6 - Ruang Lingkup Korupsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN RUANG LINGKUP KORUPSI



Oleh: 1. Syifa Annura Malsa



(2108076028)



2. Khotimah Nur Widyaningtyas



(2108076046)



3. Euis Nurfatonah



(2108076106)



PRODI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGOSEMARANG TAHUN 2021 i



KATA PENGANTAR Puji syukur selalu kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, dan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Ruang Lingkup Korupsi dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan juga diharapkan dapat memberikan wawasan serta ilmu pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca mengenai Ruang Lingkup Korupsi. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohammad Agus Prayitno, M.Pd selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan bimbingan serta arahan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga dapat dijadikan referensi kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih ditemukan banyak kekurangan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dengan harapan agar makalah yang kami susun dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat.



Semarang, 20 September 2021



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................................I KATA PENGANTAR.............................................................................................................II DAFTAR ISI..........................................................................................................................III BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1 A. Latar Belakang................................................................................................................1 B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2 C. Tujuan..............................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3 A. Pengertian Korupsi..........................................................................................................3 B. Faktor Penyebab Korupsi................................................................................................5 C. Bentuk-Bentuk Korupsi...................................................................................................6 D. Peraturan-Peraturan Berkaitan dengan Korupsi..............................................................8 E. Pengertian Tindak Pidana................................................................................................9 F.



Pengertian Tindak Pidana Korupsi................................................................................10



G. Strategi Pemberantasan Korupsi...................................................................................11 BAB III PENUTUP................................................................................................................13 A. Kesimpulan....................................................................................................................13 B. Saran..............................................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Permasalahan yang sering kita temukan di berbagai media, mulai dari media cetak hingga media elektronik. Dimana menurut KBBI korupsi ini sendiri adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.Di tingkat ASEAN, Indonesia menduduki peringkat 5 dengan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 37 poin. Korupsi ini merupakan salah satu masalah serius yang terjadi di Indonesia. Pelaku dari tindak korupsi ini bisa atas nama individu maupun kelompok. Sulitnya melakukan pembuktian bahwa si pelaku melakukan tindakan korupsi ini menjadikan pelaku sulit dikenai sanksi. Para pelaku korupsi ini menggunakan kecanggihan teknologi untuk menutupi tindak kejahatan mereka. Dan menyiasati pasal-pasal dalam undang-undang bahkan menyebarkannya kepada anggota kelompok mereka. Para pelaku tindakan ini menganggap bahwa korupsi ini merupakan hal wajar dan mereka mengatakan bahwa korupsi ini layaknya bisnis. Tindakan korupsi ini bukan hanya merugikan negara akan tetapi juga menimbulkan kerugian pada rakyat. Terkait penyelenggaraan negara yang berish dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme maka dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 yang didalamnya berisi prinsip atas asas-asas Kepastian Hukum, Tertib Penyelenggaraan Negara, Kepentingan Umum, Keterbukaan, Proporsionalitas, Profesionalitas dan Akuntabilitas. Perkembangan korupsi di Indonesia tergolong tinggi, namun pemberantasan korupsi masih sangat lamban. Upaya untuk menanggulagi tindak pidana korupsi merupakan langkah yang sangat penting. Penanggulangan tindak pidana korupsi ini bisa diawali dengan kebijakan formulasi guna melakukan penempatan kesadaran hukum masyarakat sebagai salah satu hukum. Hukum pidana penanggulangan kejahatan ini menjangkau keadilan substantif, hal tersebut dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, di mana adalah hal yang dicela di masyarakat.



1



B. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari korupsi? 2. Apa saja faktor penyebab tindak korupsi? 3. Apa saja bentuk-bentuk korupsi? 4. Apa saja peraturan-peraturan yang berkaitan dengan korupsi? 5. Apa pengertian dari tindak pidana? 6. Apa pengertian dari tindak pidana korupsi? 7. Bagaimana strategi dalam pemberantasan korupsi?



