Acara 5 Yes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR ACARA V PENENTUAN POLA TANAM BERDASARKAN KEADAAN IKLIM



Disusun oleh :



1. Nurul Wilda Aghni K



(14938)



2. Aqila Vianissa



(14961)



3. Evrilia Ciptaningrum



(14976)



4. Gabriel Darius Palayukan



(14978)



5. Putri Gabriela Siburian



(14985)



6. Fatih Pangesti



(15007)



Gol/Kel



: B2/2



Asisten



: Swastanita Sri Setyanovina



LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI DEPARTEMEN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2018



ACARA V PENENTUAN POLA TANAM BERDASARKAN KEADAAN IKLIM



I.PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Sektor pertanian sangatlah penting mengingat sektor ini berperan dalam menyediakan bahan pangan dan kebutuhan manusia lainnya. Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap sektor pertanian sehingga penting untuk menganalisa dan mempelajari faktor-faktor tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah iklim. Aktivitas di bidang pertanian memberikan pengaruh terhadap perubahan iklim, dan juga sebaliknya, perubahan iklim mampu memberikan dampak tertentu terhadap kegiatan pertanian. Iklim jugamenimbulkan beberapa bencana seperti banjir, longsor dan kekeringan yang mampu menyebabkan bergesernya pola tanam, bahkan banyak tanaman yang gagal tumbuh dan gagal panen. Pola tanam merupakan suatu sistem dari budidaya tanaman, yang umumnya diterapkan pada wilayah dengan kondisi lingkungan yang kurang stabil dengan tujuan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dan meminimalisir resiko kegagalan. Pengetahuan mengenai pola tanam yang dapat dipertimbangkan melalui faktor iklim ini menjadi hal yang sangat perlu bagi petani sebab dari usaha tani yang ada, diharapkan hasil yang maksimal dengan resiko kegagalan yang kecil. Maka dari itu, pratikum ini dilakukan agar data iklim yang telah dianalisis dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan untuk menentukan pola tanamdi suatu daerah sehingga dapat diperoleh keuntungan yang besar dari hasil produksi pertanian.



B.



Tujuan Tujuan praktikum acara V yang berjudul “Penentuan Pola Tanam Berdasarkan Keadaan Iklim” adalah untuk mengetahui manfaat data iklim dalam menentukan pola tanam di suatu daerah.



II.



TINJAUAN PUSTAKA



Penentuan pola tanam menjadi hal penting dalam proses produksi pertanian. Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu (Anonim, 2017). Pola tanam di daerah tropis biasanya disusun selama satu atau dua tahun dengan memperhatikan curah hujan, jenis tanaman, lahan, dan kurun waktu tertentu (Sosrodimoelyo, 1983). Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan keadaan lingkungan seperti kondisi fisik kimia tanah. Ketersediaan air ini sering diasumsikan sebagai kadar lengas tanah (moisture). Pengetahuan mengenai kadar lengas ini sangat penting karena tidak semua air dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini dikarenakan adanya interception dan run-off (Arnon, 1972). Terdapat beberapa jenis pola tanam, yaitu monokultur, tumpang sari, dan tumpang gilir. Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal (Marais et. al., 2012). Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman). Tumpang sari merupakan pola penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama. Pola tanam tumpangsari harus memerhatikan beberapa prinsip yaitu tanaman yang ditanam secara tumpangsari sebaiknya mempunyai umur atau periode pertumbuhan yang tidak sama; mempunyai perbedaan kebutuhan terhadap faktor lingkungan seperti air, kelembaban, cahaya matahari, unsur hara tanaman; serta mempunyai



pengaruh



allelopati



(Setiawan,



2009).



Keberhasilan



sistem



tumpangsari ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya bentuk interaksi interspesifik dan intraspesifik kombinasi tanaman yang memungkinkan. Pada umumnya juga sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola tanam monokultur karena produktifitas lahan juga menjadi lebih tinggi, jenis



komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi,m dan resiko kegagalan dapat diperkecil. Disamping itu, sistem tumpangsari juga dapat memperkecil erosi dan mampu menjaga kesuburan tanah (Hermawati, 2016). Sementara itu, tumpang gilir merupakan pola tanam yang dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapatkan keuntungan (Sudarto et.al., 2016). Faktor-faktor tersebut adalah pengolahan yang dapat dilakukan dengan menghemat biaya dan tenaga kerja, hasil panen beruntun dll. Penerapan sistem tumpang gilir memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat memperbaiki kesuburan tanah, mengurangi erosi dan meningkatkan pendapatan petani. Keuntungan lain menurut Rahmianna et.al. (1989), tumpang gilir meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, menekan serangan gulma dan penyakit. Selain itu dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari 100% menjadi 200% melalui peningkatan efisiensi penggunaan air. Menurut Herman et. al. (2008), penentuan pola tanam ini diharapkan mampu mencapai beberapa tujuan sesuai dengan tujuan Penerapan Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3). Tujuan dari P2T3 yaitu memperdayagunakan pemanfaatan air irigasi, meningkatkan kestabilan dan kesuburan lahan, memotong siklus hidup hama atau penyakit organisme pengganggu tanaman (OPT), mengurangi risiko gagal panen, mengoptimalkan peningkatan produktivitas hasil tanaman, menjaga kestabilan harga jual hasil panen, dan membuka peluang pembangunan usaha agribisnis pedesaan. Penentuan pola tanam ini didasarkan atas curah hujan dengan peluang 75 % dan besarnya evapotranspirasi. Tanaman dapat dikatakan memasuki periode tumbuh (growing period) saat memasuki jangka waktu di mana jumlah presipitasi atau curah hujan dalam dasarian atau bulanan melebihi besarnya evapotranspirasi. Untuk itu, dalam penentuan pola tanam agar tanaman dapat tumbuh diperlukan ketepatan penanaman suatu tanaman di saat curah hujan melebihi evapotranspirasi dan disaat kebutuhan air tanaman dapat tercukupi. Analisis frekuensi curah hujan dapat dilakukan dengan beberapa metode analisis yatu analisis frekuensi interval dan analisis frekuensi berdasarkan ranking (Susilowati dan Kusumastuti, 2010). Kemudian, penentuan kebutuhan air tanaman



