Akuntasi Perubahan Harga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Apa pengertian perubahan harga, sebutkan dan jelaskan jenis-jenis perubahan harga beserta contohnya. Harga merepresentasikan nilai tukar barang dan jasa pada suatu saat dalam suatu lingkungan ekonomik. Barang dan jasa dapat berupa barang dan jasa antara yaitu berupa faktor produksi atau produk akhir (barang dan jasa untuk konsumsi). Jadi, dari sudut kegiatan perusahaan, barang jasa dapat diklasifikasi menjadi barang masukan (faktor produksi) atau barang keluaran (produk). Dengan demikian, harga yang melekat pada barang dan jasa dapat diklasifikasi juga atas dasar harga masukan dan harga keluaran. Harga masukan adalah harga faktor produksi dan harga barang atau jasa antara yang diperoleh untuk tujuan diolah lebih lanjut. Harga keluaran adalah harga barang atau jasa yang dijual sebagai produk perusahaan. dari sudut pasar barang, pasar faktor produksi disebut pasar masukan (input market) dan pasar produk akhir disebut pasar keluaran (output market). Secara umum, perubahan harga adalah perbedaan jumlah rupiah untuk memperoleh barang atau jasa yang sama pada waktu yang berbeda dalam pasar yang sama (masukan atau keluaran). Dari segi akuntansi, perubahan harga adalah perbedaan antara kos tercatat suatu objek (pos) dan jumlah rupiah yang menggambarkan nilai objek (pos) pada saat tertentu. Dari sudut perusahaan, perbedaan harga masukan dan keluaran bukan merupakan perubahan harga tetapi lebih merupakan laba yaitu kenaikan nilai ekonomik yang diharapkan karena proses produksi. Demikian juga, perbedaan harga barang dan jasa di satu tempat dan di tempat lain pada saat yang sama tidak menggambarkan perubahan harga. Jadi, harga berubah kalau kenaikan atau penurunan harga terjadi di pasar masukan atau pasar keluaran dan terdapat dimensi waktu yang terlibat di dalamnya. Karena beberapa faktor ekonomik, perubahan harga merupakan kenyataan ekonomik yang tidak dapat disangkal dan sampai tingkat tertentu tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. tingkat perubahan harga untuk tiap jenis barang atau jasa juga dapat berbeda-beda. Harga barang yang satu dapat berubah lebih cepat daripada harga barang yang lain atau bahkan berubah dengan arah yang berlawanan. Harga seluruh barang-barang dalam suatu lingkungan ekonomik juga dapat berubah seacara umum. Artinya harga barang-barang berubah dengan tingkat perubahan yang sama. Bila perubahan tersebut cenderung naik maka keadaan tersebut sering dikenal dengan istilah inflasi. Dalam banyak hal, perubahan harga barang disebabkan oleh kombinasi antara perubahan nilai barang dan inflasi. Ditinjau dari karakteristik perubahan harga barang dan jasa, ada tiga jenis perubahan harga yaitu : (1) perubahan harga umum, (2) perubahan harga spesifik, dan (3) perubahan harga relatif. Semua perubahan tersebut mempunyai dampak terhadap reevansi pengukuran dan penilaian pos-pos statemen keuangan dalam akuntansi yang menggunakan unit moneter sebagai satuan pengukur. Perubahan harga umum



Perubahan harga umum mencerminkan kenaikan atau penurunan nilai tukar satuan uang atau dikenal dengan perubahan daya beli. Perubahan tersebut dapat disebabkan pada umumnya oleh kekuatan-kekuatan faktor ekonomik seperti tersedianya uang atau kecepatan beredarnya uang dibandingkan dengan tersedianya barang atau jasa dalam perekonomian suatu negara. Penyebab lain adalah ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa secara umum atau perubahan harga pasar dunia untuk komoditas dasar tertentu (misalnya minya bumi, emas, atau kayu lapis). Secara teoretis, kalau tidak terdapat perubahan struktur barang atau jasa tertentu, perubahan harga umum ditandai oleh perubahan seluruh harga barang dan jasa dengan tingkat dan arah yang sama. Gambar 13.2 di bawah ini menggambarkan makna perubahan harga umum seandainya dalam suatu perekonomian hanya terdapat lima jenis barang. Gambar 13.2 Makna perubahan harga umum Barang Harga dulu (t=0) Nominal Persen Harga sekarang (t=1) Nominal Persen Perubahan Nominal Persen



