Acara V [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ACARA V ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN



A. TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum acara V “Zat Warna Tanaman dan Hewan” ini adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh cara pemasakan, asam, dan alkali terhadap warna buah-buahan dan sayuran. 2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing terhadap zat warna hewan.



B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Bahan Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid. Kandungan karotenoid dalam wortel cukup besar berkisar antara 6000-54800 pg/100g. Karotenoid merupakan pigmen yang mempunyai karakteristik berwarna kuning, orange dan orange kemerahan dan terlarut dalam lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut dengan karoten dan derivat oksigenasinya, xantofil. Selain itu, karoten pada wortel juga berperan sebagai prekursor vitamin A sehingga dapat memberi nilai tambah tersendiri pada penggunaan wortel sebagai bahan pewarna alami. Karotenoid dapat diekstrak dari wortel dengan yield berkisar 37,21 – 46,41 %. Pelarut organik seperti heksan, toluena, etanol, etanol, dan piridin biasa digunakan dalam proses ekstraksi karotenoid memiliki kelarutan yang baik dalam aseton atau campuran aseton-metanol. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkansebagai bahan perwarna pangan alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung 12.000 SI vitamin A (Ikawati, 2005). Bawang merah (Allium ascalonicum L.; Synon. A. cepa L. var ascalonicum Backer) adalah tumbuhan hijau yang tumbuh secara tahunan. Kerusakan komoditas ini terjadi pada waktu penyimpanan. Penyimpanan bawang merah yang baik membutuhkan ruang tersendiri dengan menjaga



suhu penyimpanan untuk mengindari kerusakan umbi dan pertumbuhan tunas (Nugraha, 2010). Bawang merah mengandung kuersetin, antioksidan yang kuat yang bertindak sebagai agen untuk menghambat sel kanker. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, karbohidrat, dan serat (Rodrigues, 2003). Satu setengah sampai tiga setengah ons bawang segar apabila dikonsumsi secara teratur mengandung kuersetin yang cukup sebagai perlindungan terhadap kanker (Nawangsari, 2008). Daging adalah produk yang sangat tahan lama di mana perubahan yg memburuk dimulai segera setelah perdarahan hewan. Penyebab utama kerusakan produk adalah mikroorganisme yang mungkin bakteri, ragi, atau jamur. Jaringan dari hewan hidup pada dasarnya bebas dari ini. Namun, sumber pertama kontaminasi adalah dengan pisau mencuat dalam proses pendarahan. Sumber-sumber lain dari pencemaran yang berhubungan dengan kondisi penanganan seperti kontak dari sembunyikan, tusukan dari saluran usus dan pembersihan yang tidak benar dari peralatan yang digunakan untuk memotong dan pengolahan. Cara terbaik untuk menjaga kerusakan produk untuk minimum adalah dengan suhu rendah dingin dan program sanitasi yang baik. penanganan daging adalah kunci untuk sukses curing daging (Ray, 2014). Zat warna daging adalah pigmen heme atau tepatnya pigmen mioglobin. Dalam daging ternak jumlah besi yang ada sebagian besar terdapat pada mioglobin (95%) dibanding hanya 10% pada badan ternak yang masih hidup. Selain mioglobin, pada daging juga terdapat pigmen lain yaitu sitokrom dan flavin (Winarno, 2004). Mioglobin bersifat larut dalam air dan larutan garam encer, merupakan bagian dari protein sarkoplasma. Pigmen ini berwarna merah keunguan yang dapat mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia (Muchtadi dkk., 2010). 2. Tinjauan Teori Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai



warna hijau, kuning, dan merah. Zat warna merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu karotenoid dan anto-sianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosi- da yaitu membentuk ester dengan mo-nosakarida (glukosa, galaktosa, ramno-sa, dan kadang-kadang pentosa) (Winarti, 2010). Tingkat



kecerahan warna ditentukan oleh



tebalnya lapisan



oksimioglobin dipermukaan atau “daerah” oksigen. Bagian ini lebih banyak terjadi pada suhu rendah dan lebih kecil pada suhu tinggi. Oleh karena itu daging menjadi lebih merah bila disimpan didalam lemari pendingin (didinginkan) karena meningkatkan daerah oksigen. Hal yang sama akan terjadi jika daging segar dibungkus dalam suatu lapisan tipis yang tidak tembus oksigen. Oksigen dalam bungkusan akan habis karena adanya aktivitas biokimiawi dan mikroorganisme aerob. Dan daging tersebut berubah warna menjadi ungu dan kmurang menarik, yang merupakan warna dari mioglobin yang telah tereduksi. Mioglobin dapat mengalami oksidasi yang sesungguhnya dan menjadi metmioglobin yang berwarna coklat abu-abu, disebabkan karena kerusakan globin seperti yang terjadi pada waktu memasak daging dan metmioglobin ini bereaksi dengan ion-ion nitrit sehingga menghasilkan warna merah muda yang stabil, yang merupakan warna



dari



daging



yang



diasinkan



(cured



meat)



(Buckle et al, 2010). Pigmen memproduksi warna yang berhubungan dengan kehidupan makhluk hidup karena pigmen dimiliki oleh semua organisme di dunia. Tumbuhan merupakan produsen utama pigmen. Pigmen ada pada dedaunan, buah-buahan, sayuran, dan bunga-bunga serta menunjukkan perbedaan warna kulit, mata, dan struktur hewan, bakteri, dan jamur. Pigmen alami dan sintetis banyak digunakan pada obat-obatan, makanan, pakaian, furnitur, kosmetik, dan pada produk-produk lainnya. Pigmen alami mempunyai peran penting



daripada hanya memberikan keindahan seperti tidak akan ada fotosintesis pada tumbuhan dan kita tidak dapat hidup di bumi ini tanpa adanya klorofil dan karoten. Pigmen merupakan senyawa kimia yang menyerap cahaya pada panjang gelombang sinar tampak. Produksi warna perlu struktur molekul yang spesifik dimana struktur ini menangkap energi dan eksitasi elektron dari orbital luar menuju orbital yang lebih tinggi untuk diproduksi. Energi yang tidak terserap dipantulkan dan atau dibelokkan untuk ditangkap oleh mata dan diatur impuls neuron untuk ditransmisikan pada otak sehingga dapat melihat sebagai warna (Vargas et al., 2000). Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen utama klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid (Salisbury dan Ross 1991). Klorofil berasal dari proplastida yaitu plastida yang belum dewasa, kecil dan hampir tidak berwarna dan sedikit atau tanpa membran dalam. Proplastida membelah saat embrio berkembang, dan menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Pada organ yang terkena cahaya matahari, kloroplas muda akan aktif membelah (Salisbury dan Ross 1991). Kloroplas terutama berfungsi adalah sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-pigmen pada membran tilakoid akan menyerap cahaya matahari atau sumber cahaya lainnya dan mengubah energi cahaya tersebut menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) (Lakitan 2001). Pada tumbuhan tingkat tinggi, klorofil a dan klorofil b merupakan pigmen utama fotosintetik, yang berperan menyerap cahaya violet, biru, merah dan memantulkan cahaya hijau (Salaki 2000). Molekul klorofil adalah suatu derivat porfirin yang mempunyai struktur tetrapirol siklis dengan satu cincin pirol yang sebagian tereduksi (Sumenda dkk, 2011). Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman (Abbas, 2003). Pada beberapa buah-buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan



terdapat dalam cairan sel tumbuhan (Fennema, 1976). Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavon-3-ol,fl avon, flavanon, dan flavanol adalah kelas tambahan flavonoid yang berada dalam oksidasi dari antosianin. Larutan pada senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau kuning pucat (Harborne, 1987). Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50oC, mempunyai berat molekul 207,08 g/mol dan rumus molekul C15H11O (Handayani,2012). Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye, serta larut dalam minyak (lipida). Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%), terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel-sel palisade. Karena itu pada dedaunan hijau selain klorofil terdapat juga karotenoid. Karotenoid terdapat dalam buah pepaya, kulit pisang, tomat, cabai merah, mangga, wortel, ubi jalar, dan pada beberapa bunga yang berwarna kuning dan merah. Karotenoid merupakan senyawa yang mempunyai rumus kimia sesuai atau mirip dengan karoten. Karoten sendiri merupakan campuran dari beberapa senyawa yaitu α-, β- dan γ- karoten. Karoten merupakan hidrokarbon atau turunannya yang terdiri dari beberapa unit isoprena (satu diena). Sedangkan turunannya yang mengandung oksigen disebut xantofil. Pada karoten cincinnya tertutup. Β-karoten banyak terkandung dalam wortel dan lada, kadang-kadang bebas dan kadan-kadang bercampur dengan α- dan γ- karoten mempunyai cincin terminal yang tidak sama (Winarno, 2004). Pigmen yang terkandung dalam kacang panjang adalah klorofil. Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama –sama dengan karoten dan xantofil. Ada dua jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b. Keduanya terdapat pada tanaman dengan perbandingan 3 : 1. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah mejadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pula pada larutan yang bersifat asam (Winarno, 2004). Klorofil adalah pigmen utama dalam



fotosintesis, mampu menyerap energi cahaya dan konversi kepada energi kimia oleh pembentukan senyawa kimia yang kaya energi yang diperlukan untuk biosintesis karbohidrat dan senyawa lainnya di fotosintesis organisme seperti tanaman, alga, dan bakteri fotosintetik (Milenkovic et.al., 2012). Warna daging disebabkan oleh adanya dua pigmen myoblobin dan hemoglobin. Kedua pigmen mengandung globin sebagai bagian protein dan gugus hem terdiri atas sistem cincin porfirin dan atom besi pucat. Derajat kemudahan pemberian pasangan elektron tersebut menentukan sifat ikatan yang terbentuk dan warna senyawa kompleks. Faktor lain yang berperan pada pembentukan warna ialah tahan a oksidasi atom besi dan tahana fisika globin. Dalam daging segar dan dengan adanya oksigen, terdapat suatu sistem dinamik yang terdiri atas tiga pigmen, oksimyoglobin, myoglobin, dan metmyoglobin. Oksimyo globin merupakan kompleks kovalen besi (II) myoglobin dan oksigen. Myoglobin membentuk kompleks ionik dengan air jika tidak ada donor pasangan elektron kuat yang dapat membentuk kompleks kovalen. Oksiimyoglobin dan myoglobin terdapat dalam kesetimbangan dengan oksigen;oleh karena itu nisbah pigmen bergantung pada tekanan oksigen. Klorofil adalah pigmen hijau yang menjadi penyebab warna sayuran berdaun dan beberapa buah. Dalam daun hijau, klorofil terurai pada saat senesens dan warna hijau cenderung hilang. Dalam banyak buah klorofil terdapat pada buah yang belum masak dan hilang secara perlahan-lahan ketika karotenoid kuning dan merah menggantikannya selama pemasakan. Dalam tumbuhan, klorofil terisolasi dalam kloroplastid. Kloroplastid merupakan partikel-partikel sangat renik yang terdiri atas satuan-satuan yang lebih kecil lagi , disebut grana, yang berukuran biasanya lebih kecil dari 1 mikrometer dan pada batas resolusi mikroskop cahaya. Grana sangat terstruktur dan mengandung lamina dan di antara lamina-lamina ini terletak molekul klorofil (Deman, 1989). Warna merah bawang merah dihasilkan pigmen antosianin. Pigmen antosianin mudah terdegradasi oleh temperatur (Pamungkas dkk., 2008). Antosianin adalah pewarna alami yang sangat menarik karena warnanya dan



efek kesehatan yang menguntungkan. Antosianin sebuah subkelas dari flavonoid



adalah



pigmen



penting dalam



bunga



dan



buah



yang



bertanggungjawab untuk warna merah tajam dan biru. Diantara flavonoid antosianin adalah molekul pewarna utama, turunan dari pelargonidin yang memberikan dasar bagi warna oranye-merah, turunan dari sianidin untuk warna merah dan turunan dari delphinidin untuk warna biru. Antosianin memiliki berbagai macam manfaat kesehatan seperti pencegah penyakit jantung, penghambatan karsinogenesis, dan aktifitas anti inflamasi di otak (Vankar, 2010). Kebanyakan produk daging asinan berwarna merah muda dan warna ini adalah warna yang diinginkan orang. Warna ini disebabkan oleh reaksireaksi ion nitrit dengan zat warna mioglobinnitrit mioglobin. Mioglobin bereaksi dengan nitrogen oksidanitroso mioglobin senyawa, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang stabil yang merupakan ciri khas produk-produk daging asin. Pembentukan nitroso mioglobin mudah terjadi pada pH rendah. Kalau jumlah nitrit berlebihan akan terjadi warna hijau (choleglobin) dan warna coklat (metmyoglobin) ini harus dihindari (Martini, 2011). Spesies Allium merupakan salah satu sayuran yang tertua di bumi dan sudah banyak ditemukan dimana saja. Hal ini diduga karena nenek moyang kita menemukan dan mengkonsumsi Allium liar lama sebelum adanya penamaan dan pengakuan. Karena tanaman Allium yang kecil dan daunnya tidak ada sejarah purbakalanya, bentuk aslinya masih misterius. Bawang merah dan bawang puti kemungkinan jenis pertama yang terpelihara karena keragaman pertumbuhan, tahan lama, dan fleksibel. Mereka dapat dikeringkan dan disimpan untuk waktu yang lama (Benkebila and Lanzotti, 2007). Bawang merah (Allium cepa L.) adalah sayuran yang banyak tumbuh di Indonesia (Setiawati et al., 2014). Pada bawang merah mengandung pigmen antosianin (Vargas et al., 2000).



Zat warna merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa, dan kadang-kadang pentosa) (Winarno, 2002). Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen utama klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid. Klorofil berasal dari proplastida yaitu plastida yang belum dewasa, kecil dan hampir tidak berwarna dan sedikit atau tanpa membran dalam. Proplastida membelah saat embrio berkembang, dan menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Kloroplas terutama berfungsi adalah sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-pigmen pada membran tilakoid akan menyerap cahaya matahari atau sumber cahaya lainnya dan mengubah energi cahaya tersebut menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat (Sumenda, 2011). Buah-buahan dan sayuran tampak menarik tergantung pada seperti apa warna mereka, dalam banyak kasus warna-warna ini adalah hasil dari pigmentasi antosianin. Karotenoid tidak dilibatkan untuk sangat sering sebagai pigmen utama, tapi mereka penting dalam beberapa contoh terkenal seperti likopen dalam tomat, dan β-karoten dalam wortel dan ubi jalar. Klorofil, tentu saja, adalah pigmen dalam sayuran hijau. Pigmen warna memproduksi terkonsentrasi di kulit atau kulit dari sejumlah buah-buahan dan sayuran, termasuk antosianin apel, plum, dan pir, dan karotenoid jeruk dan pisang. Dalam contoh lain, pigmen didistribusikan di seluruh buah atau sayuran (misalnya, antosianin dalam raspberry dan karotenoid dalam wortel) (Alkema, 1982).