C. Tujuan Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini diantaranya : 1. Mengetahui definisi dari korupsi. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab tindak korupsi. 3. Mengetahui bentuk-bentuk korupsi. 4. Mengetahui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan korupsi. 5. Mengetahui pengertian tindak pidana. 6. Mengetahui tentang tindak pidana korupsi. 7. Mengetahui strategi dalam pemberantasan korupsi.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Korupsi Korupsi



berasal



dari



bahasa



latin



Corruptin



yang



berarti



rusak,



menggoyahkan, buruk, menyogok atau memutar balikkan. Sedangkan dalam KBBI korupsi berarti penyelewengan atau penyimpangan uang negara, perusahaan, dan sebagainya hanya untuk keperluan pribadi atau orang lain. Korupsi memiliki istilah berbeda-beda dibeberapa negara, sebagai contoh di Taiwan, China, dan Hongkong istilah korupsi dikenal dengan sebutan yum cha. Sedangkan di Filiphina dikenal dengan istilah lagay.Meskipun istilah korupsi dikenal dengan sebutan yang berbedabeda di setiap negara namun hakikatnya korupsi adalah suatu perilaku yang tidak jujur atau curang demi keuntungan pribadi orang yang berkuasa, dan biasanya melibatkan suap. Sedangkan istilah korupsi menurut berbagai ahli adalah sebagai berikut: 1. Shleifer dan Vishny (1993)



Korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar dari perizinan (misalnya lisensi, bea cukai atau pelarangan masuk bagi pesaing). Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadi. 2. Adji (1996)



Pengertian korupsi tidak lagi diasosiasikan dengan penggelapan keuangan negara saja. Tindakan bribery (penyuapan) dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga dinilai sebagai sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan tercela dari oknum pemerintah, seperti bureaucratic corruption, yang dikategorikan sebagai bentuk dari offences beyond the reach law (kejahatankejahatan yang tidak terjangkau oleh hukum). Contoh kejahatan seperti itu, antara lain



pelanggaran



pajak,



penipuan



di



bidang



kredit,



penggelapan



dan



penyalahgunaan dana masyarakat. Selain yang dikemukakan Adji di atas, bentukbentuk korupsi lainnya antara lain meliputi penggelapan (embezzlement), pemalsuan



(fraud),



pemerasan



(extortion),



penyalahgunaan



wewenang,



pertentangan kepentingan (conflict of interest), pilih kasih (favoritism), menerima komisi (commission), nepotisme, dan sumbangan ilegal (ilegal contribution). 3



3. Silalahi (1997)



Korupsi bukan hanya terjadi pada aparatur pemerintah, korupsi di kalangan pegawai swasta malah jauh lebih besar, seperti terjadinya kredit macet di sejumlah bank swasta yang disebabkan oleh adanya kolusi antara direktur bank dengan pengusaha. Di samping itu, korupsi di kalangan aparatur negara tidak semata-mata disebabkan oleh gaji yang kecil, sebab yang justru melakukan korupsi secara besarbesaran adalah mereka yang bergaji besar, akan tetapi tidak puas dengan apa yang telah mereka terima. 4. Mugihardjo (1997)



Korupsi yang terjadi di negara-negara berkembang biasanya terjadi karena ada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan petugas atau pejabat negara. Hal itu karena pengertian demokrasi di negara-negara berkembang lebih banyak ditafsirkan dan ditentukan oleh penguasa daripada ditafsirkan dan ditentukan oleh pemikir di negara-negara berkembang tersebut. Selain pendapat dari beberapa ahli, korupsi telah diatur dalam peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia khususnya dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Allah SWT pun juga sudah memberikan gambaran sekaligus peringatan untuk umat manusia melalui firmanfirmannya sebagai berikut: 1.



QS. An-Nisa Ayat 29



‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج‬ ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬ ‫تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."



2. QS. Al-Maidah Ayat 38



‫هّٰللا هّٰللا‬ ۤ ‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ƒُ ‫َّار‬ ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ ۗ َو ُ ع‬ ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬ Artinya : "Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."



4



3. QS. Al-Baqarah Ayat 188



‫اس بِااْل ِ ْث ِم‬ ِ ‫م بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َو‬ƒْ ‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك‬ ِ َّ‫ال الن‬ َ‫َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬ Artinya : "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." 4.