A



B



C



D



E



Rp 2.200 100%



Rp 4.000 100%



Rp 6.000 100%



Rp 12.000 100%



Rp 8.500 100%



Rp 3.520 160%



Rp 6.400 160%



Rp 9.600 160%



Rp 19.200 160%



Rp 13.600 160%



Rp 1.320 60%



Rp 2.400 60%



Rp 3.600 60%



Rp 7.200 60%



Rp 5.100 60%



Karena seluruh harga barang berubah dengan tingkat yang sama (60%) dalam suatu perioda, perubahan tersebut dapat dianggap terjadi karena perubahan daya beli atau perubahan harga umum. Dengan adanya perubahan harga umum, harga barang pada saat tertentu dapat dibandingkan dengan harga pada waktu yang lain sebagai dasar (bila waktu tahunan, waktu tersebut disebut tahun dasar). Rasio atau perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam angka kelipatan 100 dan disebut dengan indeks harga dengan tahun dasar tertentu. Berbagai formula digunakan untuk menentukan indeks harga sehingga dikenal beberapa angka indeks seperti rasio atau relatif harga (price relatif) dan indeks harga agregat (agregat price index). Indeks harga agregat itu sendiri dapat dihitung dengan berbagai pendekatan sehingga terdapat beberapa angka indeks antara lain indeks harga agregat berbobot (weighted aggregate price index), indeks harga Laspeyres, dan indeks harga Paasche. Yang dimaksud dengan indeks harga umum (general price index) biasanya tidak merepresentasi perubahan harga seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian negara. Pengertian “umum” atau “agregat” lebih menunjukkan indeks berbobot untuk sekelompok barang dan jasa tertentu yang dibeli oleh kelompok konsumen tertentu di pasar tertentu pula (disebut market basket of goods and services). Hal ini disebabkan oleh kerumitan atau kekompleksan dalam menentukan indeks harga umum untuk seluruh barang dan jasa dalam



suatu perekonomian negara. Selain itu, angka indeks umum semacam itu justru tidak cukup bermanfaat atau tepat untuk tujuan tertentu. Salah satu contoh indeks harga umum sekelompok barang yang sering digunakan dalam analisis ekonomik atau bisnis adalah Indeks Harga Konsumer Gabungan (Composite Consumer Price Index). Indeks harga ini dihitung atas dasar harga agregat berbobot barang-barang tertentu yang dibeli konsumer di beberapa kota. Gambar 13.3 di halaman berikut menunjukkan contoh indeks harga semacam itu. Indeks harga konsumer untuk kelompok tertentu hanya mewakili perubahan harga dalam kelompok tersebut. Untuk barang yang tidak masuk dalam kelompok barang dan jasa yang harganya digunakan untuk menghitung indeks harga konsumer, angka indeks harga konsumen harus digunakan dengan hati-hati dan bijaksana karena perubahan yang ditunjukan dalam indeks belum tentu menggambarkan perubahan harga barang bersangkutan. Kalau dianggap bahwa barang konsumsi dapat mewakili tingkat perubahan harga umum, indeks harga konsumer gabungan dapat dijadikan dasar untuk tujuan analisis yang memerlukan indeks harga umum. Misalnya saja, dalam SFAS No. 89 paragraf 8, FASB menganjurkan penggunaan Consumer Price Index-Urban (CPI-U) yang dikeluarkan oleh Bureau of Labor Statistics untuk dijadikan dasar dalam menyusun statemen keuangan atas dasar daya beli konstan. Gambar 13.3 Kelompok/Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 Bahan makanan 263,36 249,54 259,53 290,74 317,29 Makanan jadi, minuman, rokok, dan 211,59 219,20 243,49 278,75 304,35 tembakau Perumahan 158,48 166,77 183,61 208,57 235,08 Sandang 218,89 233,21 256,98 277,90 285,38 Kesehatan 212,15 220,37 241,46 262,99 277,79 Pendidikan, rekreasi, dan olahraga 161,88 170,44 200,28 224,12 248,43 Transpor dan komunikasi 163,77 172,20 194,00 221,47 255,85 Umum 198,47 202,45 221,37 249,15 274,13 Sumber : statistik ekonomi-keuangan indonesia, Bank Indonesia, April 2003 atas dasar data dari badan pusat statistik (BPS) Angka indeks harga suatu periode yang disajikan oleh suatu institusi misalnya Badan Pusat Statistik (BPS) dapat menunjukkan indeks awal, akhir, ataupun rata-rata untuk perioda bersangkutan. Indeks dalam gambar 13.3 merupakan indeks rata-rata untuk tahun bersangkutan. Selain indeks harga konsumer, BPS mengeluarkan pula beberapa indikator ekonomi lain seperti Indeks Harga Perdagangan Besar, Indeks Harga Sembilan Bahan Pokok, Indeks Triwulanan Produksi Industri, dan Indeks Harga Beberapa Komoditas Penting di Pasar Dunia. Inflasi dan daya beli uang Indeks harga dapat memberi gambaran tingkat harga dari waktu ke waktu. Dari sisi lain, perubahan indeks harga merefleksi pula perubahan daya beli atau nilai tukar uang. Kenaikan indeks harga berarti penurunan daya beli demikian pula sebaliknya. Daya beli uang adalah