Karotenoid adalah keluarga senyawa berpigmen yang disintesis oleh tanaman dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Mereka berlimpah dalam buah-buahan berwarna kuning-oranye dan sayuran berdaun hijau gelap. Buah dan sayuram merupakan sumber utama karotenoid dalam diet manusia. Mereka paling banyak ditemui fatsoluble alami pigmen. Karotenoid yang hadir dalam sebagai microcomponents dalam buah-buahan dan sayuran memiliki warna oranye dan merah kuning. Karotenoid terdiri dari struktur polyisoprenoid, rantai terkonjugasi panjang ikatan ganda dan simetri bilateral dekat sekitar ikatan rangkap pusat sebagai fitur kimia umum (Sahabi, 2012). Mioglobin adalah potein heme globular yang ditemukan di otot daging hewan. Telah diketahui menjadi kontributor utama dengan warna otot, tergantung pada keadaan redoks dan konsentrasi. Konsentrasi mioglobin dipengaruhi oleh kedua genetika dan lingkungan. Mioglobin terdiri dari rantai polipeptida tunggal, globin, yang terdiri dari 153 asam amino dan prostetik heme kelompok, besi (II) protoporifirin-IX kompleks. Kelompok ini memberikan



hememioglobin



dan



turunannya



warna



khas



mereka



(Chaijan, 2008). Antioksidan adalah penghambat proses oksidasi, bahkan pada konsentrasi yang relatif kecil dan dengan demikian memiliki peran fisiologi yang beragam dalam tubuh. Konstituen antioksidan tanaman bahan bertindak sebagai pemulung radikal, dan membantu dalam mengkonversi radikal untuk spesies yang kurang reaktif. Berbagai radikal bebas antioksidan pemulungan ditemukan dalam sumber makanan seperti buah-buahan, sayuran dan teh. Pada tumbuhan dan hewan radikal bebas yang dinonaktifkan oleh antioksidan. Antioksidan bertindak sebagai inhibitor dari proses oksidasi, bahkan pada konsentrasi yang relatif kecil dan dengan demikian memiliki peran fisiologis yang beragam dalam tubuh (Mandal, 2009).



C. METODOLOGI 1. Alat a. Aluminium foil b. Corong c. Gelas beker d. Gelas ukur e. Kompor/ alat pemanas f. Neraca / timbangan g. Panci h. Pengaduk kaca i. Penjepit kayu j. pH meter k. Pipet tetes l. Pipet volume m. Pisau n. Propipet o. Rak tabung p. Stopwatch q. Tabung reaksi r. Termometer 2. Bahan a. Air ledeng b. Aquadest c. Asam cuka 99% d. Bawang merah e. Daging sapi segar f. Kacang panjang g. Larutan curing I h. Larutan curing II i. Larutan curing III j. Larutan curing IV



k. Larutan FeCl3 50 ppm l. Larutan MgCl2 50 ppm m. NaHCO3 kristal n. Wortel



3. Cara Kerja a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/ sayuran Wortel, kacang panjang, dan bawang merah masing-masing 15 gram



Pemotongan kecil-kecil dan pemasukan ke dalam 6 gelas Beaker untuk setiap macam bahan.



Pengisian dengan



Beaker 1 50 ml ledeng + pemanasa n terbuka



Beaker 2 50 ml ledeng + pemanasa n tertutup



Beaker 3 0,5 gram NaHCO3 + 50 ml air ledeng



Beaker 4 50 ml FeCl3 50 ppm



Beaker 550 ml MgCl2 50 ppm



Pengukuran pH dan pengamatan warna setiap bahan yang ada pada gelas Beaker.



Pemanasan selama 15 menit.



Pengamatan perubahan warna dan pH setelah pemanasan.



Beaker 6 2,5 ml as.cuka 99% + 50 ml air ledeng



b. Zat warna pada daging 1. Tanpa curing 5 gram daging sapi



Pengirisan menggunakan pisau menjadi 2 bagian.



Pengamatan warnanya



Pembiaran pada udara terbuka



Pemanasan dengan aquades selama 15 menit



Pengamatan perubahan warna setelah 0, 5, 10, dan 15 menit.



2. Dengan curing



5 gram daging sapi



Pencacahan sampai halus dengan pisau.



Pemasukan ke dalam 4 tabung reaksi.



Pemasukan larutan curing ke dalamnya sampai daging terendam.



Larutan Curing I (tabung I)



Larutan Curing II (tabung II)



Larutan Curing III (tabung III)



Larutan Curing IV (tabung IV)



Penambahan 2 tetes asam cuka 99% dan pengadukan.



Pemanasan pelan-pelan selama 15 menit.



Pengamatan perubahan warna yang terjadi pada 0, 10, 20, dan 30 menit.



D. PEMBAHASAN Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Wortel Kel



Sebelum Pemanasan Perlakuan



3



Wortel+air ledeng 50 ml (pemanasan terbuka) Wortel+air ledeng 50 ml (pemanasan tertutup) Wortel+air ledeng 50 ml + NaHCO3 0,5 gr Wortel+air ledeng 50 ml + FeCl3 50 ppm 50 ml Wortel+air ledeng 50 ml + MgCl2 50 ppm 50 ml Bening Wortel+air ledeng 50 ml +2,5 asam cuka 99%



Sesudah Pemanasan Warna pH Larutan



Warna Larutan



pH



Bening



7,61



Bening



7,35



Bening



7,61



Keruh



7,13



Bening



8,22



Kuning Keruh



8,41



Kuning Bening



5,80



Kuning Keruh



5,97



Bening



70,1



Bening



6,20



Bening bergelembung



3,11



Bening



2,98



Sumber: Laporan Sementara Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai warna hijau, kuning, dan merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Diantara zat warna sintetik yang sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga penggunaannya dilarang adalah zat warna merah rhodamin B (Winarti dan Firdaus, 2010). Pigmen adalah zat warna alami yang terkandung dalam suatu bahan (Winarno, 2004). Pigmen memproduksi warna yang berhubungan dengan kehidupan makhluk hidup karena pigmen dimiliki oleh semua organisme di dunia. Tumbuhan merupakan produsen utama pigmen. Pigmen ada pada dedaunan, buah-buahan, sayuran, dan bunga-bunga serta menunjukkan perbedaan warna kulit, mata, dan struktur hewan, bakteri, dan jamur. Pigmen alami dan sintetis banyak digunakan pada obat-obatan, makanan, pakaian, furnitur, kosmetik, dan pada produk-produk lainnya. Pigmen alami mempunyai



peran penting daripada hanya memberikan keindahan seperti tidak akan ada fotosintesis pada tumbuhan dan kita tidak dapat hidup di bumi ini tanpa adanya klorofil dan karoten. Pigmen merupakan senyawa kimia yang menyerap cahaya pada panjang gelombang sinar tampak. Produksi warna perlu struktur molekul yang spesifik dimana struktur ini menangkap energi dan eksitasi elektron dari orbital luar menuju orbital yang lebih tinggi untuk diproduksi. Energi yang tidak terserap dipantulkan dan atau dibelokkan untuk ditangkap oleh mata dan diatur impuls neuron untuk ditransmisikan pada otak sehingga dapat melihat sebagai warna (Vargas et al., 2000). Pigmen karotenoid berperan antioksidan. Pigmen karotenoid yang banyak terdapat di dalam wortel adalah pigmen β-karoten. Aktivitas anti kanker dan beberapa keuntungan bagi kesehatan disediakan oleh β-karoten. Hal ini termasuk proteksi melawan penyakit kardiovaskular atau sebagai pencegahan terhadap penyakit katarak (Fikselova et al., 2008). Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid dalam jumlah besar, berkisar antara 6000-54800 pg/100 g. Karotenoid adalah pigmen berwarna kuning, orange dan orange kemerahan yang terlarut dalam lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat oksigenasinya xantofil. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna pangan alami. Kandungan karotenoid dalam wortel cukup besar yaitu antara 6000-54800 pg/100 gram. Karotenoid merupakan pigmen yang mempunyai karakteristik berwarna kuning, oranye dan oranye kemerahan dan terlarut dalam lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut dengan karoten dan derivat oksigenasinya, xantofil. Selain itu, karoten pada wortel juga berperan sebagai provitamin A sehingga dapat memberi nilai tambah tersendiri pada penggunaan wortel sebagai bahan pewarna alami. Karotenoid dapat diekstraki dari wortel dengan yield berkisar antara 37,21% – 46,41%. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkansebagai bahan perwarna pangan alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung 12.000 SI vitamin A (Ikawati, 2005).



