalam terdapat guanofora dan yang paling dalam terdapat melanofora. WarnaWarna pada beberapa amfibi ketika ditempatkan di lingkungan yang gelap menjadi tampak bercahaya, adalah merupakan hasil dari simulasi kelenjar pineal menghasilkan melatonin (zat sejenis hormon) yang mampu mengurangi kuantitas cahaya atau sinar gelombang panjang. Kemudian kontak hormon kromatotrofik hipofise yang menyebabkan perluasan melanofora, akibatnya melanofora berkontraksi dan menghasilkan efek tubuh menjadi lebih bercahaya. Percobaan dengan menghilangkan kelenjar pineal (pineale-ctomized) menyebabkan tubuh katak tersebut tidak bercahaya ditempat gelap. Beberapa amfibi mempunyai pewarnaan yang bersifat protektif. •



Pergantian kulit Seluruh kulit amfibi terlepas secara periodik. Proses ini berlangsung



dibawah kontrol hormon. Lapisan luar kulit tidak hanya satu bagian, tidak sebagaimana pada reptile, tetapi dalam fragmen, meskipun tungkai biasanya utuh dan mengelupas bersamaan. Frekuensi bergantinya kulit bermacam-macam pada spesies yang berbeda. Pengelupasan kulit pada katak hijau, mungkin terjadi setiap bulan atau lebih. •



Alat gerak (appendages) Amphibia mempunyai dua pasang tungkai pentadaktila, ternyata terjadi



variasi oleh karena adaptasi untuk hidup di darat, air, arboreal (hidup di atas pohon) dan di bawah tanah. Semua Caecillia di daerah tropis bertungkai, tubuhnya memanjang (wormlike) dan teradaptasi hidup di liang dengan cara menggali humus atau kayu-kayu yang membusuk.



Sebagian besar amfibi berekor modern memiliki empat tungkai relative lemah yang tidak cocok untuk berjalan cepat di tanah. Umumnya kaki depan memiliki 4 jari dan kaki belakang 5 jari, tetapi pada beberapa spesies terjadi pengurangan. Secara umum katak dan kodok, jumlah jari tungkai depan biasanya 4 buah, tungkai belakang memanjang dan biasanya untuk melompat. Kebanyakan katak dan kodok memiliki 5 jari pada tungkai belakang dan jari tambahan yang diketahui sebagai prehaluk pada sisi ventral kaki. Prehaluk ini pada Spadefoot (katak penggali tanah) berupa tulang-tulang yang tajam yang digunakan untuk menggali, untuk bersembunyi di dalam tanah. Ada berbagai variasi struktur kaki belakang Anura, ada yang berselaput meluas sampai ke jari dan yang lainnya ada tetapi tidak sampai meluas ke jari atau bahkan tidak ada sama sekali. Anura tidak mampu melakukan regenerasi tungkai ataupun jari yang hilang, tetapi pada salamander mampu melakukannya. Klasifikasi Amfibi Terdapat tiga Ordo dalam Kelas Amfibi yaitu, Ordo Caudata (Urodela), Gymnophiona (Apoda), dan Anura (Simon & Schuster’s, 1989). Klasifikasi Amfibi menurut Goin, Goin dan Zug (1978) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Amphibia Bangsa : Caudata, Gymnophiona dan Anura. 1. Bangsa Caudata (Urodela)