kemampuan satuan uang pada saat tertentu untuk ditukarkan dengan barang. Seandainya harga beras per kilogram pada tahun 2000 Rp. 2.000 dan harga berasa yang sama per kilogram di tahun 2005 Rp. 3.000, ini berarti telah terjadi penurunan daya beli pada tahun 2005 karena diperlukan satuan uang lebih banyak untuk membeli barang sama. Gejala kenaikan tingkat harga umum dari waktu ke waktu disebut inflasi. Inflasi ditunjukkan oleh indeks harga umum yang cenderung menaik dari waktu ke waktu. Perubahan relatif indeks harga dari perioda satu ke perioda berikutnya disebut dengan laju inflasi (rate of inflation). Gejala ini ditunjukkan oleh statistik dalam gambar 13.3. Statistik tersebut menunjukkan bahwa daya beli uang menurun. Sebagai contoh, indeks harga umum tahun 1998 adalah 198,47 dan tahun 2002 adalah 274,13. Ini berarti daya beli uang tahun 2002 hanya sebesar 198,42/274,13 atau sekitar 72% daya beli uang tahun 1998. Seperti indeks harga, daya beli uang ditentukan dengan tahun dasar atau pembanding tertentu. Gambar 13.4 berikut menunjukkan hubungan antara indeks harga, daya beli, dan laju inflasi. Gambar 13.4 Hubungan indeks harga, daya beli, dan laju inflasi berdasarkan indeks harga konsumer (IHK) gabungan 43 kota (1996 = 100, 2002 = Basis Daya Beli) tahun



IHK



1998 1999 2000 2001 2002



198,47 202,46 221,37 249,15 274,13



Daya Beli per Rp 1.000.000 KRp 1.381.216 1.353.996 1.238.334 1.100.260 1.000.000



Laju inflasi (%)



2,00 9,34 12,55 10,03



Gambar di atas menunjukkan bahwa daya beli uang semakin menurun manakala indeks harga semakin menaik. Pola laju inflasi bergantung pada fluktuasi indeks harga antartahun. Implikasi akuntansi Dengan berubahnya daya beli sepanjang waktu, kos berbagai objek yang diukur dengan satuan uang pada waktu yang berbeda-beda sebenarnya merupakan jumlah rupiah yang tidak homogenus sehingga tidak dapat dijumlahkan. Seandainya dijumlahkan, hasil penjumlahan sebenarnya tidak bermakna jelas. Hal ini dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Pada awal tahun 2005 suatu perusahaan membeli mesin dengan harga Rp 30.000.000 dan kemudian membeli lagi mesin yang sama pada akhir tahun 2005 dengan harga Rp 40.000.000. Dimisalkan indeks harga pada awal dan akhir tahun masing-masing adalah 120 dan 160 sedangkan indeks rata-rata atau tengah adalah 150 (tahun 2002 = 100). Perhitungan saldo akhir mesin berikut menggambarkan masalah yang dihadapi akuntansi.



Aset



Inde ks



Kos Nominal



Mesin 1



120 150 160



Rp 30.000.000



Mesin 2 Saldo Mesin



40.000.0000 Rp 70.000.000



Kos dalam daya beli Awal KRp 30.000.000



Tengah KRp 37.500.000



Akhir KRp 40.000.000



KRp 30.000.000



KRp 37.500.000



KRp 40.000.000



KRp 60.000.000



KRp 75.000.000



KRp 80.000.000



Terdapat perbedaan angka saldo mesin atas dasar kos nominal dan kos daya beli (kecuali untuk daya beli tengah yang kebetulan sama). Secara teoretis, kos daya beli lebih merefleksi nilai ekonomik mesin pada akhir tahun daripada kos nominal. Lebih dari itu, saldo mesin sebenarnya tidak dapat diinterpretasi karena terdiri atas campuran berbagai unit rupiah pengukur yang berbeda-beda. Implikasi ini berlaku untuk mesin atau pos lainnya yang masuk dalam kategori aset nonmoneter. Implikasi terhadap pos-pos moneter berbeda dengan implikasi di atas. Karena bersifat moneter, meretia sudah merefleksi kos atau harga sekarang setiap saat atau pada tanggal pelaporan. Dengan adanya perubahan daya beli, perusahaan kemungkinan akan mendapat untung atau menderita rugi karena perusahaan menahan pos-pos moneter. Ilustrasi berikut menggambarkan masalah ini. Perusahaan memiliki kas (aset moneter) di awal tahun sebesar Rp 1.000.000 dan menahannya sampai akhir tahun. Indeks harga awal, tengah (rata-rata), dan akhir tahun secara berturutturut adalah 100, 160, dan 200. Pada awal tahun perusahaan juga mempunyai utang usaha Rp 1.500.000 dan dilunasi pada tengah tahun. Bila perusahaan menggunakan indeks tengah untuk mengkonversi rupiah nominal menjadi daya beli, kondisi pada akhir tahun atau pada saat pelunasan utang dapat digambarkan berikut ini. Pada akhir tahun : Daya beli kas awal yang ditahan : 160/100 x Rp 1.000.000



KRp 1.600.000



Daya beli kas yang dimiliki akhir tahun : 160/200 x Rp 1.000.000



KRp



800.000



Rugi daya beli karena menahan aset moneter



KRp



800.000



Pada saat pelunasan utang : Daya beli utang awal yang ditunda : 160/100 x Rp 1.500.000



KRp 2.400.000



Daya beli pelunasan tengah tahun: 160/160 x Rp 1.500.000



KRp 1.500.000



Untung daya beli karena menunda pembayaran utang moneter



KRp



900.000



Karena akuntansi kos historis menganggap daya beli uang konstan, untung atau rugi daya beli tidak akan tampak dalam statemen laba-rugi. Untung atau rugi tersebut melekat atau tersembunyi dalam angka laba sehingga ada kemungkinan pemertahanan kapital terlanggar karena kebijakan untuk mendistribusikan dividen melebihi jumlah yang seharusnya untuk mempertahankan kapital. Usaha perbaikan dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk akuntansi daya beli konstan. Untung atau rugi daya beli pos moneter terjadi apabila perusahaan menahan aset moneter atau mempunyai utang moneter dalam jangka waktu tertentu. Dalam kondisi inflasi, menahan aset moneter akan menimbulkan rugi daya beli. Sebaliknya, mempunyai utang moneter akan menimbulkan untung daya beli. Dalam kondisi deflasi (keadaan yang tidak begitu umum), menahan aset moneter akan memberikan untung daya beli dan menahan utang moneter akan mengakibatkan rugi daya beli. Interpretasi untung rugi daya beli Jumlah rupiah untung atau rugi daya beli merupakan informasi untuk membantu pemakai dalam menentukan laba ekonomik perusahaan karena informasi tersebut berkaitan dengan seberapa jauh kapital secara ekonomik harus dipertahankan. Untung daya beli penahanan utang dapat diperlakukan sebagai pengurang kos aset yang diperoleh dengan utang tersebut. Demikian pula sebaliknya untuk rugi daya beli. Untung atau rugi yang melekat pada aset ini mempengaruhi besarnya laba melalui depresiasi (dalam hal fasilitas fisis) atau pada saat aset terjual (dalam hal barang dagangan). Dengan adanya untung daya beli, kos aset yang dibebankan sebagai biaya depresiasi akan menjadi lebih dan laba menjadi lebih besar sebesar untung tersebut. Oleh karena itu, untung daya beli sebenarnya dapat diinterpretasi pula sebagian bagian dari laba periode yang terrealisasi. Untung atau rugi daya beli pos moneter lancar dapat dianggap terrealisasi pada saat pos aset moneter lancar diterima uangnya atau pada saat utang moneter lancar dilunasi sebagaimana ditunjukkan dalam ilustrasi sebelumnya. Dari sudut pandang perusahaan sebagai kesatuan usaha (entity concept), untung atau rugi daya beli utang jangka panjang dalam suatu perioda tidak mempengaruhi besarnya laba. Untung atau rugi daya beli atas utang jangka panjang yang belum dilunasi sampai akhir perioda sebenarnya hanyalah merupakan transfer ekuitas kreditor ke ekuitas pemegang saham. Akan tetapi, dari sudut pandang pemilik (proprietary concept), untung atau rugi tersebut harus ditunjukkan dalam statemen laba rugi dan akhirnya mempengaruhi ekuitas atau langsung disesuaikan terhadap ekuitas (disebut gearing adjustment). Dari sudut pandang likuiditas, untung atau rugi daya beli akan memberi informasi apakah perusahaan dapat menjaga likuiditas operasinya. Umumnya perusahaan mempunyai aset moneter lebih tinggi daripada utang moneter sehingga perusahaan selalu menahan aset moneter bersih positif. Bila tingkat harga cenderung menaik, perusahaan akan menderita rugi



