5 0 241 KB
MAKALAH SERTIFIKASI BENIH OLEH KELOPOK 5: NAMA KELOMPOK Dela Susanti Indah Puspita Ningrum Inayah Siti Nur'aini Aldo Firansyah Sahrul Ilman Kharist Darsito Aji Pangestu M. Riki Saputra
NPM 18110030 18110003 18110015 18110058 18110007 18110055 18110028 18110040
TTD
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Dasa Teknologi Benih
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN ( STIPER ) DHARMA WACANA METRO 2019 / 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt. karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Sertifikasi Benih. Pada kesempatan ini tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang membantu penulis dalam berbagai bantuan baik berupa doa, bimbingan maupun bantuan, mencari penelusuran informasi di media internet ataupun buku: kedua orangtua yang telah mendoakan kelancaran mengikuti mata kuliah ini. Ir. Syafiuddin, MP selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Teknolologi Benih yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Dan tidak lupa pula kepada rekan-rekan yang ikut serta membantu dalam penulisan makalah ini, semoga amal baik dari rekan semua diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, sehingga penulis dengan lapang dada menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dalam pengembangan pertanian di masa mendatang.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Sertifikasi Benih 3.2 Tujuan Sertifikasi Benih 3.3 Keuntungan Menggunakan Benih Bersertifikat 3.4 Sejarah Sertifikasi Benih 3.5 Faktor Penunjang Keberhasilan Sertifikasi Benih 3.6 Pelaksanaan Sertifikasi Benih 3.7 Permohonan Sertifikasi benih
3.8 Permasalahan Dalam Bersertifikasi Benih 3.9 Sasaran Sertifikasi Benih 3.10 Upaya Pemecahan Masalah Dalam Sertifikasi Benih BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan negara agraris yang masih bergantung pada komoditas pertanian. Sebagian besar kebutuhan pangan rakyat Indonesia masih bergantung pada hasil-hasil pertanian seperti padi. Pertanian pun tetap merupakan mata pencaharian bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu usahausaha untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut terus berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia. Keberhasilan yang dicapai Indonesia dalam berswasembada pangan khususnya beras sejak tahun 1984 merupakan prestasi gemilang, mengingat pada saat sebelumnya Indonesia adalah negara pengimpor beras terbesar di dunia (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 1994). Kondisi benih yang beredar di Indonesia sangat variatif tingkat mutunya, baik benih yang berasal dari produsen lokal maupun produsen impor, banyak benih yang ditemukan sudah kadarluarsa, mutunya tidak sesuai standar yang ditetapkan sehingga tidak layak ditanam dan akibatnya sangat merugikan petani. Untuk itu sangat diperlukan pengawasan dan pengendalian mutu produk melalui penerapan
standardisasi sistem manajemen mutu yang
bertaraf
internasional
baik pada saat produksi maupun di tingkat laboratorium ( Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Dan Hortikultura Departemen Pertanian, 2006). Peningkatan sistem produktifitas mutu benih di Indonesia diperlukan adanya suatu standar nasional Indonesia hasil pertanian dan penilaian kesesuaian yang dapat dikembangkan untuk mendukung mewujudkan kemampuan petani dan pelaku usaha agribisnis. Standar Nasional Indonesia (SNI) hasil pertanian adalah standar yang ditetapkan oleh instansi teknis
setelah mendapat persetujuan dari Badan Standar Nasional dan berlaku secara nasional di Indonesia. Untuk menangani mutu benih standar, benih bermutu dan benih bersertifikat perlu upaya langkah-langkah yaitu melakukan pengawasan terhadap pengadaan, penggunaan dan peredaran benih. Pengawasan dilakukan dalam dua tahap, yakni sebelum dan sesudah benih diedarkan. Pengawasan benih sebelum edar, seperti dengan cara melakukan pemeriksaan lapangan, berupa pengujian laboratorium dan memberikan sertifikasi. Sedangkan pengawasan setelah edar, berupa pengawasan terhadap persyaratan mutu benih yang diedarkan. Sementara pengujian laboratorium terhadap mutu benih sendiri dilakukan untuk menjaga kemurnian verietas serta kualitas benih. Sedangkan sertifikasi dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada produsen/petani bahwa benih yang diproduksi dan diedarkan tersebut pasti bermutu, dan sekaligus memberikan jaminan kepada konsumen mengenai hasilnya yang dikeluarkan Dinas BPSBTPH. 