Acara 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN ADAPTASI HEWAN PERAIRAN PADA EKOSISTEM SUNGAI PADA BERBAGAI FAKTOR FISIK LINGKUNGAN



Oleh :



OLEH: Kelompok I Anisa (2030801083) Aditiya Pramana Putra (2030801086) Betta Inda sari(2030801087) Fitria Julianti (2030801089) Feny Junita (203080106 Pembimbing : Irham Falahudin, M.Si



PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN RADEN FATAH PALEMBANG



2021 BAB I



PENDAHULUAN



A. Tujuan Praktikum Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: 1. Melihat perbedaan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi kehidupan di sungai 2. Melihat adaptasi hewan air terhadap perubahan faktor-faktor fisik dan kemis 3. Mengetahui aktivitas metamorfhosis katak dan ikan pada air kolam/sunga B. Alat dan bahan a. Alat pH meter, salinometer, termometer, piring secci, tali, meteran, botol sampel, Akuarium 10x10 cm (4 kotak) b. Bahan Ikan Nila, Garam, dan Es batu C. Cara kerja 1. Lapangan buatlah transek sungai dengan panjang 50 m, pada setiap 10 meter satu stasiun pengamatan. - Masukkan piring secci kedalam air sungai, amati piring tersebut sampai tidak keliatan lagi, catat hasilnya. - ambil sampel ari sedikit, kemudian ukur kadar salino meternya dengan meneteskan air sungai kedalam salino, amati angkanya. - masukkan termometer kedalam air sungai, lihat perubahan angkanya. Sama dengan suhu pH air juga sama cara kerjanya. 2. Sampel hewan Sungai - ambil sampel hewan dengan menggunakan net/jaring, masukkan kedalam botol sampel, bawa ke laboraorium dan identifikasi apa jenisnya. -



1



3. Laboratorium - sediakan 3 kotak aquarium yang telah di isi air biasa, garam dan air dingin (es). - kemudian masukkan masing2 ikan mujahir/mas kedalam aquarium tersebut. Lalu amati perubahan insangnya dan kemudian catat berapa banyak ikan tersebut membuka dan menutup insang atau mulutnya pada masing-masing aquarium.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sungai merupakan badan air mengalir (perairan lotic) yang membentuk aliran di daerah daratan dari hulu menuju ke arah hilir dan akhirnya bermuara ke laut. Air sungai sangat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan organisme daratan seperti; tumbuhan, hewan, dan manusia di sekitarnya serta seluruh biota air di dalamnya (Downes et al., 2002). Sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut. Ekosistem sungai merupakan habitat bagi organisme akuatik yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme akuatik tersebut diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, ikan, serangga air, dan lain-lain. Sungai juga merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri, sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya (Suwarno, 1991). Secara umum, alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir. Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan atau perbukitan yang mempunyai cukup ketinggian dari permukaan laut. Substrat permukaan pada bagian hulu pada umumnya berupa bebatuan dan pasir. (Suwarno, 1991). Hulu sungai merupakan zona antara ekosistem daratan dengan ekosistem perairan dan sering kali merupakan daerah yang kaya akan biodiversitas (Louhi, dkk., 2010). Alur sungai di bagian hulu mempunyai kecepatan aliran yang lebih besar dari bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil erosi yang diangkut tidak saja partikel sedimen halus tetapi juga apsir, kerikil, bahkan batu (Suwarno, 1991).



3



Bagian tengah merupakan daerah peralihan antara bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil pada bagian hulu. Permukaan dasar bagian tengah umunya berupa pasir atau lumpur (Suwarno, 1991). Bagian hilir merupakan daerah aliran sungai yang akan bermuara ke laut atau sungai lainnya. Bagian tersebut umumnya melalui daerah bagian dengan substrat permukaan berupa endapan pasir halus sampai kasar, lumpur, endapan organik dan jenis endapan lainnya yang sangat labil. Alur sungai bagian hilir mempunyai bentuk yang berkelok-kelok. Bentuk alur tersebut dinamakan meander (Suwarno, 1991). Ekosistem sungai (lotic) dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata) air yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebingtebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil. Beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona ritral dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah) dan hyporithral (bagian yang paling akhir). Setelah melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landai dibandingkan dengan zona rithral. Zona potamal dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal , metapotamal dan hypopotamal (Barus, 2004). Struktur fisik sungai menyediakan relung biologi yang melimpah terhadap organisme-organisme akuatik. Daerah di bawah batu pada dasar perairan terdapat tempat yang gelap untuk bersembunyi bagi organisme akuatik berukuran kecil, sedangkan pada permukaan atas batu yang terpapar cahaya matahari merupakan tempat bagi alga yang menempel (Goldman & Horne, 1983). Secara ekologis organisme di perairan sungai dapat dibedakan menjadi dua zone atau subhabitat, yaitu :