daya beli dan sebaliknya kalau harga cenderung menurun perusahaan akan memperoleh untung daya beli. Dalam kondisi inflasi, tentu saja modal kerja moneter akan cenderung menurun daya belinya. Kalau voluma usaha tidak mengalami perubahan atau akan dipertahankan, modal kerja moneter tentunya harus dinaikkan. Ini berarti bahwa perusahaan mungkin harus membatasi jumlah pembagian dividen. Dengan pelaporan rugi daya beli, investor akan memperoleh informasi bahwa laba yang tersedia dibagikan sebagian harus ditahan untuk mempertahankan daya beli modal kerja moneter. Jadi, laba atau rugi daya beli merupakan sarana untuk mempertahankan kapital dalam kebijakan dividen. Hal ini sejalan dengan pengertian laba sebagai tambahan kemampuan ekonomik yang dapat dibagai/dikonsumsi setelah kapital awal dipertahankan. Perubahan harga spesifik Seandainya tidak ada perubahan tingkat harga umum atau daya beli uang stabli, perubahan harga barang tertentu akan mencerminkan perubahan nilai tukar barang tersebut. Perubahan harga spesifik adalah perubahan harga barang tertentu karena nilai instrinsik barang tersebut berubah sehingga nilai tukarnya juga berubah baik di pasar masukan maupun pasar keluaran. Perubahan harga spesifik dapat terjadi karena berbagai faktor antara lain perubahan selera konsumer, perubahan teknologi di bidang teknik industri, dan spekulasi atau perubahan harapan masyarakat terhadap kuantitas barang dan jasa tertentu yang tersedia (supply) dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, sangat sulit untuk memisahkan perubahan harga spesifik dai perubahan harga umum. Walaupun demikian, secara teoretis kedua perubahan tersebut dianggap dapat dipidahkan. Gambar 13.5 berikut ini melukiskan makna perubahan harga spesifik dalam suatu perekonomian hipotetis yang hanya terdapat lima barang. Gambar 13.5 Makna perubahan harga spesifik Barang Harga dulu (t=0) Nominal Persen Harga sekarang (t=1) Nominal Persen Perubahan Nominal Persen



A



B



C



D



E



Rp 2.200 100%



Rp 4.000 100%



Rp 6.000 100%



Rp 12.000 100%



Rp 8.500 100%



Rp 2.750 125%



Rp 4.000 100%



Rp 8.400 140%



Rp 12.000 100%



Rp 8.500 100%



Rp 550 25%



Rp 0 0%



Rp 2.400 40%



Rp 0 0%



Rp 0 0%



Dalam gambar di atas, barang A dan C mengalami perubahan harga sementara harga barang lainnya tidak berubah. Perubahan Rp550 untuk barang A dan Rp2.400 untuk barang B merupakan perubahan harga spesifik. Dalam hal ini dianggap bahwa barang A dan B



independen satu sama lainnya. Perubahan harga tersebut mencerminkan perubahan nilai tukar barang bukan perubahan daya beli karena secara umum tidak ada perubahan tingkat harga. Perubahan harga spesifik dalam pasar masukan akan mengakibatkan kenaikan atau penurunan kos aset yang akhirnya mempengaruhi biaya bagi perusahaan. Sementara itu, perubahan harga spesifik dalam pasar keluaran akan mengakibatkan kenaikan atau penurunan pendapatan perusahaan. Perubahan harga spesifik biasanya tidak dapat dikendalikan oleh manajemen. Oleh karena itu, naik-turun nya laba karena perubahan ini sebenarnya tidak menggambarkan kemampuan manajemen dalam mengelola kapital fisis perusahaan. Implikasi akuntansi Dalam akuntansi kos historis, perubahan harga spesifik ini tidak diperhatikan dan dengan sendirinya perubahan ini akan tersembunyi dalam perhitungan laba. Hal ini sering dikritik sebagai kelemahan akuntansi kos historis karena angka laba tidak menggambarkan efisiensi operasi perusahaan yang sebenarnya. Seandainya pengaruh perubahan harga spesifik tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba, pengaruh ini akan menjadi untung atau rugi penahanan (holding gains or losses). Ilustrasi berikut ini menjelaskan konsep perubahan harga spesifik dan implikasinya terhadap perhitugan laba. Misalnya, suatu perusahaan mempunyai separtai sediaan barang pada awal perioda dengan kos Rp 1.500.000. seluruh barang tersebut dijual pada tengah perioda dengan harga Rp 2.500.000. Pada saat dijual, nilai atau kos pengganti (kos sekarang) sediaan barang tersebut adalah Rp 2.100.000. Atas dasar data ini, dua pendekatan statemen laba rugi disajikan berikut ini. Kos historis



kos sekarang



Rp2.500.000



Rp2.500.000



Kos barang terjual



1.500.000



2.100.000



Laba kos historis (operasi)



1.000.000



Penjualan



Laba kos sekarang (operasi)