QS. Al-Anfal Ayat 27



َ‫ اَمٰ ٰنتِ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬ƒ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ُخوْ نُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل َوتَ ُخوْ نُ ْٓوا‬



Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." B. Faktor Penyebab Korupsi Secara sederhana faktor penyebab korupsi dijelaskan oleh Mustaghfirin (2016), faktor utama korupsi itu terjadi karena penyalahgunaan wewenang publik yang dimanfaatkan hanya untuk kepentingan pribadi tanpa memikirkan orang lain. Ini artinya tindak korupsi sangat besar kemungkinan pelakunya adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Namun disamping faktor yang telah diungkapkan oleh Mustaghfirin, penyebab tindak korupsi dapat dikelompokkan menjadi :



1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi sifat dan karakter seseorang yang dapat mempengaruhi segala tindakannya. Beberapa yang termasuk dalam faktor internal penyebab korupsi adalah kurangnya moral bangsa, sikap tamak atau rakus seseorang, kurangnya pemahaman masyarakat tentang tindak korupsi, gaya hidup konsumtif dan sikap hedonisme atau sikap yang memandang kenikmatan materi adalah tujuan hidup.



2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Dimana faktor eksternal ini dibedakan dari beberapa segi yaitu sebagai berikut :



-



Segi Ekonomi : Pendapatan tidak sesuai dengan beban yang ditanggung.



-



Segi Politik



: Kepentingan politis dan mempertahankan kekuasaan. 5



-



Segi Organisasi : Pemimpin yang kurang tegas, kultur organisasi yang tidak benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas, lemahnya sistem pengendalian manajemen dan pengawasan.



-



Segi Hukum



: Hukum Indonesia yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah, hal tersebut sangat mendorong para penguasa untuk melakukan korupsi.



C. Bentuk-Bentuk Korupsi Indonesia sebagai negara hukum memiliki seperangkat undang-undang untuk menjerat berbagai tindak korupsi. Undang-undang yang mengatur tindak korupsi ini sudah mengalami 4 kali amandemen karena dirasa sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Dan untuk sekarang ini yang dijadikan landasan atau sumber hukum guna menjerat para pelaku korupsi yaitu UU No. 20 Tahun 2001. Dalam UU No. 31 Tahun 1999 atau yang telah disempurnakan dalam UU No. 20 Tahun 2001 tercantum ada 30 jenis atau bentuk tindak korupsi yang dapat dikelompokkan menjadi: 1.



Tindakan yang menyebabkan kerugian negara (UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 2 dan 3), contohnya: a. Tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan perekonomian negara. b. Tindakan menyalahgunakan kewenangan atas jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan perekonomian negara.



2.



Tindakan yang mengandung unsur suap-menyuap (UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 5,6 dan 11), contohnya: a.



Tindakan memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya (pegawai negeri atau penyelenggara itu) berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, baik yang dilakukan atau tidak dilakukannya dalam jabatannya.



b.



Tindakan yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau 6



kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.



3. Tindakan yang berkaitan dengan penggelapan dalam jabatan (UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 8, 9, dan 10), contohnya:



a. Menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oran lain atau membantu dalam melakukan tindakan tersebut.



b. Menggelapkan, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dapat dipakai suatu barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya.



4. Tindakan yang mengandung unsur pemerasan (UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 12), contohnya:



a.



Tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.



b.



Tindakan pegawai negeri penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.



5. Tindakan yang dapat dikategorikan curang, contohnya: a.



Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau bahkan keselamatan negara dalam keadaan perang.



b.



Petugas pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam poin 1.



8. Tindakan yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam pengadaan (UU No 20 Tahun 2001 Pasal 7), contohnya:



a.



Tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan 7



atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.



b.



Tindakan sebuah instansi yang dalam pengadaan suatu barang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus peserta tender.



9. Gratifikasi atau pemberian hadiah yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak dilaporkan kepada KPK dengan rentang waktu 30 hari setelah diterimanya gratifikasi (UU No 20 Tahun 2001 Pasal 12B dan 12C), contohnya:



a.



Pemberian tiket perjalanan wisata kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma.



b.



Pemberian hadiah atau parsel kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada saat hari raya keagamaan oleh rekan atau bawahannya.



D. Peraturan-Peraturan Berkaitan dengan Korupsi Agar penanganan dan pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan maka diperlukan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:



1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme



4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.



