5.4.2.a SK Budaya Keselamatan Pasien [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAMAYU



DINAS KESEHATAN



UPTD PUSKESMAS TERISI



Jln. Raya Rajasinga No. 72 B Kec. Terisi Kab. Indramayu Kode Pos 45262 Telp. (0234) 7145147 Email :[email protected] Call Centre : 085171110351



KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS TERISI NOMOR : 440/ / /SK/Puskesmas Terisi TENTANG STANDAR PERILAKU YANG MENDUKUNG BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN PERILAKU YANG TIDAK BOLEH DI UPTD PUSKESMAS TERISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA UPTD PUSKESMAS TERISI, Menimbang



: a. bahwa tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki prilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan pasien; b. bahwa tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lain yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan asuhan kepada pasien; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kebijakan kepala UPTD Puskesmas Terisi tentang Standar Perilaku Yang Mendukung Budaya Keselamatan Pasien dan perilaku yang tidak boleh di UPTD Puskesmas Terisi ;



Mengingat



: 1. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan; 2. Peraturan Meneteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien; 3. Peraturan Meneteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2019 tentang Puskesmas; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2022 tentang akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, laboratorium Kesehatan, unit transfuse darah, sampai praktik mandiri dokter dan tempat praktik mandiri dokter gigi; 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/165/2023 tentang standar akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat; 8. Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/4871/2023 tentang instrumen survey akreditasi.



MEMUTUSKAN : Menetapkan



KESATU



:



: KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS TERISI TENTANG STANDAR PERILAKU YANG MENDUKUNG BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN PERILAKU YANG TIDAK BOLEH DI UPTD PUSKESMAS TERISI. Prilaku terkait budaya keselamatan pasien berupa : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.



KEDUA



:



Penyediaan layanan yang baik termasuk pengambilan keputusan bersama Pembelajaran dan Perbaikan Kelanjutan Bekerjasama dalam unit Harapan dan Tindakan supervisior/ manajer dalam mempromosikan keselamatan pasien Keterbukaan Komunikasi Dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien Keseluruhan persepsi tentang keselamatan pasien Kerjasama antar unit Memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang berstandar, pergantian shift dan perpindahan pasien Umpan balik dan komunikasi terhadap kesalahan Respon nonpunitive terhadap kesalahan Upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk ketrlibatan dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden



Prilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan pasien meliputi : a. Prilaku yang tidak layak (Innapropriatie) : seperti kata-kata atau bahasa tumbuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf misalnya mengumpat atau memaki b. Prilaku yang mengganggu (disproptive) ; prilaku yang tidak layak yang dilakukan berulang, bentuk tindakan verbal maupun non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain, contoh komentar sembrono didepan pasien yang berakibat merendahkan /menurunkan kredibilitas staf lain c. Perilaku yang melecehkan ( Harassment) terkait dengan suku, ras agama termasuk juga gender d. Pelecehan seksual



KETIGA



:



Standar Perilaku Yang Mendukung Budaya Keselamatan Pasien dan Perilaku Yang Tidak Boleh di UPTD Puskesmas Terisi, sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini



KEEMPAT



:



Tenaga kesehatan di UPTD Puskesmas Terisi perlu melakukan evaluasi terhadap prilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik



pada system pelayanan maupun prilaku pelayanan yang mencerminkan budaya keselamatan dan budaya perbaikan layanan klinis yang berkesinambungan KELIMA



:



Hasil evaluasi prilaku Pegawai UPTD Puskesmas Terisi dilakukan secara periodik dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas



KEENAM



:



Dengan diterbitkannya surat Keputusan ini maka Surat Keputusan Nomor : 440/



/



/SK/Puskesmas Terisi tanggal 03 Januari 2022 dicabut dan



dinyatakan tidak berlaku lagi. KEENAM



:



Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dan atau kesalahan didalamnya, akan



diadakan perbaikan seperlunya.



Ditetapkan di : Terisi Pada tanggal : 08 April 2023 KEPALA UPTD PUSKESMAS TERISI,



TRI SOEPRIHATI



LAMPIRAN



: KEPUTUSAN KEPALA UPTD



NOMOR TANGGAL



PUSKESMAS TERISI : 440/ / /SK/Puskesmas Terisi : 08 APRIL 2023



TENTANG



:



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang. Dalam mewujudkan Puskesmas yang berdaya saing maka peningkatan mutu



dan keselamatan pasien menjadi hal utama yang harus dilakukan



Puskesmas secara berkesinambungan. Namun perlu diingat bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan juga harus berlandaskan pada etika dan moral serta bersikap lebih professional dan mematuhi peraturan perundangundangan. Mutu dan keselamatan berkembang dalam suatu lingkungan yang mendukung kerjasama dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam Puskesmas. Makna budaya keselamatan sebagai berikut ”Budaya keselamatan di Puskesmas adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena 1) staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan serta 2) memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong 3) staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam 4) asuhan berfokus pada pasien”. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola prilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkahlangkah pencegahan. Selama ini masih banyak puskesmas yang memiliki budaya untuk menyalahkan



suatu



pihak



yang



akhirnya



merugikan



kemajuan



budaya



keselamatan. Sebagai upaya memecahkan masalah tersebut dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari budaya yang menyalahkan individu menjadi suatu budaya di mana insiden dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem (IOM, 2000). Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan dan perbaikkan sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan (Reason, 1997). Meningkatnya kesadaran pelayanan kesehatan mengenai



pentingnya



mewujudkan



budaya



keselamatan



pasien



menyebabkan



meningkatnya pula kebutuhan untuk mengukur budaya keselamatan. B.



Tujuan a. Terciptanya keselamatan pasien dan staf di puskesmas, dengan pendekatan untuk mengurangi kerugian yang harus diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem b. Meningkatnya mutu dan keselamatan melalui visi yang inspiratif dan



penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman c. Meningkatnya keterlibatan pasien dan staf dalam keselamatan sebagai bagian



dari solusi, tidak hanya sebagai korban atau pelaku kejahatan d. Terciptanya budaya pelaporan insiden keselamatan di puskesmas, dengan



intervensi yang didasarkan pada bukti yang kuat



BAB II DEFINISI OPERASIONAL A.



Budaya Adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni (Wikipedia Bahasa Indonesia)



B.



Kesadaran Budaya (Culturel Awareness) Adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Perlu memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya serta mampu untuk menghormatinya



C.



Kompetensi Budaya • Adalah tingkat tertinggi dari kesadaran budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture adhesive). Penting karena dengan kecerdasan budaya seseorang memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. • Adalah suatu perangkat kesamaan perilaku, sikap dan bersama secara harmonis dalam suatu system, badan atau para profesi untuk bekerja secara efektif dalam situasi yang lintas budaya / cross-cultural. Suatu proses pertumbuhan yang berkembang melampaui suatu kerangka waktu yang lama.



D.



Budaya Keselamatan • Adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien.



• Merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan. • Prilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan adalah: a. Perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki b. Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain c. Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama dan suku termasuk gender d. Pelecehan seksual E.



Hal-hal penting menuju budaya keselamatan adalah: 1) Pegawai puskesmas mengetahui bahwa kegiatan operasional puskesmas berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman 2) Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) dan kejadian nyaris cedera (KNC) 3) Kepala Puskesmas mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perundangundangan 4) Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian masalah keselamatan pasien • Komponen budaya keselamatan ada empat (4) yaitu: 1) Budaya pelaporan Organisasi yang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan kejadian cedera dan nearmiss (learning culture) 2) Budaya adil Kerelaan karyawan dalam melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa manajemen



akan



memberikan



support



dan



penghargaan



terhadap



pelaporan insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking) 3) Budaya fleksibel Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan bersikap tenang ketika informasi disampaikan sebagai bentuk penghargaan terhadap pengetahuan petugas 4) Budaya pembelajaran Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan system F. Tahap-tahap membangun budaya keselamatan ada tiga (3) yaitu:



1) Tahap 1: Assesmen awal dengan assesmen sarana-prasarana, sumber daya, dan lingkungan keselamatan pasien puskesmas, serta survey budaya keselamatan dan pengukuran data. Berdasarkan pengukuran, apakah puskesmas siap? Jika belum, menuju pengembangan iklim keselamatan dan kembali ke survey budaya awal. Jika assesmen awal sudah dilakukan, langsung ke tahap 2. 2) Tahap 2: Perencanaan, pelatihan, dan implementasi. Pelatihan diselenggarakan untuk mendukung pelaksanaan intervensi. Intervensi termasuk uji coba dan kemudian dilanjutkan ke tahap ke-3 3)



Tahap 3: Mempertahankan atau memelihara. Tahap ini termasuk mengintegrasikan, monitoring perencanaan (dengan survey ulang) dan pengembangan berkelanjutan. Pengembangan berkelanjutan termasuk pelatihan kembali untuk mewujudkan perubahan menuju budaya keselamatan yang lebih baik.