Rp



Untung penahanan terrealisasi



600.000



Laba terrealisasi



400.000



1.000.000



Dalam perhitungan di atas, biaya operasi diabaikan. Untung penahanan Rp 600.000 (yaitu Rp2.100.000-Rp1.500.000) sama-sama terrealisasi dalam kedua model di atas. Bedanya, laba penahanan Rp600.000 tersembunyi dalam model kos historis. Laba operasi yang sebenarnya adalah Rp400.000 yaitu selisih antara harga jual produk sekarang dan semua biaya atas dasar kos sekarang. Jumlah inilah yang memenuhi maknsa laba berdasarkan konsep pemertahanan



kapital. Seandainya kapital harus dipertahankan, untung penahanan tidak dapat terdistribusi sebagai dividen. Interpretasi untung/rugi penahanan Terlihat dari contoh di atas bahwa untuk mempertahankan kapital, akuntansi kos sekarang merupakan model untuk mengatasi kelemahan model kos historis dalam hal terjadi perubahan harga spesifik. Untung penahanan merupakan informasi tentang jumlah rupiah untuk mempertahankan kapital. Dari segi evaluasi kinerja manajemen, akuntansi kos sekarang sebenarnya memberi informasi tentang kegiatan yang benar-benar merupakan upaya manajemen (ditunjukkan oleh laba operasi) dan kegiatan yang semata-mata hanya menahan aset (ditunjukkan oleh untung penahanan) dalam kaitannya dengan pengelolaan kapital fisis. Dengan kata lain, laba operasi merupakan hasil kegiatan produktif (productive activities) sedangkan untung penahanan merupakan hasil kegiatan penahanan aset semata (holding activities). Laba operasi atas dasar kos sekarang merupakan pengukur efisiensi pengelolaan dana atau kapital fisis perusahaan yang sebenarnya. Pemisahan semacam ini juga merupakan keunggulan akuntasi kos sekarang. Dalam kondisi harga yang menaik, biaya atas dasar kos sekarang yang dibebankan ke pendapatan akan cenderung lebih tinggi daripada biaya historis karena itu laba akan cenderung lebih kecil. Kalau diinterpretasi seperti ini, Paton dan Littleton (1970) menyatakan bahwa istilah untung atau rugi penahanan sebenarnya menjadi kurang tepat. Akan lebih tepat kalau jumlah rupiah rugi penahanan diperlakukan sebagai kos antisipasian (anticipated cost) dan jumlah rupiah rugi penahanan disebut sebagai penghematan kos antisipasian (anticipated cost saving). Maksudnya, pada saat perusahaan memperoleh aset pengganti atau melunasi utang nonmoneter, perubahan harga sudah diantisipasi sehingga penggantian aset atau pelunasan utang nonmoneter tidak mempengaruhi persepsi pemilik terhadap nilai ekuitas dan kapital fisis tetap dapat dipertahankan. Hal yang perlu dibedakan adalah pengertian untung atau rugi daya beli dan untung/rugi penahanan. Keduanya berkaitan dengan penahanan. Pengertian yang pertama berkaitan dengan penahanan pos moneter sedangkan yang kedua berkaitan dengan penahan pos nonmoneter dalam suatu perioda. Akan tetapi, keduanya mempunyai kesamaan yaitu keduanya timbul atau terjadi bukan kerana suatu transaksi tetapi timbul karena proses penilaian. Perubahan harga relatif Telah disebutkan bahwa memisahkan perubahan harga spesifik dari perubahan daya beli sangat sulit untuk dilakukan karena kedua faktor yang menyebabkan perubahan tersebut bekerja secara serentak. Dengan kata lain, setiap terjadi perubahan harga suatu barang atau jasa maka perubahan tersebut sebenarnya merefleksi perubahan daya beli uang dan perubahan struktur harga barang atau jasa tersebut secara bersamaan. Namun demikian, untuk pelaporan keuangan secara teoretis pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan konsep



perubahan harga relatif. Makna perubahan harga relatif dilukiskan dalam gambar 13.6 di halaman berikut. Perubahan harga relatif mengukur tingkat penyimpangan perubahan harga barang atau jasa tertentu terhadap perubahan akibat perubahan tingkat harga umum seluruh barang dan jasa. Dengan kata lain, perubahan harga relatif adalah perubahan harga setelah pengaruh perubahan daya beli dikeluarkan atau diperhitungkan (perubahan harga residual setelah perubahan daya beli). Dalam ilustrasi tersebut, barang C mengalami tidak hanya perubahan akibat perubahan harga umum tetapi juga akibat perubahan nilai barang sedangkan barang-barang yang lain hanya mengalami perubahan akibat perubahan tingkat harga umum. Perubahan harga barang C sebesar Rp 2.400 sebenarnya terdiri atas dua komponen yaitu perubahan akibat daya beli sebesar Rp600 (10% x Rp6.000) dan perubahan akibat perubahan nilai sebesar Rp1.800 (Rp2.400-Rp600) atau 30% dari harga semula. Perubahan sebesar Rp 1.800 itulah yang disebut perubahan harga relatif. Jadi dapat dikatakan bahwa perubahan harga relatif merupakan perubahan harga spesifik setelah pengaruh perubahan daya beli diperhitungkan. Gambar 13.6 Makna perubahan harga relatif Barang Harga dulu (t=0) Nominal Persen Harga sekarang (t=1) Nominal Persen Perubahan Nominal Persen Perubahan relatif Nominal Persen