1.2.Tujuan Tujuanya untuk mengetahui bagaimana proses menghasilkan benih berserifikat mulai dari Pengajuan produsen benih sampai pemasaran benih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sertifikasi Benih adalah suatu cara pemberian sertifikat atas cara perbanyakan, produksi dan pengolahan benih yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia (Lita Sutopo, Teknologi Benih). Tujuan dilakukannya sertifikasi benih adalah untuk memelihara kemurnian genetik benih dari varietas unggul serta menyediakannya secara kontinyu bagi para petani. Riwayat sertifikasi benih, menurut COPELAND (vide ”principles of seed sciences and technology”,1977) bermula dengan dibentuknya perkumpulan yang disebut Sweedisch Associatie di Swedia tahun 1888. Tujuan perkumpulan ini adalah untuk memproduksi dan mengembangkan benih-benih tanaman dengan mutu yang baik bagi pemakaianyang baik di negara-negara tersebut. Kemudian ditingkatkan bagi pemakaian di tingkat negara-negara lainnya. Kenyataan adanya usaha yang demikian di negara-negara tersebut melahirkan : 1. Balai Penelitian Seleksi Tanaman. 2. Organisasi penyebaran benih, dan Balai Pengujian Benih, yang selanjutnya terjadi suatu penggabungan dan melahirkan Program Sertifikasi Benih (Ance, 1986). Sertifikasi benih merupakan suatu program kegiatan yang termasuk dalam program produksi benih unggul atau yang berkualitas tinggi dari varietas-varietas yang genetis unggul yang selalu harus terpelihara dan dipertanggungjawabkan. Karena sertifikasi benih telah menunjukan suatu perlindungan bagi keberadaan suatu benih dengan persyaratan-persyaratan keunggulannya. Sertifikasi
benih dapat
pula
dikatakan
sebagai
satu-satunya
metode
pemeliharaan identitas varietas benih, yang menjadi sangat penting bagi tanaman lapangan yang sebagian besar varietasnya dilepaskan secara umum dan benihnya diperjualbelikan dipasaran
bebas. Benih bersertifikat merupakan benih yang pada proses produksinya diterapkan cara-cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih (Ance, 1986). Komponem-komponem dalam mensukseskan program sertifikasi benih, dapat di kelompokan sebagai berikut : (a) Produsen dan Pedagang benih. (b) Analis Laboratorium/ahli seleksi/pemulia tanaman. (c) Badan resmi yang menangani Sertifikasi benih. (d) Lembaga penyuluhan. (e) Sistem Distribusi (Ance, 1986). Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan Departemen Pertanian. Balai pengawasan dan Sertifikasi benih merupakan Unit Pelaksanaan Teknis di daerah yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan sertifikasi benih.\ Tugas dan fungsi Sertifikasi Benih adalah sebagai berikut: a. Mengadakan pemeriksaan lapangan. b. Mengadakan pengawasan panen dan pengolahan benih. c. Mengadakan pemeriksaan alat panen dan alat pengolah benih. d. Mengadakan pengambilan contoh benih. e. Menetapkan lulus atau tidak lulus suatu benih dalam rangka sertifikasi. f. Mengadakan pengawasan pemasangan label dan segel sertifikasi untuk penyempurnaan sistim sertifikasi benih. g. Melaksanakan pengadaan label sertifikasi. h. Melaksanakan pengembangan metoda sertifikasi. i. Melaksanakan pengembangan sertifikasi. j. Melaksanakan pencatatan dan penyimpanan data yang berhubungan dengan kegiatan tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian sertifikasi benih Pada masa lalu petani menggunakan benih dari tanamannya sendiri dan seringkali benih tersebut diambil dari biji-biji yang tidak laku dijual sebagai konsumsi. Akan tetapi, atas dasar pengalaman bahwa benih yang tidak baik akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang kurang memuaskan dan hasilnya pun tentu tidak seperti yang diharapkan, maka terbukalah pemikiran untuk memilih dari hasil panen tersebut biji-biji yang baik yang akan digunakan untuk benih pada tanaman pertanian. Dewasa ini, dengan semakin meningkatnya intensitas pelaksanaan intensifikasi, yang berarti makin meningkatnya investasi dibidang usaha tani, maka dirasa perlu oleh petani untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang benih yang mereka tanam. Informasi itu tidak hanya kebenaran dari jenis atau varietas yang dimaksud, tetapi menyangkut mutu benih yang lainnya yang selalu dikehendaki prima, dan harus jelas tercantum pada label yang harus disertakan pada setiap kelompok benih yang diperdagangkan. Dalam kejelasan pada label tersebut tercakup kesatuan pendapat tentang pengertian mutu. Selain itu, bahwa informasi yang tertera pada lebel harus dapat ditinjau kembali karena semua dilakukan berdasar pada prosedur yang baku. Sehubungan dengan pengadaan benih unggul bermutu bagi para petani, maka harus ada jaminan dari fihak pemerintah dalam mendapatkan benih yang bermutu atau benar (murni) sesuai dengan sifat-sifat varietas unggul yang dikehendaki. Untuk ini perlu adanya sertifikasi benih melalui suatu sistem atau mekanisme pengujian benih secara berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasikan perbanyakan dan produksi benih. Dengan demikian “Sertifikasi benih” adalah cara pemberian sertifikat atas cara perbanyakan, produksi dan penyaluran benih sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. . Sedangkan benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih.