Bangsa Caudata atau salamander merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia. Bahkan hampir diseluruh wilayah Asia Tenggara ordo ini tidak dijumpai dihabitat aslinya. Daerah terdekat dapat ditemukan salamander diwilayah Vietnam Utara dan Thailand Utara (Iskandar, 1998). Ordo Caudata merupakan satu-satunya amfibi yang tetap memiliki ekor selama siklus hidupnya. Tubuh Ordo ini mirip dengan kadal (bekarung). Beberapa jenis saat dewasa tidak memiliki insang. Sabuk-sabuk skelet hanya kecil bantuannya dalam menyokong kaki. Tubuh dengan jelas terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Bagi ordo yang berada pada habitat akuatik, memiliki bentuk yang sama dari larva sampai dewasa. Dari larva menjadi dewasa memerlukan waktu yang lama. Beberpa contoh spesies dari Ordo Caudata diantaranya, Himalayan newt, Tylototriton verrucosus , Andrias japonicus (salamander raksasa, Cina dan Jepang, kira-kira 150 cm), Ambystoma mexicanum (Axolotl), dan Ambystoma tigrinum (tidak memiliki insang saat dewasa) (Brotowidjoyo, 1989). Simon dan Schuster’s (1989) menyatakan Bangsa Urodela terbagi atas 8 Famili, yaitu: Famili Hynobiidae (hidup di dataran Asia), Famili Cryptobranchidae (hidup di sungai), Famili Plethodonthidae, Famili Proteidae (selalu dalam stadium larva), Famili Serenidae (selalu dalam stadium larva tanpa ektremitas posterior), Famili Ambystomidae, Famili Salamdridae, dan Famili Amphiumidae. 2. Bangsa Apoda (Gymnophiona) Bangsa Gymnophiona atau sesilia merupakan satwa yang dianggap langka dan sulit ditemukan dihabitat asliya. Jumlah jenis dari Bangsa ini adalah sebanyak 170 jenis dari seluruh jenis amfibi. Salah satu famili yang dapat dijumpai diwilayah Asia Tenggara adalah Ichthyophiidae (Iskandar, 1998). Bangsa Apoda merupakan Amfibi tidak bertungkai. Bentuk tubuh panjang dan tidak memiliki extremitas, sehingga sekilas Nampak seperti ular. Amfibi ini terdiri dari segmen tubuh yang membedakan dengan ular yang mempunyai sisik, badan berbentuk silinder, mulut membulat, jarak antara mata mudah dibedakan, tentakel



berukuran kecil dan berada di depan atau di bawah mata. Warna tubuh coklat gelap atau biru gelap, bagian sisi tubuh berwarna kuning terang (Mistar, 2003). Hewan ini merupakan salah satu jenis Amfibi yang paling langka karena sulit ditemukan dihabitatnya. Sesilia merupakan amfibi yang hidup didalam tanah. Sesilia banyak dijumpai di daerah Afrika dan Amerika Selatan. Empat dari 7 suku dikenal secara luas dan salah satunya yaitu Ichthyophiidae yang telah tercatat di Asia Tenggara. Genus yang mendominasi, yaitu Ichthyophis (Iskandar, 1998). 3. Bangsa Anura Bangsa Anura merupakan satwa yang sering dijumpai dan menyebar luas di Indonesia. Bangsa Anura terdiri dari katak dan kodok (Iskandar, 1998). Kodok dalam bahasa inggrisnya toad dan (Mardinata, 2017). Saat ini terdapat lebih dari 6.260 jenis Anura di dunia dan di Indonesia memiliki sekitar 363 jenis, yang berarti mewakili sekitar 11% dari seluruh Anura di dunia.Ciri-ciri umum yang dimiliki ordo Anura antara lain, Tungkai depan lebih kecil dan lebih pendek daripada tungkai belakang, kepala dan badan bersatu.Ukuran tubuh pendek, lebar dan kaku. Posisi seperti berjongkok dan tidak memiliki ekor saat dewasa (Iskandar dan Tjan, 1996; Nasaruddin, 2000). Simon dan Schuster’s (1989) terdapat 16 famili dalam Ordo Anura, yaitu Famili Liopelmidae (meliputi katak yang primitif, aquatik dan teresterial), Famili Pipidae (meliputi katak yang bertubuh pipih, merupakan katak yang melakukan penyesuaian terhadap lingkungan perairan), Famili Ranidae (katak sejati), Famili Bufonidae, Famili Rachoporidae, Famili Mycrohylidae, Famili Discoglossidae, Famili Pelobatidae, Famili Brevicivitadae, Famili Pseudidae (meliputi katak-katak aquatik dari Amerika Selatan), Famili Hylidae dan Famili Leptodactylidae. Umumnya Bangsa Anura memiliki selaput (webbing) diantara ruas-ruas jarinya, walaupun sebagian didapatkan tidak berselaput seperti Genus Leptobrachium dan Megophrys. Selaput yang dimiliki Bangsa Anura digunakan untuk berenang, jadi ada tidaknya selaput sangat sesuai dengan habitat yang ditempatinya. Warna yang dimiliki Ordo Anura memiliki warna bermacam-macam tergantung familinya seperti