Muhtadi (1992) mengatakan bahwa pengaruh suhu terhadap oksidasi karotenoid adalah kerotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan 60oC tetapi reaksi oksidasi karotenoid dapat berjalan lebih cepat pada suhu yang relatif tinggi. Karoten tidak stabil pada suhu tinggi dan bila minyak diolah dengan menggunakan uap panas, maka karoten akan kehilangan warnanya. Semakin tinggi temperatur maka akan terjadi peningkatan laju reaksi menyebabkan total karoten yang dihasilkan juga semakin besar. Namun setelah mencapai titik tertentu peningkatan temperatur justru akan merusak pigmen itu sendiri dan akan menurunkan total karoten (Satriyanto, 2012). Tabel 5.1 menunjukkan hasil praktikum pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna wortel. Terdapat 6 perlakuan yang diberikan. Perlakuan 1 adalah 15 gram wortel+50 ml air ledeng dengan pemanasan terbuka. Hasil yang diperoleh yaitu sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 7,5 dan setelah pemanasan warna larutan tetap bening dengan pH yang mengalami penurunan menjadi sebesar 7,45. Perlakuan 2 adalah 15 gram wortel+50 ml air ledeng dengan pemanasan tertutup. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 7,7 dan setelah pemanasan menjadi keruh dengan pH sebesar 7,31. Perlakuan 3 adalah 15 gram wortel+0,5 gr NaHCO3 dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 8,3 dan setelah pemanasan menjadi kuning keruh dengan kenaikan pH sebesar 8,40. Perlakuan 4 adalah 15 gram wortel+50 ml FeCl3 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna kuning bening dengan pH sebesar 5,8 dan setelah pemanasan menjadi kuning keruh dengan pH sebesar 5,97. Perlakuan 5 adalah 15 gram wortel+50 ml MgCl2 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 6,3 dan setelah pemanasan pH menjadi sebesar 6,23. Perlakuan 6 adalah 15 gram wortel+2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening bergelembung dengan pH sebesar 3,8 dan setelah pemanasan menjadi bening dengan pH sebesar 2,36.



Karoten tidak larut dalam air, dan warna pada wortel mengalami perubahan lebih mudah karena karoten pada wortel yang semula berjenis trans berubah menjadi berjenis cis karena pengaruh asam dan pemanasan (Deman, 1989). Pada perlakuan wortel ditambahkan air ledeng 50 ml dan NaHCO3 0,5 gram, dapat dilihat bahwa pH awalnya adalah 8,3 dan warna awalnya adalah bening. Setelah dilakukan pemanasan, warna menjadi kuning keruh dan pH naik menjadi 8,40. Hasil percobaan ini sesuai dengan teori Sahabi (2012), bahwa penambahan basa menyebabkan warna setelah pemanasan menjadi lebih orange. Menurut Heriyanto dan Limantara (2006), didapatkan rata-rata setiap sampel mengalami perubahan warna dan juga penurunan nilai pH. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang dapat memengaruhi nya seperti penambahan asam, pemanasan dalam keadaan tertutup, dan pigmen tersebut teroksidasi oleh oksigen karena pemanasan. Apabila



hasil yang percobaan yang didapat



dibandingkan dengan teori tersebut maka sudah sesuai.



Tabel 5.2. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Kacang Panjang Kel.



Perlakuan



13



Kacang panjang + air ledeng 50 ml (pemanasan terbuka) Kacang panjang + air ledeng 50 ml (pemanasan tertutup) Kacang panjang + air ledeng 50 ml + NaHCO3 0,5 gr Kacang panjang + FeCl3 50 ppm 50 ml Kacang panjang + MgCl2 50 ppm 50 ml Kacang panjang +2,5 ml asam cuka 99% + air ledeng 50 ml



Sebelum Pemanasan Warna pH Bahan+Larutan



Sesudah Pemanasan Warna pH Bahan+Larutan



Bening+Hijau



7,85



Bening+Hijau Pucat



7,30



Bening+Hijau



7,84



Bening+Hijau Pucat



7,25



Bening+Hijau



7,88



Bening+Hijau Segar



8,45



Kuning+Hijau



4,09



Bening+Hijau



7,12



Bening+Hijau



2,97



Keruh kekuningan+Hijau Kecoklatan Keruh+Hijau Pucat Keruh+Kuning Kecoklatan



5,25 6,23 2,76



Sumber: Laporan Sementara Klorofil merupakan zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang berfotosintesis. Berdasarkan penelitian, klorofil ternyata tidak hanya berperan sebagai pigmen fotosintesis. Klorofil mempunyai manfaat antara lain, sebagai obat kanker otak, paru-paru, dan mulut. Klorofil juga dapat digunakan sebagai desinfektan, antibiotik dan food suplemen. Klorofil dapat digunakan sebagai food suplemen karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk tubuh manusia (Hendriyani, 2009). Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber klorofil adalah kacang panjang. Tanaman kacang panjang (V. sinensis) merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga. Tanaman ini berumur pendek, tahan terhadap kekeringan, tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan, atau pekarangan pada setiap musim. Usaha tani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani (Hendriyani, 2009). Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di sebagian besar tanaman. Waktu pemanasan dan suhu mempengaruhi tingkat dekomposisi, misal, suhu



tinggi dalam pressure cooker dan keasaman tidak menurun karena asam volatil bersifat dapat dipertahankan sehingga perubahan itu cepat. Penggunaan senyawa alkali seperti air alkali mengurangi keasaman media. Namun jika digunakan pada jumlah berlebih, klorofil akan bereaksi dengan basa (Inanc, 2011). Kacang pajang mempunyai nama ilmiah V. sinensis. Pigmen yang terkandung dalam kacang panjang adalah klorofil. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis (Cubas et al., 2005). Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Terdapat 2 jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a merupakan kelompok metil yang berikatan dengan cincin II sedangkan klorofil b merupakan kelompok aldehid pada posisi ini. Keduanya terdapat pada tanaman dengan perbandingan 3 : 1. Klorofil memiliki 4 struktur cincin kompleks dan pada pusat molekul diatur oleh ion Mg2+. Ekor hidrokarbon panjang yang hidrofobik terhubung dengan struktur cincin.Pergantian ion pusat Mg2+ pada klorofil dengan hidrogen menyebabkan perubahan warna dari hijau cerah menjadi kecoklatan (Cubas et al., 2005).Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah mejadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pula pada larutan yang bersifat asam (Winarno, 2004). Dalam fotosintesis klorofil berperan untuk menyerap energi cahaya dan melakukan konversi kepada energi kimia oleh pembentukan senyawa kimia yang kaya energi yang diperlukan untuk biosintesis karbohidrat dan senyawa lainnya di fotosintesis organisme seperti tanaman, alga, dan bakteri fotosintetik (Milenkovic et.al., 2012). Pada perlakuan pemanasan terbuka dan tertutup, pemasakan sayuran hijau terbentuk asam asam organik yang dapat menurunkan pH. Bila dalam pemanasan tutup dibuka, asam – asam itu dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat dipertahankan. Pengaruh pemberian perlakuan, pada larutan yang bersifat asam, klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah menjadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Reaksi ini berjalan



cepat pada larutan yang bersifat asam. Dan pada penambahan natrium karbonat hal tersebut bertujuan untuk peningkatan pH sehingga selalu pada pH 8,0 dan perubahan warna dapat dicegah (Winarno, 2004). Tabel 5.2 menunjukkan hasil praktikum pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna kacang panjang.Terdapat 6 perlakuan yang diberikan. Perlakuan 1 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml air ledeng dengan pemanasan terbuka. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahab berwarna bening+hijau dengan pH sebesar 7,85 dan setelah pemanasan warna larutan+bahan menjadi bening+hijau pucat dengan pH yang turun menjadi sebesar 7,30. Perlakuan 2 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml air ledeng dengan pemanasan tertutup. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahan berwarna bening+hijau dengan pH sebesar 7,84 dan setelah pemanasan menjadi hijau bening+hijau pucat dengan pH sebesar 7,25. Perlakuan 3 adalah 15 gram kacang panjang + 0,5 gr NaHCO3 dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahan bening+hijau dengan pH sebesar 7,88 dan setelah pemanasan menjadi bening+hijau segar dengan pH sebesar 8,45. Perlakuan 4 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml FeCl3 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahan berwarna kuning+ hujau bening dengan pH sebesar 4,09 dan setelah pemanasan menjadi hijau kuning kekeruhan+hijau kecoklatan dengan pH sebesar 5,25. Perlakuan 5 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml MgCl2 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahan berwarna bening+hujau dengan pH sebesar 7,12 dan setelah pemanasan pH menjadi sebesar 6,23. Perlakuan 6 adalah 15 gram kacang panjang + 2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+baham berwarna bening+hijau dengan pH sebesar 2,97 dan setelah pemanasan menjadi bening dengan pH sebesar 2,76. Winarno (2008) menerangkan bahwa klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Selama pemasakan sayuran hijau, terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH. Bila tutup



dibuka, asam-asam itu dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan.



Tabel 5.3 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang Merah Kel.



Perlakuan Bawang merah+ air ledeng 50 ml (pemanasan terbuka)



4



Sebelum Pemanasan Warna Larutan pH Bening+Ungu



7,6



Bawang merah + air ledeng 50 ml (pemanasan tertutup)



Kuning bening+Ungu



8,28



Bawang merah + air ledeng 50 ml + NaHCO3 0,5 gr



Agak keruh+Ungu



7,5



Bawang merah + FeCl3 50 ppm 50 ml



Kuning agak keruh+Ungu



4,84



Bening+Ungu



5,86



Bening+Merah muda



3,10



Bawang merah + MgCl2 50 ppm 50 ml Bawang merah +2,5 ml asam cuka 99% + air ledeng 50 ml



Sesudah Pemanasan Warna Larutan pH



Kuning agak hijau keruh+Hijau Kecoklatan Kuning keruh+Putih kecoklatan Kuning keruh+Putih ungu pudar Putih keruh+putih Merah muda agak keruh+pink



8,44



7,25



5,55 5,61 3,07



Sumber: Laporan Sementara. Pigmen yang dominan pada bawang merah adalah antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman (Handayani dan Rahmawati, 2012). Antosianin bersifat larut dalam air, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi antosianin (bila konsentrasi rendah, warna bahan adalah ungu, bila tinggi warna bahan ungu tua atau bisa sampai hitam), pH (pada pH rendah antosianin berwarna merah, pH netral berwarna biru, pH tinggi berwarna putih), dari media atau adanya pigmen lain. Antosianin terdiri dari dua gugusan yaitu aglikon dan glikon, dan kadangkadang terdapat gugusan asam organik seperti kumarat, kafeat, atau ferulat yang menyebabkan antosianin berwarna biru (Muchtadi, 2011) Kandungan pigmen antosianin pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama cahaya matahari (intensitas), suhu udara, dan pH. Warna merah, biru, dan ungu yang terdapat pada buah, daun, atau bunga suatu tanaman



dipengaruhi oleh pigmen antosianin yang bagi kesehatan sebagai sumber antioksidan. Peran antioksidan bagi kesehatan manusia yaitu dapat mencegah penyakit hati (hepatitis), kanker usus, stroke, diabetes, sangat esensial bagi fungsi otak dan mengurangi pengaruh penuaan otak. Antosianin pada tanaman berfungsi sebagai tabir terhadap cahaya ultraviolet B dan melindungi kloroplas terhadap intensitas cahaya tinggi. Antosianin juga dapat berperan sebagai sarana transport untuk monosakarida dan sebagai pengatur osmotik selama periode kekeringan dan suhu rendah (Pebrianti, 2015). Pada bawang merah (Allium cepa L.) warna merahnya dihasilkan oleh pigmen antosianin (Vargas et al., 2000). Menurut Pamungkas (2008), pigmen antosianin mudah terdegradasi oleh panas. Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu, dan biru yang biasa terdapat dalam berbagai jenis tanaman. Antosianin juga merupakan salah satu pigmen yang sering digunakan sebagai pewarna makanan alami. Antosianin dapat menggantikan penggunaan pewarna sintetis rhodamin B, carmoisin, dan amaranth sebagai pewarna merah pada produk pangan (Moulana dkk., 2012). Antosianin dapat larut di dalam air. Secara kimiawi antosianin dapat dikelompokkan ke dalam golongan flavonoid dan fenolik. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna terhadap bunga atau bagian tanaman lain dari mulai merah, biru, sampai ke ungu termasuk juga kuning (Supiyanti dkk., 2010). Tabel 5.3 menunjukkan hasil praktikum pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna bawang merah. Terdapat 6 perlakuan yang diberikan. Perlakuan 1 adalah 15 gram bawang merah+50 ml air ledeng dengan pemanasan terbuka. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Bening+Ungu dengan pH sebesar 7,6. Perlakuan 2 adalah 15 gram bawang merah + 50 ml air ledeng dengan pemanasan tertutup. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Kuning bening+Ungu dengan pH sebesar 8,28 dan setelah pemanasan menjadi Kuning agak hijau keruh+Hijau Kecoklatan dengan pH sebesar 8,44. Perlakuan 3 adalah 15 gram bawang merah + 0,5 gr NaHCO3 dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Agak keruh+Ungu dengan pH sebesar 7,5 dan setelah



pemanasan menjadi berwarna Kuning keruh+Putih kecoklatan dengan pH sebesar 7,25. Perlakuan 4 adalah 15 gram bawang merah + 50 ml FeCl3 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Kuning agak keruh+Ungu dengan pH sebesar 4,84 dan setelah pemanasan menjadi Kuning keruh+Putih ungu pudar dengan pH sebesar 5,55. Perlakuan 5 adalah 15 gram bawang merah + 50 ml MgCl2 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Bening+Ungu dengan pH sebesar 5,68 dan setelah pemanasan menjadi Putih keruh+putih pH sebesar 5,61. Perlakuan 6 adalah 15 gram bawang merah + 2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Bening+Merah muda dengan pH sebesar 3,10 dan setelah pemanasan menjadi Merah muda agak keruh+pink dengan pH sebesar 3,07. Menurut Muchtadi (2011) di mana antosianin dapat membentuk garam dengan penambahan logam Fe dan Mg, sehingga berubah menjadi warna menjadi keunguan. Untuk bawang merah yang diberi perlakuan dengan ditambahkan asam yaitu asam cuka 99% dan air, hasil yang didapatkan dari merah muda bening menjadi merah muda dengan penurunan pH dari 3,23 menjadi 3,12. Hasil tersebut sudah sesuai dengan teori Winarno (2008) di mana antosianin berwarna menjadi merah terang bila ditambahkan asam cuka dengan pH rendah. Pada teknik pengolahan hasil makanan, telah ditemukan bahwa warna atau pigmen dalam suatu bahan mempunyai beberapa peranan bagi kesehatan. Zat warna alami pada tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengolah makanan. Karena dewasa ini banyak ditemukan produk-produk olahan dengan menggunakan warna sintesis yang dapat berakibat buruk pada kesehatan. Untuk itu penggunaan zat warna alami harus mulai digalakkan untuk saat ini (Yam et all, 2004).



Tabel 5.4 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Hewan Kel Perlakuan Di udara terbuka Pemanasan dengan aquadest Pemanasan dengan Curing I 14 Pemanasan dengan Curing II Pemanasan dengan Curing III Pemanasan dengan Curing IV



Sebelum Pemanasan 0’ 5’ 10’ 15’ Merah Merah Merah Merah bata bata bata bata Merah Merah Merah Merah muda bata pucat pucat Merah Merah Merah Merah muda coklat coklat bata pudar pucat pucat Mera Merah Merah Merah h muda muda pudar bata Mera Merah Merah Merah h coklat muda coklat bata pucat Mera Merah Merah Merah h muda muda muda bata pudar pucat



0’



Sesudah Pemanasan 5’ 10’



-



-



Merah muda pucat Murah muda pucat



Merah muda coklat Murah muda pucat



Merah pudar Merah Coklat pudar Merah muda pucat



15’



-



-



Merah coklat



Merah Coklat pudar



Coklat pudar



Coklat pudar



Merah coklat



Coklat



Coklat pudar



Coklat pekat



Merah coklat



Merah coklat



Merah coklat muda



Merah coklat pudar Merah coklat pudar



Sumber: Laporan Sementara Keterangan: a. Larutan curing I: 0,1 gr Natrium nitrat (NaNO3) + 0,1 gr Natrium nitrit (NaNO2) + 0,05 gr Vitamin C b. Larutan curing II: 0,2 gr Natrium nitrat (NaNO3) c. Larutan curing III: 0,2 gr Natrium nitrit (NaNO2) d. Larutan curing IV: 0,2 gr Vitamin C



Zat warna yang terdapat pada daging adalah pigmen heme atau pigmen mioglobin. Dalam daging ternak jumlah besi yang ada sebagian besar terdapat pada mioglobin (95%) dibanding hanya 10% pada badan ternak yang masih hidup. Pigmen selain mioglobin yang ada pada daging yaitu sitokrom dan flavin. Mioglobin merupakan bagian dari protein sarkoplasma daging yang bersifat larut dalam air dan dalam larutan garam encer. Panjang gelombang absorpsi maksimum mioglobin adalah 505 nm dan 627 nm dan nampak oleh mata kita sebagai warna coklat (Winarno, 2004). Warna daging merupakan karakteristik utama yang mudah teridentifikasi secara visual menunjukkan kualitas daging. Mioglobin merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab untuk warna daging. Ada tiga macam mioglobin yang memberikan warna yang berbeda yaitu pada jaringan otot yang masih hidup, mioglobin dalam bentuk tereduksi dengan warna merah keunguan, mioglobin ini seimbang dengan mioglobin yang mengalami kontak dengan oksigen, oksimioglobin yang berwarna merah cerah. Ketika bagian interior daging mengalami kontak dengan oksigen yang berasal dari udara, oksigen akan bergabung dengan heme dari mioglobin untuk menghasilkan oksimioglobin. Jadi warna daging berubah dari merah keunguan menjadi merah cerah. Jika oksigen dikeluarkan dari potongan daging, warna akan berubah kembali menjadi merah keunguan sebab pigmen dideoksigenasi kembali menjadi mioglobin (Prasetyo, 2010). Mioglobin adalah pigmen yang berwarna merah keunguan yang dapat mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia. Proses pada oksigenasi mioglobin akan mengakibatkan terbentuknya oksimioglobin yang berwarna merah cerah. Reaksi oksidasi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin akan mengubah keduanya menjadi metmioglobin berwarna coklat (Muchtadi, 2010). Curing merupakan proses dasar dalam pengelolaan daging, yaitu dengan penambahan senyawa garam. Bahan-bahan yang digunakan adalah senyawa NaCl, garam nitrit/nitrat dan gula. Dalam proses ini garam NaCl berfungsi sebagai pemberi citarasa dan pengawet karena sifat ion Cl sebagai anti bakteri. Pemakaian garam biasanya pada konsentrasi 2-5%. Gula berperan dalam



membantu membentuk citarasa spesifik dengan garam dalam jumlah pemakaian sedikit (Muchtadi. 2010). Curing merupakan suatu cara pengolahan dan pengawetan untuk menarik air atau mengurangi kadar air dari ikan dengan cara penggaraman (pengasinan), pengeringan, pengasapan, pemindangan (boiling in salt), pengasaman dan fermentasi. Curing juga dapat diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan mikroba melalui penggunaan garam NaCl dan pengendalian aktivitas mikroba (Sumbaga, 2006). Pada proses pengawetan, proses curing sebagian besar membutuhkan



garam



dalam



konsentrasi



tertentu



untuk



menghambat



pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut memengaruhi keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukkan konsentrasi galam dalam proses curing (Kunle, 2012). Curing daging adalah aplikasi garam, warna memperbaiki bahan, dan bumbu untuk memberikan sifat unik untuk produk akhir. Dua bahan utama yang harus digunakan untuk curing daging adalah garam dan nitrit. Namun, zat lainnya dapat ditambahkan untuk mempercepat curing, menstabilkan warna, memodifikasi rasa, dan mengurangi penyusutan selama pemrosesan (Ray, 2014). Penggunaan sodium askorbat dalam campuran agensia curing sangat efektif karena dapat menghambat pembentukan nitrosiamin juga dapat mempercepat reaksi pembentukan warna pink pada daging, karena senyawa ini dapat mereduksi NO2 menjadi NO (nitrit oksida) yang akan bereaksi dengan myoglobin. Pembentukan nitrosiamina dalam oengolahan dapat dihindarkan dengan penambahan Na Askorbat dengan dosis 550 ppm untuk kadar nitrit akhir 120 ppm. Menurut Naruki dan Kanoni (1992), asam askorbat dapat bereaksi dengan senyawa nitrit membentuk nitrit oksida. Ada 3 fungsi asam askorbat tersebut adalah : 1.



Akorbat



dapat



mereduksi



sehinggamempercepat proses curing.



metmioglobin



menjadi



mioglobin



2.



Askorbat bereaksi secara kimiawi dengan nitrit sehingga mengikat produksi



nitrit oksida dalam asam nitrit. 3.



Kelebihan asam askorbat yang bereaksi dapat sebagai antioksidan sehingga



dapat menstabilkan warna dan flavor daging dan mencegah ketengikan. Nitrit yang ditambahkan pada proses curing akan bereaksi



dengan beberapa



komponen daging antara lain mioglobin, karbohidrat, protein non heme dan lemak. Perubahan warna daging secara kimia terjadi amat kompleks. Pigemn di dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut myoglobin berwarna merah terang. Jadi jika daging segar dipotong, mula-mula akan berwarna ungu permukaannya segera berubah menjadi terang jika terena udara. Bagian permukaan lebih terang daripada bagian dalam yang kurang mendapat oksigen. Warna merah terang dari oksimyoglobin tidak stabil dan oksidasi yang berlebihan akan mengubahnya menjadi metmyoglobin yang berwarna coklat (Muchtadi,2010). Curing merupakan salah satu cara perlakuan pendahuluan pada daging segar sebelum dilakukannya proses pengawetan lanjutan. Curing digunakan pada pengolahan daging seperti cornet, dendeng, dan sosis. Curing pada daging bertujuan



untuk



mengawetkan,



menghambat



pertumbuhan



mikroba,



menimbulkan rasa yang sedap, mendapatkan warna yang stabil dengan aroma dan tekstur yang baik, serta untuk mengurangi pengerutan daging selama processing. Produk daging yang diproses dengan curing disebut cured (daging peram) (Ermawati, 2008). Dari keempat jenis curing yang digunakan, curing I merupakan curing yang paling baik. Hal ini dikarenakan curing I mengandung nitrit di dalamnya. Komponen bahan penyusun curing adalah garam dapur, gula, dan sendawa. Sendawa ini mengandung nitrat yang kemudian dapat diuraikan menjadi nitrit. Nitrit inilah yang berperan dalam mempertahankan warna merah pada daging dan juga untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Ermawati, 2008). Jadi bila dalam bahan curing terkandung nitrit, proses curing akan berjalan lebih cepat dan efektif. Hasil praktikum sudah sesuai karena pada praktikum hasil curing yang paling baik adalah curing I.