3.2 Tujuan sertifikasi benih Tujuannya adalah memelihara kemurnian mutu benih dari varietas unggul serta menyediakan secara kontinyu kepada petani.
3.3 Keuntungan menggunakan benih bersertifikasi
Keturunan benih diketahui
Mutu benih terjamin
Kemurnian genetik diketahui
Penggunaan benih lebih hemat
Pertumbuhan benih seragam
Masak dan panen serempak
Produksi tinggi
3.4 Sejarah Sertifikasi Benih. Sertifikasi benih dibawa dari Swedia (+ tahun 1886) dengan menyediakan benih bermutu dan telah menjual benih ke negara lain. Selanjutnya di negara tersebut lahir ; 1) Balai Penelitian Seleksi Tanaman, 2) Organisasi Penyebaran Benih, dan 3) Balai Pengujian Benih. Yang akhirnya tergabung dalam program aertifikasi benih. Di Indonesia pada jaman pemerintah Hindia Belanda tahun 1908 telah mulai ada perhatian terhadap perbenihan dan perbaikan cara-cara bercocok tanam. Pada tahun 1912 mulai dirasakan pentingnya organisasi yang mengatur penyebaran benih. Usaha-usahanya diarahkan kepada pengadaan benih yang diikuti dengan pendirian lumbung-lumbung benih. Pada tahun 1920
lebih jelas organisasinya yaitu adanya “Kebun-kebun seleksi benih” yang berfungsi memperbanyak benih unggul dan disimpan dengan baik serta disebarkan kepada petani. Pada tahun 1952 Indonesia menjadi anggota FAO dengan mulai melaksanakan suatu pola produksi dan penyebaran benih yang lebih terarah, yaitu dengan membagi benih kedalam 3 katagori ; 1) Benih dasar (FS), 2) Benih Pokok (SS) dan 3) Benih Sebar (ES). Mekanisme dari pola ini belum berjalan dengan baik dan tidak berdasar pada suatu legalitas peraturan pemerintah. Usaha pemerintah dalam membina penggunaan benih unggul baru meliputi segi produksi benih dan pendistribusiannya. Tahap standarisasi dalam usaha-usaha kwalifikasi benih belum ditentukan sehingga penyebaran benih belum kontinyu. Pada tahun 1969 mulailah dirintis proyek benih oleh Direktorat Pengembangan Produksi Padi Dirjen Pertanian. Proyek ini bertujuan menjamin benih bermutu secara kontinyu. Namun sistem kualifikasi benih secara fungsional masih banyak hambatan, misalnya kondisi Balai-Balai Benih tidak memenuhi syarat sebagai Produsen Benih Pokok. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian melalui usaha pembinaan benih, Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 1971 menetapkan dibentuknya Badan Benih Nasional di lingkungan Departemen Pertanian. Badan ini berfungsi membantu Menteri Pertanian dalam merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan di bidang perbenihan. Salah satu tugas pokoknya adalah membentuk lembaga yang tugasnya memperbanyak dan menyediakan varietas- varietas unggul yang bermutu tinggi bagi para petani. Verietas-verietas tersebut berasal dari program seleksi Balai Penelitian. Salah satu kelengkapan organisasi Badan Benih Nasional yaitu Team Pembinaan, Pengawasan dan Sertifikasi, yang selanjutnya pelaksanaan sertifikasi benih dilaksanakan oleh Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No, 190/kpts/org/5/1975 tentang susunan organisasi Departemen Pertanian, maka Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Benih, namanya berubah menjadi Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih yang kemudian dibentuk Unit Pelaksana Teknis yaitu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Benih (BPSB). BPSB ini melaksanakan sebagian tugas teknis Direktorat jenderal Pertanian Tanaman Pangan khususnya menyelenggarakan kegiatan bidang pembinaan mutu benih, pengujian benih laboratorium dan pengawasan pemasaran benih sudah dilaksanakan BPSB sejak tahun 1971.
3.5 Faktor Penunjang Dan Pembatas Keberhasilan Sertifikasi Benih .
3.5.1 Faktor Penunjang Keberhasilan Sertifikasi Benih 1. Produsen benih harus bertanggungjawab terhadap produk yang telah dihasilkan sesuai dengan ketentuan persyaratan sertifikat dan sanggup mempertahankan kontinyuitas penyediaan benih serta peningkatannya. 2.
Pedagang benih bertanggungjawab jika komeditas yang dihasilkan melampoi batas waktunya dan segera mengujikan kembali ke laboratorium.
