Akalasia Esofagus: Ilham Darul, Yusuf M [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AKALASIA ESOFAGUS Ilham Darul¹, Yusuf M² Peserta Didik Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu bedah Fakultas Kedokteran 2 Universitas Syiah Kuala. Bagian Bedah Digestive Universitas Syiah Kuala Banda Aceh



ABSTRAK



Akalasia adalah gangguan motilitas berupa hilangnya peristaltik esofagus dan gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga makanan tertahan di esofagus. Akibatnya, terjadi hambatan masuknya makanan ke dalam lambung. Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainal Abidin teradapat tiga kasus dalam dua bulan terakhir. Pada studi kasus setiap pasien memiliki keluhan sulit menelan, muntah muntah dan berat badan menurun. Keluhan ini sudah dialami sejak bebeberapa bulan hingga 2 tahun. Kemudian pasien dilakukan pemeiksaan penunjang esofagogragphy sengan kseimpulan akalasia. Pasien dipersiapkan dilakukan tindakan pembedahan dengan tindakan laparotomy , heller miotomy dan funduplikasi. Setalah beberapa hari rawatan pascaoperasi pasien diperbolahkan pulang. Setalah 1 bulan pasca operasi dilakukan follow up dengan hasil kenaikan berat badan, tidak muntah. Kata-kata kunci: akalasia esophagus. ABSTRACT Acalacia is a disorder of motility in the form of loss of esophageal peristalsis and the failure of the esophagocardial sphincter to relax so that food is stuck in the esophagus. As a result, there are obstacles to the entry of food into the stomach. At the Regional General Hospital Dr. Zainal Abidin had three cases in the past two months. In the case study each patient had complaints of difficulty swallowing, vomiting vomiting and weight loss. This complaint has been experienced for several months to 2 years. Then the patient performed esophageal support testing with conclusions of achalasia. Patients are prepared for surgery with laparotomy, heller myotomy and funduplication. After a few days of postoperative care the patient was sent home. After 1 month postoperatively, follow-up was done with the results of gaining weight, not vomiting Keywords: , esophageal achalasia.



PENDAHULUA N Akalasia adalah gangguan motilitas berupa hilangnya peristaltik esofagus dan gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga makanan tertahan di esofagus. Akibatnya, terjadi hambatan masuknya makanan ke dalam lambung sehingga esofagus berdilatasi membentuk Mega esofagus dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Istilah akalasia berarti gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidakmampuan dari lower esophageal sphincter



Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan ini menyebabkan



dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnaka n proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi regurgitasi. Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672.Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon . Teoriteori pun mulai bermunculan tentang penyebab dari akalasia seperti suatu proses yang melibatkan infeksi, kelainan atau yang diwariskan (genetik), sistem imun (penyakit autoimun), dan proses penuaan



(proses degeneratif).Akal asia merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi. Prevelensi akalasia esofagus sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di mana rasio kejadian penyakit ini sama antara laki-laki dengan perempuan. Walaupun penyakit ini jarang terjadi tetapi tetap harus bisa mengenali dan mengatasi penyakit ini karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat mengancam nyawa seperti adanya obstruksi saluran pernapasan sampai sudden death (4,5). Menurut penelitian, distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus didapatkan pada anakanak).Umur ratarata pada pasien orang dewasa adalah 25-60 tahun (3). Diagnosis akalasia esofagus ditegakkan



berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi, dan pemeriksaan manometrik. Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardioto mi (operasi Heller) (2,3).



Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainal Abidin Banda Aceh sendiri kasus akalasia merupakan kasus yang langka, dalam dua bulan terakhir terdapa 3 kasus yang dilakukan operasi pada penyakit ini, maka penulis tertarik untuk mengambil masalah akalasia ini menjadi laporan studi kasus. KASUS Seorang perempuan datang dengan keluhan sulit menelan. Hal ini dikeluhkan sejak 2 tahun yang



lalu. Awalnya keluhan ini dirasakan perlahan lahan seperti rasa tidak nyaman, namun semakin lama semakin memberat hingga pasien sulit menelan, Sehingga pasien tidak bisa makan dan minum. Keluhan ini menyebabkan pasien sedikit lemas ,Demam tidak ada, sesak dan batuk tidak ada, nyeri perut tidak ada. Riwayat keluhan yang sama tidak ada.. Pada pemeriksaan fisik regio abdomen, perut tampak simetris, tidak distensi. Pada palpasi, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, massa tumor tidak teraba. Pada perkusi, bunyi timpani ada dan auskultasi, bunyi peristaltik ada kesan normal. Radiologi Dari pemeriksaan esofagografi pada tanggal 19 desember 2018 disimpulkan Kontras yang diminum mengisi esophagus hingga segmen distal dan masuk ke lumen gaster, ada penyempitan lumen esophagus