4



a. Subhabitat riam : merupakan bagian sungai yang airnya dangkal tetapi arusnya cukup kuat untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen dasar, sehingga dasar sungai bersifat keras. Pada daerah ini hidup organisme bentik atau perifiton khususnya yang dapat melekat atau berpegang erat pada substrat padat dan jenis ikan yang dapat berenang melawan arus. b. Subhabitat arus lambat : merupakan bagian sungai yang lebih dalam dan arusnya lebih lemah atau lambat dibandingkan subhabitat riam. Pada daerah ini partikel-partikel cenderung mengendap sebagai sedimen di dasar sungai. Pada daerah ini hidup organisme bentos, nekton dan kadang-kadang plankton (Suradi, 1993). Biota pada ekosistem sungai terbagi atas biota non akuatik dan biota akuatik. Biota non akuatik adalah biota yang hidup diluar perairan sungai misalnya adalah tanaman yang berada di DAS (Daerah Aliran Sungai), serangga yang hidup diarea sekitar sungai seperti semut, capung, kupu-kupu, dan lain-lain. Biota akuatik merupakan biota yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di perairan. Berdasarkan cara hidupnya biota akuatik dapat dikelompokkan menjadi neuston, pleuston, nekton, plankton, perifiton, bentos, dan demersal. Neuston merupakan biota akuatik yang hidup dilapisan tipis permukaan air. Seperti halnya neuston, pleuston juga hidup dipermukaan air tetapi sebagian tubuhnya berada dibawah permukaan air. Nekton umunya terdiri atas biota akuatik yang hidup dan bergerak bebas didalam kolom air. Plankton merupakan kelompok biota akuatik baim hewan atau tumbuhan yang pergerakannya selalu dipengaruhi arus air dan umunya berukuran mikroskopis. Perifiton adalah kelompok biota akuatik yang hidup menempel pada permukaan tumbuhan, tongkat, batu, atau substrat lain yang berada didalam air. Biota bentik atau bentos merupakan kelompok hewan atau tumbuhan yang hidup didasar perairan. Sedangkan kelompok biota akuatik yang sebagian besar hidupnya dihabiskan didasar perairan disebut demersal (Wardhana, 2006). ‘



5



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Hasil



Tabel 1. Hasil pengamatan faktor fisik air sungai



Sungai No



indikator



Sta 1



Sta 2



Sta 3



1.



Kuat arus



10 M/



10 M/



10 M/



2.



Kekeruhan



29,4 detik -



30,5 detik -



34,0 detik -



3.



Kadar Garam



0,1



0,15



0,1



4.



Suhu Air



34o



34,1o



34o



5.



Ph Air



7,7



6,98



6,98



6.



Warna Air



Keruh



7.



BOD/DO



6,33



Keruh 6,42



Ket



Keruh 6,37



6



Tabel 2. Pengamatan adaptasi Ikan Kondisi Air No 1.



Jenis Ikan Nila



Ket Biasa



Garam



Dingin



Panas



800



56



120



40



Pada kondisi air biasa ikan nila bernapas 800 kali selama 10 menit, lalu ikan nila tetap hidup selama beberapa hari di air biasa tersebut. Pada kondisi air garam ikan



nila



bernapas



sebanyak 56 kali selama 1 menit 42 detik dan setelah itu ikan nila mati Pada kondisi air dingin ikan



Nila



bernapas



sebanyak 120 kali selama 40 detik dan setelah itu ikan nila mati. Pada kondisi air panas Ikan



nila



bernapas



sebanyak 40 kali, selama 50 detik lalu ikan nila mati.



7



B. Pembahasan Sebelum membahas dari hasil percobaan yang di lakukan sebaiknya kita harus mengetahui dulu mengenai deskripsi Ikan Nila. Deskripsi Ikan Nila :



Gambar 1. Ikan Nila Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm dan kadang ada yang lebih dan ada yang kurang dari itu. Sirip punggung ( pinnae dorsalis) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (pinnae analis) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak. Dari Hasil pengamatan Tabel 1 faktor fisik air sungai menunjukan nilai oksigen terlarut(DO) disetiap stasiun berada pada kisaran 6,33-6,42 mg/L. Nilai dianggap masih ideal untuk pertumbuhan ikan. Hal ini disebabkan karna sungai ini masih memiliki kondisi yang baik. enurut Boyd (1982) dalam Septiano (2006), nilai DO yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/L.