3. Para analis sangat diharapkan ketelitian dan keseksamaan dalam melakukan pengujian-pengujian guna pemberian sertifikasi benih. Para pemulia benih sangat diperlukan sumbangannya agar dapat memproduksi benih yang genetis murni dari varietas yang banyak diperlukan para petani umumnya. Selain itu sangat diharapkan untuk mengadakan berbagai penelitian varietas baru. 4. Lembaga Sertifikasi Benih bertanggungjawab atas berlangsungnya penangkaran benih penjenis dan dapat meyakinkan serta menjamin tersedianya benih unggul yang bermutu dan bersertifikat, serta dapat melindungi para konsumen dari adanya pemalsuan benih. 5. Peran lembaga para penyuluh pertanian harus dapat menyadarkan dan meningkatkan kepercayaan atas terjaminnya pengunaan benih bersertifikat. 6. Saluran-saluran distribusi seperti toko dan kios perlu tersedia dalam lokasi yang dekat dengan para petani dan kesanggupan pelayanannya dengan baik.
3.5.2
Faktor Pembatas Keberhasilan Sertifikasi Benih 1. Pemilikan Tanah Yang Sempit Umumnya lahan usahatani yang dikelola petani relatif sempit (+ 0,3 ha). Dalam usahatani sempit penggunaan benih yang mutunya berlainan kurang mempunyai arti yang penting, lain halnya pengelolaan lahan luas. 2. Fasilitas Fisik Dalam pengelolaan benih diperlukan alat-alat pengering, pembersih, tempat penyimpanan, alat-alat pengujian yang memenuhi syarat. Namun bila dilihat dari kondisi para penangkar adanya fasilitas tersebut dirasa masih kurang. 3. Tenaga Penyuluh Terlatih dan Trampil Penyuluh mempuyai tugas yang secara terus menerus harus dapat meyakinkan petani akan pentingnya penggunaan benih bersertifikat. Tenaga penyuluh yang
terlatih dan terampil masih kurang jumlahnya dan belum tersebar ke pelosok-pelosok pedesaan. 4. Tanggung jawab Pelaksanaan sertifikasi Benih Selama ini pembinaan organisasi perbenihan dilakukan melalui pembinaan terhadap produsen benih dan aparat pengawasan. Pembinaan ini perlu diintensifkan terus dengan pembinaan terhadap para pemulia dan kegiatan penyuluh.
3.6 Pelaksanaan Sertifikasi Benih 3.6.1 Jenis/Varietas, Kelas Benih dan Standart Sertifikasi.
1. Jenis/Varietas. Janis/Varietas yang dapat dimasukkan dalam progam sertifikasi adalah semua jenis/varietas yang telah terdaftar sebagai varietas yang dapat disertifikasi pada Badan Benih Nasional. Sedangkan sifat-sifat tentang jenis/varietas yang diberikan oleh Pemulia Tanaman dalam bentuk diskripsi akan merupakan pegangan untuk menentukan apakah suatu individu tanaman masih termasuk pada kelompok tanaman dimaksud.
2. Kelas Benih. Kelas-kelas benih dalam sertifikasi benih meliputi:
Benih Penjenis Benih penjenis (BS) adalah benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan Pemulia Tanaman yang bersangkutan atau Instansinya. Benih ini merupakan Sumber perbanyakan Benih Dasar.
Benih Dasar Benih Dasar (BD) adalah keturunan pertama dari Benih Penjenis. Benih Dasar diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat sehingga kemurnian varietas dapat terpelihara. Benih dasar diproduksi oleh Instansi/Badan yang ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan produksinya disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi benih.
Benih Pokok Benih Pokok (BP) adalah keturunan dari Benih Penjenis atau Benih Dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga indetitas dan tingkat kemurnian varietas yang ditetapkan dapat dipelihara danmemenuhi standart mutu yang di tetapkan dan harus disertifikasi sebagai Benih Pokok oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
Benih Sebar Benih Sebar (BR) adalah keturunan dari Benih Penjenis, Benih Dasar atau Benih Pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas dapat dipelihara, memenuhi standart mutu benih yang ditetapkan serta harus disertifikasi sebagai Benih Sebar oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih .
Untuk benih kacang-kacangan Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan telah mengambil kebijaksanaan, bahwa untuk perbanyakan benih kacang-kacangan dapat dilakukan dengan sistim Poly Generation Flow yaitu untuk masing-masing tingkatkan kelas benih dapat diperbanyak 4 kali (misalnya BR dapat diperbanyak menjadi BR 1, BR 2, BR 3 dan BR 4).
3.
Standart Sertifikasi Untuk mengadakan penilain apakah suatu kelompok benih yang dihasilkan merupakan benih bersertifikat digunakan Standart Sertifikasi yang terdiri dari standart lapangan dan standart Laboratorium (secara terperinci dapat dilihat dalam lampiran).
