Abortus, Molahidatidosa, Kehamilan Ektopik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH Kegawatdaruratan ABORTUS, MOLAHIDATIDOSA dan KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU



Disusun Oleh: Kelompok 4 Kelas F



1. DARMAYANTI (AIB119176)



5. GRACE HODJA (A1B119258)



2. HAMDANI EKA PUTRI (AIB119210)



6. RAHAYU WIDYASTUTI(



3. UMROH AFRIANI (AIB119239)



7. EMY ZULFITRAH TAHAR



4. IRMAWATI (A1B119234)



FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kegawatdaruratan dalam perkuliahan Program Studi DIV Kebidanan Universitas Mega Rezky Makassar dengan judul “Abortus, Molahidatidosa dan Kehamilan Ektopik Terganggu”. Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini , penulis banyak mendapatkan hambatan dan kesulitan, tetapi karena bantuan dan saran dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Ibu Rosdiana, S.ST., M.Keb selaku Keprodi DIV Kebidanan Universitas Mega Rezky Makassar. 2. Ibu Hj. Norma Tajuddin, SKM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Kegawat Daruratan 3. Orang tua dan teman – teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 4. Semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Makassar, Maret 2020 Penyusun



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................



1



KATA PENGANTAR.................................................................................................



2



DAFTAR ISI ..............................................................................................................



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................................



4



B. Rumusan Masalah ....................................................................................



5



C. Tujuan .....................................................................................................



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Abortus……...............................................................



6



B. Tinjauan Tentang Molahidatidosa….......................................................



15



C. Tinjauan Tentang Kehamilan Ektopik Terganggu……...........................



22



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................................



27



B. Saran ........................................................................................................



28



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didunia sejumlah kematian ibu makin meningkat hampir setiap hari pertambahan AKI. Dalam 1 jam ada 2 orang ibu yang kehilangan nyawanya atau meninggal. Penyebab kematian ibu dalam pertolongan persalinan yang terlambat, kehamilan ibu yang terganggu misalnya ibu menderita penyakit yang berat, preeklampsi, dll. Kesalahan mendiagnosa kehamilan juga akan membahayakan ibu dan anaknya. Seperti mendiagnosa mola hydatidosa yang bila dilakukan pemeriksaan tidak intensif ibu akan didiagnosa hamil. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang dialami wanita. Namun, kehamilan dapat berkembang menjadi komplikasi yang tidak hanya berpengaruh pada janin, tapi juga pada ibu karena dapat menyebabkan kematian. Indikator yang umum digunakan untuk menghitung kematian ibu adalah Angka Kematian Ibu (AKI) (Fadlun, Feryanto, 2011; Saifuddin, 2009). Kematian maternal tersebut mayoritas disebabkan oleh perdarahan (28%), eklamsia/preeklamsia (24%), dan infeksi (11%) (Depkes, 2010). Komplikasi obstetrik yang terjadi selama kehamilan adalah perdarahan pada abortus dan perdarahan trimester pertama. Komplikasi yang terjadi pada trimester pertama adalah perdarahan pervaginam yang umumnya disebabkan oleh abortus, dan hanya sebagian kecil saja karena sebab-sebab lain (Wiknjosastro, 2008). Dari uraian tersebut, salah satu penyebab kematian ibu adalah abortus, molahidatidosa dan kehamilan ektopik terganggu. Salah satu jenisnya yaitu abortus



incompletus. Risiko abortus meningkat seiring dengan paritas dan usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus secara



klinis terdeteksi meningkat 12% pada wanita yang berusia



kurang dari 20 tahun. Meskipun angka kejadiannya relatif kecil, abortus perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan komplikasi dan kematian bila penanganan kurang efektif dan aman (Sofian, 2011). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.



Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian. B. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Tentang Abortus 2. Untuk Mengetahui Tentang Molahidatidosa 3. Untuk Mengetahui Tentang Kehamilan Ektopik Terganggu



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Abortus 1. Defenisi Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar kandungan. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Saifuddin, 2002). Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Wiknjosastro,2005). 2. Bentuk Abortus a. Menurut terjadinya, Manuaba tahun 2001 membagi abortus menjadi: 1) Abortus spontan Yaitu aborsi yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah. 2) Abortus provokatus kriminalis Yaitu aborsi yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan seksual di luar perkawinan. 3) Abortus medisinalis



Yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan membahayakan jiwa ibu b. Bentuk klinis: Abortus ini merupakan abortus spontan, antara lain: 1) Abotus imminens Yaitu peristiwa dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadiperdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai usia kehamilannya, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Penanganan abortus imminens terdiri atas : a) Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. b) Pemeriksaan USG dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup. 2) Abortus insipiens Yaitu adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin. 3) Abortus inkompletus



Yaitu sebagian hasil konsepsi masih ada yang tertinggal dalam uterus, jadi hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan. Pada pemeriksaan vaginalis, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan dapat banyak sekali, sehingga syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. 4) Abortus kompletus Yaitu abortus yang semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan sudah keluar dengan lengkap. Penderita tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu diberikan sulfas ferrosus atau tranfusi. 5) Abortus servikalis Keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangai oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri memenjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis. 6) Missed abortion Yaitu keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih. Pengeluaran hasil konsepsi



diusahakan menggunakan infuse intravena oksitosin. Jika tidak berhasil, infuse dapat diulangi setelah penderita istirahat 1 hari. 7) Abortus habitualis atau keguguran berulang Adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih. Penyebabnya untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu penanganannya terdiri atas : memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olahraga. Terapi dengan hormone progesterone, vitamin, hormone tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis karena penderita mendapat kesan bahwa ia diobati. 8) Abortus infeksiosus, abortus septik Abortus yang disertai infeksi pada genetalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum. (Wiknjosastro,2005). 3. Etiologi Wiknjosastro, 2005 mengatakan penyebab abortus tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut: a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena: 1) Kelainan kromosom Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.



2) Faktor lingkungan endometrium Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi, gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan. 3) Pengaruh luar Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi. Hasil konsepsi dipengaruhi oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu. 4) Kelainan plasenta a) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi. b) Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes mellitus. c) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran. 5) Penyakit ibu Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus. Animia berat, keracunan, laparatomi, peritonitis umum dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononucleosis, infeksiosa, toksoplasmosis jaga dapat mentebabkan abortus walaupun jarang terjadi. 6) Kelainan yang terdapat dalam rahim (Kelainan alat reproduksi dan gangguan system reproduksi).



Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravid inkarserataatau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sabab lain abortus dalam trimester ke 2 ialah servik inkompeten yang disebabkan oleh kelainan bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang tidak dijahit. Risiko keguguran mencapai 11,7%, jika kehamilan di kisaran umur 30-34 tahun. Sedangkan di usia 35-39 tahun, risiko meningkat menjadi 18% (Muharam,2008). Menurut Koesoemawati tahun 2002, prevalensi meningkat sesuai umur ibu. 12 % abortus terjadi pada wanita usai lebih dari 20 tahun, sedangkan > 50 % abortus terjadi pada wanita usia lebih dari 45 tahun. Idealnya, kehamilan berlangsung saat ibu berusia 20 tahun sampai 35 tahun. Kenyataannya sebagian perempuan hamil berusia dibawah 20 tahun dan tidak sedikit pula yang mengandung di atas usia 35 tahun. Padahal kehamilan yang terjadi di bawah usia 20 tahun maupun di atas usia 35 tahun termasuk berisiko. 7) Kehamilan di Bawah Usia 20 Tahun. Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat. Faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya keguguran di antaranya : a) Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi. Yakni ketika ibu masih belum menyadari kehamilannya atau tidak siap dengan kehamilan pertamanya. Juga pengetahuan yang salah tentang



masalah



reproduksi



manusia



(karena



penerangan



yang



keliru)



menyebabkan ibu melakukan hal-hal yang tak dapat dibenarkan, misalnya minum jamu atau obat- obatan dengan maksud agar haidnya kembali menjelang.



Sikap tersebut akan menimbulkan



gangguan pada



pertumbuhan hasil konsepsi. b) Kondisi fisik ibu hamil. Keadaan ini erat hubungannya dengan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar di dalam tubuh ibu yang tidak memadai. Biasanya konsepsi yang terjadi akan tumbuh dengan sempurna jika calon ibu sudah mencapai usia 20 tahun. Masa ini memang sering disebut masa subur sehat, yang akan berlangsung sampai ibu mencapai usia 30 tahun (Sarwono,2001). 8) Usia 20-35 tahun Saat berusia 20-35, kondisi fisik perempuan sangat prima, dan mengalami puncak kesuburan, sehingga risiko abortus minim. Hal ini disebabkan karena sel telur relatif muda, sehingga meski pada trimester pertama kandungan tetap kuat. Kualitas sel telur yang baik memperkecil kemungkinan bayi lahir cacat, tetapi tidak dipungkiri pada usia tersebut dapat terjadi abortus yang dikarenakan ketidaknormalan jumlah kromosom (Muharam,2008). 9) Kehamilan di Atas Usia 35 Tahun. Secara psikologis memang lebih matang. Namun, dari sisi fisik justru berisiko mengalami kelainan kehamilan