Pada umumnya proses curing terjadi karena, pertama yaitu reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO2 yang mampu mereduksi ferri menjadi ferro. Kedua yaitu terjadinya denaturasi globin oleh panas. Bila daging yang di-curing dipanaskan pada suhu 150ºF atau lebih, maka terjadi



proses



denaturasi.



Hasil



akhir



curing



membentuk



pigmen



nitrosilmioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak (Buckle, 2010). Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi, yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, 1980). Proses curing membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut akan mempengaruhi keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukan konsentrasi garam dalam proses curing (Heni, 2007). Secara garis besar, curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering adalah dengan mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian daging, dilakukan proses yang bersifat tradisional karena merupakan metode pengasinan yang telah berusia tua Curing kering ini bahan-bahannya adalah 26% NaCl, 5% KNO3, 0,1% NaNO2 dan 0,5 - % sukrosa. Curing secara basah adalah dengan merendam daging ke dalam larutan yang mengandung bahan-bahan curing, lazim dinamakan dengan pengasinan tangki. Caranya adalah merendamkan daging ke dalam larutan garam dengan perbandingan 1:1. Larutan garam yang dibuat adalah 26% NaCl, 2 – 4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10 – 20 hari. Selain



direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing (Heni, 2007). Pada tabel 5.4 dapat dilihat pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna daging. Perlakuan pertama yaitu dibiarkan di udara terbuka, warna daging tetap merah bata dari menit ke 0 sampai menit ke 15. Perlakuan kedua yaitu pemanasan dengan aquades. Sebelum dilakukan pemanasan, warna daging masih merah bata pada menit ke 0 sampai dengan menit ke 5 berubah menjadi merah, lalu berubah menjadi merah pucat pada menit ke 10, dan berubah menjadi merah muda pucat pada menit ke 15. Setelah dilakukan pemanasan, warna daging yang semula merah muda pucat tidak berubah pada menit ke 0’, lalau berubah menjadi warna merah muda coklat pada menit ke 5’, lalu berubah lagi menjadi warna merah coklat pada menit ke 10’ dan berubah llagi menjadi warna merah coklat pudar pada menit ke 15’. Perlakuan ketiga yaitu pemanasan dengan menggunakan curing I. Pada saat belum dilakukan pemanasan, daging berwarna merah bata, lalu berubah menjadi merah muda pudar pada menit ke 5, dan berubah lagi menjadi merah coklat pucat pada menit ke 10 dan 15. Setelah dilakukan



pemanasan,



warna



daging



yang



semula



berwar



na merah muda pucat tidak berubah pada menit ke 5, kemudian berubah menjadi coklat pudar pada menit ke 10 dan 15. Perlakuan ke empat yaitu pemanasan dengan menggunakan curing II. Sebelum dilakukan pemanasan daging berwarna merah bata lalu berubah warna merah muda pudar dari menit ke 5’, 10 dan 15’. Sesudah dilakukan pemanasan, warna daging yang semula merah muda pudar berubah menjadi merah coklat pada menit ke 5, lalu berubah menjadi coklat pada menit ke 10, lalu berubah menjadi coklat pudar pada menit ke 15. Perlakuan ke lima yaitu pemanasan dengan menggunakan curing III. Sebelum dilakukan pemanasan daging berwarna merah bata, lalu berubah menjadi merah muda pada menit ke 5, lalu pada menit ke 10’ warna berubah menjadi merah coklat, dan berubah menjadi merah coklat pucat pada menit ke 15. Setelah dilakukan pemanasan, daging yang semula berwarna merah coklat pudar berubah menjadi coklat pekat pada menit ke 5, lalu berubah menjadi merah coklat pucat pada menit ke 10, dan berubah lagi menjadi merah coklat pudar pada menit ke 15.



Perlakuan terakhir yaitu pemanasan dengan menggunakan curing IV. Sebelum dipanaskan daging berwarna merah bata, kemudian berubah menjadi merah muda pada menit ke 5, lalu berubah lagi menjadi warna merah muda pucat pada menit ke 10’ dan 15’. Setelah dipanaskan, daging yang semula berwarna merah muda pucat berubah menjadi merah coklat pada menit ke 5, lalu berubah menjadi merah coklat muda pada menit ke 10, dan berubah lagi menjadi merah coklat pidar pada menit ke 15. Hasil praktikum belum sesuai dikarekan pada saat sebelum proses pemanasan seharusnya ditambahkan asam cuka 99%. Maka hasilnya menjadi tidak akurat dan pada curing I didapatkan hasil setelah pemanasan selama 15’ daging berwarna coklat pudar seharusnya lebih merah. Hal ini belumsudah sesuai dengan teori Muchtadi (2010), bahwa nitrit berfungsi sebagai anti mikroba dan nitrat berfugsi untuk mempertahankan konsentrasi nitrit serta vitamin C berfungsi sebagai penghambat oksidasi sehingga vitamin C membantu menstabilitaskan warna pada daging. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan warna pada daging. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah spesies, usia, jenis kelamin hewan, cara memotong daging, waterholding (kandungan air), pengeringan pada permukaan daging, dan cahaya yang mengenai permukaan daging (Gunawan, 2012). Menurut Chaijan (2008), faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan warna daging yaitu konsentrasi prooksidan, endogen besi, mioglobin, enzim, pH, suhu, kekuatan ion, reaksi konsumsi oksigen, dan komposisi asam lemak dari daging. Dalam dunia pangan, contoh penerapan zat warna hewan dan cara pengawetannya adalah dalam industri pembuatan daging kaleng (cornet), sosis, dan dendeng (Ermawati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan warna daging yaitu konsentrasi prooksidan, endogen besi, mioglobin, enzim, pH, suhu, kekuatan ion, reaksi konsumsi oksigen, dan komposisi asam lemak dari daging (Chaijan, 2008). Menurut Muchtadi (2010), zat warna daging mengalami perubahan warna, mekanismenya seperti pada proses berikut:



Gambar 5.1 Mekanisme Perubahan Warna Daging Faktor yang dapat menyebabkan perubahan zat warna pada daging adalah penambahan curing, penambahan air, pemanasan, dan adanya oksigen. Pada umumnya proses curing terjadi karena: reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang mampu mereduksi feri menjadi fero, terjadinya denaturasi globin oleh panas. Bila daging yang di-curing dipanaskan pada suhu 150°F atau lebih, maka terjadilah proses denaturasi tersebut. Hasil akhir curing membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosil hemokromogen bila telah dimasak (Winarno, 2004). Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan untuk menjaga kualitas daging, salah satu pengolahan daging tersebut adalah teknologi curing. Teknologi ini memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk menjaga kualitas daging. Curing adalah prosesing daging dengan menambah sodium klorida (NaCl), sodium nitrat atau potasium nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah flavor, aroma, keempukkan, juiciness dan mereduksi kerutan daging (Alemayehu, 2014). Penerapan zat warna hewan pada industri pangan ditemui pada proses pembuatan bakso. Warna produk bakso diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, semakin tinggi mioglobin daging maka warna daging semakin merah. Warna merah pada daging akan mengalami perubahan menjadi abu-abu kecoklatan selama pemasakan karena terjadinya proses oksidasi (Zurriyati, 2011). Penerapan di bidang pangan yang lainnya pada kornet. Kornet yang ada dipasaran sekarang ini masih menggunakan pengawet sintetik berupa Natrium nitrat (NaNO3) yang digunakan sebagai pegawet pada pembuatan



kornet dengan tujuan untuk memperbaiki warna merah daging, memperlambat proses ketengikan, sebagai agen yang mampu menciptakan cita rasa, serta agen penghambat bakteri yang merupakan mikroorganisme patogenik yang dapat mengkontaminasi daging olahan akan tetapi dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, karena senyawa NaNO3 bersifat karsinogenik, yaitu dapat memicu timbulnya sel kanker (Ramadhan, 2010).