3.6.2 Prosedur Produksi Benih Bersertifikat
Dalam memproduksi benih bersertifikat ada beberapa tahap yang dilaksanakan, yang masingmasing dapat dikemukakan seperti berikut ini (Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, 1984). Kewajiban utama produsen benih adalah ;
Mengajukan permohonan sertifikasi
Melakukan pengendalian mutu internal
Memberitahu BPSB ketika pemeriksaan eksternal (baik di lapang, di alat pengolahan dan gudang maupun di laboratorium) yang diperlukan
Membayar semua biaya yang dibebankan sehubungan dengan jasa pelayanan BPSB.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas BPSB berkewajiban untuk melayani produsen benih ketika diperlukan pada waktu-waktu sesuai dengan prosedur yang berlaku.
3.7 Permohonan Sertifikasi Benih Setiap orang atau badan hukum yang ingin memproduksi benih bersertifikat harus mengajukan permohonan kepada Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih atau Cabangnya. Permohonan sertifikasi diajukan oleh produsen benih paling lambat satu bulan sebelum tanam, dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan. Permohonan tersebut dilampiri dengan :
label benih yang akan ditanam
lapangan
biaya pendaftaran dan pemeriksaan lapang sesuai dengan ketentuan. Satu formulir permohonan sertifikasi hanya berlaku untuk satu areal sertifikasi dari satu varietas dan satu kelas benih yang akan dihasilkan.
Persyaratan melampirkan label benih merupakan keterangan yang menyatakan sumber, kualitas, jumlah benih, kelas benih dan varietas. Benih sumber yang dipersyaratakan harus mempunyai kelas yang lebih tinggi daripada kelas benih yang akan diproduksi. Areal untuk produksi benih bersertifikat harus diketahui sejarah penggunaan sebelumnya dan harus memenuhi persyaratan antara lain : batas-batas yang jelas (parit, galengan dan jalan serta isolasi jarak yang sesuai. Secara teknis produksi benih bersertifikat melibatkan 2 komponen utama dari perbenihan, yaitu Produsen Benih dan BPSB. Produsen benih adalah pihak yang melaksanakan kegiatan produksi benih sampai benih disalurkan kepada yang memerlukan untuk bahan pertanaman dengan syarat ; a. Memiliki/menguasai tanah dan mampu memelihara dan mengaturnya untuk memproduksi benih bersertifikat. b. Memiliki fasilitas pengolahan dan penyimpanan sendiri atau secara kontrak dari perusahaan pengolahan/penyimpanan benih. c. Bersedia mematuhi petunjuk-petunjuk dari BPSB dan terikat pada peraturan serta ketentuan yang berlaku.
Produsen Benih dapat berupa perorangan atau badan hukum, baik berusaha sendiri maupun secara bekerja sama atau secara kontrak dengan produsen benih lainnya.
3.7.1 Benih yang Ditanam Komponen-komponen dalam pelaksanaan pengendalian mutu benih internal harus diperhatikan oleh produsen benih. Komponen-komponen tersebut sebenarnya bagian dari prinsip genetik dan agronomik yang meliputi ;
sumber benih kondisi lahan penanaman
isolasi
teknik budidaya
pemeriksaan lapang dan rouging pemanenan pengolahan benih
penyimpanan
pemeriksaan akhir. Benih bersertifikat yang akan diproduksi harus berasal dari benih bersertifikat dengan kelas-kelas yang lebih tinggi. Apabila terpaksa, karena untuk sesuatu varietas yang akan diperbanyak tidak tersedia Benih Penjenisnya, maka Benih Dasar dapat diproduksi sebagai keturunan kedua dari Benih Penjenis dengan persetujuan dari Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
3.7.2 Areal Tanah Untuk Produksi Benih Bersertifikasi Areal tanah yang akan digunakan untuk produksi benih bersertifikat harus diketahui sejarah penggunaan sebelumnya dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan serta harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti parit, galengan, jalan, dan isolasi jarak. Satu areal sertifikasi hanya boleh ditanami dengan satu kelas benih dan dari satu varietas.
3.7.3 Pemerikasaan Lapangan Pemeriksaan lapangan harus dilakukan oleh Pengawas Benih yang diberi tugas oleh Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Permintaan pemeriksaan lapangan harus
disampaikan oleh produsen dalam waktu seminggu sebelum tanam pada Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Pemeriksaan lapangan dilakukan pada fase vegetatif, pembungaan, dan waktu panen. Bila pada pemeriksaan pertama dan kedua ternyata tidak memenuhi standar lapangan, produsen benih diperkenankan untuk memperbaiki keadaan pertanamannya, dan dapat meminta pemeriksaan lapangan ulangan. Bila pertanaman lapangan tidak lulus pada pemeriksaan lapangan terakhir, tidak diadakan pengujian laboratorium. Tujuan pemeriksaan lapang : menilai apakah pertanaman produksi benih memenuhi syarata atau tidak. Selama periode penanaman dilakukan empat kali pemeriksaan yang meliputi : 1) Sebelum tanam, untuk mengetahui isolasi, pengolahan tanah dan sistem pengairan. 2) Tanaman berumur 1 tahun, untuk mengetahui apakah isolasi sudah benar, varietasnya sesuai, ada tidaknya varietas lain atau gulma. 3) Periode berbunga, dilakukan pemeriksaan terperinci terhadap campuran varietas lain dan gulma dengan tanaman pokok serta terhadap serangan hama dan penyakit. 4) Saat panen, merupakan pemeriksaan terakhir untuk mengetahui tingkat kemasakan benih dan adanya hama penyakit.