yang membahayakan kesehatan



janin. Janin mengalami kelainan geneti dan lahir cacat. Selain itu juga berpeluang mengalami keguguran, hal ini dapat terjadi karena :



a) Komplikasi saat kehamilan, Seperti tekanan darah tinggi, diabetes saat hamil dan kesulitan melahirkan. b) Janin memiliki kelainan kromosom. Kromosom abnormal banyak yang berakhir dengan keguguran (Muharam,2008). Semakin tinggi usia maka risiko terjadinya abortus semakin tinggi pula seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia diatas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kejadian leiomioma uteri pada ibu dengan usia lebih tinggi dan lebih banyak yang dapat menambah risiko terjadinya abortus (STIKES Bhamada Slawi Tegal,2008). 4. Diagnosa Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah terlambat haid, sering terdapat pula rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditemukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik (pregnosticon, gravindex) bilamana hal itu dikerjakan (Wiknjosastro, 2005). Mempunyai satu atau lebih tanda, diantaranya sebagai berikut: perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi, serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya (Saifuddin, 2002). 5. Komplikasi Wiknjosastro,2005 menyatakan komplikasi abortus adalah: a. Perdarahan Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak berikan pada waktunya.



b. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus karena perlukaan uterus biasanya luas. c. Infeksi Biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. d. Syok Terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik). Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah (Mansjoer,2001). B. Tinjauan Tentang Mola Hidatidosa 1. Pengertian Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadangkadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu



berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. 2. Etiologi Penyebab



mola



hidatidosa



tidak



diketahui,



faktor-faktor



yang



menyebabkannya antara lain: a) Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi terlambat dikeluarkan. b) Imunoselektif dari trofoblas c) Keadaan sosio ekonomi yang rendah d) Paritas tinggi e) Kekurangan protein f) Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas 3. Manifestasi Klinis Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut: a) Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan amenore b) Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. c) Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya. d) Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin. 4. Patofisiologi



Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kistakista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias : a) Proliferasi dari trofoblas b) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban c) Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda. Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh. 5. Klasifikasi Menurut Cuningham, 1995. Mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu : a) Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah menjadi masa gelembung – gelembung bening yang besarnya berbedabeda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang besarnya sama dengan kehamilan normal lanjut. Struktur histologinya mempunyai sifat: 1) Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi. 2) Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak.



3) Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam. 4) Tidak terdapat janin dan amnion. b) Mola Hidatidosa Partialis Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang Hiperflasi trofoblas hanya lokal tidak menyeluruh (Jacobs, 1982). Gambaran



Mola (klasik)



Jaringan embrio atau Tidak ada



Komplit Mola



Parsial



(inkomplet) Ada



janin Pembengkakan



Difus



Fokal



Hyperplasia



Difus



Fokal



Inklusi stroma



Tidak ada



Ada



Lekukan vilosa



Tidak ada



Ada



hidatidosa pada vili



6. Patologi Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi cairan jernih merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang – kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bias juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis



tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm. Mola hidatidosa terbagi menjadi : a. Mola Hidatidosa Sempurna Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh: 1) Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus 2) Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak 3) Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi 4) Tidak adanya janin dan amnion. b. Mola Hidatidosa Parsial Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. 7. Pemeriksaan Diagnostik Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : a. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah pengenceran



(titrasi): 1) Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa. 2) Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar. Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif. b. Pemeriksaan dalam Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik. c. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati - hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison). d. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin ( pada kehamilan 3-4 bulan). e. Arteriogram khusus pelvis f. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin. 8. Penatalaksanaan a. Terapi Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian



cairan dan transfusi darah.



Tindakan pertama adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah; barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan kuretase. b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil: 1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam. 2) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin (pitosin atau sintosinon); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih. 3) Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero vaginal selama 24 jam. c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2 porsi: 1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum. 2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase. d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum penderita. e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan laboratorium. f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan, ada beberapa



institut



yang



melakukan histerotomia untuk mengeluarkan isi



rahim ( mola). g. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi (high risk mola) : usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih. h. Periksa ulang ( follow-up ) Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun: 1) Setiap minggu pada triwulan pertama 2) Setiap 2 minggu pada triwulan kedua. 3) Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya 4) Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan. Setiap perikas ulang penting diperhatikan : 1) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll 2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll. 3) Reaksi biologis atau imonologis air seni : a) Satu kali seminggu sampai hasil negative b) Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya c) Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya d) Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan.



Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar. 4) Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang berta. Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila : a) Pengamatan lanjutan sukar dilakukan b) Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap positif c) Pada high risk mola. 9. Komplikasi Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut: a. Anemia b. Syok c. Preeklampsi atau Eklampsia d. Tirotoksikosis e. Infeksi sekunder. f. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.



g. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma. C. Tinjauan Tentang Kehamilan Ektopik 1. Defenisi Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Menurut Taber (1994), kehamilan ektopik adalah gestasi diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan istilah yang lebih luas daripada kehamilan ekstrauterin, karena istilah ini mencakup gestasi pada pars interstisialis tuba, kehamila kornu (gestasi pada kornu uteri yang rudimenter), dan kehamilan servikalis (gestasi dalam kanalis servikalis) dan juga kehamilan abdominal, kehamilan ovarial dan kehamilan tuba. Menurut Mansjoer (1999), kehamilan ektopik adalah implanttasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri. Menurut Manuaba (1998), terdapat dua pengertian yang perlu mendapat perhatian, yaitu kehamilan ektopik adalah kehamilan yan berimplantasi diluar endometrium



normal



dan



kehamilan



ekstrauterin



adalah



kehamilan



yang



berimplantasi diluar uterus. Dengan pengertian ini maka kehamilan pada pars interstitial tuba dan kehamilan pada servikal termasuk kehamilan ekstrauterin, tetapi mempunyai sifat kehamilan ektopik yang sangat berbahaya.



Menurut Winkjosastro (2002), kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Menurut Saifuddin (2000), kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi diluar endometrium kavum uteri. Sedangkan kehamilan ektopik tergangguialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau rupture apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : Tuba). 2. Insiden Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas. 3. Etiologi Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur. a. Riwayat operasi tuba. b. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang. c. Kehamilan ektopik sebelumnya. d. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.



e. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom. f. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat. g. Operasi plastik pada tuba. h. Abortus buatan. 4. Patofisiologi Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu : a. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba. b. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba. c. Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.



5. Manifestasi Klinik Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya. 6. Diagnosis Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat : a. Anamnesis dan gejala klinis Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum. b. Pemeriksaan fisis 1) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. 2) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas



dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. c. Pemeriksaan ginekologis Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri. d. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat. 2) USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri -



Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri



-



Adanya massa komplek di rongga panggul



e. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah. f. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi. g. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus. 7. Penanganan Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik.



Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat. Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit. 8. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi yaitu : a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi. b. Infeksi c. Sterilitasi d. Pecahnya tuba falopii e. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio 9. Prognosis Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan



yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50% (1,2,7).



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar kandungan. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Saifuddin, 2002). Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet). Kehamilan mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45 tahun.Mengingat banyaknya kasus mola hidatidosa pada wanita umur 35-45 tahun sangat diperlukan suatu penanggulangan secara tepat dan cepat dengan penanganan tingkat kegawatdaruratan obstetric. Observasi dini sangat diperlukan untuk memberikan pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Penerapan asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola hidatidosa karena kehamilan ini memerlukan perawatan dan



pengobatan secara kontinyu sehingga keluarga perlu dilibatkan agar mampu memberikan perawatan secara mandiri Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Menurut Winkjosastro (2002), kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. B. Saran Saran yang dapat disampaikan adalah 1) Harus senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan priksa USG rutin 2) Mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang. 3) Jangan kekurangan vitamin A 4) Periksa kepada tenaga medis yang profesional jika terjadi tanda-tanda bahaya dalam kehamilan 5) Kenali tanda-tanda kehamilan normal dan kkehamilan tidak normal agar dapat memeriksakan diri lebih dini untuk mencegah komplikasi pada kehamilan.



DAFTAR PUSTAKA Cunningham, F G,dkk., 2005. Obstetri Williams Volume I. Jakarta : EGC Fadlun, Achmad Refyanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta : Salemba Medika Koesoemawati, H, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29. Jakarta : EGC Mansioer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Media Aesculaplus Saifuddin, AB, 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC. Sofian, A. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC Sulistyawati, 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika Varney,H., 2006. Buku ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiriharjo __________. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiriharjo