2 - Konsep Kesejahteraan Eko Menurut Maslow Halaman 26 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



Bab 1 PENDAHULUAN



Latar Belakang Masalah Aristoteles (384-322 SM) dan Smith (1723-1790) adalah tokoh yang memiliki historis yang amat jauh dengan kita. Bahkan, di antara keduanya terdapat jarak waktu yang sangat berbeda. Namun demikian, keduanya menjelaskan hal yang sama. Ekonomi adalah kegiatan manusia yang melibatkan banyak orang dalam menggunakan sumberdaya yang langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi untuk menyalurkannya. Ekonomi secara garis besar mencakup tiga aspek di atas, yaitu produksi, konsumsi, dan distribusi. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan integral untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan. Kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi harus menuju pada satu tujuan yang sama, yaitu mencapai kesejahteraan yang maksimum bagi umat manusia. Inti ekonomi menurut Quesnay (1694-1774) adalah produksi. Tanpa produksi, ekonomi



masyarakat



menjadi



mati



dan



masyarakat



tersebut



tidak



dapat



mengorganisasikan dirinya ke dalam masyarakat ekonomis (Zainun 2008, hal. 21). Friedman –sebagaiamana dikutip oleh Chapra- menyatakan untuk mengadakan alokasi sumber daya secara efisien dan pendistribusiannya secara merata, maka hal fundamental adalah menjawab apa, bagaimana, dan untuk siapa melakukan produksi (2000, hal. 4).



2 Ini menunjukkan berapa jumlah barang dan jasa yang harus diproduksi, siapa yang akan memproduksinya, dengan kombinasi sumber-sumber daya apa saja dan dengan teknologi yang bagaimana serta siapakah yang akan menikmati barang dan jasa yang diproduksi itu. Di antara kegiatan ekonomi yang memberi perhatian utama pada kegiatan produksi yang melibatkan banyak orang, kaum fisiokratis memandang pertanian sebagai salah satu model bagi kegiatan produksi. Hal ini terutama karena tujuan dasar dari kegiatan pertanian adalah mengolah tanah, menanam benih, dan memetik hasil pertanian. Seluruh kegiatan ini disebut produktif. Selain itu, produktivitas dalam dunia pertanian menguntungkan (Zainun 2008, hal. 21). Oleh karena itu, para fisiokratis berpendapat bahwa keuntungan merupakan kunci utama kegiatan bisnis dan ia bukanlah usaha yang subsisten yang sekadar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dan sudah semestinya, kegiatan produksi dilakukan secara efisien dan adil sehingga sumber daya yang tersedia bisa mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia. Kapitalisme, misalnya menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta pemenuhan “keinginan” menurut preferensi individual sebagai sangat esensial bagi kesejahteraan manusia (Chapra 2000, hal. 18). Mill (1806-1873) menambahkan, kesejahteraan suatu bangsa tidak ditandai oleh pemenuhan kebutuhan fisik sesaat, melainkan oleh kontinuitas produksi sehingga setiap permintaan akan produk harus dijamin melalui keinginan sang kapitalis dan sang pekerja, yang menjamin jalannya roda produksi dan uang. Maka, kemampuan produksi merupakan mesin yang mendorong terciptanya kemakmuran (On Liberty, London: Penguin Books, 1974).



3 Konsumsi dalam teori Maslow tidak bisa dipisahkan dari asumsi bahwa manusia memiliki kepentingan atas dua barang. Namun, keberadaan suatu asumsi tidak bisa dipisahkan dari pengaruh pemikiran masyarakat mengenai kebutuhan barang dan kegiatan sosial atau keagamaan dimana asumsi itu dibangun (Sudarsono 2007, hal. 184). Dalam kaitannya, teori ekonomi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan semakin tinggi semakin tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan semakin rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya (Ibid, hal. 168). Kepuasan dalam terminologi Maslow ini bisa dimaknai bahwa sesuatu yang terjadi bila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisik. Teori nilai guna adalah teori yang lebih dahulu dikembangkan di dalam menerangkan individu di dalam melakukan pemilihan barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsi. Analisis ini memberikan gambaran secara jelas tentang prinsip pemaksimum kepuasan yang dilakukan orang berpikir secara rasional dalam memilih jenis barang yang akan dibeli dan dikonsumsi. Tetapi, dari kenyataan teori ini terdapat kelemahannya; karena kepuasan tidak dapat dihitung dengan angka-angka, kepuasan adalah sesuatu yang relatif oleh karena itu tidak mudah diukur. Selain itu, kepuasan manusia dalam memiliki barang lebih banyak dipengaruhi beragam keinginan. Beragamnya keinginan dipengaruhi berbagai preferensi; misalnya pengaruh media, lingkungan, sehingga rasa kepuasan setiap orang tidak dapat disamaratakan karena ukuran pun tidak rata. Oleh karena itu, teori nilai guna kurang mewakili untuk digunakan sebagai pengukur tingkat kepuasan (Khan 1992, 172-176). Utilitarianisme yang diperkuat oleh materialisme, telah menyediakan rasional logis bagi nafsu mencari kekayaan dan kenikmatan jasmaniah, ia melihat konsumsi



4 sebagai tujuan tertinggi dari kehidupan ekonomi, sumber utama “kebahagiaan Bentamit, justifikasi tertinggi bagi semua usaha dan kerja manusia”. Ia juga memandang upaya memaksimalkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan sebagai kebaikan tertinggi (Chapra 2000, hal. 28). Oleh karena itu, konsumsi harus berorientasi kepada kesejahteraan maksimum sehingga tetap menjaga keseimbangan kebutuhan antarindividu dan keseimbangan antaraspek kehidupan. Kaum fisiokratis memandang distribusi mengandung dua dimensi, pertama dimensi ekonomi dan kedua dimensi sosial. Dimensi ekonomi meliputi kegiatan penjualan hasil pertanian di pasar. Keuntungan yang diperoleh di pasar memberi jaminan bagi keberlangsungan kegiatan produksi pertanian itu sendiri. Jadi, distribusi pertanian dalam pengertian fisiokratis berarti distribusi di pasar. Pandangan di atas terdapat kesamaan dengan kaum merkantilis yang menyatakan pasar merupakan ruang bagi distribusi barang dari satu orang kepada orang yang lain (Zainun 2008, hal. 22). Adapun yang dimaksud dengan distribusi mengandung dimensi sosial, yaitu distribusi yang menyangkut bagaimana hasil produksi pertanian di-sharing-kan dengan banyak orang dalam suatu masyarakat. Distribusi sumber daya dan output harus dilakukan secara adil dan merata sehingga memungkinkan setiap individu untuk memiliki peluang mewujudkan kesejahteraan bagi kehidupannya. Dalam istilah Sismonde (1773-1842) –sebagaimana dikutip oleh Zainunkesejahteraan bersama sebagai tujuan ekonomi. Sismonde menunjukkan, bahwa ekonomi sosial merupakan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada prinsip kesejahteraan bersama, di atasnya, produksi barang dan layanan dapat ditangani



5 sedemikian rupa sehingga kesejahteraan dan kemakmuran manusia dapat dimaksimalkan (2008, hal. 105). Dalam pemikiran ekonomi sosial, kesejahteraan bersama diartikan sama dengan kepentingan bersama anggota masyarakat. Secara lebih operasional, tugas ekonomi sosial adalah memberi kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk merealisasikan kepentingan bersama, sehingga kebutuhan dasarnya sebagai anggota masyarakat terpenuhi. Dalam konteks terpenuhinya kebutuhan dasar, manusia yang lahir ke muka bumi dibekali dengan kekuatan jasmani dan rohani serta dilengkapi perasaan, akal, dan naluri. Kedua komponen jasmani dan rohani ini memerlukan kebutuhan yang harus dipenuhi. Komponen jasmani memerlukan kebutuhan jasmani atau kebutuhan tubuh yang berwujud, seperti makan, minum, pakaian, rumah, dan sebagainya. Begitu pula komponen rohani memerlukan kebutuhan berupa ketenangan, kesenangan, dan kenikmatan, seperti pendidikan, agama, siraman rohani, dan rekreasi. Kebutuhan jasmani dan rohani tersebut harus dipenuhi agar hidup manusia dapat berlangsung dengan baik dan bahagia. Muthahhari menyatakan potret manusia sebagai makhluk material dan spiritual dengan dimensi tersendiri. Di dalam diri manusia terdapat unsur lain yang mampu menuntun mereka ke arah pemahaman terhadap diri dan alam mereka, sedang makhlukmakhluk lain tidak memilikinya. Potensi gaib ini disebut sebagai ‘akal pikiran’ (1995, hal. 125). Lebih lanjut Muthahhari mengatakan, berkenaan dengan hasrat-hasrat yang menguasainya, manusia dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan alam seperti halnya makhluk yang lain. Kebutuhan untuk makan, istirahat, tidur dan melakukan hubungan



6 seksual, menarik mereka ke alam material. Tetapi, ada pesona-pesona lain yang memandu mereka ke arah tujuan-tujuan nonmateri yang tak berbobot dan tak pula bersubstansi, yang tak mungkin diukur dengan alat ukur duniawi (1995, hal. 126). Kebutuhan1 berasal dari akar kata butuh yang mempunyai makna sangat perlu menggunakan, memerlukan. Kebutuhan berarti sesuatu yang dibutuhkan baik dalam individu maupun kelompok. Makna kebutuhan



berbeda



dengan



makna keinginan.



Jika kebutuhan



didefinisikan dengan sesuatu yang sangat dibutuhkan, maka keinginan mempunyai makna hasrat, hendak, mau, menginginkan, mengharapkan, menghendaki. Keinginan berarti barang yang diingini, perihal ingin: hasrat, kehendak dan harapan (Muthahhari 1995, hal. 379). Arti dan makna kedua kata di atas menunjukkan adanya perbedaan mendasar antar keduanya. Jika kebutuhan diartikan dan didefinisikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam kehidupan. Maka, keinginan lebih mengarah kepada perihal hasrat dan keinginan belaka. Oleh karena itu, Amalia memisahkan antara wants dan needs. Di mana keduanya berasal dari tempat yang sama, yaitu naluri hasrta manusia. Namun, seluruh hasrat manusia tidak bisa dijadikan sebagai needs atau kebutuhan. Hanya hasrat yang memiliki manfaat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang bisa dijadikan sebagai kebutuhan (2005, hal. 213). Hal ini sangat memperjelas arti dan makna mengenai kebutuhan dan keinginan itu sendiri. Di satu sisi keduanya dapat dilihat memiliki arti yang sama, namun dari sisi Makna keduanya sangat kontradiktif da berbeda secara subtansi. ----------------------------1 Lihat kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Depdikbud: Balai Pustaka, Edisi kedua 1996, hal. 161



7 Meskipun kebutuhan manusia tampak mungkin tidak dapat dipenuhi. Namun, menurut Keynes –sebagaiamana dikutip oleh Chapra- mereka dapat digolongkan ke dalam dua kelas, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi dalam situasi apa pun dan kapan pun, dan kebutuhan-kebutuhan yang relatif dalam arti pemenuhannya akan mengangkat seseorang ke atas, membuat seseorang merasa superior terhadap teman sejawat. Kebutuhan golongan dua yang memenuhi keinginan superioritas, mungkin dapat dipenuhi, karena semakin tinggi derajat umum, semakin tinggi pula mereka. Ini tidak berlaku bagi kebutuhan mutlak. Keynes mengklasifikasikan kebutuhan manusia ke dalam dua bentuk, pertama kebutuhan mutlak dan kedua kebutuhan relatif. Keduanya harus dipenuhi manusia. Hal di atas senada dengan paham rasionalisme yang dipelopori oleh Descarles yang menyatakan dengan tegas bahwa manusia itu terdiri dari jasmaninya dengan keluasannya (extensio), serta budi dengan kesadarannya (Sudarsono 2001, hal. 239). Komponen jasmani dan rohani akan terus berkembang sesuai pertambahan umur manusia. Semakin bertambah umur manusia, semakin banyak dan beragam kebutuhannya akan komponen jasmani dan rohani. Berbeda dengan paham materialisme menyatakan bahwa, yang nyata hanyalah materi. Paham ini didukung oleh Feuerbach (1804-1872), dan Marx (1818-1883). Menurut Feuerbach –sebagaimana dikutip oleh Hadiwijono- hanya alamlah yang berada. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk alamiah. Segala usahanya didorong oleh nafsu alamiyahnya, yaitu dorongan untuk hidup. Yang terpenting pada manusia bukan akalnya, tetapi usahanya, sebab pengetahuan hanyalah alat untuk menjadikan segala manusia berhasil yang pada akhirnya kebahagiaan manusia dapat dicapai di dalam dunia ini. Oleh karena itu, agama dan metafisika harus ditolak (tt. hal. 117).



8 Paham ini menjelaskan bahwa, kebutuhan ataupun keinginanlah yang membuat alasan manusia untuk melakukan aktivitas ekonomi. Hal tersebut dilakukan demi kelangsungan hidup manusia. Kegiatan aktivitas ekonomi disimbolkan dengan usaha. Di sini Feuerbach dan Marx memberi suatu rumusan tentang kesejahteraan dan kebahagiaan, dengan cara berusaha secara optimal. Dengan cara itu, semua yang diinginkan manusia dapat dicapai. Tatkala kebutuhan dan keinginan tersebut dicapai, pada saat itu manusia berada dalam tingkat yang paling tinggi yaitu sejahtera. Pada dasarnya manusia berusaha, bekerja, dan beraktivitas di sini mempunyai tujuan tertentu, yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Karena, kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Semasa hidup, manusia membutuhkan berbagai macam kebutuhan, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, agama, dan kesehatan. Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar dan alasan berusaha. Kebutuhan-kebutuhan manusia terdiri atas dua bagian, kebutuhan-kebutuhan alamiah atau fitriah dan bukan alamiah. Kebutuhan-kebutuhan alamiah atau fitriah ialah hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia sebagai manusia, dan sampai saat ini belum dapat diketahui rahasianya. Adapun kebutuhan yang bukan alamiah, yakni kebiasaankebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan oleh kebanyakan manusia, akan tetapi mereka memiliki kemampuan untuk melepaskan diri daripadanya atau menggantikannya dengan yang lain (Muthahhari 1995, hal. 42). Dalam perkembangannya, kebutuhan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi dan banyak pula macam kebutuhan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, dapat diidentifikasikan bahwa manusia memiliki berbagai tingkat kebutuhan.