5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851)



6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 7. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2000 8. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 9. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana



8



10. Keputusan Pimpinan KPK no. KEP-06/P.KPK/02/2004 11. Keputusan Pimpinan KPK no. KEP-07/P.KPK/02/2004 Sedangkan peraturan atau hukum internasional yang berkaitan langsung dengan penanganan korupsi dan termasuk yang berlaku di wilayah Asia Pasifik dan Asia Tenggara adalah:



1. Anti Corruption Action Plan for Asia and The Pacific Action Plan (Konferensi Tokyo 2001)



2. MoU on Cooperation for Preventing and Combating 2004 (Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia)



3. The United Nations Convention against Corrruption (UNCAC), yang terbentuk pada tanggal 9 Desember 2003 di Merida (Mexico)



4. The United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC) E. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perilaku yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Tindak pidana ini berasal dari kata strafbaar feit atau bisa dipenggal menjadi 3 kata yaitu straf, baar dan feit. Istilah ini berasal dari Belanda yang berarti perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan hukuman. Sama halnya dengan menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan kelakuan orang yang tidak mampu bertanggung jawab.Tindak pidana ini sendiri dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:



a. Tindak pidana umum Adalah suatu perbuatan pidana yang pengaturannya terdapat dalam kitab UndangUndang Hukum Pidana, yang terdiri dari:



1. Kejahatan Adalah perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang telah ditentukan dalam kaidah hukum dan melawan perintah atau aturan yang telah ditetapkan dalam masyarakat. Contohnya pembunuhan, pencurian dan penganiayaan. 2.



Pelanggaran 9



Dalam



KUHP



Pasal



489-59/BAB



I-IX,



pelanggaran



adalah“Wetdelichen”atau perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru dapat diketahui setelah ada Wet yang menentukan demikian. Contohnya peristiwa bersepeda dia atas jalan yang dilarang dan berkendara tanpa lampu atau surat-surat kendaraannya tidak lengkap.



b. Tindak pidana khusus Adalah suatu perbuatan pidana atau tindak pidana yang diatur di luar kitab Undang-Undang Pidana namun dasar pemberlakuannya adalah KUHP Pasal 103 Bab I-VII. Tindakan pidana khusus ini ditinjau dari peraturan yang menurut Undang-Undang bersifat khusus baik jenis tindak pidananya, penyelesaiannya, sanksinya bahkan hukum acaranya. Contoh tindak pidana khusus adalah:



1. Tindak pidana korupsi



(UU Nomor 20 Tahun 2001)



2. Pencucian uang



(UU Nomor 25 Tahun 2003)



3. Terorisme



(UU Nomor 15 Tahun 2003)



4. Narkotika



(UU Nomor 22 Tahun 1997)



5. Psikotropika



(UU Nomor 5 Tahun 1997)



6. Kejahatan terhadap anak



(UU Nomor 23 Tahun 2003)



7. Pelanggaran HAM



(UU Nomor 39 Tahun 1999)



F. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah:



1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2).



2. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3).



3. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001. 10



4. Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 13).



5. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini (Pasal 14).



6. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 15).



7. Setiap orang diluar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi. Berdasarkan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 maka tindak pidana korupsi dikategorisasikan menjadi dua, yaitu tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Kategorisasi pertama tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 5 s/d 12 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Sedangkan kategorisasi kedua dapat dilihat dalam Pasal 21 s/d 24 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. G. Strategi Pemberantasan Korupsi Hasil penelitian Transparency Internatonal, ditemukan adanya keterkaitan antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan/kriminalitas. Ketika korupsi meningkat, angka kejahatan yang terjadi meningkat pula (Global Corruption Report, 2005). Sebaliknya ketika korupsi berhasil berkurang maka kepercayaan masyarakat bertambah dan akan menjadikan para penegak hukum menjadi efektif. Berikut beberapa strategi pemberantasan korupsi:



1. Mengenal Lebih Dekat dengan Korupsi Kita sebagai rakyat Indonesia harus belajar mengenali korupsi. Karena kurangnya kesadaran masyarakat akan korupsi merupakan faktor penyebab utama korupsi. Dimana kita mulai sekarang harus mengetahui betul apa itu korupsi, apa saja jenisnya dan bagaimana penanganannya.



2. Mengetahui Hak dan Kewajiban yang Berkaitan dengan Pemberantasan Korupsi 11



Kita perlu mengetahui dan memahami apa hak dan kewajiban kita dalam hubungannya dengan pemberantasan korupsi. Jika kita memahami segala prosesnya maka kita tidak akan mudah dibodohi oleh oknum-oknum koruptor.