famili Rhacophoridae cenderung berwarna terang sedangkan famili Megophrydae cenderung berwarna gelap karena sering ditemukan di serasah daun (Mistar, 2003). Ukuran SVL (Snout Vent Length) Anura berkisar dari 1-35 cm, tetapi kebanyakan berkisar antara 2-12 cm (Mardinata, 2017). Meski seringkali dianggap sama katak dan kodok memiliki perbedaan morfologi yang cukup signifikan. Katak memiliki kulit licin dan halus, tubuh ramping, dan kaki yang lebih kurus dan panjang. Warna katak bervariasi, dari hijau, coklat, hitam, merah, oranye, kuning dan putih. Pada beberapa jenis katak, sisi tubuhnya terdapat lipatan kulit berkelenjar mulai dari belakang mata sampai di atas pangkal paha, yang disebut lipatan dorsolateral. Kodok memiliki tubuh yang lebih pendek dan gemuk dengan kulit kasar dan tertutup bintil-bintil. Kulit kodok lebih terlihat kering karena banyak dijumpi didaerah terrestrial. Kebanyakan kulit kodok berwarn gelap (Mardinata, 2017). Di Indonesia terdapat sepuluh famili dari keseluruhan Bangsa Anura yang ada di dunia. Bangsa Anura yang terdapat di Indonesia adalah Bombinatoridae, suku yang paling sederhana untuk Indonesia, suku Bufonidae dengan 35 jenis dan terdiri dari enam marga, Microhylidae merupakan suku terbesar di Indonesia, suku Ranidae mempunyai 100nis terbagi dalam delapan marga, suku Megophrydae dengan 15 jenis dalam empat marga, suku 100idae dengan dua jenis yang diintroduksi ke Jawa, suku Rhacophoridae diwakili oleh lima marga dan 40 jenis, suku Lymnodynastidae yang diwakili oleh dua marga, suku Myobatrachidae yang diwakili oleh tiga marga, dan suku Pelodryadidae mempunyai sekitar 80 jenis yang tersebar di subwilayah Papua (Iskandar, 1998). a.Famili Bufonidae (Kodok Sejati)



Bufonidae adalah kelompok hewan yang sangat unik jika dibandingkan dengan Anura l



dikarenakan adanya organ Bidder yaitu suatu organ yangbersifat ovary yang akan berkembang di bag



ujung anterior testis larva jantan. Gigi hampir keseluruhan tidak ada, suatu kondisi yang jarang terj



pada “katak”. Glandula kutaneus utama, disebut sebagai kelenjar paratoid terletak di bag



posterodorsal kepala, merupakan karakteristik dari kebanyakan spesies Bufonidae. (Pough et al., 199