9 Sejalan dengan pandangan Montagu –sebagaimana dikutip oleh Suriasumantri-, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya (2005, hal. 261). Setiap manusia berusaha memenuhi kebutuhannya, namun tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tergantung dari kemampuan dan usaha masing-masing dan faktor lainnya yang mempengaruhi keinginan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus). Dengan hasrat itu, manusia terus berusaha dengan berbagai cara dan upaya agar terpenuhi kebutuhannya. Homo yang artinya manusia, dan economicus yang berarti hidup menurut kepentingan diri sendiri. Manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus), berarti manusia dalam usahanya mencari dan memperoleh kemakmuran selalu ingin melepaskan diri dari moral dan bertindak sebagai makhluk ekonomi saja. Dalam memenuhi kebutuhan, perlu diperhatikan dan dihayati bahwa manusia tidak hidup sendirian, melainkan masih ada manusia lain di sekelilingnya yang samasama ingin memenuhi kebutuhannya. Selain itu, manusia tidak dapat melakukannya sendiri, namun memerlukan bantuan orang lain. Hasrat manusia memerlukan bantuan orang lain disebut manusia sebagai makhluk sosial (homo socius). Istilah homo economicus pertama kali dicetuskan oleh Smith dalam buku pertamanya tahun 1759 (The Theory of Moral Sentiments) –sebagaimana dikutip oleh Mubyarto- menyatakan bahwa, manusia adalah homo socius dan homo ethicus. Baru pada buku keduanya disebut bahwa manusia adalah homo economicus. Yang dimaksud dengan homo economicus adalah perlunya setiap manusia diberi kebebasan berusaha



10 secara individu untuk memenuhi kebutuhan sampai memperoleh kemakmuran. Jika setiap individu memperoleh kemakmuran maka negara (masyarakat) akan makmur ((2005, (www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id, 28 Januari 2010)). Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan akal, manusia adalah makhluk sosial dan makhluk ekonomi yang bermoral. Dengan demikian, dalam setiap tindakannya, manusia harus memerhatikan nilai-nilai agama, norma-norma sosial, serta memerhatikan kelestarian lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia sebagai makhluk ekonomi perlu melakukan tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi yang dilakukan harus berdasarkan atas motif ekonomi dan prinsip ekonomi. Hal senada dengan apa yang diungkapkan oleh Muller dalam Smith in His Time and Ours menyatakan: “Smith did not try to develop a science of economics free of moral judgements or ethical considerations....But his science of political economy was not a moralistic science: he tried to bring about improvement not through preaching but through designing institutions which would strengthen the incentive to act in a socially beneficial manner” (1993, hal. 198). Dalam konteks pemenuhan kebutuhan hidup, sampai sekarang belum ada gambaran tegas dan jelas mengenai konsep kebutuhan dasar ataupun pokok yang sebenarnya dan bagaimana kebutuhan dasar tersebut terpenuhi oleh golongan manusia. Soetarno mendefinisikan kebutuhan sebagai suatu keinginan terhadap benda atau jasa yang pemuasannya dapat dilaksanakan bersifat jasmani maupun rohanian (1986, hal. 512). Suatu keinginan terhadap benda dan jasa ini yang pemenuhannya dengan cara jasmani maupun rohani diidentifikasikan sebagai suatu kebutuhan.



11 Observasi Keynes -sebagaimana dikutip oleh Chapra- dalam hal kebutuhan mengatakan bahwa: “Meskipun kebutuhan manusia tampak mungkin tidak dapat dipenuhi. Namun, mereka dapat digolongkan ke dalam dua kelas, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi dalam situasi apa pun dan kapan pun, dan kebutuhankebutuhan yang relatif dalam arti pemenuhannya akan mengangkat kita ke atas, membuat kita merasa superior terhadap teman sejawat. Kebutuhan golongan dua yang memenuhi keinginan superioritas, mungkin dapat dipenuhi, karena semakin tinggi derajat umum, semakin tinggi pula mereka. Ini tidak berlaku bagi kebutuhan mutlak” (1972, hal. 326). Klasifikasi ini mengandung implikasi bahwa, kebutuhan-kebutuhan absolut bermuara dalam diri individu sendiri dan diperlukan sesuai kondisi manusia. Pemenuhannya sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, kenyamanan dan perkembangannya. Berbeda dengan ini, kebutuhan-kebutuhan relatif, seperti yang dinyatakan oleh Galbairth “adalah dirincikan dan diciptakan untuk dirinya” (Galbairth, The Affluent Society, hal. 152). Kelompok ini termasuk semua jenis status simbol dan barang-barang atau jasa-jasa yang memang tidak menambah kebahagiaannya. Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar -basic human needs- dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan, perumahan, pakaian ) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan dan pendidikan). Dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia, akan diperoleh kepuasan yang mengarah pada kemakmuran dan kesejahteraan. Jika semua kebutuhan material manusia terpenuhi maka disebut makmur, dan jika semua kebutuhan material dan immaterial (spiritual) terpenuhi maka disebut sejahtera.



12 Hal inilah yang menjadi tujuan utama dari pemenuhan kebutuhan yaitu untuk mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan di sini baik bersifat individual maupun kelompok. Hal inilah yang menjadi cita-cita dan tujuan bagi kehidupan seluruh manusia di muka bumi ini. Karena pada dasarnya, kegiatan maupun aktivitas ekonomi manusia di muka bumi ini dalam rangka mencapai tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan. Untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut, berbagai macam cara dan usaha untuk dapat merealisasikannya. Mengenai konsep kesejahteraan, meskipun tidak ada suatu batasan substansi yang tegas tentang kesejahteraan. Sebagai atribut agregat, kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks atas suatu lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan bersifat kompleks karena multidimensi, mempunyai keterkaitan antardimensi dan ada dimensi yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup dinyatakan sebagai suatu intensitas tunggal yang merepresentasikan keadaan masyarakat, tetapi juga membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu. Oleh karena itu, konsep kesejahteraan sering diartikan berbeda-beda oleh orang dan negara yang berbeda pula. Perbedaan pandangan dan pemikiran tersebut dikarenakan belum adanya suatu gambaran tegas tentang konsep kesejahteraan itu sendiri. Mendefinisikan ‘kesejahteraan’ hal ini sangat penting bagi peneliti untuk mengungkapkannya.



13 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Kurangnya pemahaman yang komprehensif dan integral mengenai hakikat konsep kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan manusia, baik individu maupun kelompok. 2. Banyaknya



tulisan,



penelitian



maupun



karangan-karangan



yang



mempublikasikan teori dan pandangannya tentang konsep kesejahteraan. Namun, masih



terdapat



ketidakjelasan



dan



ketidaktegasan



mengenai



konsep



kesejahteraan. 3. Banyaknya kalangan baik individu maupun kelompok yang terdoktrin dan terperangkap dengan konsep atau teori kesejahteraan Maslow dan menyakini hal itu sebagai way of life.



Rumusan dan Batasan Masalah Batasan Masalah Studi ini dibatasi pada pemikiran Maslow dan al-Ghazāli dari aspek: 1. Teori 2. Indikator Kesejahteraan 3. Persamaan dan Perbedaan antara Kedua Teori Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep kesejahteraan dalam teori Maslow dan al-Ghazāli? 2. Apa persamaan dan perbedaan antara teori kesejahteraan Maslow dan al-Ghazāli serta implikasi dari perbedaan tersebut?



14 Tujuan Penelitian 1. Memahami konsep kesejahteraan dalam teori Maslow dan al-Ghazāli. 2. Memahami persamaan dan perbedaan serta implikasi antara teori kesejahteraan Maslow dan al-Ghazāli.



Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini kiranya berguna bagi: 1. Secara teoritis untuk pengetahuan bagi umat Islam mengenai perbedaan mendasar antara pandangan Maslow dan al-Ghazāli dalam hal konsep kesejahteraan. Dan kajian ini tentunya menambah khazanah keilmuan Islam tentang persamaan dan perbedaan serta implikasi dari perbedaan kedua konsep tersebut. 2. Secara praktis dapat dijadikan sebagai salah satu wacana pemikiran ekonomi Islam kontemporer di kalangan ulama dan ekonom Indonesia.



Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi dalam menilai istilah-istilah yang dicakup dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian istilah yang akan banyak digunakan dalam penelitian ini. Istilah tersebut adalah Kesejahteraan, Teori Ekonomi Maslow dan Teori Ekonomi al-Ghazāli. Kata kesejahteraan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa dan makmur; selamat atau terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya. Adapun kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera yang mencakup jaminan sosial, keselamatan,



15 ketentraman, kesenangan hidup, dan sebagainya; kemakmuran (Lukman Ali 1996, hal. 891). Dalam bahasa Inggris kesejahteraan dikenal dengan welfare. Welfare mempunyai arti the good health, happiness, compfort, etc of a person or group. Dapat diartikan kesejahteraan di sini dengan kondisi yang sehat, bahagia, nyaman dan sebagainya, baik individu maupun kelompok (Oxford Advanced Learner’s Dictionary 1995, hal. 1352). Sejahtera juga diterjemahkan dari kata prosperous, yang berarti maju dan sukses terutama dalam hal pendapatan dan memperoleh kekayaan yang cukup banyak. Bahagia (happiness) memiliki makna yang lebih luas, yang berarti kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang bisa disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual (P3EI 2008, hal. 50). Keadaan nyaman, bahagia, sehat dengan terpenuhinya skala tingkat kebutuhan dasar baik material maupun spiritual membawa pada tingkat kesejahteraan. Dan dapat diartikan pula dengan keadaan maju dan sukses dalam hal pendapatan dan kekayaan materi yang cukup banyak. Dalam bahasa Arab, kesejahteraan berasal dari kata rofāhiyah. Yang secara bahasa berasal dari rafaha-rifhan-wa rufūhan yang berarti kehidupan yang nyaman dan baik. Atau dari kata rafuha-rifāhan-wa rafāhiyah yang berarti nyaman, baik, ringan, luas, hilangnya kesusahan atau kesulitan dan penuh kenikmatan (P3EI 2008, hal. 273). Daulah rofāhiyah mengandung makna negara yang makmur. Sebagaimana dijelaskan di atas terdapat perbedaan arti antara kesejahteraan dan kemakmuran itu sendiri (Ali & Muhdlor 1998, hal. 982). Namun sekiranya, perbedaan arti tersebut tidak mengaburkan dan menghilangkan dari makna yang sesungguhnya.



16 Adapun



secara



istilah2,



rofāhiyah



adalah



kondisi



yang



menghendaki



terpenuhimya kebutuhan dasar bagi individu atau kelompok baik berupa kebutuhan makan, pendidikan, kesehatan, jaminan sosial. Sedangkan antitesa dari kesejahteraan adalah kesedihan (bencana) kehidupan atau kawārits3. Dari istilah di atas, maka timbullah istilah rofāhiyah al-Ijtima’iyyah atau kesejahteraan sosial. Yaitu, “sistem yang mengatur pelayanan sosial dan lembagalembaga untuk membantu individu dan kelompok mencapai tingkat kehidupan, kesehatan yang layak dengan tujuan menegakkan hubungan kemasayarakatan yang setara antar individu sesuai dengan kemampuan pertumbuhan (development) mereka, memperbaiki kehidupan manusia sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat”. Dari beberapa definisi kesejahteraan di atas, maka peneliti memformulasikan konsep kesejahteraan sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam). Yang dimaksud dengan Teori Ekonomi Barat di sini adalah hasil pemikiran dari tokoh-tokoh Barat4. Pemikiran paling awal yang bisa dijejaki ialah pemikiran pada masa Yunani Kuno yang dikaitkan dengan etika moral. Hal yang sama dapat disimpulkan pada pemikiran-pemikiran ekonomi pada abad ke-13 yang dikembangkan oleh aliran skolastik, yang banyak menghubungkan nilai-nilai ekonomi dengan ajaran Gereja. Tetapi kontribusi yang mereka berikan sangatlah kecil. ----------------------------2 Lihat Badawi, A. Zaki, Mu’jam Muşţalahātu al-‘Ulūm al-Ijtimā’iyyah, Beirut, Maktabah Lubnan: 1986, New Impression.



‫ الرفاهية هي الحالة التي تتحقق فيها الحاجات االساسية للفضضرد و المجتمضضع من غضضداء و تعليم و صضضحة و تضضأمين ضضضد‬3 .‫كوارث الحياة‬ 4



Lebih jelas lihat “Perkembangan Pemikiran Ekonomi” karangan Deliarnov, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet. I, 1995.



17 Kontribusi yang lebih produktif terhadap teori ekonomi dikembangkan oleh pemikir-pemikir ekonomi pada masa merkantilisme dan fisiokratisme pada abad ke-16. Pemikir-pemikir ekonomi pada masa ini telah mengembangkan teknik-teknik abstrak untuk menemukan hukum-hukum ekonomi. Pencipta model ekonomi paling dini adalah Francais Quesnay dengan Tableau Economique-nya. Hasil pemikiran dari tokoh-tokoh terdahulu digabung dan dikembangkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang sangat terkenal: The Wealth of Nations, yang ditulis Smith tahun 1776. Sejak itu ilmu ekonomi diproklamirkan sebagai salah satu cabang atau disiplin ilmu tersendiri. Dari sana muncullah beberapa sistem ekonomi dan secara sederhana



dapat



diklasifikasikan



pada



tiga



kelompok:



pertama,



sistem



liberal/kapitalistik; kedua, sistem sosialtistik/komunistik; dan ketiga, sistem ekonomi campuran (mixed economy). Dalam kaitannya, dalam penelitian ini pembahasannya dibatasi pada pemikiran Maslow yang merupakan salah satu tokoh pakar ekonomi Maslow yang tumbuh dan berkembang di Maslow. Dan tentunya, muncul dan tumbuhya pemikiran Maslow dengan suasana, lingkungan dan sistem ekonomi yang terkenal dan dipakai pada saat itu. Adapun Teori Ekonomi Islam, dalam hal ini kaitannya pemikiran ekonomi alGhazāli terinspirasi dari kitab fiqih yang identik dengan Islam. Maka dari itu, Mannan mendefinisikannya sebagai upaya untuk mengoptimalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan ekonomi masyarakat (1993, hal. 19). Begitu pula Khan –sebagaimana ditulis oleh Sander dalam Akram Khan’s Rush: Creative Insights (2004, hal. 12-13) menyebut bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.



18 Selanjutnya, pembahasan dalam teori ekonomi Islam ini dibatasi dengan pemikiran al-Ghazāli. Dalam kaitannya, al-Ghazāli adalah pemikir ekonom muslim yang melakukan studi keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam. Karenanya, Peneliti menggunakan pemikiran dan pandangan al-Ghazali yang berkaitan erat dengan teori kesejahteraan.