(Etc) dapat diketahui melalui nilai evapotranspirasi acuan (Eto). Nilai Etc didapat dari perhitungan nilai Eto yang didapat dari Lysimeter rumput dikalikan dengan koefisien tanaman menurut standar FAO (Etc = Kc. Eto) (Yuliawati et.al., 2014). Nilai Eto dapat diperoleh melalui perhitungan Eto metode Blaney Criddle, Radiasi, Penman, dan Panci Evaporasi. Perhitungan Eto metode Blaney Criddle dirumuskan Eto BC = c{p(0.46T+8)} mm/hari dengan T adalah temperatur rerata harian dalam celcius, p adalah presentasi rerata jumlah jam siang tahunan, dan c merupakan faktor penyesuaian yang tergantung pada harga minimum dari kelembaban nisbi, jam matahari, dan kecepatan angin siang. Penentuan Eto dengan metode Penman dirumuskan sebagai Eto P = {-1.133 + 1.525(Eto harian BC)}. Sementara itu, penentuan nilai Eto dengan metode panci evaporasi dirumuskan Eto = Kp.E dengan Kp adalah koefisien panic dan E adalah evaporasi (Adiningrum, 2015).



III. METODOLOGI



Praktikum Klimatologi Dasar acara V yang berjudul Penentuan Pola Tanam Berdasarkan Iklim dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 30 Oktober 2018 di Laboratorium Agroklimatologi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian UGM. Alat yang digunakan yaitu milimeter blok, mika, penggaris, pulpen, spidol permanen, spidol warna merah-kuning-hijau, dan kalkulator. Bahan yang digunkan yaitu data curah hujan tahun 2001-2010, data dari tabel “Mean Daily Percentage (P) of Annual Day time hours of Different Latitudes”, grafik “Prediction of Eto from Blannney-Criddle”, data nilai koefisien tanaman, data panjang musim tanam, dan fase pertumbuhan tanaman. Mula-mula, dihitung terlebih dahulu data curah hujan 75% selama 10 tahun tadi berdasarkan kriteria Mohr pada setiap 10 hari (dasarian) dan dibuat rangkingsasi urut dari yang terbesar pada setiap bulan dan setiap dasariannya hingga yang terkecil. Setelah itu, dihitung nomor ranking (m) Peluang Curah Hujan 75% (PCH 75%) dengan rumus: F =



100𝑚 𝑛+1



dengan F: peluang curah hujan



yang dikehendaki (75%), m: nomor rangking (yang dicari), dan n: jumlah tahun (10). Kemudian, dihitung X CH 75% (besarnya curah hujan pada peluang 75%) dengan menggunakan interpolasidan dibuat tabel serta histogramnya. Lalu dihitung nilai P dengan cara interpolasi dari tabel “Mean Daily Percentage (P) of Annual Day time hours of Different Latitudes” dan dihitung nilai F dengan cara F = P(0,46T+8) dengan T: rerata suhu. Setelah itu, dengan digunakan nilai F dicari nilai Eto harian dengan melihat grafik “Prediction of Eto from Blanney-Criddle” atau Eto BC. Kemudian dicari Eto BC bulanan dan dasarian dengan cara Eto BC bulanan = Eto BC harian × jumlah hari bulan yang bersangkutan sedangkan Eto BC dasarian =



𝐸𝑡𝑜 𝐵𝐶 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛 3



. Sesudah itu, dihitung Eto P (Penmann).Karena



stasiun yang digunakan termasuk daerah Jateng dan DIY, digunakan rumus: Eto P = -1,133 + 1,525 dengan BC: Eto harian Blanney Criddle. Lalu dihitung Eto P bulanan dan Eto P dasarian. Kemudian, dihitung Eto Umum dengan rumus Eto Umum =



𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐸𝑡𝑜 𝑃 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛 36



. Setelah itu, berdasarkan data-data yang telah



diperoleh, dibuat tabel yang terdiri dari kolom bulan, T min, T max, P, F, Eto BC (harian, dasarian, bulanan), dan Eto P (harian, dasarian, bulanan). Lalu dibuat grafik nilai Kc tanaman (dari tabel) setiap dasarian dan setiap fase tumbuhnya. Kemudian, dihitung nilai Etc umum tiap tanaman pada setiap dasarian selama fase tumbuhnya dengan rumus Etc Umum = Kc × Eto. Setelah itu, dibuat tabel Etc Umum setiap tanaman dan setiap dasarian selama fase tumbuhnya. Berdasarkan tabel yang telah dibuat kemudian dibuat histogram masing-masing tanaman pada millimeter blok dan mika. Histogram kebutuhan air tanaman (Etc Umum) dan histogram PCH 75 % ditumpangtindihkan untuk memilih waktu tanam yang sesuai untuk masing-masing jenis tanaman dan pola tanam yang tepat dapat ditentukan untuk periode tanam 2 tahun tersebut. Di kelompok 2 golongan B2, jenis-jenis tanaman yang akan ditentukan pola tanamnya yaitu artichokes, barli, bit, jarak, jagung, melon, daun bawang, rumput-rumputan, kacang polong, dan seledri.



IV. HASIL PENGAMATAN Tabel 5.1 Rangkingisasi curah hujan bulan Januari – Maret Curah Hujan Tahun



Januari



Februari



Maret



I



II



III



I



II



III



I



II



III



2001



31



31



27



88



58



44



35



11



29



2002



97



43



75



92



66



56



37



35



61



2003



109



82



111



109



74



112



37



72



81



2004



113



103



112



115



95



112



44



109



84



2005



117



143



122



169



107



116



49



114



86



2006



147



150



159



213



108



117



80



114



92



2007



166



157



183



232



110



128



94



117



109



2008



190



165



192



255



195



139



100



166



130



2009



206



221



214



272



210



161



120



190



136



2010



257



221



310



276



236



190



376



226



213



I 0 0 0 2 3 10 26 62 62 77



Juni II 0 0 0 0 2 4 8 46 121 146



III 0 0 0 0 0 1 6 23 33 53



Tabel 5.2 Rangkingisasi curah hujan bulan April-Juni Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010