3.7.4 Pemeriksaan Gudang dan Peralatan Permintaan pemeriksaan gudang dan peralatan harus disampaikan oleh produsen benih selambat-lambatnya seminggu sebelum panen. Fasilitas penyimpanan serta peralatan yang akan dipakai untuk panen, pengolahan, pengeringan harus bersih dan diperiksa oleh pengawas benih sebelum digunakan Pada waktu pemeriksaan dilakukan, maka ditempat pengolahan atau penyimpanan tidak boleh terdapat benih lainnya selain benih yang sedang disertifikasi.
Maksud dari pemeriksaan ini adalah; untuk mendapatkan kepastian bahwa benih yang akan dihasilkan dapat terjamin baik dalam kemurnian genetik maupun fisik
3.7.5 Pengawasan Terhadap Benih yang Sedang Diolah dan Di simpan Pengawasan ini dimaksudkan agar benih yang dihasilkan dapat dijamin kemurniann genetik dan mutu fisiknya. Pemeriksaan dilakukan oleh Pengawas Benih pada saat-saat tertentu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Semua benih yang disimpan dimasukkan kedalam wadah atau tempat yang bersih, kering, sirkulasi udara terjamin. Produsen benih harus mencantumkan identifikasi yang lengkap pada setiap wadah (kelompok benih) seperti jenis /varietas, nomor kelompok, asal lapangan dan lain-lain. Kelompok benih yang identifikasinya meragukan atau tidak terlindung dari kemungkinan pencampuran akan ditolak untuk sertifikasi.
3.7.6 Pengambilan Contoh Benih Contoh benih dari tiap kelompok benih yang akan disertifikasi diambil oleh pengawas benih, setelah ada permintaan dari penangkar/produsen benih. Benih yang akan disertifikasi harus sudah diolah dan dimasukkan kedalam wadah sebelum diambil contohnya untuk pengujian di laboratorium. Cara pengambilannya harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Suatu kelompok benih harus diatur sedemikian rupa sehingga setiap wadah atau bagiannya dapat diambil contohnya. Pemilik benih harus memberi keterangan yang terperinci tentang asal benih. Apabila diketahui bahwa kelompok benih tidak seragam, maka petugas pengambilan contoh berhak menolak untuk melaksanakan pengambilan contoh. Di dalam pengambilan contoh sejumlah benih yang kurang lebih sama beratnya akan diambil secara acak dari setiap wadah. Pada benih yang lengket pengambilan contoh be-nih
dilakukan dengan tangan, sedangkan untuk benih lainnya digunakan alat pengambil contoh benih. Dari setiap kelompok benih hanya diambil satu contoh benih resmi, kecuali dalam hal-hal tertentu, dapat diambil contoh ulangan.
3.7.7 Pengujian Benih Pengujian benih harus dilakukan di laboratorium Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Macam pengujian ru-tin yang dilakukan di laboratorium benih adalah : 1) Pengujian Kadar Air Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan 2 ulangan yang pengambilan contoh kerjanya dilakukan secara terpisah. Berat contoh kerja yang ditetapkan tergantung dari metoda yang dipakai dan ukuran wadah. Cara pengambilan contoh kerja dari contoh kiriman adalah dengan jalan mengaduk terlebih dahulu contoh kiriman, agar diperoleh contoh kerja yang representatif dan homogen. Waktu yang diperlukan untuk pengambilan contoh kerja tidak boleh lebih dari 30 detik. Bagi benih yang besar harus dijadikan butirbutir yang lebih kecil dengan cara digiling atau ditumbuk, kecuali bagi benih yang kandungan minyaknya sangat tinggi. Sedangkan benih yang kadar airnya tinggi perlu pengeringan pendahuluan. Setelah selesai melaksanakan beberapa proses tersebut, barulah menentukan kadar air benih berdasar beberapa metoda destilasi atau menggunakan alat-alat pengukur kadar air (moisture meter) 2) Pengujian Kemurnian Analisa kemurnian adalah merupakan analisa tunggal dengan menggunakan contoh kerja yang sudah ditetapkan. Apa- bila hendak melakukan analisa ganda dapat digunakan 2 contoh kerja yang masing-masing diambil secara terpisah. Cara perhitungannya, setiap komponen yang terdiri dari benih murni, benih tanaman lain, benih gulma dan kotoran ditimbang, dimana berat total seharusnya sama dengan berat awal, tetapi bisa juga kurang