A



B



C



D



E



Rp 2.200 100%



Rp 4.000 100%



Rp 6.000 100%



Rp 12.000 100%



Rp 8.500 100%



Rp 2.420 110%



Rp 4.400 110%



Rp 8.400 140%



Rp 13.200 110%



Rp 9.350 110%



Rp 220 25%



Rp 400 0%



Rp 2.400 40%



Rp1.200 0%



Rp 850 0%



Rp 0 0%



Rp 0 0%



Rp1.800 0%



Rp 0 0%



Rp 220 0%



Untuk aset, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001, hlm. 483) menyebut aset nonmoneter sebagai aset real (real assets). Untung dan rugi penahanan aset real kemudian dapat diklasifikasi menjadi dua komponen yaitu (1) untung adan rugi penahanan moneter (monetary holding gains and losses), yang timbul semata-mata karena perubahan tingkat harga umum (general price level) dan (2) untung dan rugi penahanan real (real holding gains and losess), yaitu selisih antara jumlah rupiah sesuaian-tingkat-harga umum (general price-level-adjusted amount) atau jumlah aset dalam daya beli dan nilai sekarang (current values). Mereka berpendapat bahwa komponen (1) lebih merupakan angka penyesuaian kapital sementara komponen (2) lebih merupakan angka penentu laba.



Penahanan aset real selama suatu perioda terjadi mulai saat aset diperoleh sampai aset tersebut keluar karena dijual (dalam hal sediaan barang dagangan), karena dibebankan ke perioda pada akhir tahun melalui depresiasi (dalam hal aset operasi), atau karena melekat pada produk (dalam hal fasilitas fisis produksi). Saat keluar atau akhir tahun merupakan saat untuk mengukur perubahan harga dan menentukan untung atau rugi penahanan aset real. Bila akhir perioda dijadikan saat pengukuran bersamaan dengan penentuan laba periodik, dapat terjadi untung atau rugi tersebut telah terrealisasi (realized) atau belum terrealisasi (unrealized). Kasus berikut menjalaskan hal ini. Sebidang tanah (aset real) dibeli dengan kos pemerolehan Rp50.000 pada 1 Januari 2005 ketika indeks harga umum 100. Seluas 40% tanah tersebut dijual pada 31 Desember 2005 dengan harga Rp70.000 ketika indeks harga umum 112. Nilai sekarang seluruh bidang tanah tersebut pada 31 Desember 2005 adalah Rp60.000. Indeks harga akhir tahun dijadikan basis daya beli. Untung penahanan moneter dan untung penahanan real, baik terrrealisasi maupun belum, dapat ditunjukkan sebagai berikut : Untung Penahanan Aset Real Utuh terrealisasi Belum terrealisasi Rp60.000



Nilai sekarang, 31 desember 2005 Kos historis sesuaian daya beli pada 31 Desember 2005 : 112/100 x Rp50.000 56.000 Untung penahanan real total Rp 4.000 Kos historis sesuaian daya beli pada 31 Desember 2005 Rp56.000 Kos historis 50.000 Untung penahanan moneter total Untung penahanan aset real



Rp 6.000 Rp10.000



Rp 1.600



Rp 2.400



Rp2.400 Rp4.000



Rp3.600 Rp6.000



Kalau unit moneter dihomogenuskan dengan indeks harga umum, statemen laba-rugi akan menggambarkan laba real secara ekonomik. Ini berarti bahwa laba nominal telah disesuaikan dengan untung atau rugi daya beli. Akan tetapi, kalau terjadi pula perubahan nilai aset, untung atau rugi penahanan belum dipisahkan dari perhitungan laba real. Sebalinya, kalau laba perioda diperhitungkan hanya atas dasar kos sekarang, pengaruh perubahan daya beli diperhitungkan. Dengan kata lain, pengaruh perubahan harga relatif tidak dapat terungkapkan secara penuh kalau penyesuaian tidak dilakukan baik untuk perubahan harga spesifik maupun untuk perubahan harga umum. Model akuntansi yang memperhitungkan pengaruh perubahan harga relatif sebenranya merupakan bastar atau hibrida (hybrid) antara model akuntansi daya beli konstan dan akunatansi kos sekarang. Model hibrida tersebut disebut akuntansi kos sekarang daya beli konstan (current cost/constant purchasing power accounting), contoh perhitungan dan penyajian statemen laba rugi model ini diberikan dibagian akhir bab ini.