I 22 24 31 41 89 99 116 117 192 252



April II 23 39 40 46 79 93 122 145 167 169



III 22 23 37 38 62 69 69 85 98 120



I 0 4 10 12 18 19 36 42 67 90



Curah Hujan Mei II 0 1 2 4 4 13 17 26 31 40



III 0 0 0 2 3 6 7 24 31 49



Tabel 5.3 Rangkingisasi curah hujan bulan Juli-September Tahun I 0 0 0 0 0 8 10 19 49 54



2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010



Juli II 0 0 0 0 0 0 1 1 2 42



III 0 0 0 0 0 0 1 4 7 85



I 0 0 0 0 0 0 0 8 16 23



Curah Hujan Agustus II 0 0 0 0 0 0 0 1 2 4



III 0 0 0 0 0 0 0 3 41 159



September I II 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4 0 4 2 18 139 30



III 0 0 0 0 0 0 4 5 7 56



Tabel 5.4 Rangkingisasi curah hujan bulan Oktober-Desember Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010



I 0 0 0 1 1 7 12 52 82 133



Oktober II 0 0 1 12 27 41 42 60 65 153



III 0 1 5 6 36 60 67 82 114 120



I 16 29 31 41 41 54 67 127 129 134



Curah Hujan November II 25 45 76 112 130 138 154 159 262 278



III 31 55 72 77 91 121 130 141 149 315



I 28 32 45 58 72 141 152 161 168 181



Desember II 18 72 81 105 123 138 142 146 157 207



III 35 40 47 51 52 95 116 150 171 261



Tabel 5.5 Interpolasi curah hujan 75% bulan Januari-Juni Bulan



Januari



Februari



Dasarian



I



II



III



Nilai Interpolasi



10 6



72. 3



10 2



I



II



104.8



7 2



Maret II I 9 8



I 3 7



April



II I 7 62.8 6 II



I



II



29. 3



39. 8



Mei II I 3 4



I



II



11. 5



1.7 5



Juni II I II I



III



0



0



0 0



Tabel 5.6 Interpolasi curah hujan 75% bulan Juli-Desember Bulan Dasarian Nilai Interpolasi



Agustus I II III



September I II III



Oktober I II III



0



0



0 0



0



0



0



0



6



I 3 2



November II III 83.75



Tabel 5.7 Suhu Minimum dan Suhu Maksimum Bulan



T min



T max



Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember



23.29 23.29 23.29 22.89 22.89 22.69 21.59 21.99 22.29 22.79 22.79 23.29



30.79 30.69 31.09 31.39 31.39 31.19 31.09 31.49 31.99 32.19 32.19 30.99



76.25



I 48.25



Desember II III 83.25



48.75



Histogram 5.1 peluang curah hujan 75%



PELUANG CURAH HUJAN 75% 120 100 80 60 40 20 0 I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III Januari Februari Maret



April



Mei



Juni



AgustusSeptemberOktoberNovember Desember



V. PEMBAHASAN



Pada praktikum acara V, telah dipilih 10 komoditas untuk diketahui pola tanam yang cocok dan kombinasi polikultur yang dapat dilakukan, tumpang sari atau tumpang gilir. Komdoditas yang dipilih mencakup artichokes, barli, bit, jarak, jagung, melon, daun bawang, rumput-rumputan, kacang polong, dan seledri. Berikut ini deskripsi masing-masing komoditas dan alasan mengapa dipilih komoditas tersebut: 1. Artichokes Tanaman artichoke merupakan sejenis tanaman berduri, yang hidup subur dihabitat aslinya di pulau Canary, terletak diantara utara Afrika dan selatan Eropa. Bagian paling dicari dari tanaman ini untuk keperluan obat yaitu bagian daunnya. Tanaman artichoke telah dikenal pada abad ke 4 SM sebagai salah satu tanaman obat. Bangsa Romawi dan Yunani telah menggunakan artichoke sebagai obat mujarab sistem pencernaan. Disamping itu, didalam artichoke pun terdapat beberapa tipe vitamin, seperti vitamin K, niacin, riboflavin, vitamin B-6, B-12, A, E, D, thiamin, Vitamin C, dan folat. Artichoke juga kaya mineral, seperti phosphorus, mangan, potasium, sodium, zinc, besi dan kalsium. Artichoke merupakan tanaman sub tropic, yang kemungkinan juga bisa ditanam di daerah tropis. Cocok tumbuh dengan intensitas sinar matahari yang cukup dan juga tempat tumbuh yang kering, atau tanah dengan sistem drainase yang baik. Dan terdapat unsur organik di dalamnya. Sangat dianjurkan untuk menanam tumbuhan ini di akhir musim penghujan (di wilayah tropis). Artichoke sangat membutuhkan unsur Nitrogen dalam jumlah yg cukup, saat penanaman dan pemeliharaan usahakan selalu terkena sinar matahari agar pertumbuhan kuncup dan tunas bisa tumbuh maksimal. Tumbuhan ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu yang drastis 2. Barli (padi-padian) Barli atau barley (Hordeum vulgare) adalah jenis sereal yang dapat tumbuh mencapai ketinggian sekitar 0,7 sampai 1,2 meter. Tanaman ini termasuk anggota padi-padian (Poaceae). Barley adalah salah satu jenis biji-bijian yang berasal dari