distal dan pelebaran lumen di proximalnya KESAN: akalasia



makan makanan yang keras. Kasus 2



Beberapa hari kemudian pasien direncakana untuk dilakan tindakan pembedahan dengan ditemukanya penyempitan pada daerah gastro esophageal junction. Kemuadian dalam beberapa hari rawatan pasca operasi, kemadaan umum pasien semakin membaik dan keluhan sulit menelan sudah tidak ada.



Seorang laki-laki datang dengan keluhan sulit menelan. Sehingga pasien tidak bisa makan dan minum. Keluhan ini memberat dalam satu minggu ini. Pasien mengaku muntah setiap kali pasien makan ataupun minum. Keluhan ini menyebabkan pasien lemas ,Demam tidak ada, sesak dan batuk tidak ada, nyeri perut tidak ada. Riwayat keluhan yang sama tidak ada. Berat badan pasien menurun sejak keluhan ini muncul. Pada pemeriksaan fisik regio abdomen, perut tampak simetris, tidak distensi. Pada palpasi, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, massa tumor tidak teraba. Pada perkusi, bunyi timpani ada dan auskultasi, bunyi peristaltik ada.



Paien diperbolehkan untuk berobat jalan. Saat ini pasien tidak muntah lagi dan sudah mulai



Pemeriksaan radiologi Kontras tampak sedikit mengisi gaster dengan pasase kontras melambat di proyeksi EGJ, tak tampak



Gambar 1. ROMD Tanggal 19 Desemr 2e018



kontras mencapai duodenum, tak tampak filling defect, tak tampak penyempitan abnormal, kesan Stenosis EGJ.



Pasien dilakukan pembedahan laparotomi, Heller miotomy dan funduplikasi dengan temuan intraoperative penyempitan di gestroesophageal Juncion. 4 hari rawatan pasca operasi pasien diperbolehkan pulang berobat jalan. Keadaan umum saat ini pasien sudah bisa makan makanan keras, keluhan muntah tidak ada, dan terdapat kenaikan berat badan namum ada keluhan terasa pana di dada tapi tidak sering. Kasus 3 Seorang perempuan usia 36 tahun dengan keluhan muntah



setelah makan. Hal ini dikeluhkan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya keluhan ini diawali dengan rasa tidk nyaman disaat menelan dan kemudian semakin memberat hingga tdak bisa menelen. Saat ini pasien sudah tidak bisa menelan dan muntah setiap ada makanan yang masuk. Saat ini pasien mengaku mengalami enurunan berat badan. Riwayat demam yang lama tidak ada. Pada pemeriksaan fisik regio abdomen, perut tampak simetris, tidak distensi. Pada palpasi, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, massa tumor tidak teraba. Pada perkusi, bunyi timpani ada dan auskultasi, bunyi peristaltik ada.



Pemeriksaan penunjang OMD tampak penyempitan pada esofagogastric – junction dan pelebaran lumen proximalnya. Pasien dilakukan terapi pembedahan dengan teknik laporotomi, heller miotomi dan funduplikasi dengan temuan intra operativ terdapat jeratan di distal esophagus. Keadaan pasien 1 bulan setelah berobat jalan yaitu pasien sudah tidak muntah lagi, saat menelan sudah tidak terasa ada hambatan , berat badan mulai naik dan dada terasa panas tidak ada.



PEMBAHASAN Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus distal disertai dengan kegagalan



sfingter esofagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan. Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervusvagus) dari pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbachyang terletak di antara otot longitudinal dan otot sirkular sepanjang esofagus. Penyempitan esofagus tepat di atas lambung menyebabkan peningkatan dilatasi esofagus secara bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara perlahan. Ini terjadi paling sering pada individu usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti.Tetapi, terdapat bukti bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturanneurol ogis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun,



penyakit infeksi, atau keduaduanya Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu (7,8): 1. Akalasia primer, (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. Di samping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini. 2. Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat



antikolinergik atau pascavagotom i. Tabel 1. Tanda dan Gejala Akalasia



No 1



Tanda Gejala Disfagia



2



Regurgitasi



3



Berat badan menurun Nyeri dada



4 5



Komplikasi paru



Tanda gejala yang dialami oleh setiap pasien pada kasus ini antara lain: disfagia selama berbulan bulan, regurgitasi, dan berat badan menurun dari Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia (1,7): 1. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan 2. Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 3040% yang dalam keadaan normal turun sampai 100%



yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmamp uan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam lambung. 3. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan dilatasi ⅔ bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasin ya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangn ya penelitian ke arah motilitas,



secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan akalasia. Untuk penatalaksanaan akalasia yaitu (7): 1. Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum cairan pada saat makan. 2. Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan esofagus dan memperbaiki menelan, jika tidak berhasil dilakukan pembedahan dengan dilatasi pneumetik atau pemisahan serat otot. 3. Tindakan pembedahan Heller myotomy merupakan pilihan operasi saat ini. Hal tersebut dikerjakan atau dengan video atau bantuan robot. Keputusan untuk melakukan sebuah prosedur



antirefluks menyisakan kontroversi. Kebanyakan pasien yang telah menjalani sebuah myotomi akan mengalami beberapa gejala-gejala refluks. Tambahan prosedur antirefluks parsial, seperti Toupet atau Dor fundoplication , akan mengembalika n perlindungan terhadap refluks dan menurunkan gejala-gejala postoperative. PENUTUP Kesimpula n yang dapat diambil dari studi kasus 3 pasien dengan gangguan menelan pada kasus akalasia esophagus adalah setelah dilakukan pengkajian didapatkan diagnose akalasia yang muncul pada pasien seperti sulit menelan, muntah dan penurunan berat badan. Pasien selanjutnya dilakukan tindakan operativ berupa laparotomy,



heller miotomy dan funduplikasi. KEPUSTAKAA N 1. Ritcher IE. Achalasia. In: Castell, The Esophagus, 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 1999. 2. Siegel GL. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah,Esofa gus dan Mediastinum Pertimbangan Endoskopik Dalam: Adams GL., Boies LR., Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta: EGC, 1998. 3. Sjamsuhidajat . Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 1997. 4. Soepardi A, Efiaty, Iskandar, Nurbaiti. Akalasia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Teling Hidung



Tenggorokan Kepala Dan Leher Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara, 2001. 5. Jacob JB. Esofagologi Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. 6. Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Penyakit ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006.. 9. Smith DE et al. Textbook of Physiology 11th edition. Churchill Livingstone, English Language Book Society, 1988. 10. Wieseke A, Bants D, Siktberg L. Assesment and early



11.



12.



13.



14.



diagnosis of dysphagia. Geriatry Nursing 2008; 29(6): 376-83. O’Regan P. Nutrition for patients in hospital. Nurs Stand 2009; 23(23): 3541. DmariaGhalili RA, Amella E. The mini nutritional assessment. Am J Ners 2008; 108(20): 5054. Simmons SF, Osterweil D, Schnelle JF. Improving food intake in nursing home resident with feeding assistance: a staffing analysis. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2001; 56(12): 790794. Shay LE, Shobert JL, Seibert D et al. Adult weight management : translating



research and guidelines into practice. J Am Acad Nurse Pract 2009; 21(4): 197-206. 15. Scales K, Pilsworth J. The importance of fluid balance in clinical practice. Nurs Stand 2008; 14(10): 48589.



59



Studi Kasus: Gangguan Menelan



DK Vol.3/No.2/September/2015



19. Kasper DL, Braunwald E, Hauser S, et al. Harrisons’s principle of internal medicine edisi 16. New York: McGraw-Hill, 2005. 20. Breivick H, Borchgrevink PC, Allen SM et al. Assessment of pain. Br J Anaesth 2008; 101(1):17-24. 21. Kalkman CI, Visser K, Moen J et al. Preoprative predication of severe postoperative pain. Pain 2003; 57: 415-23. 22. The American Pain Society (APS). Principle of analgesic use in acute and chronic pain edisi 6. Glenview, 2008. 23. The American Pain Society (APS). Pain current understanding of assessment,managementand treatments. (online), (www.ampainsoc.org/ce/endurng.htm diakses 23 April 2014). 24. Friedman JD, Dello B. Opioid antagonists in the treatment opioidinduced constipation and pruritus. Ann Pharmacother 2001; 35(1):85-91.



60