Acute Limb Ischemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Acute Limb Ischemia PENGERTIAN Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. ETIOLOGI Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI: 1. Trombosis Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal. 2. Emboli Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.



FAKTOR RESIKO Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan faktor resiko non tradisional 1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah) a. Usia b. Merokok c. Diabetes Melitus d. Hiperlipidemia e. Hipertensi



2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah) a. Ras/etnis b. Inflamasi c. Gagal ginjal kronik d. Genetik e. Hiperkoagulasi



KLASIFIKASI ALI Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu : Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak diperlukan. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan. Berikut klasifikasi ALI berdasarkan Rutherford:



Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi: A. Onset 1. Acute : kurang dari 14 hari 2. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari 3. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari B. Severity 1. Incomplit : tidak dapat ditangani 2. Complit : dapat ditangani 3. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal



MANIFESTASI KLINIK Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu: 1. Pain (nyeri) 2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas) 3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas) 4. Pallor (pucat) 5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi) 6. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).



PATOGENESIS Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.



DIAGNOSIS 1. Anamnesis Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi).



Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan. 2. Pemeriksaan fisik Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan yang normal) Pulsasi Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol. Lokasi Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta. Warna dan temperatur Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting. Kehilangan fungsi sensoris Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan. Kehilangan fungsi motorik Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal. 3.PEMERIKSAAN Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah: 1.



Faktor Risiko Kardiovaskular Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainankelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard. Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah.



2.



Pemeriksaan Tungkai Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis. Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).



3.



Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.



4.



Exercise challange Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan



5.



Ankle-Brachial Pressure Index Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,01,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.



6.



Waveform assesment



7. Duplex Imaging 8 . Angiografi Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan arteri perifer. 9. Computed Tomography Angiography 10. Magnetic Resonance Angiography Citra angiography



PENATALAKSANAAN a) Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi b) Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik. c) Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena,



berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan. d) Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.



KOMPLIKASI 1. Hiperkalemia 2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba).



Disseminated intravascular coagulation (DIC) DIC adalah suatu keadaan yang jarang ditemui dimana keadaan ini adalah keadaan yang mengancam nyawa. DIC menyebabkan terjadinya pembekuan darah yang abnormal. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya pembekuan darah yang hebat (thrombosis) atau perdarahan yang massive (hemoragik) di dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi organ dan kematian.6



Penyebab DIC Ada beberapa penyebab DIC yang ditemui : -



Infeksi bakteri, virus atau jamur



-



Trauma berat terutama pada daerah otak, luka bakar dan hypothermia



-



Kanker



-



Komplikasi selama kehamilan



-



Snakebite



Gejala klinik Pada pasien pasien DIC bisa ditemui beberapa keadaan tergantung apakah terjadi pembekuan yang hebat atau perdarahan masif. Gejala klinik yang bisa ditemui antara lain : -



Ptekie sampai memar pada kulit



-



Perdarahan



-



Sesak nafas oleh karena kerusakan pada organ paru



-



Urine output yang menurun oleh karena kerusakan ginjal



-



Stroke oleh karena kerusakan otak



Terapi Terapi pada DIC tergantung hal yang menyebabkannya. Jika underlying disease bisa teratasi maka prognosisnya akan baik.



SINDROMA DISFUNGSI ORGAN MULTIPLE (MODS) Sindroma disfungsi organ multiple adalah kegagalan fungsi organ yang melibatkan >2 organ sehingga homeostasis tidak bisa dipertahankan lagi tanpa intervensi. Berdasarkan konsensus the Americans college of chest physician (ACCP) / society of critical care medicine ( SCCM ) tahun 1992 sindroma disfungsi organ multiple didefinisikan sebagai



adanya fungsi organ yang berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi.5 Faktor resiko terjadinya MODS adalah sepsis dan systemic inflammatory response syndrome (SIRS ), beratnya penyakit, syok dan hipotensi yang berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati, trauma berat, operasi besar, adanya gagal hati stadium akhir, infark usus, disfungsi hati, usia >65 th dan penyalah gunaan alkohol.5 Sistem respirasi , kardiovaskular, ginjal, hati, hematologi, dan neurologi merupakan 6 sistem organ yang paling sering dievaluasi pada MODS. Sistem organ lain yang juga sering diikutsertakan dalam evaluasi adalah sistem gastrointestinal, endokrin dan imunologi.5 Resiko kematian pasien MODS berbandiing lurus dengan jumlah organ yang terlibat dan lamanya disfungsi yang terjadi. Disfungsi > 3 organ selama minimal 1 minggu memberikan mortalitas antara 60-98 %, tergantung pada usia seseorang. Bila organ yang terlibat adalah otak hati paru paru atau ginjal angka mortalitas akan lebih tinggi. Fry melaporkan bahwa peningkatan jumlah kegagalan organ dari 1 menjadi 4 , mortalitas meningkat progresif dari 30 % menjadi 100%. Marsall et al melaporkan mortalitas 7% pada kegagalan 1 organ, 26 % pada kegagalan 2 organ , 50% pada kegagalan 3 organ , 70 % pada kegagalan 4 organ dan 80% pada kegagalan 5 organ. Faktor lain yang juga bepengaruh adalah penyakit dasar yang menyebabkan MODS tersebut.



Heparin-Induced Thrombocytopenia Heparin-induced trombositopenia (HIT) adalah respon imun yang dimediasi pada pemberian heparin yang menyebabkan trombositopenia. Heparin adalah obat antikoagulan yang paling umum digunakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tromboemboli pada pasien rawat inap. Komplikasi utama dari HIT adalah trombosis, sebagian besar menyebabkan trombosis dalam vena (DVT) atau emboli paru (PE). Lebih jarang HIT dapat bermanifestasi sebagai oklusi arteri ekstremitas, infark miokard akut, stroke, reaksi sistemik atau nekrosis kulit