8



Menurut Darmono (2001), kehidupan makhluk hidup di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfir (udara) yang masuk kedalam air. Fardiaz (1992) menyatakan konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan biota perairan yang membutuhkan oksigen akan mati. Derajat keasaman (pH) air merupakan tingkat konsentrasi ion hidrogen yang ada dalam perairan. Hasil pengukuran pH pada stasiun 1 7,7 sedangkan pada stasiun 2 dan stasiun 3 hasilnya 6,98. Menurut Odung (1993), perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahan hidup organisme yang hidup di dalam nya. Nilai pH menunjukan derajat keasaman atau kebahasan suatu perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan air. Suhu berkisar 34℃. Suhu ini masih baik untuk pertumbuhan ikan, suhu akan mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembang biakan dari organisme tersebut. Perubahan suhu akan mempengaruhi pola kehidupan dan aktivitas biologi didalam air termasuk pengaruhnya terhadap penyebaran biota menurut batas kisaran toleransi. kecepatan muat arus yang di ukur berada pada 29,4 – 34,0 m/detik stasiun yang terendah pada stasiun 1 yaitu 29,4 m/detik dan stasiun yang tertinggi pada stasiun 3 yaitu 34,0 m/detik. Perbedaan ini dapat disebabkan karena kondisi fisik sungai yang berbeda. Di mana pada stasiun 3 banyak batuan besar yang mempengaruhi gerak cepat lambatnya air.



9



Kadar Garam pada factor fisik air sungai yaitu stasiun 1 dan stasiun 3 diperoleh 0,1 sedangkan pada stasiun 2 yaitu 0,15 dan warna pada air dari stasiun 1 – stasiun 3 bewarna keruh yang di sebabkan pada perairan dengan dasar lumpur arus dapat mengaduk endapan lumpur sehingga mengakibatkan kekeruhan air yang dapat menyebakan kematian bagi beberapa biota perairan. Kekeruhan juga dapat mengakibatkan berkurangannya penetrasi sinar matahari, sehingga mengurangi aktivitas fotosintesis. Pada pengamatan Tabel 2 yaitu pada adaptasi ikan Nila yaitu di mana kondisi air menggunakan 4 percobaan yaitu air biasa, air garam, air dingin, dan air panas kemudian hasilnya pada kondisi air biasa ikan nila bernapas 800 kali selama 10 menit, lalu ikan nila tetap hidup dalam selama beberapa hari di air biasa tersebut. Pada kondisi air garam ikan nila bernapas sebanyak 56 kali selama 1 menit 42 detik dan setelah itu ikan nila mati. Pada kondisi air dingin ikan nila bernapas sebanyak 120 kali selama 42 detik dan setelah itu ikan nila akan mati dan pada kondisi air panas ikan nila bernapas sebanyak 40 kali selama 50 detik dan ikan nila akan mati. Jadi dapat disimpulkan bahwa ikan nila lebih baik bernapas pada kondisi air biasa karena ikan nila tetap akan hidup selama pada kondisi air biasa dalam jangka waktu beberapa hari sedangkan ikan nila kurang baik pada kondisi air panas karena dampaknya pada suhu tersebut akan menyebakan nila akan mati.



10



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pada kesimpulan pada percobaan ini yaitu ikan yang diperoleh pada ke 3 stasiun diklasifikasikan sebanyak 1 ordo, 1 famili, dan 1 spesies. Pada taksonomi ikan nila yaitu : Philum : Chordata Subphilum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Subkelas :Achantopterigii Ordo : Perciformes SubOrdo : Percoidei Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Keanekaragaman ikan di sungai memiliki hubungan antara faktor fisik – kimia yaitu pada faktor fisik terdapat suhu kecepatan kuat arus sedangkan pada faktor kimia yaitu oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman pada pH air yang dapat dilihat pada tabel hasil dan pembahasan pada percobaan ini. B. Saran Saran untuk percobaan ini adalah perlunya dilakukan percobaan lebih lanjut terhadap struktur komunitas ikan dan hubungannya dengan faktor fisik kimia di perairan Sungai.



11



DAFTAR PUSTAKA Collinge NC. 1993. Introduction to Primate Behavior. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company. Suwarno.1993.Ekologi hewan. https://eprints.umm.ac.id/35049/3/jiptummpp-gdlsantyprist-47930-3-babii.pdf Louhi, dkk.2010. Adaptation of aquatic animals in river ecosystems Barus.2004. potamal zone. https://eprints.umm.ac.id/35049/3/jiptummpp-gdlsantyprist-47930-3-babii.pdf



12