Kerangka Teori Dalam studi ini akan dilandasi pada teori Maslow yang lebih dikenal dengan “hierarchy of needs atau hirarkie lima tingkat kebutuhan”. Menurut Maslow, apabila seluruh kebutuhan seseorang belum terpenuhi pada waktu yang bersamaan, pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar merupakan hal menjadi prioritas. Dengan kata lain, seorang individu baru akan beralih untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih tinggi jika kebutuhan dasarnya telah terpenuhi. Lebih jauh, berdasarkan konsep hierarchy of needs, ia berpendapat bahwa garis hierarki kebutuhan manusia berdasarkan skala prioritasnya terdiri dari: 1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs), mencakup kebutuhan dasar manusia, seperti makan dan minum. Jika belum terpenuhi kebutuhan dasar ini akan menjadi prioritas manusia dan mengenyampingkan seluruh kebutuhan hidup lainnya. 2. Kebutuhan Jaminan sosial (Safety Needs), mencakup kebutuhan perlindungan terhadap gangguan fisik dan kesehatan serta krisis ekonomi. 3. Kebutuhan Sosial (Social Needs), mencakup kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan persahabatan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang.



19 4. Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs), mencakup kebutuhan terhadap penghormatan dan pengakuan diri. Pemenuhan kebutuhan ini akan memengaruhi rasa percaya diri dan prestise seseorang. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs), mencakup kebutuhan memberdayakan seluruh potensi dan kemampuan diri. Kebutuhan ini merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi (Donnelly, Gibson dan Ivancevich 1998, hal. 270-271). Maslow menjelaskan, bahwa kebutuhan pada tingkat pertama dan kedua biasanya diacu sebagai kebutuhan tingkat rendah. Mengandung makna kebutuhan dasar atau pokok bagi manusia. Sedangkan kebutuhan pada tingkat tiga, empat dan lima disebut kebutuhan tingkat yang lebih tinggi (Soetarno 1986). Aplikasinya, semua manusia harus memenuhi skala kebutuhan ini sebelum memenuhi skala kebutuhan yang lain. Dan dalam studi ini juga akan menggunakan teori maşlahat adh-dharūriyat alkhams yang digagas oleh al-Ghazāli (450 H- 505 H): “Kemaslahatan atau kesejahteraan manusia terletak pada tercapainya tujuan mereka dengan cara memelihara tujuan syara’ atau hukum Islam. Tujuan hukum Islam yang ingin dicapai dari manusia ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta mereka. Setiap hukum yang mengandung tujuan memelihara kelima hal ini disebut maşlahat atau kesejahteraan; dan setiap hal yang meniadakannya disebut mafsadah dan menolaknya disebut maşlahat” (AlMustaşfa min ‘Ilmi Uşūl, t.t., hal. 481)5. -----------------------------



5 َ ِ ‫سنَا نَعْنِي بِهِ ذَل‬ ‫ن‬ ِ ‫ي‬ َ ‫ فَََإ‬,‫ك‬ َ ‫م‬ َ ‫َن‬ َ َ ‫صل‬ ْ َ ‫ وَل‬,‫ض َرة‬ َ ‫منْفَعَة أوْ دَفْ ِع‬ َ ‫ب‬ َ ‫ال‬ ِ ْ ‫جل‬ ْ ‫ارة فِي اال‬ ْ ‫م‬ ْ ‫لع‬ ِ ‫ص‬ َ َ ‫عب‬ َ ِ‫حة فَه‬ ‫ل‬ ِ ‫ح‬ ِ ‫مق‬ ْ َ ‫َق فِي ت‬ ُ َ ‫صَال‬ ُ َ ‫صَال‬ َ ‫م‬ َ َ ‫ضَ َرة‬ َ ‫منْفَعَة وَ دَفْعَ ال‬ َ ‫جلْب ال‬ َ َ‫ و‬,‫َلَق‬ َ َ‫ و‬,‫َلَق‬ ِ ْ ‫صَي‬ ِ َ‫ح الخَل‬ ِ ‫ح الخ‬ ِ ‫َاصَد ُ الخ‬ َ َ َ َ َ َ ‫ن‬ ِ ‫الش َ ْر ِع‬ ِ ‫ْص َوْد‬ ِ ‫مق‬ ُ ‫ْص َوْد‬ َ ‫م‬ َ ‫ص َل‬ َ َ‫ و‬.‫الش َ ْر ِع‬ َ ‫حافَظ َةِ عَلي‬ ُ ‫حةِ ال‬ َ ‫ لكِنَا نَعْنِي بِال‬.‫م‬ ْ ُ‫َاص َدَه‬ َ ُ ‫مق‬ ُ ‫مق‬ ْ ‫م‬ َ ‫م‬ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ‫ فَك‬.‫م‬ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫َال‬ َ ‫م‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ل‬ َ ‫س‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫َقل‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ َ ‫ْس‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫م‬ َ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫َل‬ ‫ع‬ ‫َظ‬ َ ‫ف‬ َ ‫ح‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫َو‬ َ ‫ه‬ ‫و‬ ,‫ة‬ َ ‫س‬ ‫م‬ ‫خ‬ ‫َق‬ َ ‫َل‬ ‫خ‬ ‫ال‬ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ َ ْ ُ َ َ َ ْ َُِْ ْ ِْ ِ



20 َ ‫حف‬ َ ْ ‫صو‬ ُ ُ ‫ َو ك‬,‫حة‬ ‫سدَة‬ َ ‫ل ال‬ ِ ‫ن‬ َ َ ‫صل‬ َ َ ‫مايَت‬ َ ْ‫مف‬ َ ‫م‬ َ َ‫ل فَهُو‬ ُ ِ‫ما يَفُو‬ َ ‫ل‬ َ َ‫سةَ فَهُو‬ ْ ‫خ‬ َ ‫ض‬ َ ُ ‫ت هَذِهِ اال‬ ْ ‫م‬ ُ ‫ْظ هَذِهِ اال‬ ِ ْ ‫صو‬ ُ ‫م‬ َ .‫حة‬ َ ‫صل‬ َ ‫ه‬ ُ ُ‫وَ دَفْع‬ ْ ‫م‬ Kejelasan tentang kebutuhan ini yang akhirnya dijadikan patokan dalam menggali segala kebutuhan dari kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, dapat dijadikan data skala kebutuhan manusia yang nantinya akan menjadi penentu dalam memutuskan konsep kesejahteraan dalam teori al-Ghazāli –Islam-. Kelima hal ini merupakan kebutuhan pokok atau dasar bagi hidup dan kehidupan manusia. Dengan terpelihara dan terjaminnya kelima hal tersebut, manusia akan meraih kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan dalam penelitian ini juga menggunakan teori al-Ghazāli sebagaimana yang tertuang dalam kitab Ihya Ulūmuddin dalam Rubu’ Muhlikāt6 (rubu’ yang membinasakan): “Hakikat dunia ada tiga, pertama ibarat benda-benda yang ada, kedua manusia mempunyai keuntungan darinya, dan ketiga manusia mempunyai kesibukan dalam memperbaikinya. Benda-benda tersebut kaitannya dengan manusia mempunyai dua hubungan: pertama hubungan hati, yaitu kecintaannya kepada benda-benda itu, merasa beruntung dan beralih cita-citanya ke benda itu, dan kedua hubungan badan dengan memperbaiki benda-benda itu. Jikalau ia mengenal akan dirinya, ia mengenal akan Tuhannya dan ia mengenal hikmah dunia dan rahasianya, niscaya ia tahu, bahwa benda-benda tersebut kita namakan dunia, tidaklah dijadikan selain untuk umpan binatang kendaraan, di mana ia akan berjalan dengan binatang kendaraan tersebut kepada Allah”. Di sini al-Ghazāli memberi catatan penting bahwa, ekonomi tidak akan merusak kehidupan manusia tatkala dalam skala pemenuhan kebutuhan pokoknya dan tidak hinggap dalam kecintaan dan kesibukan duniawi semata. ----------------------------6 Adalah kitab keenam dari “rubu’ yang membinasakan” dari kitab Ihya Ulūmuddin yang berisi tentang tercelanya dunia, pengajaran-penajaran tercelanya dunia dan sifatnya dunia, sifat dunia dengan contohcontohnya, hakikat dunia dan yang sebenarnya dunia itu pada hak seseorang hamba Allah, hakikat dunia, mengenai dunia itu dan kesibukan-kesibukannya yang menghabiskan cita-cita manusia. Sehingga dunia



21 itu, melupakan manusia kepada diri mereka, kepada Tuhan mereka, tempat datang dan tempat perginya mereka. Dan Dia lah yang menolong kepada yang diridhai-Nya. Lihat kitab Ihya Ulūmuddin jilid 5 terjemahan Prof. Tk. H. Ismail Yakub, SH, MA, Jakarta: Cv. Faizan, 1983, hal. 80-81.



Tinjauan Pustaka Penelitian yang mefokuskan pada analisis tentang konsep kesejahteraan dalam Teori Ekonomi Maslow dan Islam, sepengetahuan peneliti belum mendapatkannya. Namun, peneliti mendapatkan penelitian yang memfokuskan pada analisis Masyarakat Sejahtera dalam Perspektif Islam yang ditulis oleh Saifullah tahun 2008. Penelitian tersebut membahas pengertian tentang masyarakat sejahtera, konsep kesejahteraan dan model kesejahteraan sosial. Pada bab berikutnya penulis mengupas adh-dharūriyat al-khams dan hak dasar kebutuhan ekonomi. Sedangkan bab selanjutnya, hal yang berkaitan dengan problema ekonomi yang meliputi penanggulangan problema ekonomi menurut sistem kapitalis, sosialis dan Islam, distribusi kekayaan dalam Islam, pertumbuhan ekonomi. Dalam bab akhir, penulis mengemukakan tentang prioritas pembangunan dan dampaknya terhadap distribusi dan pertumbuhan. Di sini penulis lebih menjelaskan konsep manusia sebagai khālifah dan sumber daya alam, hak individu atas kekayaan umum, prioritas pembangunan sektor kebutuhan dasar ekonomi, prioritas pembangunan dan distribusi, prioritas pembangunan dan keseimbangan sosial, dan tanggung jawab negara berkenaan dengan prioritas pembangunan. Pokok masalah yang dibahas di dalam buku ini adalah: masalah distribusi yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan; dan tingkat kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan ekonomi sosial masyarakat. Peneliti juga menemukan sebuah hasil kerja riset karya Dr. M. Umer Chapra yang berjudul Islam and The Economic Challenge (Islam dan Tantangan Ekonomi) tahun 2000 yang diterjemahkan oleh Ihkwan Abidin Basri, MA, M.Sc. Dalam karya ilmiah ini, beliau mengkaji terhadap tiga sistem ekonomi Maslow dan berakhir dengan



22 suatu



lembaran



neraca



realistis



dari



prestasi-prestasinya



maupun



kegagalan-



kegagalannya. Beliau juga mengemukakan pendekatan Islam terhadap ekonomi dan persoalan-persoalannya, serta mengajukan saran-saran konkret bagi restrukturisasi perekonomian dunia muslim, sekaligus memperlihatkan jalan-jalan baru menuju perencanaan pembangunan. Secara lebih luas, resepnya bagi dunia muslim mengandung perencanaan pembangunan dibarengi dengan aplikasi filter moral yang secara sosial disepakati dalam mekanisme pasar, motivasi yang berbasis lebih luas bagi usaha-usaha ekonomi, dan reformasi struktural fundamental untuk membangun suatu kerangka kerja yang mendukung ke arah itu. Dr. Chapra secara jelas telah mendemontrasikan bahwa kebahagiaan tidak dapat dicapai melalui penguasaan materi semata-mata, dan bahwa efisiensi dan pemerataan dapat menjadi konsep yang operasional hanya bila hal itu didefinisikan kembali dalam konteks hubungannya dengan nilai-nilai moral dan struktur sosioekonomi. Kaitannya dengan studi peneliti, tema kesejahteraan tidak hanya penguasaan pada sisi materi semata. Namun, dibarengi oleh suatu nilai atau moral yang melekat padanya. Dalam riset ini dibagi menjadi dua bagian, pertama sistem-sistem yang gagal dan kedua pandangan dunia Islam. Bagian pertama terdiri dari empat bab; bab 1 sistemsistem yang gagal antara lain batas-batas kapitalisme, bab 2 kemunduran sosialisme, bab 3 krisis negara kesejahteraan, dan bab 4 inkosistensi ekonomi pembangunan. Pada bagian dua, terdiri dari delapan bab; bab 5 pandangan dunia Islam dan strateginya (antara lain pemenuhan kebutuhan pokok), bab 6 malaise, bab 7 membicarakan tentang menghidupkan faktor kemanusiaan, bab 8 menjelaskan dalam hal



23 mengurangi konsentrasi kekayaan, bab 9 restrukturisasi ekonomi, bab 10 restrukturisasi keuangan, bab 11 perencanaan kebijakan strategis dan bab 12 kesimpulan. Metode Penelitian 1. Pendekatan Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif. Pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan



kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut,



mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis (Sarwono 2009, hal. 1). Dalam penelitian ini, peneliti telah mengadakan pengkajian terhadap teori Maslow dan al-Ghazāli yang berhubungan dengan konsep kesejahteraan, serta tulisantulisan lain yang dapat mendukung data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga didapat gambaran pemikiran Maslow dan al-Ghazāli tentang konsep kesejahteraan. 2. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kualitatif yang relevan dengan rumusan masalah yang ada. Sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier yang dijadikan bahan literatur dalam penelitian ini. a. Bahan hukum primer ialah bahan pokok yang menjadi acuan dalam penelitian ini, di antaranya: al-Mustaşfa min ‘Ilmi Uşūl dan Ihya Ulūmuddin, karya Imam Abu Hāmid Muhammad bin Muhammad at-Tūsi al-Ghazāli (450 H- 505 H),



24 tanpa tahun; Motivation and Personality, karya Abraham Harold Maslow, tahun 1954; Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, karya Mulyanto Sumardi & HansDieter Evers, tahun 1982. b. Bahan hukum sekunder ini ialah penunjang bahan primer yang berhubungan dengan masalah tersebut, di antaranya: Manajemen dan Motivasi, karya Prof. DR. Buchari Zainun, tahun 1989, Islam dan Tantangan Ekonomi, karya Dr. M. Umer Chapra Jakarta, tahun 2000; Konsep Masyarakat Sejahtera dalam Islam, karya DR. Edyson Saifullah, tahun 2008; Islam Mengentaskan Kemiskinan, Tinjauan Kritis Analisis Tentang Hadits Ekonomi, karya M. Naşiruddin alAlBānī, tahun 2002, dan lain-lain. c. Bahan hukum tersier ialah penunjang dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terhadap masalah tersebut, di antaranya Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedi, Kamus Ekonomi dan Kamus Bahasa Arab. 3. Metode Pengumpulan Data Mengingat penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (library research). Maka teknik pengumpulan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (a) mengumpulkan buku-buku atau bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti: (b) mengklasifikasikan data-data yang ada pada buku-buku atau bahan bacaan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti; (c) membaca dan menelaah serta mengolah buku-buku atau bahan bacaan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. 4. Analisis Data Tehnik menganalisa data dan materi yang disajikan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif komparatif, yaitu dengan cara content analysis (analisis isi) tentang pendapat Maslow dan al-Ghazāli, yakni menggambarkan,



25 menguraikan, atau menyajikan seluruh pokok-pokok masalah secara tegas dan sejelasjelasnya. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka penguraian itu disimpulkan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ditarik ke khusus, sehingga penyajian hasil penelitian ini dapat dipahami dengan mudah.



Sistematika Pembahasan Penelitian tesis ini disusun berdasarkan 5 bab utama. Bab 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika pembahasan. Bab 2 Konsep Kesejahteraan Menurut Maslow. Dalam bab ini peneliti memfokuskan pada makna, konsep, kebutuhan pokok, indikator, bentuk dan karakteristik kesejahteraan menurut pandangan dan pendapat Maslow. Bab 3 Konsep Kesejahteran Menurut al-Ghazāli. Dalam bab ini peneliti membahas konsep, kebutuhan pokok menurut al-Ghazāli, dan indikator kesejahteraan dalam al-Quran dan menurut al-Ghazāli. Bab 4 Analisis Perbandingan Konsep Kesejahteraan Maslow dan al-Ghazāli. Di sini peneliti menganalisis dan mengupas persamaan dan perbedaan kedua konsep tersebut, serta implikasi dari perbedaan tersebut. Dan bab 5 kesimpulan dan saran-saran peneliti.



26



Bab 2 KONSEP KESEJAHTERAAN MENURUT MASLOW



Biografi Maslow Abraham Harold Maslow (1908-1970 M) lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New York. Maslow dibesarkan dalam keluarga yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara, yang mereka sendiri tidak berpendidikan adalah imigran Yahudi dari Rusia Orang tuanya. Mereka berharap untuk yang terbaik bagi anak-anak mereka di dunia baru, mendorongnya keras untuk keberhasilan akademis. Tidak mengherankan, ia menjadi sangat kesepian sebagai anak laki-laki, dan menemukan perlindungan di buku. Dan ia wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow adalah seorang pelopor aliran psikologi 7 humanistik8. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis(http://id.wikipedia.org). Keluarga Maslow amat berharap ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang ----------------------------7 Psikologi berasal dari bahasa Yunani, artinya ilmu jiwa. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Akan tetapi, Tidak ada seseorangpun yang sebenarnya dapat mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan ilmu jiwa. Sehingga menimbulkan berbagai banyak pendapat mengenai definisi ilmu jiwa (Pengantar Psikologi Umum, penulis : Sarlito W. Sarwono, penerbit : rajawali Pers). 8 Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Permasalah ini dirangkum dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut: 1. Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen; 2. Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya; 3. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain; 4. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab; 5. Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas. Pendekatan



27 humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre (http://id.wikipedia.org/wiki/Humanistik)



hukum di College Kota New York (CCNY) tapi gagal. Setelah tiga semester, ia pindah ke Cornell. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dan memperoleh gelar bachelor pada 1930, master pada 1931, dan PhD pada 1934. Maslow kembali ke CCNY dan menikah. Dia Bertha Goodman, sepupu pertama, terhadap orang tua keinginannya. Abe dan Bertha terus memiliki dua anak perempuan. Dia dan Bertha pindah ke Wisconsin agar ia bisa belajar di University of Wisconsin. Di sini, ia menjadi tertarik pada psikologi, dan pekerjaan sekolahnya mulai membaik secara dramatis. Dia menghabiskan waktu ada bekerja dengan Harry Harlow, yang terkenal untuk eksperimen dengan bayi rhesus monyet dan perilaku lampiran. Ia menerima gelar BA pada tahun 1930, MA pada 1931, dan gelar PhD pada tahun 1934, semua dalam psikologi, semua dari University of Wisconsin. Setahun setelah lulus, ia kembali ke New York untuk bekerja dengan EL Thorndike di Columbia, dimana Maslow menjadi tertarik dalam penelitian tentang seksualitas manusia. Maslow banyak berhubungan dengan intelektual-intelektual Eropa yang baru bermigrasi ke Amerika Serikat seperti Alfred Adler, Erich Fromm, dan Karen Horney. Pada tahun 1951 Maslow berjumpa dengan Kurt Goldstein, seseorang yang mengenalkannya kepada ide tentang aktualisasi diri – yang menjadi bibit dari teorinya tentang hirarki kebutuhan. Pada periode ini pula Dia, bersama beberapa psikolog lain seperti Carl Roger “memproklamirkan” aliran ketiga (third force) dari psikologi yang dikenal sebagai humanisme. Tidak cukup “bermain-main” dengan humanisme, menjelang akhir hayatnya Maslow mengenalkan lagi satu aliran yang dikenal sebagai mazhab keempat, yakni Psikologi Transpersonal, yang berbasis pada filosofi dunia timur dan mempelajari hal-



28 hal semacam meditasi, fenomena parapsikologi, dan kesadaran level tinggi (Altered States of Consciousness, ASC) (http://mustolihbrs.wordpress.com). Dia menghabiskan tahun-tahun terakhir di semi-pensiun di California, sampai, pada tanggal 8 Juni 1970, ia meninggal karena serangan jantung setelah bertahun-tahun sakit. Adapun konsep teori Maslow sekaligus menjadi karya monumenal yang terkenal, yaitu: Pertama, Hakikat Manusia: tentang hakekat manusia Maslow berpendapat bahwa manusia memiliki satu kesatuan jiwa dan raga yang bernilai baik, dan memiliki potensi-potensi. Yang dimaksud baik itu adalah yang mengakibatkan perkembangan kea rah aktualisasi diri. Kedua, Kebutuhan Pokok Manusia: manusia memiliki kebutuhan dasar yang akan selalu menjadi motivasi perilakunya, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan memiliki dan rasa cinta, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Untuk dapat sampai pada tingkat aktualisasi diri semua kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada tingkat sebelumnya harus terpenuhi. Selain kebutuhan pokok tersebut yang disebut basic needs manusia juga memiliki metaneeds sebagai kebutuhan pertumbuhan seperti keadilan, keindahan, keteraturan, dan kesatuan. Ketiga, Kebutuhan Pokok sebagai Unsur Motivasi: teori Motivasi Maslow dibentuk atas dasar teori hirarki kebutuhan pokok. Dengan kata lain pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok inilah yang memotivasi manusia berbuat sesuatu. Teori ini tidak sekedar bersifat homeostatis tetapi juga homeostatis psikologis. Bahkan pada tingkat puncak kebutuhan yang disusun Maslow mengarah kepada mistisisme (http://homework-uin.blogspot.com).



29 Definisi Kesejahteraan Kesejahteraan berasal dari kata dasar sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa dan makmur; selamat atau terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya. Adapun kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera yang mencakup jaminan sosial, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup, dan sebagainya; kemakmuran (Lukman Ali 1996, hal. 891). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kesejahteraan juga memiliki padanan kata yaitu maşlahat. Maşlahat artinya sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah, dan guna. Sedangkan kemaslahatan berarti kegunaan, kebaikan, manfaat dan kepentingan (hal. 634). Adapun kata “manfaat” artinya adalah guna dan faedah. Sedangkan bermanfaat artinya, ada manfaatnya, berguna, berfaedah. Manfaat juga diartikan sebagai kebalikan/lawan kata mudharat yang berarti rugi atau buruk (Lukman Ali 1996, hal. 626). Sedangkan kemakmuran berasal dari kata dasar makmur yang mempunyai makna banyak hasil, banyak penduduk dan sejahtera, serba tidak kekurangan. Kemakmuran sendiri berarti dalam keadaan makmur (Lukman Ali 1996, hal. 619). Sejahtera dan kesejahteraan diidentikkan dengan suasana dan kondisi kebaikan, kegunaan, aman dan selamat dari segala macam gangguan dan kesukaran dalam hidup atau yang lazim dikenal dengan mudharat atau kerusakan. Ia mencakup dua dimensi, dimensi jasmani dan rohani. Sedangkan kemakmuran lebih diidentikan dengan kwantitas suatu barang atau jasa. Ia hanya mencakup dimensi jasmani tanpa mencakup dimensi rohani. Oleh karena itu, kesejahteraan dan kemakmuran dua kata yang berbeda makna baik secara bahasa dan istilah.



30 Karenanya, dalam hal mensejahterakan kehidupan manusia maka sektor konsumsi, produksi, dan distribusi harus dikelola secara maksimum dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan integral untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan. Kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi harus menuju pada satu tujuan yang sama, yaitu mencapai kesejahteraan yang maksimum bagi umat manusia. Konsumsi harus berorientasi kepada kesejahteraan maksimum sehingga tetap menjaga keseimbangan kebutuhan antarindividu dan keseimbangan antaraspek kehidupan. Produksi dilakukan secara efisien dan adil sehingga sumber daya yang tersedia bisa mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia. Distribusi sumber daya dan output harus dilakukan secara adil dan merata sehingga memungkinkan setiap individu untuk memiliki peluang mewujudkan kesejahteraan bagi kehidupannya. Kegiatan di atas tersebut didefinisikan dengan aktivitas ekonomi. Yaitu adalah semua kegiatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas. Dan dikenal dengan aktivitas ekonomi secara umum. Hal ini penting karena aktivitas ekonomi adalah aktivitas yang melibatkan berbagai aspek kehidupan manusia. Plato –sebagaimana dikutip oleh Dua- ekonom klasik tersebut berpendapat bahwa ilmu ekonomi harus dapat menjelaskan bagaimana manusia dan masyarakat mengorganisasikan kegiatannya untuk menciptakan keuntungan dan kesejahteraan (2008, hal. 18). Oleh karena itu, tugas ekonomi adalah memberi alasan mendasar mengapa ekonomi perlu memfokuskan perhatiannya pada kesejahteraan. Pada akhirnya, apabila



31 kesejahteraan dapat tercapai, maka kehidupan manusia akan nyaman dan bahagia. Hal inilah yang menjadi tujuan dasar kehidupan manusia di muka bumi ini. Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat mendefinisikan sejahtera sebagai suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat



beriman



dan



bertaqwa



kepada



Tuhan



Yang



Maha



Esa



(http://www.menkokesra.go.id). Dalam bahasa Inggris kesejahteraan dikenal dengan welfare. Welfare mempunyai arti the good health, happiness, compfort, etc of a person or group. Dapat diartikan kesejahteraan di sini dengan kondisi yang sehat, bahagia, nyaman dan sebagainya, baik individu maupun kelompok (Oxford Advanced Learner’s Dictionary 1995, hal. 1352). John dan Hasan memberikan makna lebih mendalam tentang arti kesejahteraan sebagai suatu keselamatan (1975, hal. 642). Sejahtera juga diterjemahkan dari kata prosperous yang berarti maju dan sukses terutama dalam hal pendapatan dan memperoleh kekayaan yang cukup banyak. Bahagia (happiness) memiliki makna yang lebih luas, yang berarti kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang bisa disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual (P3EI 2008, hal. 50). Keadaan atau kondisi yang sehat, bahagia, nyaman, aman baik secara personal maupun masyarakat dinamakan sejahtera atau kesejahteraan. Dan tujuan akhir dari kondisi yang sehat, bahagia, nyaman dan aman adalah keselamatan. Keselamatan dalam dua dimensi, dunia dan akhirat.



32 Jika dirunut kata kesejahteraan dalam bahasa Arab, maka akan didapatkan kata rofāhiyyah yang dalam bahasa Arab sendiri diartikan dengan kenyamanan dan kemakmuran. Daulah rofāhiyyah mengandung makna negara yang makmur. Sebagaimana dijelaskan di atas terdapat perbedaan makna antara kesejahteraan dan kemakmuran itu sendiri (Ali & Muhdlor 1998, hal. 982). Dari beberapa definisi kesejahteraan di atas, maka peneliti memformulasikan konsep kesejahteraan sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam). Dari definisi tersebut lahirlah9 beberapa istilah yang berkaitan dengan kesejahteraan, yaitu (1) kesejahteraan ekonomi (economic welfare), (2) kesejahteraan sosial (social welfare), (3) masyarakat sejahtera (welfare society) dan (4) negara kesejahteraan (welfare state). Setiap istilah kata tersebut memiliki definisi dan makna tersendiri. 1) Economic Welfare (kesejahteraan ekonomi) Yang dimaksud dengan economic welfare atau kesejahteraan ekonomi adalah sebuah sistem teoritik ilmu ekonomi yang menganalisis data ekonomi, guna memaksimalisasi kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan dan bukan hanya terkait dengan laba atau keuntungan si pengusaha (Sumadji & Yudha P 2006, hal. 633).



---------------------------9 Untuk kesejahteraan ekonomi peneliti dapatkan dalam Ensiklopedi Ekonomi. Adapun istilah kesejahteraan sosial sendiri peneliti ambil dari Kamus Sosiologi Modern yang kemudian dikembangkan oleh pemikir-pemikir seperti Chapra, Soeharto dll. Masyarakat sejahtera peneliti temukan dalam disertasi Edison, Konsep Masyarakat Sejahtera dalam Perspektif Islam. Dan negara kesejahteraan, istilah tersebut peneliti nukil dan ambil dari istilah yang diusung oleh Chapra dalam Islam dan Tantangan Ekonomi.



33 Suyanto dalam hal ini senada dengan pandangan Sumadji dan Yudha. Menurut Suyanto, ekonomi kesejahteraan adalah kerangka kerja yang digunakan oleh sebagian besar ekonom publik untuk mengevaluasi penghasilan yang diinginkan masyarakat. Ekonomi kesejahteraan menyediakan dasar untuk menilai prestasi pasar dan pembuat kebijakan dalam alokasi sumberdaya. Definisi ini merupakan seperangkat alokasi nilai guna (utility) yang dapat dicapai dalam suatu subyek masyarakat terhadap kendala dari citarasa dan teknologi (www.msuyanto.com). Di sini ekonomi kesejahteraan mencoba untuk memaksimalkan tingkatan dari kesejahteraan sosial, dengan pengujian kegiatan ekonomi dari individu yang ada dalam masyarakat. Yang berkaitan dengan subsistensi, barang-barang dan jasa-jasa rekreasional.



2) Social Welfare (kesejahteraan sosial) Soekanto memberikan gambaan secara umum mengenai kesejahteraan sosial sebagai suatu kepentingan yang tertuju pada pencapaian kehidupan sejahtera bagi pribadi dan kelompok (1993, hal. 479-480). Tentunya, kepentingan yang mengarah pada pencapaian kehidupan sejahtera baik aspek kebutuhan pokok, produksi, konsumsi, distribusi dan lain-lain maka diperlukan suatu strategi yang matang. Karena, tidak dinamakan suatu kepentingan atau kebutuhan tatkala tidak dibarengi oleh suatu usaha dan strategi. Dalam ta’rif Badawi, kesejahteraan sosial sebagai sistem yang mengatur pelayanan sosial dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok mencapai tingkat kehidupan, kesehatan yang layak dengan tujuan menegakkan hubungan kemasyarakatan yang setara antar individu sesuai dengan kemampuan pertumbuhan (development) mereka, memperbaiki kehidupan manusia



34 sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Mu’jam Muşţalahatul al-Ulūm alIjtimā’iyyah, Beirut, Maktabah Lubnan, 1986). Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2009 sendiri menyebutkan bahwa, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Istilah kesejahteraan sosial (social welfare) menurut Midgley –sebagaimana dikutip oleh Suharto- adalah suatu kondisi kehidupan manusia ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan (hal. 3, lihat juga dalam Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, hal. 16). Dari berbagai pandangan pemikiran kesejahteraan sosial di atas, tampaknya Kartasapoetra dan Hartini berbeda dalam pendefinisian. Yaitu suatu kehidupan sejahtera yang selalu diinginkan untuk kelompok profesionalnya (2007, hal. 444). Pandangan ini memberikan interpretasi bahwa, kehidupan sejahtera merupakan suatu dambaan semua manusia, dan ia hanyalah sebuah keinginan atau impian dalam perwujudannya. Adapun yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial adalah sistem yang mengatur pelayanan sosial (masalah sosial dapat dikelola dengan baik dan kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan) dan lembaga-lembaga untuk membantu individuindividu dan kelompok-kelompok mencapai tingkat kehidupan, pendidikan, kesehatan yang layak, memperbaiki kehidupan manusia sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.



35 Hal di atas menjadi harapan dan cita-cita manusia dalam menjalankan aktivitas ekonominya, yaitu kesejahteraan. Kesejahteraan sendiri dapat dicapai dan diwujudkan tatkala dibarengi oleh suatu strategi.



3) Welfare Society (masyarakat sejahtera) Saifullah dalam hal ini memberikan definisi yang komprehensif mengenai masyarakat sejahtera. Beliau mengatakan, sekelompok individu dalam satu komunitas yang teratur, di bawah suatu sistem atau aturan untuk tujuan yang sama; hidup bersama alam kondisi aman dan bahagia, terpenuhinya kebutuhan dasar akan makanan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pendapatan dan memperoleh perlindungan dari resiko-resiko yang mengancam



kehidupannya.



Kebersamaan



atas



kepentingan



bersama,



tanpa



mengorbankan kepentingan individu (2008, hal. 20). Komunitas teratur, sistem yang sama, aman bahagia, terpenuhinya kebutuhan dasar, terhindar dari resiko dan mengedepankan kepentingan bersama menjadi indikator masyarakat sejahtera. Dan dapat dinamakan dan dilabelisasi masyarakat sejahtera tatkala indikator-indikator di atas dapat terpenuhi secara bersamaan. Dalam konteks individu merupakan bagian dari masyarakat, dan masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu yang ada, maka Al-badri –sebagaimana dikutip oleh Saifullah- menyatakan masyarakat dan individu menurut Islam adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, status dan hubungan individu dengan masyarakat memberikan jaminan keselamatan bagi semua. Masyarakat berfungsi menjadi keselamatan individu, dan individu berbuat demi kemaslahatan segenap anggota masyarakat (2008, hal. 20).



36 Oleh karena itu, masyarakat sejahtera diidentikkan dengan pemenuhan kebutuhan pokok atau dasar manusia, terhindar dari resiko dan ancaman, kepentingan bersama atau persaudaraan universal, dan kehidupan yang damai dan bahagia.



4) Welfare State atau negara kesejahteraan Dalam garis besar, negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Spicker –sebagaimana dikutip oleh Suharto- misalnya, menyatakan bahwa negara kesejahteraan “…stands for a developed ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to the best possible standards” (2006). Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Sejalan dengan pandangan Chapra mengenai negara kesejahteraan, sebagai pemberian pelayanan kesejahteraan kepada semua orang, baik kaya maupun miskin, melalui pengeluaran pemerintah yang ditingkatkan (2000, hal. 344). Menurut Krisna, pelayanan sosial kepada semua orang sebagaimana definisi di atas bukanlan hal yang pokok dan substansi mengenai lahirnya negara kesejahteraan. Krisna melihat dan mendefinisikan negara sejahtera adalah pemerintah yang dapat menjamin suatu taraf hidup minimum bagi semua warganya, yang mencakup terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, serta papan dan menyelenggarakan lapangan



37 kerja yang penuh. Di samping itu, negara memberikan berbagai macam pelayanan sosial, terutama bidang pendidikan dan kesehatan, dan memberi bantuan untuk masa tua serta cacat (1993, hal. 158). Begitu dalam dan luas definisi dan istilah-istilah yang berkaitan dengan kesejahteraan di atas. Economic welfare (Ekonomi kesejahteraan) misalnya, mencoba untuk memaksimalkan tingkatan dari kesejahteraan sosial, dengan pengujian kegiatan ekonomi dari individu yang ada dalam masyarakat. Yang berkaitan dengan subsistensi, barang-barang dan jasa-jasa rekreasional. Social welfare (kesejahteraan sosial) adalah sistem yang mengatur pelayanan sosial dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan kelompokkelompok mencapai tingkat kehidupan, pendidikan, kesehatan yang layak, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, baik aspek material, spiritual, dan dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Begitu juga dengan welfare society (masyarakat sejahtera) diidentifikasikan sebagai komunitas teratur, sistem yang sama, aman bahagia, terpenuhinya kebutuhan dasar, terhindar dari resiko dan mengedepankan kepentingan bersama menjadi indikator masyarakat sejahtera. Dan dapat dinamakan dan dilabelisasi masyarakat sejahtera tatkala indikator-indikator di atas dapat terpenuhi secara bersamaan. Dan welfare state (negara kesejahteraan), pemerintah yang dapat menjamin suatu taraf hidup minimum bagi semua warganya, yang mencakup terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, serta papan dan menyelenggarakan lapangan kerja yang penuh. Di samping itu, negara memberikan berbagai macam pelayanan sosial, terutama bidang pendidikan dan kesehatan, dan memberi bantuan untuk masa tua serta cacat.



38 Dari istilah-istilah di atas, terlihat jelas bahwa sejahtera dan kesejahteraan sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam).



Konsep Kesejahteraan Mengenai konsep kesejahteraan, meskipun tidak ada suatu batasan substansi yang tegas tentang kesejahteraan, namun tingkat kesejahteraan mencakup di antaranya pangan, pendidikan, kesehatan. Dan seringkali konsep kesejahteraan diperluas kepada perlindungan sosial lainnya seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua, keterbebasan dari kemiskinan, dan sebagainya. Dengan kata lain lingkup substansi kesejahteran seringkali dihubungkan dengan lingkup kebijakan sosial. Penentuan batasan substansi kesejahteraan dan representasi kesejahteraan ini menjadi perdebatan yang luas (Suharto tt, hal 3). Sebagai atribut agregat, kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks atas suatu lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan bersifat kompleks karena multidimensi, mempunyai keterkaitan antardimensi dan ada dimensi yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup dinyatakan sebagai suatu intensitas



tunggal



yang



merepresentasikan



keadaan



masyarakat,



tetapi



juga



membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu. Oleh karena itu, konsep kesejahteraan sering diartikan berbeda-beda oleh orang dan negara yang berbeda. Kapitalisme, misalnya merumuskan kesejahteraan dalam pendekatan materialis murni. Kesejahteraan didefinisikan sebagai terpenuhinya



39 kebutuhan materil manusia sesuai dengan hasil kerja optimal masing-masing orang atau kelompok. Pendekatan materialis biasanya menafikan kebutuhan rohani. Sebagaimana menurut Smith dalam karyanya The Wealth of Nation (1776) – sebagaimana dikutip oleh Saifullah- bahwa kesejahteraan diukur berdasarkan seberapa besar hasil barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi. Karenanya, yang disebut dengan istilah negara maju adalah yang menikmati pendapatan tinggi, tanpa memperhatikan tingkat kehancuran nilai-nilai spiritual masyarakatnya; sedangkan negara terbelakang adalah negara dengan pendapatan rendah (2008, hal. 1). Sosialisme melihat kesejahteraan dengan pendekatan komunal. Kesejahteraan bisa dicapai melalui pemerataan yang diatur oleh negara atau pemerintah, agar supaya terjadi keadilan. Dalam hal ini pemerintah memiliki peran yang begitu besar dan kuat dalam menyelenggarakan dan mensukseskan kesejahteraan manusia terutama rakyat negaranya tersebut. Demikianlah sistem kapitalis dengan prinsip ‘kebebasan pasar’ dan sosialis dengan prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai dan sistem yang sama-sama dibangun atas dasar ‘materi kebendaan’ yang menguasai dan menentukan arah bahwa ‘pertumbuhan ekonomi’ adalah tujuan utama bangsa manusia. Perbedaan antara keduanya hanya dalam hal ‘sistem kepemilikan’ dan ‘sistem distribusi’ kekayaan. Keduanya memiliki seruan bahwa ‘kesejahteraan individu’ di atas segalanya disertai dengan materi berlimpah akan mewujudkan ‘kesejahteraan’ secara makro. Murujuk pada Spicker (1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson (2005), dan Suharto (2006), pengertian dan konsep kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna, yaitu:



40 1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley et al (2000:ix) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “…a condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. 2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan (personal social services). 3. Sebagai tunjangan sosial. Khususnya di Amerika Serikat (AS), diberikan kepada orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut “Social Illfare” ketimbang “Social Welfare”. 4. Sebagai proses atau usaha terencana. Hal ini baik dilakukan perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian kedua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga). Konsep kesejahteraan dapat diidentifikasikan sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam).



41 Terpenuhinya kebutuhan pokok baik fisik maupun nonfisik dan memiliki kesempatan, perlindungan dan jaminan akan hal tersebut menjadi tawaran dan konsep Kantor Menkokesra. Kantor Menkokesra –sebagaimana dikutip oleh Saifullah-, menyatakan bahwa masyarakat sejahtera apabila kehidupan masyarakat tentram lahir batin, setiap individu memperoleh penghidupan yang layak dengan terpenuhinya beberapa kondisi (2008, hal. 29): Pertama, kebutuhan pokok untuk kehidupan fisik dan nonfisik tersedia dan terjangkau oleh masyarakat secara menyeluruh dan merata. Kedua, setiap individu memiliki kesempatan, perlindungan dan jaminan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan pendapatan layak, bebas dari rasa takut dan tentram. Rumusan sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan, kesejahteraan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan jasmaniah dan rohaniah, atau keseimbangan antara aspek material dan non-material atau spiritual. Di mana kondisi sejahtera terjadi jika kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko yang mengancam kehidupannya (Suharto, Negara Kesejahteraan, t.t., hal. 3). Peningkatan kondisi kesejahteraan atau kualitas hidup (kondisi) masyarakat antara lain bisa melalui pengelolaan masalah sosial, pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, dan pemaksimalan kesempatan anggota masyarakat untuk berkembang (termasuk kesempatan bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan). Selanjutnya, dalam konsep kesejahteraan sebagian besar yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan ekonomi adalah pendapatan nyata rumah tangga yang dimiliki



42 orang, yang disesuaikan dengan perbedaan ukuran rumah tanggga dan komposisi demografi (Ravallion dan Lokshin 2000). Ini didefinisikan sebagai pendapatan total rumah tangga dibagi dengan sebuah garis kemiskinan yang memberikan biaya dari tingkat nilai guna (utility) beberapa referensi pada harga yang berlaku dan demografi rumah tangga. Teori ekonomi liberalisme menjelaskan, indikator baik atau tidaknya ekonomi suatu negara dipandang dari nilai GNP (Gross Nasional Product/Produk Nasional Bruto) atau GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto) negara tersebut. Hal ini tentu saja sangat semu dan tidak relevan untuk menilai apakah suatu negara dapat dikatakan mapan atau tidak. Sebab nilai GNP10 dan GD11 didapat dari jumlah keseluruhan pertambahan nilai yang didapat dari negara tersebut tanpa memandang kebutuhan perindividu secara khusus, sehingga bisa saja nilai GNP yang tinggi diakibatkan oleh adanya golongan yang sangat kaya yang merupakan minoritas yang menutupi



golongan



mayoritas



yang



tidak



mampu



(http//www.kertaskuning’sweblog.com). Sedangkan Das Kapital, Marx mengatakan bahwa ekonomi kapitalisme akan selalu menghasilkan kelas yang sangat runcing perbedaannya dikarenakan kekuatan modal-lah yang menggerakkan kemampuan ekonomi atau dengan kata lain pergerakan modal tidak menyentuh seluruh golongan pada masyarakat. Sehingga apapun upaya ----------------------------10 GNP or Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut. 11 GDP or Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.



43 yang dilakukan oleh pemerintah baik itu BOS (bantuan operasional sekolah), BLT (bantuan langsung tunai), JPS (jaringan pengaman sosial) dll tidak akan mempu menyentuh permasalahan utama yaitu tidak bergeraknya modal di sektor riil dan menyeluruh selama sistem perekonomian yang dipakai adalah sistem kapitalisme yang berpegang pada pasar bebas. Di sisi lain, menurut para ekonom bahwa semakin tinggi pendapatan akan berpengaruh terhadap tingginya kesejahteraan. Namun pendapat ini diperdebatkan, dengan adanya beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya pendapatan (sisi ekonomi) tidak selalu berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang, selain itu terdapat sisi lain yaitu sosial psikologis (Saifullah 2008, hal. 25). Mazhab neoklasik telah mengubah pandangan tentang ekonomi baik dalam teori maupun dalam metodologinya. Teori nilai tidak lagi didasarkan pada nilai tenaga kerja atau biaya produksi tetapi telah beralih pada kepuasan marjinal (marginal utility). Pendekatan ini merupakan pendekatan yang baru dalam teori ekonomi. Salah satu pendiri mazhab neoklasik yaitu Gossen, dia telah memberikan sumbangan dalam pemikiran ekonomi yang kemudian disebut sebagai Hukum Gossen I dan II. Hukum Gossen I menjelaskan hubungan kuantitas barang yang dikonsumsi dan tingkat kepuasan yang diperoleh, sedangkan Hukum Gossen II, bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatannya untuk berbagai jenis barang yang diperlukannya. Selain Gossen, Jevons dan Menger juga mengembangkan teori nilai dari kepuasan marjinal. Jevons berpendapat bahwa perilaku individulah yang berperan dalam menentukan nilai barang. Dan perbedaan preferences yang menimbulkan perbedaan harga. Sedangkan Menger menjelaskan teori nilai dari orde berbagai jenis barang,



44 menurut dia nilai suatu barang ditentukan oleh tingkat kepuasan terendah yang dapat dipenuhinya. Dengan teori orde barang ini maka tercakup sekaligus teori distribusi. Dalam hal ini, seseorang memiliki kecendrungan menilai kesejahteraan secara subjektif, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain adalah tujuan dan harapan hidup individu, serta cara mendapatkannya. Bahkan menurut Feuntes –sebagaimana dikutip oleh Saifullah- kesejahteraan subjektif memiliki korelasi positif terhadap kepuasan dalam memenuhi kebutuhan dasar, tetapi tidak terhadap pendapatan (2008, hal. 26). Oleh karena itu, dalam konsep kesejahteraan, tingkat kepuasan dan kesejahteraan adalah dua pengertian yang saling berkaitan. Yang pertama merujuk kepada keadaan individu atau kelompok, sedangkan yang kedua mengacu kepada keadaan komunitas atau masyarakat luas. Berdasarkan pengertian di atas, pengertian dasar kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu suatu masyarakat.