(toleransi 1%). Setelah itu persentase setiap komponen dihitung terhadap total berat semua komponen (untuk berat contoh kerja kurang 25 g) atau terhadap berat awal contoh kerja (untuk berat contoh kerja lebih besar 25 g). Hasil pengujian kemurnian ditulis dalam persentase dengan 2 desimal (2 angka di belakang koma). Jumlah persentase berat dari komponen harus 100%. 3) Pengujian Daya Berkecambah atau Daya Tumbuh Benih yang digunakan untuk pengujian daya berkecambah/ daya tumbuh diambil dari benih murni dari jenis atau kultivar yang diuji tanpa melihat ukuran atau ujudnya. Untuk keperluan ini dibutuhkan minimum 400 butir, kecuali pada benih campuran apabila komposisi jenisnya hanya 15% atau kurang, maka dapat digunakan 200 butir. Setelah itu dilakukan penanaman dengan cara ulangan, untuk setiap ulangan dapat terdiri dari 100, 50 atau 25 butir, tergantung dari jenis dan substratnya. Biji diletakkan merata sedemikian rupa sehingga akar atau bakal batang yang akan tumbuh bertautan satu sama lin. Untuk tiap jenis/kultivar membutuhkan persyaratan tumbuh atau perlakuan lainnya seperti yang sudah ditetapkan. Metode uji dengan substrat kertas dapat dilakukan dengan cara Uji Di atas Kertas (UDK), Uji Antar Kertas (UAK), Uji Kertas Digulung (UKD) beserta variasinya. Sedangkan dengan substrat pasir dapat dilakukan di atas pasir maupun dalam pasir. Cara perhitungannya untuk tiap jenis/kultivar ditetapkan batas waktu tertentu seperti yang sudah ditetapkan, dan pada saat itu pengujian dihentikan untuk menghitung % daya tumbuh bagi benih yang bersangkutan. Apabila menggunakan substrat kertas dilakukan perhitungan pertama, intermidiate dan terakhir. Sedang apabila menggunakan substrat pasir, hanya dilakukan perhitungan satu kali saja, yaitu perhitungan terakhir. Pada perhitungan terakhir bibit normal, bibit abnormal, bibit mati (busuk), biji keras dan dorman dipisahkan dan masing-masing dihitung persentasenya terhadap jumlah biji yang
diuji. Disamping pengujian-pengujian tersebut, kadang-kadang dilakukan pula pengujian khusus yang dilakukan kalau ada permintaan atau dianggap diperlukan. Pengujian khusus tersebut antara lain: pengujian kekuatan tumbuh, pengujian heterogenitas dan pengujian kesehatan benih, penetapan bobot 1000 butir benih, pengujian kebenaran atau verifikasi jenis/kultifar, pengujian vigor, pengujian viabilitas benih secara biokimia (tetrazolium).
3.7.8 Label dan Segel Semua laporan mengenai pemeriksaan lapangan, pemeriksaan gudang dan peralatan untuk panen pengolahan serta penyimpanan, dan pengujian benih di laboratorium, dibuat dalam bentuk yang ditetapkan dengan cara yang ditentukan. Laporan ini harus selesai dalam waktu satu minggu setelah selesai pemeriksaan. Tahap berikutnya produsen benih mengajukan permintaan membeli label sertifikasi dan segel kepada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Pada setiap wadah dari kelompok benih yang disertifikasi akan ditempelkan satu label. Label ini ditetapkan menurut kelas benih yang dinyatakan bersertifikat dalam jumlah yang cukup. Bila masing-masing wadah benih sudah diberi label dan disegel, kelompok benih tersebut dinyatakan bersertifikat. Tanda dan warna label untuk benih ber-sertifikat adalah sebagai berikut : (Titik Sudarti Sudikno 1977, Lita Sutopo, 1985) : 1. Pada tiap-tiap label tercantum kata-kata BENIH BERSERTI FIKAT dalam huruf besar, yang kemudian diikuti dengan nama kelas benih. Disamping itu juga terdapat keterangan mengenai :
nama dan alamat produsen benih,
jenis/varietas tanaman,
nomor kelompok benih,
berat bersih,
tanggal selesai pengujian,
·kadar air,
·daya tumbuh, dan lain-lain.
2. Warna label untuk masing-masing kelas benih tidak sama, antara lain :
benih penjenis warna putih,
benih dasar warna ungu,
benih pokok warna ungu,
benih sebar warna biru, dan
benih bina warna jambon.
3.77.9 Pengawasan Pasca Sertifikasi Pengawasan tidak hanya dilapangan, tetapi juga melakukan pengawasan terhadap benih yang dipasarkan dengan maksud untuk menilai apakah benih bersertifikat yang dipasarkan masih layak, juga untuk melihat batas kadaluarsa sertifikat. Apabila dalam pengawasan pasca sertifikat benih diragukan maka akan diambil contoh benih untuk diuji lagi di laboratorium. Jika hasil pengujian masih memenuhi syarat, maka benih tersebut masih boleh dipasarkan atau jika kurang baik tetapi memenuhi persyaratan minimal maka masa berlakunya sertifikat dapat diperpendek. Sebaliknya jika hasil pengujian di laboratorium tidak memenuhi persyaratan minimal maka benih tersebut harus ditarik dari peredaran meskipun batas kadaluarsa sertifikat belum berkhir.
3.8 Permasalahan dalam Sertifikasi Benih Yang menjadi permasalahan dalam sertifikasi benih antara lain:
Tidak selalu tersedianya sumber benih yang diperlukan sesuai dengan kelasnya.
Lahan/lokasi pertanaman tidak memenuhi persyaratan, dalam hal sejarah lapangan.
Keterbatasan pengetahuan para petani terhadap sertifikasi benih berlabel.
Keadaan sosial ekonomi dari para petani sangat berpengaruh penyerapan pasar benih yang berlabel (Benih hasil Sertifikat).
3.9 Sasaran Sertifikasi Benih a. Mempertahankan kemurnian katurunan yang dimiliki oleh suatu varietas. b. Membantu para produsen benih dalam memproduksi benih dengan mutu baik. c. Membantu para petani didalam mendapatkan benih yang diinginkan, serta dapat dijamin kebenaran varietas serta mutunya.
3.10 Upaya-upaya pemecahan masalah sertifikasi. Sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang agribisnis masih belum banyak yang tertarik untuk berbisnis dalam bidang perbenihan. Salah satu kendalanya adalah karena pasar benih berlabel (hasil dari proses sertifikasi) masih belum mantap, karena sebagian petani masih belum tertarik untuk menggunakan benih berlabel. Untuk mengatasi masalah-masalah ini maka dapat diupayakan antara lain: a. Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian lebih meningkatkan lagi penyuluhanpenyuluhan kepada para petani konsumen agar mereka lebih memahami akan manfaat dari penggunaan benih berlabel. b. Selain kepada para petani konsumen benih juga penyuluhan diberikan kepada pada produsen benih agar mereka bisa menambah iilmu pengetahuan dibidang perbenihan dan sertifikasi benih.
c. Penyediaan Benih Sumber yang cukup meliputi jumlah, varietas dan mutu untuk memudahkan para penangkar benih untuk mensersifikasikan benihnya. d. Pemerintah agar ikut menjaga stabilitas harga benih sehingga para petani penangkar benih, perusahaan-perusahaan swasta bergerak dalam industri perbenihan akan lebih bergairah lagi untuk berbisnis dalam bidang ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan Sertifikasi Benih sangat diperlukan untuk menghasilkan benih-benih yang bermutu terutama untuk tanaman padi, jagung, kedelai, dan hortikultura. Ketersediaan benih-benih yang bermutu yang merupakan hasil dari proses sertifikasi benih sangat diperlukan untuk melestarikan Swasembada Pangan Nasional. Pembinaan dari Pemerintah (Departemen Pertanian) dalam hal sertifikasi benih, penggunaan benih-benih berlabel mutlak diperlukan dan harus lebih ditingkatkan lagi.
4.2.Saran Untuk lebih memahami tentang arti dan tujuan serta kemanfaatan dari Sertifikasi Benih maka Pemerintah (Departemen Pertanian) harus mengadakan training-training/Pelatihan untuk para petani penangkar benih dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang ini. Meningkatkan mutu ketrampilan/SDM dari para petugas Pengawas Benih maupun Analis Benih yang sehari-hari berkecimpung dalam Pengawasan sertifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://bayu-jaellani.blogspot.com/2013/11/makalah-sertifikasi-benih.html
Agrawal, R.L. 1982. Seed Technology. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi. Ance G. Kartasapoetra, 1986. Teknologi Benih. Pengolahan Benih dan tuntuta praktikum. Bina Aksara. Jakarta. Anonim1, 2007. Peraturan Pelaksanaan Magang dan Praktik Kerja. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Anonim2, 1977. Himpunan Surat Keputusan dan Peraturan tentang Perbenihan. Badan Benih Nasional Jakarta. Anwar, A. 2000. Sertifikasi Benih Tanaman Hasil Kultur Jaringan dan Rekayasa Genetik. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Balai Penelitian Tanaman Pangan. 1994. Hasil Penelitian Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Banjarbaru. Douglas, J. E. 1980. Successful Seed Programs : A Planning and ManagementGuide. Westview Press. Boulder, Colorado. Laporan Tahunan. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan. 2009. Dinas Pertanian. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Banjarbaru Lita Sutopo. 1993. Teknologi Benih. Penerbit C.V Rajawali. Jakarta. Nindyasari, P.S. 2006. Benih Non Sertifikat Di Daerah Satgas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan Dan Hortikultura Madiun Department of Agronomy. Bandung. Pedoman Sertifikasi Benih Tanaman Padi. 2009. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dinas Pertanian, Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. 2009. Direktur Perbenihan. Direktur Jendral Tanaman Pangan.