keluarga gandum. Biji barley juga dikenal sebagai jelai. Buah tanaman ini berbentuk seperti telinga. Ada beberapa jenis jelai atau barley, tergantung pada jumlah butiran di dalam buahnya yaitu gandum musim panas dan gandum musim dingin. Tanaman barley bisa tumbuh pada segala jenis tanah, mulai dari ketinggian 0 m dpl. sampai 1.500 m dpl. Pertumbuhan optimal akan diperoleh melalui budidaya pada lahan bertanah liat, pasir atau vulkanis dengan kandungan unsur hara tinggi. Ketinggian lahan untuk mencapai pertumbuhan optimal antara 500 sd. 700 m dpl. Tanaman barley banyak dijadikan bahan baku dalam roti, minuman, dan aneka masakan lainnya. Barley memiliki banyak manfaat untuk kesehatan seperti menurunkan gula darah, tekanan darah, dan kolesterol, serta membantu penurunan berat badan. 3. Bit Bit merah (Beta vulgaris) adalah tanaman musim dingin wilayah iklim sedangkan agak popular yang ditanam untuk diambilkan akar tunggang berdaging dan tajuk daunnya yang dapat di makan. Kandungan gula kultivar bit gula yan ada sekarang mendekati 20% bobot segar sedangkan pada bit segar 6% atau kurang. Bit merah (Beta vulgaris) merupakan tanaman tunggang tumbuh menjadi umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggal (pangkal umbi) dan berwarna kemerahan (Steenis, 2005). Bit termasuk salah satu jenis tumbuhan yang mudah tumbuh. Mereka tumbuh dengan subur di setiap tipe tanah perkebunan kecuali yang berbatu dan banyak perkembangan akar. Bit banyak ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 mdpl, terutama bit merah. Akan tetapi, bit putih ditanam pada ketinggian 500 mdpl. Di dataran rendah bit tidak mampu membentuk umbi. Di Indonesia, bit banyak ditanam di pulau Jawa, terutama Cipanas, Lembang, Pangalengan, dan Batu. Adapun syarat penting agar bit tumbuh dengan baik adalah tanahnya subur, gembur, dan lembab. Selain itu tanah liat yang berlumpur dengan pH tanah 6-7 lebih sesuai untuk bit. Produksi bit di pasar masih tercukupi karena masyarakat masih kurang mengetahui dalam mengolahan bit. Bit merah (Beta vulgaris) merupakan sumber vitamin C, selain itu, bit juga banyak mengandung vitamin B dan sedikit vitamin A sehingga baik untuk kesehatan tubuh. Oleh karena itu, bit pun dianjurkan dimakan dalam jumlah yang banyak bagi penderita darah rendah.



4. Jarak Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman yang telah lama dikenal di Indonesia. Tanaman jarak temasuk dalarn famili Euphohacea yang merupakan tanaman dua tahunan yang hidup di daerah tropik rnaupun subtropik. Di lndonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak, antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifoIiaL.) dan jarak pagar (Jatropha curcas). Tanaman jarak merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk liar dan dapat tumbuh dengan baik di berbagai wilayah, terutamanya tanah kosong, daerah pantai, dan bahkan hutan. Namun dengan perkembangan jaman tanaman jarak dikembangbiakan dalam suatu perkebunan. Tanaman jarak memiliki ketinggian 1-7 m, bercabang tidak beraturan. Tanaman dapat tumbuh subur di daerah yang beriklim tropis. Tanaman jarak memerlukan air 350-500 mm, dengan suhu 20o-30oC dengan ketinggian 0-800 mdpl. 5. Seledri Seledri dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Seledri mempunyai banyak kandungan gizi antara lain: mengandung kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Tanaman seledri sangat memerlukan air dalam pertumbuhan dan masa produksinya. Oleh karena itu, lahan tanaman perlu dijaga jangan sampai kekeringan (Thomas, 1989). 6. Jagung Tanaman jagung termasuk famili rumput-rumputan (Graminae) dari subfamili Myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung adalah teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung. Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar di daerah pertanaman jagung. Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Umumnya kecambah jagung akan muncul di permukaan tanah pada 4-5 hari setelah tanam. Pada kondisi yang dingin dan kering, pemunculan kecambah dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau bahkan lebih.



Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/merana dan memberikan biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 dserajat C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil. 7. Melon Tanaman melon termasuk dalam suku labu-labuan. Buah melon biasa dimakan segar sebagai buah meja, atau sebagai campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buahnya (mesokarp). Teksturnya lunak, berwarna putih atau merah tergantung kultivar. Tanaman melon merupakan tumbuhan semusim, merambat tetapi menjalar, tidak dapat memanjat dan batang tidak berkayu. Bentuk daun menjari dengan lekuk moderat sehingga seperti lingkaran yang bersudut. Melon dapat tumbuh baik pada ketinggian sekitar 300 - 1000 mdpl, dengan curah hujan ideal 2000 - 3000 mm/tahun. Melon menghendaki sinar matahari yang lama, yaitu berkisar antara 10 - 12 jam per hari. Sedangkan untuk tanah melon menghendaki tanah yang kaya bahan organik dengan pH 6,0 - 6,8. Kelembaban udara yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah sekitar 70 -80 %. Melon dapat tumbuh baik pada ketinggian sekitar 300 – 1000 mdpl, dengan curah hujan ideal 2000 – 3000 mm/tahun (166,66 - 250 mm/bulan). Melon menghendaki sinar matahari yang lama, yaitu berkisar antara 10 – 12 jam per hari. 8. Rumput-rumputan Rumput merupakan tumbuhan yang memiliki perakaran merambat dan juga merumpun. Rumput biasanya digunakan untuk pakan ternak ruminansia dan juga non ruminansia. Kandungan yang sangat tinggi dalam rumput sangat berguna untuk memberikan asupan yang tinggi bagi ternak. Salah satu dari beberapa jenis rumput yakni rumput bermuda (Crynodon dactylon). Rumput ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan perbanyakan potongan stolon, biji, potongan tunas dan juga langsung dengan akar. Tanaman ini memiliki daun halus,



membentuk kumpalan hijau yang sangat lebat. Tanaman ini juga memiliki warna hijau muda dan tua, dengan bagian bunga yang menjari dengan tangkai batang bunga memanjang mancapai 10-70 cm. Selain itu, rumput ini juga dapat tumbuh dengan baik di tanah berpasir, tanah basa, dan memiliki drainase baik. 9. Daun Bawang Daun bawang dikenal sebagai sayuran pelengkap bumbu di Indonesia. Daun bawang tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian sedang hingga dataran tinggi. Daun bawang akan tumbuh baik jika suhu di tempat tumbuhnya sejuk. Tanaman ini memiliki umbi namun yang dimanfaatkan adalah daunnya yang memiliki rasa khas. Daun bawang dikenal sebagai sayuran pelengkap bumbu di Indonesia. Daun bawang tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian sedang hingga dataran tinggi. Daun bawang akan tumbuh baik jika suhu di tempat tumbuhnya sejuk. Kebutuhan air daun bawang cukup dilakukan seperlunya. Pengairan yang berlebihan dapat menyebabkan busuk akar sehingga, tanaman menjadi layu dan akhirnya mati 10. Kacang polong Kacang polong atau yang sering disebut kapri berasal dari Asia Barat Daya, kemudian disebarkan ke Eropa sejak jaman perunggu. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan bentuk kerdil. Ukuran panjang buah polongnya adalah 2,5-12,5 cm dan lebar