Sebagian besar spesies dari Bufonidae merupakan hewan terrestrial akan tetapi ada juga yang semi akuatik (Ansonia) dan sedikit yang arboreal (Pedostibes). Bufonidae tipe amplexusnya axillary, dan kebanyakan mendepositkan rangkaian telur (seperti rantai) di kolam atau di aliran sungai yang kemudian akan menetas menjadi larva yang hidup bebas (Pough et al., 1998). Ciri khusus yang dimiliki Famili ini adalah adanya membran paratoid yang biasanya berada dibelakang mata dengan ukuran yang beragam serta bintil-bintil tanduk yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya Bufonidae memiliki bentuk tubuh gemuk, kekar, dengan empat tungkai dengan jari-jari yang melebar, melebar sebagian atau bebas dan ujung jarinya tidak membentuk kuku, pada banyak genera membentuk huruf “T”. Tipe gelang bahunya arciferal, epicoracoidnya saling tumpang tindih dan sacral diapophysis melebar. Hewan ini mempunyai penyebaran yang sangat luas, kecuali di Madagascar, Papua New Guinea, dan Polynesia (Pouggh, 1998). Famili Bufonidae diperkirakan mempunyai 380 jenis yang terbagi dalam 33 genera. Menurut Mistar (2003) Lima marga dari Famili Bufonidae terdapat di Sumatera empat di antaranya dipastikan terdapat dalam kawasan ekosistem leuser dan satu marga yaitu Pseudobufo di yakini terdapat dalam kawasan (misalnya Suaq Balimbing) jika dilakukan survei pada lokasi sungai-sungai besar yang dekat dengan pantai. Contohnya: Bufo asper, Leptophryne barbonica, dll. b. Famili Ranidae (Katak Sejati) Famili ini termasuk dalam Superfamili Ranoidea. Hewan ini dikenal dengan nama “Katak” (Frogs) yang mudah dikenal dengan mempunyai kaki yang berkembang baik, kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan, yang berfungsi untuk melompat. Katak ini penyebarannya luas, dapat dijumpai pada setiap benua, kecuali Antartika. Hewan ini mempunyai gelang bahu yang berkembang baik, tanpa tulang rawan, epicoracoidnya saling bertemu ditengah (firmisternal). Sacral diapophysis silindris. Jarijari kaki lebar atau bebas, ujung jari lancip atau mebentuk piringan (discs), tetapi jarang membentuk cakar dan tidak mempunyai tambahan intercalary (Iskandar, 2002).



Famili Ranidae (katak sejati) merupakan salah satu famili yang paling melimpah keberadaannya di alam. Famili ini banyak dijumpai di sekitar aliran sungai (Mistar, 2003).Tipe amplexus pada famili ini sebagian besar adalah axillary. Kebanyakan spesies meletakkan telurnya di dalam air dan memberi makan pada berudunya (indirect development) akan tetapi pada Anhydrophryne Afrika danCeratobtrachus Asia memiliki direct development. Famili ini ditandai dengan kulit yang licin dan biasanya memiliki ekstremitas bagian bawah yang sangat panjang. Dua anak suku dipisahkan berdasarkan morfologi jari dan lipatan dorsolateral yang menjadi ciri utama famili ini (Mistar, 2003). Ranidae ini diperkirakan terdiri dari 700 lebih spesies yang diklasifikasikan dalam 46 genera. Persebaran geografisnya kosmopolit kecuali di daerah ekstrem (Pough et al., 1998). Menurut Mistar (2003) Famili Ranidae merupakan katak yang persebarannya sangat luas di Indonesia yang diwakili oleh sepuluh marga dan kelima marga terdapat dalam kawasan ekosistem leuser. Habitat Famili Ranidae sangat beragam dari hutan mangrove sampai hutan pegunungan. Contohnya: Rana hosii, Huia sumatrana, dll. c. Famili Microhylidae (Katak Mulut Sempit) Jari secara normal terpisah, ujung jari mungkin tidak membentuk piringan dan tidak membentuk cakar. Sebagian besar anggota Famili ini tidak memiliki gigi. Sacral diapophysis sedikit melebar. Hewan ini hidup meliang di tanah atau tinggal dalam lubang tumbuhan. Penyebarannya sangat luas pada daerah tropis. Anggota Famili ini diperkirakan 315 spesies yang terbagi dalam 65 genera. (Pough et al., 1998). Famili Microhylidae merupakan salah satu famili yang sering di jumpai di daerah rerumputan di sekitar parit-parit pemukiman penduduk. Famili ini memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil sesuai dengan namanya “Micro” yang berarti kecil. Selain itu famili ini memiliki mulut yang sempit. Menurut Mistar (2003) Famili Microhylidae merupakan katak berukuran kecil sampai sedang menempati habitat dari daerah perkotaan, perkebunan, padang rumput sampai hutan primer. Beberapa spesies hidup dalam lubang-lubang pohon, yaitu Metaphrynella sundana, Phrynella pulchra, dua spesies hidup dalam lubang tanah



Kaloula baleata dan Kaoula pulchra. Di Sumatera dan kawasan ekosistem leuser diwakili oleh lima marga, yaitu Calluella, Kaloula, Phrynella, Kalophrynus dan Microhyla. Contohnya: Microhyla bedmorei, Microhyla heymonsi, dll. dd. Famili Rhacophoridae (Katak Pohon Asia Selatan) Tipe gelang bahu firmisternal, vertebrae procoel. Ada elemen interkalar pada digiti. Amplexus bertipe axillary. Ukuran SVL tubuh bervariasi kurang dari 20 mm hingga lebih dari 120 mm. Sebagian besar habitatnya arboreal dan pada ujung jari kakinya terdapat disk. Tergolong dalam katak pohon dunia lama. Meskipun begitu, ada juga Rhacophoridae yang terrestrial dan disk-nya tidak berkembang. Beberapa spesies meletakkan telur di dalam air dan memiliki berudu akuatik, akan tetapi ada juga beberapa genus (Polypedates, Rhacophorus, Chiromantis) yang membuat sarang busa di air atau pada vegetasi yang terletak di atas air. Chiromantis membuat sarang pada cabang pohon, satu sarang busa ini dibuat oleh beberapa individu. Kemudian busa akan mengeras untuk melindungi telur dari kekeringan hingga telur menetas dan kemudian larva akan jatuh ke air yang ada di bawahnya. Beberapa spesies yang lain menempatkan telur mereka di dalam lubang pohon. Spesies dari genus Philautus meletakkan sekelompok kecil telur di pepohonan dan kemudian telur akan mengalami perkembangan langsung (direct development) (Pough et al., 1998). Menurut Mistar (2003) di Sumatera, Famili Rhacophoridae terdapat empat marga, keempat marga tersebut dalam kawasan ekosistem leuser yaitu Nyctixallus, Philautus, Polypedates dan Rhacophorus. Contohnya: Polypedates leucomystax, Rhacophorus dulitensis, dll. ee. Famili Megophrydae (Katak Serasah) Famili ini terdiri dari 6 genera (Leptobrachium, Leptobrachella, Leptolalax, Megophrys, Ophryophryne, Scutiger) dengan spesies yang berjumlah sekitar 80 spesies. Distribusinya di daerah tropis dan subtropis Asia dari Nepal sampai Filipina. Spesies anggota dari famili ini berukuran kecil hingga besar (15 -120 mm SVL dewasa). Pada tengkorak, palatin kecil dan memiliki sepasang frontoparietal. Facial nerve keluar melalui foramen akustik anterior di dalam kapsul auditory. Columna vertebralis memiliki 8 presacral vertebra



stegochordalyang kesemuanya amphicoel. Gelang bahu bertipe archiferal dengan sternumyang berbeda. Fibula dan tibia menyatu di bagian ujung proximal dan ujung distal (Zug et al., 2001). Famili Megophrydae lebih dikenal dengan nama katak serasah sering dijumpai dibawah serasah atau daun-daun kering. Memiliki kaki yang relatif pendek sehingga katak jenis ini bergerak lambat. Di Indonesia, famili ini diwakili oleh empat genus, salah satunya adalah Leptobrachella merupakan salah satu famili yang terkenal dengan tubuhnya yang kecil dan endemic di wilayah Kalimantan (Iskandar, 1998). f. Famili Pelodryadidae Katak pohon yang dapat dijumpai didarah Australo-Papua dan menyebar meluas hingga kewilayah Wallace, khususnya Maluku dan Nusa Tenggara bagian timur. Terdapat 80 jenis terdapat diwilayah Indonesia dan Papua Nugini dari 200 jenis yang termasuk famili ini. Suku ini terdiri dari tiga marga yakni, cyclorama, Litoria, dan Nyctymytes. Marga yang pertama, cyclorama terdiri dari sekitar 15 jenis katak pohon yang bukan aboreal dan dianggap menggantikan jenis-jenis Ranidae di Australia. Marga kedua, Nyctymytes mempunyai karakteristik adanya jaringan urat pada pelupuk mata bawah. Marga ini terdiri dari kira-kira 30 jenis dengan lima jenis di Australia. Marga yang paling besar, Litoria mempunyai kira-kira 180 jenis, terbagi dua di Australia dan subkawasan Papua. Hanya dua jenis telah dilaporkan dari laur wilayah tersebut (Jawa dan Negros, Filipina), tetapi keabsahan jenis tersebut dipertanyakan (Iskandar, 1998). Marga Litora memiliki diskripsi morfologi tubuh berukuran sedang, kepala pipih dan lebih besar, panjang kepala sepertiga panjang ujung moncong sampai lubang kloaka, moncong membulat, tympanium tersembunyi, warna hijau seluruhnya sedangkan bagian dagu krem, lipatan supratimpanik yang jelas, jari-jari tidak berselaput tetapi jari kelima yang setengah berselaput, tekstur kulit kusam, permukaan perut berbintil-bintil kecil. Adanya jenis ini masih dipertanyakan, kecuali Litoria infrafrenata karena pernah diintroduksi ke Jawa(Iskandar, 1998). Peranan Amfibi Amphibia memiliki banyak manfaat bagi manusia. Peranan amphibia atau manfaat amphibia bagi kehidupan manusia ialah sebagi berikut:







Katak diambil daging dan telurnya yang kemudian dikonsumsi.







Kulit katak dapat dibuat jaket dan berang kerajinan lainnya jika diberi samak.







Katak berfungsi sebagai pemberantas nyamuk yang dilakukan secara biologi dan juga sebagai pengendali serangga hama pada pertanian.







Katak dapat digunakan dalam tes kehamilan seperi bufo melanostictus, karena dapat mengjhsilkan hormone perang gonad yang efeknya sama dengan hormon perangsang gonad yang terdapat dalam urine wanita hamil.







Dapat digunakan sebagai racun untuk anak panah yang biasa dilakukan oleh suku Indian.







Racun bufotalin dan bufotenin dihasilkan oleh jenis kodok bufo marinus yang dimanfaatkan sebagai penguat denyut jantung.



Daftar Pustaka: 1. Masjhudi. Amphibia : Lingkup dan Pembahasannya. 1999. Malang : FMIPA UM 2. Keneneth V. kardong., Edward J. Zalisco. 2009. Comparative Vertebrate Anatomy: A



Laboratoty Dissection Guide, Fifth Edition. New York.



McGraw-Hill Companies. 3. Hickman, C.P., Roberts, L.S., Larson, A., I’Anson, H., and Eisenhour, D.J. 2006. Integrated



Principles of Zoology (Thirteenth Edition). New York.



McGraw-Hill Companies. 4. Djarubito Brotowidjoyo, Mukayat.1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga. 5. Campbell, Reece, Michele. 2003. Biologi Edisi Kelima-Jilid III. Jakarta: Erlangga.



6. Tuti Kurniati, M.Pd, Bintarti Yusriana, M.Si, Sumiyati Sa’adah M.Si. 2011. Zoologi Vertebrata. Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. UIN SGD Bandung.