E. KESIMPULAN



Berdasarkan praktikum Kimia Pangan Acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan dapat disimpulkan: 1. Pigmen adalah zat warna alami hewan dan tanaman. Pigmen utama wortel adalah karotenoid, yaitu β-karoten yang berwarna kuning hingga merah oranye. Pigmen utama kacang panjang adalah klorofil yang berwarna kehijauan. Pigmen utama bawang merah adalah antosianin yang berwarna merah keunguan. Pigmen utama daging adalah heme atau mioglobin yang berwarna kemerahan. 2. Curing adalah salah satu teknik pengawetan daging guna untuk mempertahankan warna alami dari daging melalui penambahan zat tertentu.



DAFTAR PUSTAKA



Alemayehu, Tassew. 2014. Application of Natural Dyes on Textille: A Review. International Journal of Research-Granthaalayah Vol. 2. ISSN-23500530. Ethiopia. Alkema, Joy., dan Spencer L. Seage. 1982. The Chemical Pigments of Plants. Journal of Chemical Education. Vol. 59 No. 3 Hal: 186. Balafif, Ragaya Abd. R., Yayuk Andayani, Erin Ryantin Gunawan. 2013. Analisis Senyawa Triterpenoid dari Hasil Fraksinasi Ekstrak Air Buah Buncis (Phaseolus vulgaris Linn). Chem Prog. Vol. 6. No. 2. Benkeblia, N., Virginia Lanzotti. 2007. Allium Thiosulfinates: Chemistry, Biological Properties, and Their Potential Utilization in Food Preservation. Invited Review of Food. Vol. 1. No. 2. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan. UIPress: Jakarta. Chaijan, Manat. 2008. Review: Lipid and Myoglobin Oxidations in Muscle Foods. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 30 No. 1: 47-48. Cubas, C., M. Gloria Lobo, Monica Gonzales. 2005. Optimization of the Extraction of Chlorophylls in Green Beans (Phaseolus vulgaris L.) by N, Ndimethylformamide Using Response Surface Methodology. La Laguna: Spain. Deman, John M. 1989. Kimia Makanan. ITB. Bandung. Ernawati, Dyah. 2008. Influence of Use of Lime Extract (Citrus aurantifotia swingle) to Nitrit Residue of Cures Meat during Curing Process. Journal of Food Science. Fikselova, M., Stanislav Silhar, Jan Marecek, Helena Francakova. 2008. Extraction of Carrot (Daucus carotta L.) Carotenes Under Different Conditions. Czech Journal of Food Science. Vol. 26. No. 4. Page 268-274. Gunawan, Lia. 2012. Analisa Perbandingan Kualitas Fisik Daging Sapi Impor dan Daging Sapi Lokal. Universitas Kristen Petra. Handayani, Prima Astuti dan Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Dragon Fruit) sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna Sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Vol. 1 No. 2. Hendriyani, Ika Susanti., dan Nintya Setiari. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. Jurnal Sains & Mat. Vol. 17 No. 3 Hal : 145-150. Heni. 2007. Penerapan Teknologi Curing pada Daging. Universitas Hasanudin. Makassar. Heriyanto dan Leenawaty Limantara. 2006. Komposisi Dan Kandungan Pigmen Utama Tumbuhan Taliputri Cuscuta Australis R.Br. Dan Cassytha Filiformis L. Makara Sains Salatiga. Vol. 10 No. 2 Hal: 69-75.



Ikawati, Ratna. 2005. Optimasi Kondisi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus carota L.) Menggunakan Response Surface Methodology. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 1. No. 1. Inanc, A. Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and Its Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Gida Vol. 9 No. 2 Hal: 26-27. Kunle, Oluyemisi Folashade. Henry Omoregie Egharevba and Peter Ochogu Ahmadu. 2012. Standardization Of Herbal Medicines - A Review. International Journal Of Biodiversity And Conservation Vol. 4(3). Chinesse. Mandal, Sulekha, Satish Yadav, Sunita Yadav, dan Rajesh Kumar Nema. 2009. Antioxidants. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. Milenkovic, Sanja M., Jelena B. Z., Ttjana D. A., Dejan Z. M. 2012. The Identification of Chlorophyl and Its Derivatives in the Pigment Mixtures: HLPC – Chromatography, Visible, and Mass Spectroscopy Studies. Advanced Technologies Vol. 1. No. 1. Moulana, R., Juanda, Syarifah Rohaya, Ria Rosika. 2012. Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 4. No. 3. Muchtadi, Tien R, Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan. Alfabeta: Bogor. Muchtadi, Tien R., Sugiyono, Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta: Bogor. Nawangsari, Dwi Ana., Indah Ikawati Setyarini, dan Perdana Adi Nugroho. 2008. Pemanfaatan Bawang Merah (Allium cepa L.) sebagai Agen KoKemoterapi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Nugraha, S. Adiandri, R.S. dan Yulianingsih. 2010. Inovasi Teknologi Instore Drying untuk Mempertahankan Mutu dan Nilai Tambah Bawang Merah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: Bogor. Pamungkas, Edy Tya Gullit Duta., Wignyanto dan Sakunda Anggraeni. 2008. Pembuatan Puree Bawang Merah Dalam Kajian Konsentrasi Natrium Metabisulfit. Penambahan Maltodekstrin. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. 1 No. 1. Pebrianti, Charolin., RB. Ainurrasyid, dan Sri Lestari Purnamaningsih. 2015. Uji Kadar Antosianin dan Hasil Enam Varietas Tanaman Byam Merah (Alternanthera amoena Voss) pada Musim Hujan. Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 3 No. 1 Hal: 27-33. Prasetyo, Amrih., dan Kendriyanto. 2010. Kualitas Daging Sapid an Domba Segar yang Disimpan pada Suhu Dingin dengan Pengawet Asap Cair. Jurnal Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Rafna Ikawati. 2005. Optimasi Konsidi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus carota L.) menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 1 No. 1. Hal: 14-22.



Ray, Frederick K. 2014. Meat Curing. Oklahoma Cooperative Extension Service ANSI-3994 Rodrigues A., et al. 2003. Nutrition Value of Onion Regional Varieties in Northwest Portugal. EJEAFChe. Vol.2 No.4 Hal :519-524. Satriyanto, Budi., dkk. 2012. Stabilitas Warna Estrak Buah Merah (Pandanus conoideus) terhadap Pemanasan sebagai Sumber Potensi Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 13 No. 3 Hal: 157-168. Setiawati, W., Ahsol Hasyim, Abdi Huddaya, B. Merle Shepard. 2014. Evaluation of Shade Nets and Nuclear Polyhedrosis Virus (SeNPV) to Control Spodoptera Exigua (Lepidoptera: Noctuidae) on Shallot in Indonesia. Advances in Agriculture and Botanics – International Journal of the Bioflux Society. Vol. 6. No. 1. Sumbaga, Dadik Satria. 2006. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet kan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Institut Pertanian Bogor. Supiyanti, W., Endang Dwi Wulansari, Lia Kusmita. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan dan Penentuan Kandungan Antosianin Total Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L). Majalah Obat Tradisional. Vol. 13. No. 2. Halaman 64-70. Vankar, Padma. S., dan Jyoti Srivastava. 2010. Evaluation of Anthocyanin Content in Red and Blue Flowers. Internatioonal Journal of Food Engineering Volume 6 Issue 4. Vargas, F. D., A. R. Jimenez, O. Paredes-Lopez. 2000. Natural Pigments: Carotenoids, Anthocyanins, and Betalains – Characteristics, Biosynthesis, Processing, and Stability. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. Vol. 40. No. 3. Page 173-289. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Winarti, Sri., dan Adurrozaq Firdaus. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela untuk pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 11 No. 2 Hal: 87 – 93.