1,2-2,5 cm. Warna polongnya bervariasi



dari hijau



kekuningan sampai hijau muda berdaging serta permukaannya mengandung lilin. Jumlah biji dalam polong kandungan gula dan



berkisar 2-10 biji . Mutu



kapri tergantung pada



kelunakannya. Dengan semakin masak dan semakin



besarnya buah, kandungan gulanya cepat menurun, sedang kadar zat painya dan proteinnya meningkat sebanding dengan kadar gula. Dengan demikian kandungan gula tinggi merupakan penunjuk mutu yang tinggi Kapri termasuk famili Leguminosaedan genus Pisum, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 13-180 C. Curah hujan yang diperlukan 800-1000 mm pertahun, pH tanah 5,5-6,5, dan ketinggian1200 m. Pemanenan kapri dilakukan 56-84 hari setelah penanaman. Penampakan polong dapat dipakai sebagai petunjuk kemasakan. Polong harus terisi biji muda dan lunak yang warnanya berubah dari hijau tua ke hijau muda. Kadar air yang baik pada saat panen adalah 74 persen.



Dari 10 komoditas tersebut, dapat ditentukan sistem pertanaman yang akan dilakukan. Sistem pertanaman adalah pengaturan jenis tanaman dan pola tanam dalam suatu lahan produksi untuk memperoleh hasil dan keuntungan yang optimal (Thohiron dan Prasetyo, 2012). Sistem pertanaman menurut jumlah tanaman yang dibudidayakan



terbagi



menjadi



monokultur



dan



polikultur.



Monokultur



merupakan sistem pertanaman dengan satu jenis tanaman saja sementara polikultur merupakan sistem pertanaman dengan lebih dari satu jenis tanaman. Polikultur yang umum dilakukan yaitu tumpangsari dan tumpang gilir. Setelah dilakukan pembandingan antara histogram Etc masing-masing tanaman dengan histogram curah hujan 75% pada periode tanam 2 tahun yang dikehendaki, diperoleh hasil bahwa hampir seluruh tanaman yang dipilih (10 tanaman) dapat ditanam secara monokultur tanpa masa kering yang berarti dengan masa tanam bervariasi meski ada juga yang memerlukan pengairan ekstra karena ada masa kekurangan air di waktu tertentu. Pada artichokes, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian I dan dipanen pada Maret dasarian II meski diperlukan pengairan ekstra di bulan Maret dasarian I sebanyak 16 mm karena ada kekurangan air di waktu tersebut. Pada jarak, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian I dan dipanen pada April dasarian II. Pada kacang polong, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian II dan dipanen pada Februari dasarian II. Pada barli, masa tanam dapat dilakukan pada bulan Desember dasarian I dan dipanen pada Maret dasarian III. Pada jagung, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian II dan dipanen pada Maret dasarian II. Pada daun bawang, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian I dan dipanen pada Januari dasarian I. Pada bit, masa tanam dapat dilakukan pada bulan Desember dasarian I dan dipanen pada Februari dasarian I. Pada seledri, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian I dan dipanen pada Maret dasarian I. Pada melon, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian I dan dipanen pada Februari dasarian III. Pada rumput-rumputan, masa tanam dapat dilakukan pada bulan November dasarian III dan dipanen pada Maret dasarian I. Tumpangsari merupakan suatu sistem untuk menanam dua atau lebih tanaman dalam jarak yang dekat. Tumpangsari memiliki tujuan untuk



memaksimalkan produksi suatu lahan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di lahan tersebut secara optimal. Tumpangsari biasanya menggunakan tanaman tinggi-rendah atau tanaman akar dalam-akar dangkal seperti jagung dengan kedelai. Tumpangsari memiliki dampak positif bagi lingkungan maupun secara ekonomi. Dampak positif tersebut antara lain ialah meminimalisir runoff dan meningkatkan infiltrasi air. Tanaman akar dangkal yang ditanam secara tumpangsaridapat memperkecil kemungkinan erosi. Selain itu, biaya kapital untuk melakukan tumpangsari juga sedikit (Anonim, 2015). Resiko kegagalan panen pun dapat menjadi lebih kecil karena kegagalan panen pada tumpangsari umumnya hanya terjadi untuk satu jenis tanaman. Apabila satu jenis tanaman gagal panen karena suatu hal, petani masih dapat mengharapkan keberhasilan produksi dari tanaman lainnya yang ditanam. Berdasarkan pada hasil yang diperoleh, dapat diduga bahwa terdapat beberapa sistem tumpang sari yang cocok untuk diterapkan meski irigasi ekstra perlu ditambahkan dengan cara menampung dan menyimpan air irigasi dari hujan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman menjadi produktif. Tanaman yang dapat ditumpangsarikan yaitu : 1. Artichokes dengan barli, jagung, kacang polong, daun bawang, seledri, rumput-rumputan 2. Jarak dengan kacang polong, daun bawang, bit, rumput-rumputan. 3. Rerumputan dengan jagung, bit, kacang polong, daun bawang, seledri, melon. 4. Melon dengan barli, jagung, kacang polong, daun bawang, seledri, dan bit. 5. Bit dengan jagung, kacang polong, daun bawang. 6. Seledri dengan bit, daun bawang, jagung. 7. Daun bawang dengan kacang polong, jagung, barli. Tanaman artichokes dapat ditumpangsarikan dengan barli pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen barli pada Maret dasarian I sementara panen artichokes pada Maret dasarian III. Tanaman artichokes dapat