Kebutuhan Pokok dalam Teori Maslow Kegiatan manusia di bumi yang kemudian dinamakan dengan aktivitas ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Di jaman dulu cenderung mengalami proses yang sama, bagaimana ia berburu, meramu dan bercocok tanam. Demikian juga perilaku manusia di saat ini, mengalami kecendrungan ke arah yang sama, bagaimana mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan yang kemudian dikembangkan dalam produksi distribusi dan menyelesaikan pekerjaan. Hal ini menandakan bahwa manusia mempunyai pola perilaku untuk memenuhi kebutuhan yang relatif sama walaupun tidak persis.



45 Dalam konteks kesejahteraan, maka kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pokok/dasar manusia. Dan peneliti melihat bahwa kondisi sejahtera terjadi manakala kebutuhan dasar manusia akan gizi, kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal dapat dipenuhi. Serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. Tujuan akhir dari pemenuhan di atas adalah kesenangan dan kebahagiaan. Karenanya, manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik kebutuhan penting maupun tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Dan sampai sekarang belum ada gambaran tegas mengenai konsep kebutuhan dasar ataupun pokok yang sebenarnya dan bagaimana kebutuhan dasar tersebut terpenuhi oleh golongan manusia. Pemenuhan kebutuhan menjadi sangat diperlukan sekali (desirable) dalam aktivitas kehidupan ekonomi manusia. Dalam hal ini, pemenuhan kebutuhan dasar atau pokok menempati dan mendapatkan prioritas secara kardinal dan urgen. Kebutuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari akar kata butuh yang mempunyai makna sangat perlu menggunakan, memerlukan. Kebutuhan berarti yang dibutuhkan (1996, hal. 161). Makna kebutuhan sangat jauh berbeda dengan makna keinginan. Jika kebutuhan didefinisikan dengan sesuatu yang sangat dibutuhkan, maka keinginan mempunyai makna hasrat, hendak, mau, menginginkan, mengharapkan, menghendaki. Keinginan berarti barang yang diingini, perihal ingin: hasrat, kehendak dan harapan (Ibid, hal. 379). Sedangkan dalam bahasa Inggris kebutuhan dikenal dengan need, necessity and requirement (John dan Hasan 1998, hal. 98). Sedangkan keinginan dikenal dengan want, wish dan desire (hal. 223). John dan Hasan mendefinisikan need sebagai suatu



46 kebutuhan dan keperluan atau bersifat memberi pertolongan (hal. 392). Dan want sebagai keinginan dan kemauan terhadap sesuatu (hal. 635). Dan jika ditelaah lebih dalam, kebutuhan dalam hal ini need lebih bersifat kepada kebutuhan manusia yang harus dipenuhi karena dengan tidak terpenuhinya akan mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Berbeda dengan keinginan (want) lebih mengarah kepada sebatas keinginan dan kemauan yang mengitari perilaku manusia dalam beraktivitas dan ia tidak bersifat mengancam bagi kehidupan manusia. Dan dapat dipahami pula bahwa keinginan atau kemauan seseorang bersifat tidak terbatas. Yang oleh Amalia digambarkan dengan dalam bahwa need adalah segala sesuatu yang sarat dengan nilai dan want identik dengan bebas nilai (2005, hal. 211). Hal ini mengandung arti bahwa keinginan hanya bersifat hasrat belaka, sedangkan kebutuhan sesuatu yang mempunyai nilai penting bagi aktivitas ekonomi manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, kebutuhan itu dapat berarti dan mencakup dua hal yang sering dicampuradukkan orang. Menurut Zainun, Pertama merupakan hal yang memang harus dimiliki karena hal itu betul-betul merupakan sesuatu yang diperlukan. Kedua merupakan sesuatu yang sering diutarakan sebagai kebutuhan, padahal sesungguhnya baru merupakan keinginan belaka. Ingin memiliki sesuatu barang belum tentu barang yang diinginkan itu benar-benar diperlukan (2004, hal. 65). Oleh karena itu, kebutuhan dan keinginan adalah dua kutub yang memiliki makna berbeda satu sama lainnya. Tatkala meminjam definisi Zainun di atas maka akan lebih terlihat sebuah formulasi yang utuh dan dalam mengenai kebutuhan. Kebutuan diartikan sebagai sesuatu yang penting dan harus dipenuhi segera demi kelangsungan hidup manusia. Namun, keinginan sangat berbeda dengan makna kebutuhan di atas.



47 Keinginan dapat dilihat sebagai sesuatu yang tidak atau kurang penting, tidak harus dipenuhi, dan tidak mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Dalam konteks kebutuhan, menurut Soetarno kebutuhan adalah suatu keinginan terhadap benda atau jasa yang pemuasannya dapat dilaksanakan bersifat jasmani maupun rohanian (1986, hal. 512). Definisi tersebut menunjukkan sebagai salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha. Observasi Keynes sebagaimana peneliti nukil dalam buku tantangan ekonomi Islam karangan Chapra mengatakan bahwa: “Meskipun kebutuhan manusia tampak mungkin tidak dapat dipenuhi. Namun, mereka dapat digolongkan ke dalam dua kelas, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi dalam situasi apa pun dan kapan pun, dan kebutuhankebutuhan yang relatif dalam arti pemenuhannya akan mengangkat kita ke atas, membuat kita merasa superior terhadap teman sejawat. Kebutuhan golongan dua yang memenuhi keinginan superioritas, mungkin dapat dipenuhi, karena semakin tinggi derajat umum, semakin tinggi pula mereka. Ini tidak berlaku bagi kebutuhan mutlak” (J.M. Keynes, The Collected Writings of John Maymard Keynes, vol.IX. Essays is persuasion, the essay on “Economic Possibilities for Our Grandchildren”, 1972, hal. 326). Klasifikasi ini mengandung implikasi bahwa, kebutuhan-kebutuhan absolut bermuara dalam diri individu sendiri dan diperlukan sesuai kondisi manusia. Pemenuhannya sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, kenyamanan dan perkembangannya. Berbeda dengan ini, kebutuhan-kebutuhan relatif, seperti yang dinyatakan oleh Galbairth “adalah dirincikan dan diciptakan untuk dirinya” (Galbairth, The Affluent Society, hal. 152). Kelompok ini termasuk semua jenis status simbol dan barang-barang atau jasa-jasa yang memang tidak menambah kebahagiaannya. Dari beberapa data di atas menunjukkan suatu model kebutuhan manusia. Model tersebut bisa bersifat mutlak yang menyangkut keberlangsungan hidup seseorang seperti



48 sandang, pangan, papan, pendidikan dan agama. Adapula model kebutuhan yang bersifat relatif di mana pemenuhannya akan mengangkat seseorang ke atas dan tinggi di antara yang lain. Model akademis kebutuhan yang paling terkenal adalah model yang dikembangkan oleh Maslow. Dalam model itu, ia menyatakan bahwa manusia memiliki berbagai tingkat kebutuhan, mulai dari jaminan sosial sampai aktualisasi diri. Model ini kemudian dikembangkan lagi oleh Alderfer. Studi akademis tentang kebutuhan mencapai puncaknya pada tahun 1950-an. Saat ini, studi tentang kebutuhan kurang banyak diminati. Meskipun begitu, ada beberapa studi terkenal yang berhubungan dengan kebutuhan, misalnya studi yang dilakukan oleh Sennett yang meniliti tentang pentingnya rasa hormat. Studi lain yang dipelajari adalah tentang konsep kebutuhan intelektual yang teliti dalam kependidikan. Model Compassionate Communication, dikenal juga dengan nama Nonviolent Communication (NVC) (http//www.cnvc.org) buatan Marshall Rosenberg menyebutkan tentang adanya perbedaan antara kebutuhan universal manusia (apa yang menopang dan mendorong kehidupan manusia) dengan strategi tertentu untuk memuaskan kebutuhan itu. Bertentangan dengan Maslow, model Rosenberg tidak membagi kebutuhan ke dalam hierarki-hierarki tertentu (http//www.cnvc.org/needs.htm). Dalam model tersebut, perasaan dijadikan indikator apakah kebutuhan itu telah terpuaskan atau belum. Salah satu tujuan dari model Rosenberg ini adalah mendorong manusia untuk mengembangkan kesadaran bahwa kebutuhan makhluk hidup akan terus bertambah sepanjang hidupnya sehingga manusia harus berusaha mencari strategi yang lebih efektif untuk menutupi kebutuhannya itu (http//www.id.wikipedia.org).



49 Dari sana lahirlah beberapa istilah mengenai sifat kebutuhan manusia. Ada yang bersifat primer atau pokok, sekunder dan tersier. Ketiganya memiliki arti dan makna yang berbeda-beda satu sama lainnya. Kebutuhan primer didefinisikan sebagai kebutuhan yang paling utama untuk dapat mempertahankan hidup seperti makan, minum, pakaian dan perumahan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang guna melengkapi kebutuhan primer, seperti alat-alat dan perabot (Manullang 1971, hal. 6). Dan tersier diartikan sebagai penghias dan pelengkap dari keadaan dan kondisi yang ada. Asy-Syāţibi (W. 790 / 1388 M) dalam al-Muwāfaqat fi Uşūl al-Syari’ah mengklasifikasi



tingkat



kebutuhan



menjadi



tiga,



yaitu:



pertama,



dharūriyat



dimaksudkan untuk memelihara lima unsur pokok dalam kehidupan manusia; kedua, hājiyat dimaksudkan untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur pokok menjadi lebih baik; ketiga, tahsiniyat agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok tersebut (tt,. hal. 374). Ketiga klasifikasi di atas, dalam teori dan konsep Maslow lebih dikenal dengan primer, sekunder dan tersier. Ketiganya memiliki arti dan makna tersendiri. Begitu juga dalam hal pemenuhannya (full filling needs) berbeda sifat antara satu dengan yang lainnya. Mengenai kemunculan istilah kebutuhan pokok dan kemudian model kebutuhan pokok atau basic human needs approach tahun 1976, yaitu pada saat diadakannya konferensi ILO (international labour office) di Kenya. Jauh sebelumnya memang istilah ini sudah dikenal orang-orang (Green 1978, hal. 8) tetapi istilah ini secara resmi dan mulai meluas dengan diadakannya perdebatan di Kenya tahun 1976 tersebut. Dalam



50 konferensi ini disarankan agar strategi dan politik pembangunan lebih diprioritaskan kepada tujuan memenuhi kebutuhan pokok dari penduduk tiap-tiap negara (hal. 7). Pendekatan ini tumbuh dari usaha pencarian suatu strategi pembangunan yang bisa lebih efektif dalam menangani kemiskinan yang berlarut-larut di sebagian besar dunia (Soedjatmoko 1978, hal. 59). Model kebutuhan dasar tersebut diharapkan sebagai suatu strategi memenuhi lima sasaran pokok yaitu: 1) Dipenuhinya kebutuhan pangan, sandang, pangan, atau perumahan, peralatan sederhana dan berbagai kebutuhannya yang dipandang perlu; 2) Dibukanya kesempatan luas untuk memperoleh berbagai jasa, pendidikan untuk anak dan orang tua, program preventif dan kuratif keseharan air minum, pemukiman dengan lingkungan yang mempunyai infrastruktur dan komunikasi, baik rural maupun urban; 3) Dijaminnya hak untuk memperoleh kesempatan kerja yang produktif (termasuk menciptakan sendiri) yang memungkinkan adanya balas jasa setimpal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga; 4) Terbinanya prasarana yang memungkinkan produksi barang dan jasa, ataupun dari perdagangan internasional untuk memperolehnya dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan bagi pembiayaan usaha selanjutnya; 5) Menjamin adanya partisipasi masa dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek-proyek (Green 1978, hal. 7 dan Derodjatun Koentjoro-Jakti 1978, hal. 15). Munculnya basic human needs dengan lima sasaran tersebut disebabkan karena growth-oriented approach yang telah dianggap memberi kemajuan dan pertumbuhan



51 ekonomi di beberapa negara belum dapat memberi pembagian hasil yang merata di antara golongan penduduk yang ada di negeri tersebut. Seperti ditulis Prof. Soebroto, pertumbuhan ekonomi tersebut juga tidak menciptakan kesempatan kerja yang memadai untuk menampung penduduk yang cepat meningkat (Soebroto 1976, hal. 14). Radwan dan Alfthan menulis bahwa tanpa mengurangi konsep basic needs, keperluan minimum dari seorang individu atau rumah tangga adalah sebagai berikut: (1) makan, (2) pakaian, (3) perumahan,(4) kesehatan, (5) pendidikan, (6) air dan sanitasi, (7) transportasi dan (8) partisipasi (1978, hal. 198). Begitu juga dengan Kian Wie mendefinisikan kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa yang oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dapat dinikmati oleh seseorang. Hal ini berarti bahwa kebutuhan pokok berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain, dari suatu negeri ke negeri yang lain. Jadi suatu kebutuhan pokok itu adalah spesifik (1978, hal. 18-25). Menurut Mulyanto dan Hans-Dieter model kebutuhan pokok atau dasar telah dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1) Makanan, 2) Minuman, 3) Perumahan, 4) Kesehatan, 5) Pendidikan, 6) Kebersihan, Transportasi & 7) Partisipasi masyarakat (1982, VI). Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Sundoyo dalam Model Kebutuhan Dasar. Pertambahan



produksi



tidak



memecahkan



masalah



bagaimana



kepada



masyarakat dicukupi kebutuhan pokok hidup yang diperlukan oleh mereka (Soebroto 1976, hal. 3). Hal itu memperkuat kenyataan bahwa kemajuan ekonomi yang dicapai beberapa negara tersebut tidak disertai kemajuan bagi seluruh rakyat atau penduduknya. Kemiskinan tetap masih diderita oleh banyak penduduk di negara tersebut.



52 Pandangan baru menunjukkan bahwa ukuran pendapatan per jiwa saja tidak mewakili



kemajuan



ekonomi



secara



mengurangi



ketidakmerataan



pembagian



pendapatan dan pembangunan dengan berusaha juga untuk menghapuskan kemiskinan, kekurangan lapangan pekerjaan dan ketidakmerataan pendapatan. Pendekatan basic human needs dari ILO pada dasarnya juga mencerminkan perubahan arah pembangunan ini (Radwan & Alfthan 1978. hal. 198). Pendekatan model kebutuhan dasar ini memandang bahwa dalam pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar rakyat, partisipasi dari seluruh masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi ini terutama di dalam mengambil keputusan yang menyangkut kebutuhan penduduk. Artinya kebutuhan apa yang diperlukan masyarakat dan berapa jumlahnya, hendaknya berdasarkan atau ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Mampu atau tidaknya suatu pemerintah yang sudah memutuskan akan berorientasi kepada kebutuhan pokok, untuk mengubah arah pembangunan dan membalik arah politiknya, merupakan masalah penting mengingat banyaknya golongan atau lapisan yang dirugikan oleh pengambilan keputusan demikian. Dr. Soedjatmoko di dalam hal ini melihat perlunya “kemauan politik” ini sebagai prasarat bagi terlaksananya model kebutuhan pokok ini. Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar basic human needs dapat dipahami sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan, perumahan, pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial).



53 Kebutuhan dasar atau pokok inilah yang akan membawa manusia ke arah kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup. Dan itu merupakan tujuan utama dalam segala aktivitas manusia.



Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Menurut Maslow, apabila seluruh kebutuhan seseorang belum terpenuhi pada waktu yang bersamaan, pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar merupakan hal menjadi prioritas. Dengan kata lain, seorang individu baru akan beralih untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih tinggi jika kebutuhan dasarnya telah terpenuhi. Lebih jauh, berdasarkan konsep hierarchy of needs, ia berpendapat bahwa garis hierarkis kebutuhan manusia berdasarkan skala prioritasnya terdiri dari (Donnelly, Gibson dan Ivancevich 1998, hal. 270-271): 1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs), mencakup kebutuhan dasar manusia, seperti makan dan minum. Jika belum terpenuhi kebutuhan dasar ini akan menjadi prioritas manusia dan mengenyampingkan seluruh kebutuhan hidup lainnya. 2. Kebutuhan Jaminan sosial (Safety Needs), mencakup kebutuhan perlindungan terhadap gangguan fisik dan kesehatan serta krisis ekonomi. 3. Kebutuhan Sosial (Social Needs), mencakup kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan persahabatan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang. 4. Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs), mencakup kebutuhan terhadap penghormatan dan pengakuan diri. Pemenuhan kebutuhan ini akan memengaruhi rasa percaya diri dan prestise seseorang.



54 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs), mencakup kebutuhan memberdayakan seluruh potensi dan kemampuan diri. Kebutuhan ini merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Teori hirarkie kebutuhan Maslow tersebut dihepotesakan dengan sebuah piramida. Yang mana kebutuhan pertama (pokok atau dasar) manusia adalah kebutuhan yang terletak dalam kolom paling bawah yaitu, kebutuhan fisik. Akan terlihar lebih jelas hirarkie kebutuhan manusia menurut Maslow tersebut dalam gambar berikut ini:



Kebutuhan Kelima Penghargaan Kebutuhan Keempat Penghargaan dan Status Kebutuhan Ketiga Rasa Memiliki dan Sosial Kebutuhan Kedua Rasa Aman dan Jaminan Kebutuhan Pertama/Pokok Kebutuhan Fisiologi/fisik Gambar 1. Teori hirarkie kebutuhan manusia menurut Maslow Dalam dunia ekonomi dan manajemen manusia, kebutuhan-kebutuhan yang dikemukakan Maslow tersebut dapat diaplikasikan sebagai berikut (Donnelly, Gibson dan Ivancevich 1998, hal. 274): 1. Pemenuhan kebutuhan fisiologi antara lain, dapat diaplikasikan dalam hal pemenuhan kebutuhan primer (sandang, pangan papan), pemberian upah atau gaji yang adil dan lingkungan kerja yang nyaman.



55 2. Pemenuhan kebutuhan jaminan sosial antara lain dapat diaplikasikan dalam hal pemberian tunjangan, jaminan sosial kerja dan lingkungan kerja yang nyaman, terhindar dari segala resiko yang mengancam. 3. Pemenuhuan kebutuhan sosial antara lain dapat diaplikasikan dalam hal pendidikan, pelayanan kesehatan, kesempatan kerja, dorongan terhadap kerja sama, stabilitas kelompok dan kesempatan berinteraksi sosial. 4. Pemenuhan kebutuhan akan penghargaan antara lain dapat diaplikasikan dalam hal penghormatan terhadap jenis pekerjaan, signifikansi aktivitas pekerjaan dan pengakuan publik terhadap performance yang baik. 5. Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri antara lain dapat diaplikasikan dalam hal kebebasan dalam berekonomi, dan pilihan dalam berkreativitas dan tantangan pekerjaan. Menurut Maslow –sebagaimana dikutip oleh Zainun- mengatakan bahwa kebutuhan dasar manusia tingkat tertinggi adalah the needs for self-actualization yang pada hakikatnya merupakan kebutuhan seseorang untuk mengaktualisasikan cita dan keinginan dengan menampilkan potensi bakatnya yang luar biasa. Seseorang yang mempunyai bakat untuk menjadi seorang seniman musik yang termasyhur maka orang itu akan mengarahkan seluruh daya dan usahanya untuk merealisasikan potensi bakatnya dalam bidang seni musik itu (2004, hal. 71-72). Ciri yang amat khusus pada jenis kebutuhan ini ialah bahwa, dengan terpenuhinya kebutuhan ini orang akan merasa luar biasa terhadap dirinya. Kekaguman terhadap hasil karnyanya kadang-kadang menenggelamkan segala macam godaan. Perhatiannya terpusat kepada pekerjaannya sehingga kadang-kadang orang demikian bahkan lupa dengan kebutuhan pokok fisiknya sendiri.



56 Kebutuhan dasar tertinggi ini hanya mungkin terpenuhi secara tuntas pada orang yang memperlihatkan bakat keluarbiasaannya, seperti nabi-nabi, pemimpin-pemimpin besar dunia, para seniman yang atau pada orang-orang yang mempunyai daya kreasi luar biasa yang mampu menciptakan penemuan-penemuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia dan masyarakat (Zainun 2004, hal. 72). Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Aristoteles dalam Etika Nikomachea bahwa kebutuhan dasar menyangkut semua dimensi yang dimiliki manusia. Ini berarti, kebutuhan manusia untuk menjadi manusia (aktualisasi diri sebagai manusia) memiliki tingkat yang sepadan dengan kebutuhan manusia, mulai dari taraf kebutuhan material, kesehatan, kebutuhan sosial (diterima oleh masyarakat), hingga kebutuhan untuk menjadi diri sendiri. Karenanya, perwujudan diri untuk menjadi diri sendiri adalah kebutuhan yang paling tinggi bagi manusia. Adapun kebutuhan paling dasar bagi manusia adalah kebutuhan fisiologi atau kebutuhan fisik (materi).



Indikator Sejahtera menurut Maslow Kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Oleh karena itu, dalam mewujudkan suatu kesejahteraan ia harus memiliki beberapa komponen berikut ini. Yang kemudian dinamakan dengan indikator kesejahteraan. Dan dengan aspek indikator kesejahteraan ini kiranya dapat dideskripsikan dan diidentifikasikan faktor-faktor yang dapat mengarah dan merealisasikan kesejahteraan manusia itu sendiri.



57 Adapun indikator kesejahteraan secara objektif menurut Maslow menggunakan antara lain adalah pemenuhan kebutuhan pokok/dasar, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial, yang mempunyai keterkaitan sebagai berikut:



1. Pemenuhan kebutuhan pokok/dasar Sejahtera apabila kehidupan masyarakat tentram lahir batin, setiap individu memperoleh penghidupan yang layak dengan terpenuhinya beberapa kondisi, pertama, kebutuhan pokok untuk kehidupan fisik dan nonfisik tersedia dan terjangkau oleh masyarakat secara menyeluruh dan merata; kedua, setiap individu memiliki kesempatan, perlindungan dan jaminan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan pendapatan layak, bebas dari rasa takut dan tentram. Definisi di atas menunjukkan terdapat beberapa indikator yang mengarah kepada kesejahteraan. Semua indikator yang ada merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pemenuhan kebutuhan dasar atau pokok menjadi salah satu indikator yang sangat penting dalam merealisasikan kesejahteraan itu sendiri. Karena apabila tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi individu maupun masyarakat, maka belum dapat dikatakan sejahtera bahkan masih jauh dari arah kesejahteraan. Zainun mengambarkan kebutuhan manusia bukan hanya semata-mata merupakan hal-hal yang dikehendaki untuk memenuhi kebutuhan primer seperti makan, pakaian dan tuntutan sahwat yang bertujuan sekedar untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidup saja. Pengertian kebutuhan tentu lebih luas daripada pemenuhan kebutuhan primer manusia (1989, hal. 65).



58 Para ahli ekonom sosial mengacu pada apa yang dikatakan oleh Aristoteles dalam Etika Nikomachea bahwa kebutuhan dasar menyangkut semua dimensi yang dimiliki manusia. Ini berarti, kebutuhan manusia untuk menjadi manusia (aktualisasi diri sebagai manusia) memiliki tingkat yang sepadan dengan kebutuhan manusia, mulai dari taraf kebutuhan material, kesehatan, kebutuhan sosial (diterima oleh masyarakat), hingga kebutuhan untuk menjadi diri sendiri (Dua 2008, hal. 107). Oleh karena itu, berangkat dari teori pemikiran Maslow menyatakan terdapat lima kebutuhan pokok manusia sebagaimana tertuang di atas. Kelima tingkat kebutuhan di atas harus menjadi perhatian bahkan prioritas manusia dalam kehidupan ini. Dengan pemenuhan kelima skala kebutuhan tersebut manusia akan menjadi superior antar sesamanya. Semua itu merupakan sarana yang memadai agar seseorang menjadi dirinya sendiri. Jika otonomi dimengerti sebagai kemampuan untuk mengatur diri sendiri berdasarkan kebebasan yang dimilikinya, maka dalam bahasa ekonomi sosial, otonomi tersebut berarti seseorang tidak memiliki ketergantungan pada tingkat kebutuhan subsisten. Sebaliknya, pemenuhan atas kebutuhan tersebut menjadi prasyarat bagi seseorang untuk menjadi dirinya sendiri dan menjadi warga negara yang mandiri. Tanpa itu, seseorang tidak pernah menjadi nomos atau norma bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, selain kebutuhan material, otonomi manusia ditentukan juga oleh kebutuhan dasar yang lebih tinggi, yang membuat manusia menjadi manusia. Dengan kata lain, suatu kebutuhan untuk hidup sebagai manusia yang memiliki martabat sebagai manusia (human dignity).



59 2. Pendidikan Sebagai salah satu indikator yang juga sering digunakan dalam mengukur kualitas hidup. Tinggi rendahnya kualitas sumberdaya manusia antara lain ditandai dengan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang berkualitas secara perorangan atau kelompok, dengan melalui pendidikan formal. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan). Socrates menganggap bahwa pendidikan yang tidak mengajarkan pada murid untuk mencari kebenaran atau mengajarkan kebenaran tidaklah termasuk pendidikan dalam arti yang sebenarnya. Untuk mencapai kebenaran melalui pendidikan itulah, Socrates menggunakan metoda dialektika yang membebaskan murid untuk berpikir sendiri tanpa terpengaruh oleh gagasan gurunya (Freire 2004, hal 12). Senada dengan Socrates, Plato (427-347 SM) melalui karyanya yang berjudul “Republica” juga menggunakan metoda dialektika ini untuk memberikan kebebasan kepada murid-muridnya untuk berpikir sendiri tentang musik, tentang pernikahan, tentang pemerintahan, tentang perundang-undangan dan yang lainnya. Meski kebebasan di dalam pendidikan diakui perlunya sejak awal adanya pendidikan, tetapi di dalam perjalanan sejarah yang ada, cukup banyak paradigmaparadigma yang meminimalkan kebebasan di dalam pendidikan. Selain di masa Shopistic kebebasan menjadi minim sebab adanya “kekerasan simbolik” yang dilakukan, dimasa-masa selanjutnya masih juga terjadi reduksi kebebasan dalam pendidikan.



60 Seiring dengan masa Yunani Sophistic, berkembang pula pendidikan di Romawi yang meminimkan kebebasan melalui penekanan disiplin, organisasi dan ketrampilan militer (Freire 2004, hal. 12). Santo Benediktus dari Nursia (480-550 M) mendirikan ordonya di Monte Cassino, Italia, dengan dekrit ketat yang meminimkan kebebasan dalam pendidikannya. Pendidikan yang dilakukan mewajibkan setiap biarawan membaca kitab-kitab suci sekurang-kurangnya dua jam perhari, dan tidak memperkenankan membaca buku-buku lain, tidak membolehkan para biarawan itu memiliki pena untuk menulis sendiri. Setelah masa itu dilanjutkan dengan monopoli Gereja atas pendidikan formal di seluruh Eropa yang berlangsung seribu tahun, kebebasan di dalam pendidikan diminimkan lagi sebagai pelaksanaan pendidikan atas doktrin Gereja (kaum Skolastik). Kebebasan berpikir ditekan, kebebasan berbeda pendapat diberangus yang sampai memakan korban seperti Galileo yang harus kehilangan nyawanya akibat berbeda pendapat dengan pihak gereja akan pengetahuan ilmu alam. Berbagai perguruan pendidikan yang bertebaran sampai abad ke 16 masih dilandasi niat untuk memasok calon-calon pendeta dan mendidik kaum ningrat yang kawasan rohaniahnya dikendalikan oleh pejabat gereja. O’neil berpendapat bahwa pendidikan yang meminimkan kebebasan itu disebut sebagai pendidikan yang konservatif. O’neil membaginya menjadi tiga bagian yaitu pendidikan fundamental, pendidikan intelektual dan pendidikan konservatif. Lebih lanjut O’neil menjelaskan tentang Fundamentalisme pendidikan sebagai berikut (2002, hal.105): “…pada dasarnya anti-intelektual dalam arti bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan-pertimbangan filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif tanpa kritik terhadap Kebenaran yang diwahyukan atau konsensus sosial yang sudah mapan…”



61 O’neil juga menjelaskan tentang Intelektualisme pendidikan sebagai berikut : “…pada dasarnya otoritarian…demi menyesuaikan secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi…” O’neil juga menjelaskan tentang Konservatisme pendidikan sebagai berikut : “Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua atau dan mapan), didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasn perubahan sosial yang konstruktif” Pendidikan yang konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan. Pada abad ke 17, muncul kembali pemikiran-pemikiran yang mengedepankan kebebasan di dalam pendidikan di Eropa yang diawali dengan kebebasan dalam pendidikan berdasar kepada paradigma liberal arts klasik. Sebagai contoh model pengukuran yang menggunakan indikator pendidikan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan menggunakan angka melek huruf rata-rata lama sekolah (tahun) sebagai indeks pendidikan di dalam IPM. Dalam hal ini berdasarkan data BPS sampai tahun 1999 rata-rata lama pendidikan sekolah dasar. Dan berdasarkan data Susenas tahun 2005, secara nasional rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,3 tahun, kemudian pada tahun 2006 rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas sedikit meningkat menjadi 7,4 tahun. Itu berarti rata-rata penduduk Indonesia tahun 2006 baru mampu menempuh pendidikan sampai kelas I SMP atau putus sekolah di kelas II SMP. Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki lebih besar daripada perempuan, masing-masing 7,9 tahun dan 7,0 tahun. Sedangkan menurut wilayah tempat tinggal, rata-rata lama sekolah



62 penduduk di perkotaan lebih lama dibandingkan daerah perdesaan, masing-masing 9,0 tahun dan 6,2 tahun (Saifullah 2008, hal. 27). Data di atas menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu indikator paling penting dalam merealisasikan dan mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Hal ini dapat dilihat dari setiap pendataan terhadap suatu wilayah pertahunnya. Dan sekiranya suatu bangsa dan negara menginginkan dan mengharapkan kesejahteraan bagi manusia, maka hal yang harus ditempuh adalah mengoptimalisasikan pendidikan.