Selain model hibrida tersebut, tentu saja dapat diusulkan model hibrida yang lain yang menggabungkan dasar penilaian, skala pengukuran, dan jenis kapital. Seandainya digunakan tiga dara penilaian (kos historis, kos sekarang, nilai keluaran), dua skala pengukuran (nominal dan daya beli), dan dua jenis kapital (finansial dan fisis), akan terdapat 3 x 2 x 2 atau dua belas model akuntansi perubahan harga. 2. PT DIVINA telah beroperasi selama tiga tahun sejak 1 Januari 2000. Neraca perusahaan pada 31 Desember 2002 disajikan di bawah ini.



Kas piutang usaha perlengkapan depresiasi akumulasian



PT DIVINA Neraca, 31 Desember 2002 Rp50.000.000 utang usaha 55.000.000 utang obligasi 76.050.000 modal saham premium modal -12.105.000 saham laba ditahan Rp168.945.000



Rp16.000.000 25.000.000 65.000.000 45.945.000 17.000.000 Rp168.945.000



Berikut ini adalah informasi, transaksi, dan asumsi yang berkaitan dengan operasi perusahaan selama tahun 2003. a. Perlengkapan dalam neraca di atas terdiri atas dua macam yaitu perlengkapan lama yang dibeli pada awal tahun 2000 dengan harga Rp45.000.000 ketika indeks harga umum 120 dan perlengkapan baru yang dibeli pada awal tahun 2002 dengan harga Rp31.050.000 ketika indeks harga umum 135. Kedua perlengkapan ditaksir berumur 10 tahun dan didepresiasi secara garis lurus tanpa nilai residual. b. Pada akhir tahun 2003, perusahaan membeli sebidang tanah seharga Rp43.255.000 untuk perluasan gedung. c. Perusahaan telah membeli sediaan barang selama 2003 sebagai berikut : Pembelian 1 : 400 unit @ Rp15.000 pada saat indeks harga umum 150 Pembelian 2 : 500 unit @ Rp15.810 pada saat indeks harga umum 155 Pembelian 3 : 900 unit @ Rp16.500 pada saat indeks harga umum 160 d. Perusahaan telah menjual 1.100 unit barang dengan harga rata-rata Rp60.000 per unit. Penjualan terjadi secara merata selama satu tahun. e. Perusahaan menerapkan metode masuk pertama keluar pertama untuk sediaan barangnya. Kos sekarang rata-rata (average current cost) sediaan pada saat penjualan adalah Rp16.000 per unit. f. Pada akhir tahun 2003, kos sekarang sediaan adalah Rp17.500 per unit dan harga juar per unit ditetapkan Rp65.000. g. Biaya operasi selain depresiasi terjadi secara merata selama tahun 2003 dan berjumlah Rp18.500.000. h. Kos sekarang perlengkapan lama pada awal tahun 2003 adalah Rugi Rp1.000.000.000 dan pada akhir tahun 2003 adalah Rp59.000.000. Kos sekarang perlengkapan baru



pada awal tahun 2003 adalah Rp36.000.000 dan pada akhir tahun 2003 kos sekarang nya Rp46.000.000 i. Indeks harga umum selama tahun 2005 adalah : awal tahun 150, rata-rata 156, dan akhir tahun 165. Perusahaan menggunakan indeks rata-rata (tengah) untuk mengkonversi rupiah nominal menjadi daya beli. Berdasarakan data di atas dan dengan asumsi bahwa kapital finansial menjadi fokus, buatlah perhitungan dan penyajian empat model akuntansi perubahan harga sesuai dengan kombinasi dalam matriks berikut ini.



Kos historis Kos sekarang



Skala nominal Model 1 Model 3



Skala daya beli Model 2 Model 4



Petunjuk : gunakan lembar kerja elektronik (spreadsheet) untuk mengerjakan tugas ini dengan tampilan yang baik Jawab Model 1



Dasar penilaian : Jenis kapital : Skala : Penjualan



kos historis finansial nominal x



Rp60.000



400 unit x 500 unit x 200 unit x



Rp15.000 Rp15.810 Rp16.500



1.100 unit



Rp66.000.000



Kos barang terjual (MPKP) :



laba kotor penjualan biaya operasi : depresiasi mesin lama depresiasi mesin baru lain-lain laba bersih



Rp6.000.000 Rp7.905.000 Rp3.300.000



Rp4.500.000 Rp3.105.000 Rp18.500.000



Rp17.205.000 Rp48.795.000



Rp26.105.000 Rp22.690.000