ditumpangsarikan dengan jagung pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen jagung pada Maret dasarian II sementara panen artichokes pada Maret dasarian III. Tanaman artichokes dapat ditumpangsarikan dengan kacang polong pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen kacang polong pada Februari dasarian II sementara panen artichokes pada Maret dasarian III. Tanaman artichokes dapat ditumpangsarikan dengan daun bawang atau bit pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen daun bawang atau bit pada Januari dasarian II sementara panen artichokes pada Maret dasarian III. Tanaman artichokes dapat ditumpangsarikan dengan seledri pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen seledri pada Maret dasarian II sementara panen artichokes pada Maret dasarian III. Tanaman artichokes dapat ditumpangsarikan dengan rumput-rumputan pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen rumput-rumputan pada Februari dasarian III sementara panen artichokes pada Maret dasarian III. Tanaman jarak dapat ditumpangsarikan dengan kacang polong pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen kacang polong pada Februari dasarian II sementara panen jarak pada Maret dasarian III. Tanaman jarak dapat ditumpangsarikan dengan daun bawang pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen daun bawang pada Januari dasarian II sementara panen jarak pada Maret dasarian III. Tanaman jarak dapat ditumpangsarikan dengan bit pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen bit pada Januari dasarian II sementara panen jarak pada Maret dasarian III. Tanaman jarak dapat ditumpangsarikan dengan rumput-rumputan pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen rumput-rumputan pada Februari dasarian III sementara panen jarak pada Maret dasarian III. Rerumputan dapat ditumpangsarikan dengan jagung pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen rumput-rumputan pada Februari dasarian III sedangkan panen jagung pada Maret dasarian I. Rerumputan dapat ditumpangsarikan dengan bit pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen bit pada Januari dasarian II sedangkan panen rumput-rumputan pada Februari dasarian III. Rerumputan dapat ditumpangsarikan dengan kacang polong pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen rumput-rumputan



pada Februari dasarian III sedangkan panen kacang polong pada Februari dasarian II. Rerumputan dapat ditumpangsarikan dengan daun bawang pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen daun bawang pada Januari dasarian III sedangkan panen rumput-rumputan pada Februari dasarian III. Rerumputan dapat ditumpangsarikan dengan seledri pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen seledri pada Maret dasarian II sedangkan panen rumputrumputan pada Februari dasarian III. Rerumputan dapat ditumpangsarikan dengan melon pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen melon pada Maret dasarian I sedangkan panen rumput-rumputan pada Februari dasarian III. Tanaman melon dapat ditumpangsarikan dengan barli pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen yang bersamaan yaitu pada bulan Maret dasarian I. Tanaman melon dapat ditumpangsarikan dengan jagung pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen melon pada bulan Maret dasarian I sementara panen jagung pada Maret dasarian II. Tanaman melon dapat ditumpangsarikan dengan kacang polong pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen kacang polong pada bulan Februari dasarian II sementara panen melon pada Maret dasarian I. Tanaman melon dapat ditumpangsarikan dengan daun bawang pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen daun bawang pada bulan Januari dasarian I sementara panen melon pada Maret dasarian I. Tanaman melon dapat ditumpangsarikan dengan bit pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen daun bawang pada bulan Januari dasarian II sementara panen melon pada Maret dasarian I. Tanaman melon dapat ditumpangsarikan dengan seledri pada masa awal tanam bulan November dasarian II dan panen seledri pada bulan Maret dasarian II sementara panen melon pada Maret dasarian I. Bit dapat ditumpangsarikan dengan jagung pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen bit pada Januari dasarian II, sementara panen jagung pada Maret dasarian II. Bit dapat ditumpangsarikan dengan kacang polong pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen bit pada Januari dasarian II, sementara panen kacang polong pada Februari dasarian II. Bit dapat ditumpangsarikan dengan daun bawang pada awal masa tanam bulan November



dasarian II, sementara panen bit dan daun bawang terduga pada Januari dasarian II. Seledri dapat tumpangsarikan dengan bit pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen bit terduga pada Januari dasarian II dan panen seledri pada Maret dasarian II. Seledri dapat ditumpangsarikan dengan daun bawang pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen seledri terduga pada Januari dasarian II dan Maret dasarian II. Selain itu, ada juga tumpangsari seledri dapat ditumpangsarikan dengan jagung pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen jagung terduga pada Januari dasarian II dan panen seledri pada Maret dasarian II. Daun bawang dapat ditumpangsarikan dengan kacang polong pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen daun bawang terduga pada Januari dasarian II dan panen kacang polong pada Maret dasarian II. Daun bawang dapat ditumpangsarikan dengan jagung pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen daun bawang terduga pada Januari dasarian II, dan panen jagung pada Maret dasarian II. Kacang polong dapat ditumpangsarikan dengan barli pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen barli terduga pada Januari dasarian II, dan panen kacang polong pada Maret dasarian II. Jagung dapat ditumpangsarikan dengan barli pada awal masa tanam bulan November dasarian II, panen barli pada Januari dasarian II, dan panen kacang pada Maret dasarian II. Klasifikasi lainnya mengenai polikultur adalah tumpang gilir. Tumpang gilir merupakan sistem pertanaman dengan lebih dari satu jenis tanaman yang ditanam pada tempat yang sama tetapi dalam permulaan waktu tanam yang berbeda (Thohiron dan Prasetyo, 2012). Tanaman yang dapat dibudidayakan dengan sistem tumpang gilir umumnya adalah tanaman semusim dengan perbedaan ketinggian satu dengan lainnya, misalnya tanaman jagung dan kacang tanah. Jagung dapat ditanam terlebih dahulu secara monokultur. Setelah itu, ketika sudah mencapai waktu 2-3 minggu sebelum panen jagung, kacang tanah dapat ditanam di sela barisan tanaman jagung. Sistem tumpang gilir biasa diterapkan oleh petani untuk memanfaatkan sisa air hujan yang ada dari musim penghujan untuk digunakan sebagai irigasi