G. Just Culture • Adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil dan pantas, menciptakan suatu budaya belajar, merancang sistem-sistem yang aman dan mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior dan reckless behavior). Model ini melihat peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-hal yang perlu diperbaiki, tetapi sebagai peluang-peluang untuk memperbaiki pemahaman baik terhadap risiko dari sistem maupun risiko perilaku. • Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yang terkait dengan sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang sama Puskesmas harus memelihara pertanggungjawaban dengan tidak mentoleransi perilaku sembrono. Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya



mengambil



jalan



pintas)



dan



perilaku



sembrono



(seperti



mengabaikan langkah-langkah keselamatan yang sudah ditetapkan H.



Kode Etik Perilaku • Merupakan seperangkat peraturan yang dijadikan pedoman perilaku di puskesmas. Kode etik perilaku bertujuan membantu menciptakan lingkunan kerja yang aman, sehat, nyaman dan dimana setiap orang dihargai dan dihormati martabatnya setara sebagai anggota tim asuhan pasien • Perilaku yang pantas adalah perilaku yang mendukung kepentingan pasien, membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien dan ikut serta berperan mendukung tenaga



keberhasilan



pelaksanaan



kegiatan



puskesmas.



Setiap



kesehatan yang bekerja di puskesmas harus mengikuti kode etik perilaku yg tercantum dalam peraturan internal puskesmas / corporate bylaws. Tenaga kesehatan tidak dapat dikenakan sanksi jika berperilaku,sebagaimana contoh-contoh di bawah ini : 1. Penyampaian pendapat pribadi atau profesional pada saat diskusi, seminar, atau pada situasi lain : - Penyampaian pendapat utk kepentingan pasien kepada pihak lain (dokter, perawat,) dengan cara yang sopan dan pantas -



Pandangan Profesional Penyampaian pendapat pada saat diskusi kasus 2. Penyampaian ketidaksetujuan atau ketidakpuasan atas kebijakan melalui tata cara yang berlaku di puskesmas 3. Menyampaikan kritik konstruktif atau kesalahan pihak dengan cara yg tepat, tidak bertujuan utk menjatuhkan atau menyalahkan pihak tersebut I.



Perilaku yang tidak pantas adalah perilaku yang tidak mendukung kepentingan pasien, tidak membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien dan tidak ikut serta berperan mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan perumahsakitan. Tenaga kesehatan dapat dikenakan sanksi jika berperilaku tidak pantas, sebagaimana contoh- contoh dibawah ini : 1. Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada pasien dan atau keluarganya 2. Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang lain 3. Menggunakan bahasa yg mengancam, menyerang, merendahkan, atau menghina



J. Budaya Keselamatan Pasien • Adalah produk dari individu dan kelompok yang merupakan nilai dari sikap, persepsi, kompetensi dan perilaku yang menimbulkan komitmen dan pola dari suatu manajemen kesehatan mengenai keselamatan pasien. Organisasi dengan budaya keselamatan pasien yang positif mempunyai karakteristik komunikasi saling terbuka dan percaya, serta persepsi yang sama mengenai pentingnya keselamatan pasien dan kenyamanan dalam pengukuran guna pencegahan. -



• Fitur budaya keselamatan pasien yang positif adalah sebagai berikut: Semua karyawan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah keselamatan - Karyawan mencari kesempatan untuk membantu orang lain dan melakukan intervensi bila diperlukan



-



Penguatan perilaku yang lebih aman oleh semua orang Karyawan menerima akuntabilitas untuk keselamatan pasien



- Keterbukaan karyawan terhadap pembinaan dan umpan balik - Keinginan untuk menyediakan sumber daya untuk meningkatkan keselamatan pasien - Kesediaan untuk berbagi, berkomunikasi dan belajar - Karyawan didorong untuk mengangkat isu dan saran K. Karakter budaya keselamatan pasien yang kurang diinginkan adalah sebagai berikut: -



Kekhawatiran tentang keselamatan secara konsisten tidak ditangani Tidak ada pembelajaran yang dicapai dari kejadian tidak diharapkan Karyawan enggan melaporkan insiden keselamatan pasien Tidak ada yang akuntabel tentang tanggung jawab keselamatan mereka Representasi manajemen keselamatan berada diluar proses pengambilan keputusan utama.



BAB III PENUTUP Panduan budaya keselamatan ini dibuat untuk menjadi acuan Puskesmas Terisi dalam melakukan pengkajian diri terhadap budaya keselamatan.. Semoga dengan adanya panduan ini dapat meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di Puskesmas Terisi



KEPALA UPTD PUSKESMAS TERISI,



TRI SOEPRIHATI