3. Kesehatan Merupakan bagian dari indikator kesejahteraan penduduk dalam hal kualitas fisik. Indikator tersebut meliputi angka kematian bayi dan angka harapan hidup yang menjadi indikator utama. Sebagai contoh menurut data BPS tahun 2006, angka kematian bayi pada tahun 2005 adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, kemudian menurun pada tahun 2006 menjadi 31 per 1000 kelahiran hidup. Sementara angka harapan hidup Indonesia naik dari 69,0 tahun pada tahun 2005 menjadi 69,4 tahun pada tahun 2006. Dengan demikian berarti diperkirakan anak yang lahir pada tahun 2006 akan hidup rata-rata mencapai umur 69,4 tahun (Saifullah 2008, hal. 28).



4. Jaminan sosial Awal teori Teori Maslow tentang jaminan sosial dapat ditelusuri kembali kepada Smith. Smith menganjurkan adopsi dari tangan "tak terlihat" untuk mempromosikan kepentingan individu dan pertumbuhan umum dari kesejahteraan sosial, sehingga meningkatkan tingkat kenaikan umum seluruh dalam kesejahteraan sosial. Teori Maslow kontemporer jaminan sosial dimulai pada abad ke-20, 20 tahun ekonomi kesejahteraan,



63 sebagaimana dicontohkan oleh Pigou menganjurkan penerapan sistem pensiun nasional dan sistem pengangguran bantuan dan pembentukan ekonomi kesejahteraan, jaminan sosial teori. Meskipun Pigou menganjurkan bahwa, peran pemerintah dalam jaminan sosial, tapi teori jaminan sosial mereka masih didasarkan pada gagasan laissez-faire, bukan peran pemerintah adalah terbatas pada pajak dan subsidi (http//www. marxisme.htm). Adapun sifat jaminan kapitalis ini bahwa mereka dapat mengorbankan kepentingan pekerja, kesehatan dan bahkan hidup mereka. Jadi, kapitalisme adalah modal, jaminan sosial lemah ketika tebu adalah kapitalis untuk mempermudah konflik buruh-manajemen, konflik kelas, memperlambat runtuhnya sistem kapitalis. Kapitalis dana jaminan sosial dari amal bukanlah kapitalis, yang dananya berasal dari nilai surplus yang diciptakan oleh kelas buruh. Marx menunjukkan bahwa "harus ada asuransi dengan nilai sisa, kompensasi adalah nilai sisa pengurang." Karena ini "adalah produksi kapitalis dari biaya non-produksi, namun biaya modal, tahu cara menempatkan mayoritas dari bahu mereka sendiri ke pundak kelas buruh dan kelas menengah ke bawah." (http//www. marxisme.htm). Dengan demikian, kelas pekerja untuk menciptakan dana mereka sendiri jaminan sosial sebagai bagian dari nilai surplus, bukan kapitalis, amal, jaminan sosial, sifat dari kapitalisme adalah menipu. Bahkan, "perlu untuk kepentingan mereka sendiri melakukannya ketika begitu", dan ketertarikan ini adalah "tidak lagi membeli punya hak untuk mengganggu Anda," "Adapun pengaruh amal, masyarakat miskin dari saudarasaudara mereka miskin mendapatkan bantuan, dari dari borjuasi mendapatkan lebih. "



64 Kriteria dan Bentuk Kesejahteraan Kesejahteraan sebagaimana kondisi terpenuhinya kebutuhan jasmaniah dan rohaniah, atau keseimbangan antara aspek material dan non-material atau spiritual. Di mana kondisi sejahtera terjadi jika kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan (kesempatan kerja) dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resikoresiko yang mengancam kehidupannya. Adapun peningkatan kondisi kesejahteraan atau kualitas hidup (kondisi) masyarakat antara lain melalui pengelolaan masalah sosial, pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, dan pemaksimalan kesempatan anggota masyarakat untuk berkembang (termasuk kesempatan bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan). Sekelompok individu dalam satu komunitas yang teratur, di bawah suatu sistem atau aturan untuk tujuan yang sama; hidup bersama dalam kondisi aman dan bahagia, terpenuhinya kebutuhan dasar akan makanan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pendapatan dan memperoleh perlindungan dari resiko-resiko yang mengancam kehidupannya.



Kebersamaan



atas



kepentingan



bersama,



tanpa



mengorbankan



kepentingan individu. Sekelompok individu tersebut dinamakan dan diidentikkan dengan keluarga atau masyarakat sejahtera. Para pakar dan ahli ekonom memberikan klasifikasi tingkat kesejahteraan terhadap suatu masyarakat. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Kependudukan memberikan klasifikasi keluarga di Indonesia sebagaimana berikut: a. Keluarga Pra Sejahtera, yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, misalnya kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan; yang tampak dalam ketidakmampuan dalam memenuhi indikator-



65 indikator berikut: a) menjalanan ibadah sesuai dengan agamanya; b) makan minimal 2 kali per hari; c) pakaian lebih dari satu pasang; d) sebagian besar lantai rumahnya bukan dari tanah; e) jika sakit dibawa ke sarana kesehatan. b. Keluarga Sejahtera I, sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dalam hal sandang, papan, pangan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar. c. Keluarga Sejahtera II, selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologinya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. d. Keluarga Sejahtera III, telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologisnya, dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif menyumbangkan dan belum aktif giat dalam usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya. e. Keluarga Sejahtera III Plus, telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan, sekaligus secara teratur ikut aktif dalam kegiatan sosial (1996, hal. 10). Atas dasar klasifikasi di atas, maka kriteria dan bentuk keluarga sejahtera dapat ditetapkan sebagai berikut: Pertama, pra sejahtera; Kedua, sejahtera tahap I; Ketiga, sejahtera tahap II; Keempat, sejahtera tahap III; Kelima, sejahtera tahap III plus. Klasifikasi di atas sama dengan klasifikasi yang ditawarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional daerah Jawa Timur. Di mana lembaga tersebut juga mengklasifikasi keluarga sejahtera ke dalam lima kriteria dan bentuk (www.bkkbnjatim.go.id., diakses pada tanggal 8 Januari 2010).



66 Namun di sisi lain, Ketua Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasionial (BKKBN) Sumatera Utara Indra Wirdana, dalam petikannya kepada Waspada Online mengatakan, kriteria keluarga sejahtera hanya terbagi atas: a. Keluarga sejahtera I yaitu, yang dapat memenuhi indikator kebutuhan dasar seperti keluarga yang memiliki pakaian yang berbeda setiap harinya, dan makan setiap harinya dapat dipenuhi; b. Keluarga sejahtera II, yaitu keluarga yang sudah mempunyai tempat tinggal, keluarga yang mengkonsumsi daging setiap minggunya; c. Keluarga sejahtera III, yaitu keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan psikologis. Data klasifikasi di atas dapat dipahami bahwa keluarga atau masyarakat sejahtera terdapat lima kriteria dan bentuk. Bentuk yang paling bawah adalah pra sejahtera yang diidentikkan dengan yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, misalnya kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan. Sedangkan bentuk dan kriteria masyarkat sejahtera tertinggi adalah sejahtera plus di mana telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan, sekaligus secara teratur ikut aktif dalam kegiatan sosial. Klasifikasi tersebut peneliti dapatkan dalam konteks wilayah Indonesia. Sejauh ini peneliti belum mendapatkan klasifikasi tersebut dalam teori Maslow dan dalam kehidupan mereka sendiri. Namun sekiranya, pemikiran dan pandangan tersebut dapat diperkirakan bersumber dari hasil pemikiran tokoh-tokoh Maslow sendiri. Kata sejahtera melahirkan beberapa istilah, antara lain economic welfare, social welfare, welfare society dan welfare state. Semuanya mengarah dan tertuju kepada sentralisasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok atau dasar manusia yaitu



67 pemenuhan skala sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan keadilan distribusi. Pemenuhan kebutuhan pokok skala sandang, pangan dan papan tersebut sebagaimana diusung dalam teori Maslow yang telah peneliti paparkan di atas. Maslow menganggap tatkala kebutuhan pokok tersebut terpenuhi maka manusia berada dalam keadaan sejahtera. Dan sebaliknya. Jadi, konsep kesejahteraan dalam pemikiran Maslow dapat diidentifikasikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan dasar yang bersifat kebutuhan fisiologi berupa sandang, pangan dan papan. Terpenuhinya juga kebutuhan akan jaminan sosial, kebutuhan sosial berupa memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya melalui suatu proses atau usaha terencana berupa tunjangan dan pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Dan tatkala kebutuhan dasar atau pokok tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tersebut tidak dalam kondisi sejahtera. Indikator-indikator sejahtera yang paling utama adalah dengan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, pendidikan, kesehatan dan jaminan atas hidupnya.



68



Bab 5 PENUTUP



Kesimpulan Dalam teori Maslow, konsep kesejahteraan adalah sebagai kondisi aman dan bahagia dengan terpenuhinya kebutuhan dasar akan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan memperoleh perlindungan dari resiko-resiko yang mengancam kehidupannya. Spesifikasi Kebutuhan dasar manusia tersebut tertuang dalam teori hierarchy of needs atau hirarkie lima tingkat kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan pada skala kebutuhan fisiologi (Physiological Needs), mencakup kebutuhan dasar manusia, seperti makan



dan



minum.



Kebutuhan



dasar



ini



menjadi



mengenyampingkan seluruh kebutuhan hidup lainnya.



prioritas



manusia



dan



Selanjutnya yaitu kebutuhan



jaminan sosial (Safety Needs), kebutuhan sosial (Social Needs), kebutuhan akan penghargaan (Esteem Needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (Self-Actualization Needs). Sebagaimana telah dipahami dan dimengerti bahwa konsep yang ditawarkan Maslow memiliki keunggulan tekhnologikal (kekuatan tekhnologi) dalam aplikasinya. Dan dengan kekuatan teknologi tersebut, kiranya dan sudah barang tentu setiap manusia dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan layak. Dan tentunya, pemikiran Maslow dalam hal harga diri tampak lebih spesifik dan jelas dibanding konsep alGhazāli



69 Sedangkan konsep kesejahteraan dalam pandangan al-Ghazāli adalah pertama, kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu kecukupan materi yang didukung oleh terpenuhinya kebutuhan spiritual serta mencakup individu dan sosial. Kedua, kesejahteraan di dunia dan di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja, tetapi juga di alam setelah kematian/kemusnahan dunia (akhirat). Karenanya, hal tersebut adalah konsep yang komprehensif dan sarat dengan nilai sebagaimana tertuang dalam teori dharūriyat al-khams (lima tingkat kebutuhan dasar) dan rubu’ muhlikat (halhal yang membinasakan manusia). Yaitu, setiap hal yang dimaksudkan untuk memelihara keselamatan iman; yakni pokok-pokok aqidah dan pokok-pokok ibadah, akal (pendididkan), jiwa (kesehatan dan jaminan sosial), keturunan, dan materi sebagai alat bagi pemeliharaan empat kebutuhan di atas. Kelima hal ini merupakan kebutuhan primer bagi hidup dan kehidupan manusia. Dan tentunya, hubungan manusia dengan dunia hanya sebatas alat bukan pada hubungan kecintaan apalagi kesibukan dalam memperbaikinya. Dengan demikian pendapat al-Ghazāli memiliki keunggulan mendasar dalam konsep kesejahteraan. Karena, berbagai tingkat kebutuhan yang dikemukakan dalam teori Maslow sebagaimana di atas, sepenuhnya telah terakomodasi dalam konsep alGhazāli. Bahkan, konsep yang telah dikemukakan oleh al-Ghazāli mempunyai keunggulan komparatif yang sangat signifikan, yakni menempatkan iman (nilai) sebagai faktor utama dalam elemen kebutuhan dasar manusia, satu hal yang luput dari perhatian Maslow. Seperti yang telah dimaklumi bersama, iman merupakan fitrah manusia dan menjadi faktor penentu dalam mengarahkan kehidupan umat manusia di dunia ini.



70 Implikasi Dengan pengembangan konsep hierarchy of needs yang digagas oleh Maslow, kiranya dapat menjadi suatu dan sebuah model dinamik tingkat kebutuhan manusia pada saat ini. Dengan penjelasan yang begitu rinci dan dalam, setiap manusia baik Barat maupun Islam dapat menjadikannya model tingkat kebutuhannya yang bertujuan kepada kesejahteraan individual maupun kelompok. Dan dengan pengembangan konsep maşlahat adh-dharūriyat al-khams dan rubu’ muhlikat yang digagas oleh al-Ghazāli dapat menumbuhkembangkan konsep kesejahteraan dalam dunia Islam khususnya dan Barat secara umum. Oleh karena itu, pengembangan pemikiran atas teori dan konsep tersebut sangat penting dalam melawan arus globalisasi dan di tengah-tengah berbagai sistem-sistem ekonomi yang sedang berlaku sampai hari ini. Dan dunia Islam sudah seharusnya menjadikan konsep maşlahat adh-dharūriyat al-khams dan rubu’ muhlikat al-Ghazāli panduan atau acuan bagi konsep kesejahteraan dalam kehidupan.



Rekomendasi Penelitian terhadap pemikiran ekonomi Barat dan Islam merupakan kajian yang sangat menarik dan memerlukan berbagai dimensi pandangan pemikiran. Hal ini untuk meneliti berbagai interpretasi atau berbagai aplikasi penerapan pemikiran tersebut dalam dunia Barat dan Islam. Dan tentunya penelitian yang menggali konsep kesejahteraan masih sangat memerlukan berbagai sudut pandang dan aplikasi yang beragam.