tanaman gilir di musim kemarau. Selain memiliki kelebihan dalam pemanfaatan air irigasi, tumpang gilir juga menghemat waktu tanam dan luasan lahan yang dipakai sehingga diperoleh produktivitas lahan yang lebih tinggi. Di akhir musim panen, hasil yang diperoleh petani pun berasal dari beberapa komoditas yang ditanamnya, bukan satu saja seperti pada monokultur. Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh, muncul dugaan tumpang gilir yang cocok untuk diterapkan karena curah hujan dapat ditampung dan dimanfaatkan secara optimal. Tanaman yang dapat ditumpang-gilirkan yaitu : 1. Artichokes dengan kacang polong, daun bawang, dan bit. 2. Jarak dengan daun bawang atau bit. 3. Rerumputan dengan bit, kacang polong, daun bawang, seledri, dan melon. 4. Melon dengan kacang polong, daun bawang, dan bit. 5. Bit dengan jagung, kacang polong, daun bawang, dan barli. 6. Seledri dengan bit, daun bawang, dan kacang polong. 7. Daun bawang dengan kacang polong, jagung, barli. Tanaman artichokes dapat ditumpang-gilirkan dengan daun bawang. Masa tanam artichokes dapat dimulai pada bulan November dasarian I sementara masa tanam daun bawang dapat dimulai pada Maret dasarian III. Kekurangan air yang terjadi pada Maret dasarian I dan Mei sebanyak III dasarian dapat diatasi dengan irigasi air tampungan curah hujan tadi. Artichokes dapat ditumpang-gilirkan dengan kacang polong dengan masa tanam artichokes pada November dasarian I sedangkan masa tanam kacang polong pada Maret dasarian III. Kekurangan air terjadi pada bulan Mei sebanyak III dasarian dan Juni sebanyak III dasarian dapat ditanggulangi dengan pengairan dari curah hujan sebelumnya yang ditampung. Artichokes juga dapat ditanam secara tumpang gilir dengan bit dengan masa tanam artichokes November dasarian I lanjut masa tanam bit Maret dasarian III. Kekurangan air terjadi di bulan April dasarian III hingga Mei dasarian III dapat diatasi dengan pengairan curah hujan tertampung. Jarak dapat ditumpang-gilirkan dengan bit atau daun bawang. Masa tanam jarak yakni pada November dasarian I sedangkan masa tanam bit atau daun bawang pada April dasarian III. Kekurangan air terjadi di bulan Mei dasarian I



hingga Juni dasarian III dapat diatasi dengan pengairan sisa curah hujan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya. Rumput-rumputan dapat ditumpang-gilirkan dengan melon pada masa tanam rumput-rumputan di bulan November dasarian I dan masa tanam melon di bulan Februari dasarian III. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga Juni dasarian II dapat diatasi dengan pengairan dari curah hujan yang telah ditampung. Rumput-rumputan dapat ditumpang-gilirkan dengan bit pada masa tanam rumput-rumputan di bulan November dasarian I dan masa tanam bit di bulan Februari dasarian III. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga April dasarian II dapat diatasi dengan pengairan curah hujan tertampung. Rumput-rumputan dapat ditumpang-gilirkan dengan daun bawang pada masa tanam rumput-rumputan di bulan November dasarian I dan masa tanam daun bawang di bulan Februari dasarian III. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga April dasarian III dapat diatasi dengan pengairan dari curah hujan sisa dibulan sebelum-sebelumnya yang ditampung. Rumput-rumputan dapat ditumpang-gilirkan dengan kacang polong pada masa tanam rumput-rumputan di bulan November dasarian I dan masa tanam kacang polong di bulan Februari dasarian III. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga Mei dasarian III dapat diatasi dengan pengairan curah hujan tertampung dari bulanbulan sebelumnya. Melon dapat ditumpang-gilirkan dengan bit pada masa tanam melon di November dasarian I dan masa tanam bit di Maret dasarian I. Kekurangan air terjadi pada April dasarian I hingga Mei dasarian I dapat ditanggulangi dengan irigasi dari curah hujan tertampung. Melon dapat ditumpang-gilirkan dengan daun bawang pada masa tanam melon di November dasarian I dan masa tanam daun bawang di Maret dasarian I. Kekurangan air terjadi pada April dasarian III hingga Mei dasarian I dapat ditanggulangi dengan irigasi dari sisa curah hujan tertampung. Melon dapat ditumpang-gilirkan dengan kacang polong pada masa tanam melon di November dasarian I dan masa tanam kacang polong di Maret dasarian I. Kekurangan air terjadi pada April dasarian I hingga Juni dasarian I dapat ditanggulangi dengan irigasi dari curah hujan tertampung akumulasi bulanbulan sebelumnya.



Tanaman seledri dapat ditumpang-gilirkan dengan bit. Masa tanam seledri dapat dimulai pada bulan November dasarian I sementara masa tanam bit dapat dimulai pada Maret dasarian II. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga Mei dasarian II namun dapat diatasi dengan pengairan curah hujan yang telah ditampung sebelumnya. Seledri cocok ditumpang-gilirkan dengan daun bawang dengan masa tanam seledri pada November dasarian I dan masa tanam daun bawang pada Maret dasarian II. Kekurangan air terjadi pada April dasarian III hingga Mei dasarian II dapat diatasi dengan irigasi curah hujan tertampung. Seledri dapat ditumpang-gilirkan juga dengan kacang polong dengan masa tanam November dasarian I pada seledri dan Maret dasarian II pada kacang polong. Kekurangan air terjadi pada April dasarian III hingga Juni dasarian II namun dapat diatasi dengan pengairan curah hujan yang ditampung. Bit cocok ditumpang-gilirkan dengan daun bawang pada masa tanam bit di bulan November dasarian III dan masa tanam daun bawang di bulan Februari dasarian I. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I dapat diatasi dengan pengairan akumulasi sisa curah hujan dari bulan-bulan sebelumnya. Bit dapat ditumpang-gilirkan dengan kacang polong pada masa tanam bit di bulan November dasarian III dan masa tanam kacang polong di bulan Februari dasarian I. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga Mei dasarian I dapat diatasi dengan pengairan akumulasi curah hujan tertampung dari bulan-bulan sebelumnya. Bit dapat ditumpang-gilirkan dengan jagung pada masa tanam bit di bulan November dasarian III dan masa tanam jagung di bulan Februari dasarian I. Kekurangan air terjadi pada bulan April dasarian I hingga Juni dasarian I dapat diatasi dengan pengairan akumulasi sisa curah hujan dari bulan-bulan sebelumnya. Bit juga dapat ditumpang-gilirkan dengan barli pada masa tanam bit di bulan November dasarian III dan masa tanam barli di bulan Februari dasarian I. Kekurangan air terjadi pada bulan Maret dasarian I dan April dasarian I hingga Mei dasarian III dapat diatasi dengan pengairan dari akumulasi sisa curah hujan bulan-bulan sebelumnya. Daun bawang dapat ditumpang-gilirkan dengan kacang polong pada masa tanam daun bawang di bulan November dasarian I dan masa tanam kacang polong di bulan Januari dasarian II. Kekurangan air yang terjadi di bulan Maret dasarian I