3. Kerjasama dan Komitmen Kerja sama sangat diperlukan dalam upaya atau strategi pemberantasan tindak korupsi, sebagai contoh permasalahan korupsi antar negara kita memerlukan kerja sama baik kerjasama bilateral maupun multiteral. Kerja sama akan menumbuhkan komitmen dan rasa percaya antara satu negara dengan negara lain.



4. Sikap Anti Korupsi (Pencegahan, Preventif) Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi



berkembangnya



suatu



permasalahan



korupsi,



yaitu



dengan



cara



menumbuhkan kesadaran individu untuk tidak melakukan tindakan korupsi, memperbaiki peraturan perundang-undangan yang berlaku, memperbaiki cara kerja pemerintah, dan memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi serta menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara tegas.



5. Kontra Korupsi (Penindakan, Represif) Kontra korupsi merupakan kebijakan dan upaya-upaya yang menitikberatkan aspek penindakan yang sifatnya pemaksaan. Namun dalam pelaksanaannya kontra korupsi bersifat sederhana, sementara, dan terbatas.



6. Memberikan Penghargaan Bagi Pelapor Setiap orang, ormas ataupun LSM yang telah membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi dapat diberikan penghargaan berupa piagam/premi setelah keputusan pengadilan yang mempidanakan terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap (PP No. 71/2000 Bab III Pasal 7 s/d Pasal 11).



12



13



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Korupsi memiliki istilah yang berbeda-beda di setiap negara namun pada hakikatnya korupsi adalah suatu perilaku yang tidak jujur demi keuntungan pribadi orang yang berkuasa dan biasanya melibatkan suap. Tidak jarang korupsi yang terjadi di kalangan aparatur negara disebabkan oleh mereka yang bergaji besar sebab tidak puas dengan apa yang telah mereka terima. Korupsi telah diatur dalam peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia khususnya dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Allah SWT pun juga sudah memberikan gambaran sekaligus peringatanmengenai tindak korupsi dalam al-Qur’an. Korupsi disebabkan oleh beberapa faktor baik dari diri sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Salah satu tindakan yang termasuk dalam korupsi adalah tindakan yang menyebabkan kerugian negara dan masyarakat. Sebagai upaya penanganan dan pemberantasan korupsi maka peraturan perundang-undangan perlu ditetapkan agar korupsi dapat ditangani secara menyeluruh dan berkesinambungan. Peraturan atau hukum internasional yang berkaitan langsung dengan penanganan korupsi juga perlu diberlakukan di wilayah Asia Pasifik dan Asia Tenggara sebagai salah satu tameng terhadap terjadinya korupsi.Korupsi merupakan salah satu bentuk tindak pidana. Tindak pidana dibagi menjadi 2 jenis yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum meliputi kejahatan dan pelanggaran. Sedangkan tindak pidana khusus adalah suatu tindak pidana yang diatur dalam KUHP Pasal 103 Bab I-VII. Dalam upaya pemberantasan korupsi tentunya dibutuhkan strategi agar upaya tersebut dapat berjalan sesuai tujuan dan harapan. B. Saran Sebagaimana yang telah diuraikan, korupsi adalah permasalahan yang sangat serius di negara Republik Indonesia, oleh karena itu kita sebagai warga negara harus lebih menumbuhkan rasa cinta tanah air, mempelajari dan memahami benar akan apa itu korupsi, penyebab, bentuk-bentuknya hingga cara atau strategi pemberantasan tindak korupsi. Kita harus berusaha ikut serta memperbaiki perekonomian bangsa ini dengan cara menurunkan persentase IPK negara Republik Indonesia di kancah Internasional.



14



DAFTAR PUSTAKA Dwiputrianti, S. 2009. Memahami Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi, 6(3), 01. Maharani, D., & Dewi, D. A. 2021. Implementasi Pancasila dalam Mengatasi Korupsi di Indonesia. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 920-925. Ridwan, R. 2010. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro). Pasmatuti, D. 2019. Perkembangan Pengertian Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Positif di Indonesia. Ensiklopedia Sosial Review, 1(1). Sinaga, F. A. 2019. Bentuk-bentuk korupsi politik. Jurnal Legislasi Indonesia, 16(1), 59-75.



15