dan bulan April dasarian I hingga dasarian II dapat diatasi dengan pengairan ekstra dari akumulasi sisa curah hujan di bulan-bulan sebelumnya. Daun bawang dapat ditumpang-gilirkan dengan jagung pada masa tanam daun bawang di bulan November dasarian I dan masa tanam jagung di bulan Januari dasarian II. Kekurangan air yang terjadi di bulan Maret dasarian I, bulan April dasarian I hingga dasarian II, dan bulan Mei dasarian I hingga dasarian II dapat diatasi dengan pengairan akumulasi sisa curah hujan dari bulan-bulan sebelumnya. Selain itu, daun bawang dapat juga ditumpang-gilirkan dengan barli pada masa tanam daun bawang di bulan November dasarian I dan masa tanam barli di bulan Januari dasarian II. Kekurangan air yang terjadi di bulan Maret dasarian I, bulan April dasarian I, dan bulan Mei dasarian I dapat diatasi dengan pengairan dari sisa curah hujan tertampung bulan-bulan sebelumnya. Berdasarkan paparan di atas mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok maupun dapat ditumpangsarikan/ditumpang-gilirkan, dapat diketahui bahwa pemilihan jenis-jenis tanaman didasarkan pada kebutuhan air tanaman itu sendiri. Pada



sistem



tumpang



sari,



jenis-jenis



tanaman



yang



efektif



untuk



ditumpangsarikan adalah tanaman bit dengan daun bawang, melon dengan bit, melon dengan daun bawang, dan seledri dengan daun bawang karena kekurangan air yang terjadi paling sedikit dan dalam waktu yang sebentar (2 dasarian) dibandingkan dengan tumpang sari jenis-jenis tanaman lainnya. Pada sistem tumpang gilir, jenis-jenis tanaman yang efektif untuk ditumpang-gilirkan adalah rumput-rumputan dengan bit dan melon dengan daun bawang karena masa kekurangan air hanya terjadi selama 2 dasarian saja, sementara bit dengan daun bawang hanya mengalami kekurangan air pada 1 dasarian saja. Pola tanam yang lebih baik untuk diterapkan yakni tumpang gilir karena menghemat lahan dan waktu, memanfaatkan secara optimal curah hujan yang ada dan ditampung untuk budidaya tanaman gilir, serangan hama tidak seganas pada tumpang sari yang membudidayakan beberapa jenis tanaman pada waktu yang sama, hasil produksi realtif lebih tinggi, serta perawatan tanaman akan lebih optimal karena dibudidayakan dalam waktu yang berbeda.



VI. KESIMPULAN



Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Iklim yang ada di suatu daerah dapat digunakan untuk menentukan pola tanam komoditas tertentu yang akan dibudidayakan yakni berupa tumpang sari atau tumpang gilir berdasarkan tingkat curah hujan yang diperlukan. 2. Berdasarkan data dari praktikum ini dapat ditentukan pola tanam yang dapat dikembangkan pada 2 periode tanam yaitu monokultur efektif diberlakukan pada hampir ke sepuluh tanaman. Selanjutnya, pola tanam yang dapat dikembangkan tumpangsari pada 2 periode tanam adalah antara tanaman bit dengan daun bawang, melon dengan bit, melon dengan daun bawang, dan seledri dengan daun bawang. Pola tanam yang dapat dikembangkan pada 2 periode tanam ini adalah pola tanam tumpang gilir yang dilakukan antara rumput-rumputan dengan bit dan melon dengan daun bawang.



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2015. Invidual NWRM, Intercropping. Natural Water Retention Measures. www.nwrm.eu. Diakses pada 3 November 2018. Anonim. 2017. Pengertian dan Jenis Pola Tanam. http://sumsel.litbang.pertanian.go.id/BPTPSUMSEL/berita-pengertian-danjenis-pola-tanam.html#ixzz5QxvThJCM. Diakses pada 3 November 2018. Arnon, I. 1972. Crop Production in Dry Regions. Leonard Hill. London.



Herman, M., D. Pranowo, dan A. M. Hasibuan. 2008. Pola Tanam Berbasis Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hermawati, D.T. 2016. Kajian ekonomi antara pola tanam monokultur dan tumpangsari tanaman jagung, kubis, dan bayam. Jurnal Inovasi 18: 66–71. Marais, A., M. Hardy, M. Boyyse, dan A. Botha. 2012. Effects of monoculture, crop rotation, and soil moisture content on selected soil physicochemical and microbial parameters in wheat fields. Journal of Applied and Environmental Soil Science 2012: 1–13. Rahmianna A.A., J. Purnomo dan Marwoto. 1989. Produktivitas Tanaman Kacang Tanah dan Jagung Pada Lingkungan Tumpangsari di Lahan Tegal. Jurnal Penelitian Palawija. BPTP Malang 4:18–27. Setiawan, E. 2009. Kearifan local pola tanam tumpangsari di Jawa Timur. Jurnal Agrovigor 2: 79–89. Sosrodimoelyo, S. 1983. Tata Guna Air pada Tingkat Usaha Tani Volume 2. Direktorat Jendral Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Steenis, V. 2005. Flora: Untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Pramita, Jakarta Sudarto, Y.G. Bulu, dan F. Zulhaedar. 2016. Kelayakan usahatani tumpang gilir jagung dengan aneka kacang di lahan kering di Kabupaten Sumbata, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi: 636–644. Susilowati dan D.I. Kusumastuti. 2010. Analisa karakteristik curah hujan dan kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) di Provinsi Lampung. Jurnal Rekayasa 14: 47-56. Thohiron, M. dan H. Prasetyo. 2012. Pengelolaan lahan dan budidaya tanaman lahan terdampak lumpur marine Sidoarjo. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 3: 26. Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional I. Kanisius, Yogyakarta. Yuliawati, T., T. K. Manik, R.A. B. Rosadi. 2014. Pendugaan kebutuhan air tanaman dan nilai koefisien tanaman (Kc) kedelai (Glycine max (L) Merril) varietas tanggamus dengan metode lysimeter. Jurnal Teknik Pertanian Lampung 3: 233–238.