Analisa BBM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA



ANALISIS MUTU PRODUK PREMIUM PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT (RU) VI BALONGAN



PRAKTIK KERJA LAPANGAN



NIA YONITA YETRI / 1206216273



FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN KIMIA DEPOK DESEMBER 2015



HALAMAN PENGESAHAN



Laporan ini diajukan oleh :



Nama



: Nia Yonita Yetri



NPM



: 1206216273



Program Studi



: Kimia



Judul



: Analisis Mutu Produk Premium PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan.



Pembimbing Kuliah Lapangan



Departemen Kimia UI



Departemen Kimia UI



Dra. Sri Handayani M. Biome



Dr. Yoki Yulizar M.Sc



NIP. 196409011991032002



NIP. 196807211995011001



Pembimbing Kuliah Laporan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan.



Fatchu Rochman



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penyusun mampu



menyelesaikan laporan



Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang



berjudul “ANALISIS MUTU PRODUK PREMIUM



PT. PERTAMINA (PERSERO)



REFINERY UNIT (RU) VI BALONGAN”. Laporan ini disusun berdasarkan data dan kerja praktik yang dilaksanakan pada 3 Agustus - 31 Agustus 2015 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan, Jawa Barat. Praktik Kerja Lapangan merupakan mata kuliah pilihan untuk mahasiswa prodi Kimia Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Dimana mata kuliah tersebut memiliki tujuan agar mahasiswa mengetahui dunia kerja dan menerapkan ilmu yang didapatkan selama di perkuliahan. Dalam proses penyelesain laporan Praktik Kerja Lapangan ini, penyusun menyadari banyaknya berbagai pihak yang telah terlibat dan berperan baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua, serta saudara penyusun atas semua bantuan dan dukungannya. Salah satunya ialah Pak Efidarman yang sering penyusun panggil dengan sebutan Pak Uwo yang sedang bertugas di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan, sehingga sudah membantu dan memastikan agar penyusun bisa memiliki peluang untuk Praktik Kerja Lapangan di instansi yang diharapkan. 2. Bapak Dr. rer. nat Budiawan selaku ketua prodi Kimia FMIPA Universitas Indonesia. 3. Bapak Achmad Chusaini selaku Laboratory Section Head di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan. 4. Ibu Rosnamora H selaku Act. Senior Officer BP Refinery Unit VI Balongan. 5. Ibu Dra. Sri Handayani M. Biome dan Bapak Dr. Yoki Yulizar M.Sc selaku dosen pembimbing di Departemen Kimia Universitas Indonesia. 6. Bapak Fatchu Rochman selaku pembimbing Praktik Kerja Lapangan yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini.



7. Bapak Sutrisna alias Babeh selaku tata usaha di Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia yang sudah membantu terkait surat menyurat permohonan Praktik Kerja Lapangan. 8. Bapak Yanto yang telah memberikan banyak bantuan serta arahan selama penyusun melaksanakan Praktik Kerja Lapangan. 9. Bapak Agung yang telah membantu, membimbing penyusun selama melaksanakan analisis di Laboratorium. 10. Bapak Fachrul, Bapak Didik, Mbak Sarah, Ibu Dian, Bapak Asep, Bapak Saleh, , Bapak Heru, Bapak Sudira, Bapak Sudarsono,Bapak Tedjo, serta seluruh staff Laboratotium baik phisycal, chemical, dan gas. 11. Seluruh Karyawan di Unit UTL, HSC, DHC, RCC, OM, dan POC untuk semua pengetahuannya yang telah diberikan kepada penyusun. 12. Bapak yang sudah membantu penyusun di stasiun Jatibarang sehingga penyusun bisa menuju ke PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan. 13. Ibu kos Kasmini yang sudah menyediakan sarana bagi penyusun untuk beristirahat selama berlangsungnya PKL. 14. Seluruh pihak yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu atas bantuan selama Praktik Kerja Lapangan. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penyusun akan senang hati menerima kritik dan saran mengenai laporan Praktik Kerja Lapangan. Semoga laporan ini tidak hanya bisa bermanfaat bagi penyusun semata, namun juga untuk Instansi terkait, serta semua pembaca dan mampu dijadikan referensi di masa mendatang. Depok, 24 Agustus 2015



Penyusun



ABSTRAK Sekarang ini, mogas sudah menjadi kebutuhan penting bagi kalangan masyarakat yang seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Dengan adanya jumlah peningkatan tersebut maka bertambah pula tingkat pencemaran. Oleh sebab itu, produk mogas yang akan dipasarkan memerlukan suatu pengawasan agar sesuai dengan spesifikasi pasar yang diatur oleh instansi terkait. Produk mogas diproses untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan keinginan pasar melalui berbagai proses dan penambahan zat aditif. Dalam hal ini dilakukan pengujian terhadap produk Premium. Dari hasil pengujian berdasarkan spesifikasi produk tersebut didapatkan bahwa produk Premium layak digunakan sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) karena sudah memenuhi standar menurut spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Dirjen Migas.



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ABSTRAK ......................................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 1.3 Manfaat ........................................................................................................... 1.4 Waktu Pelaksanaan ......................................................................................... 1.5 Lokasi Pelaksanaan . ........................................................................................



1 1 2 2 2



BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan................................... 3 2.2 Lokasi PT. PERTAMINA RU VI Balongan……………………………….. 5 2.3 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA RU VI Balongan………………….. 7 2.4 Lindungan Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja………………. 8 2.5 Sistem Kontrol…………………………………………………………… . . 9 2.6 Bahan Baku dan Produk PT PERTAMINA RU VI Balongan……………..



9



BAB III UNIT PPROSES 3.1 Proses Pengolahan………………………………………………………… 14 3.2 Laboratorium……………………………………………………………… 14



BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Minyak Bumi ................................................................................................ 18 4.2 Komponen Minyak bumi .............................................................................. 18 4.3 Gasoline ......................................................................................................... 20 4.4 Proses Pembuatan Komponen Gasoline ........................................................ 21 4.5 Motor Gasoline .................................................................................................... 27



i ii iii iv v ix



4.6 Jenis Mogas (Motor Gasoline) ......................................................................….. 29 4.7 Metode Pengukuran Bahan Bakar Minyak Bumi ................................................. 30



BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Peralatan dan Bahan 5.1.1 Peralatan ................................................................................................. 32 5.1.2 Bahan ..................................................................................................... 32 5.2 Prosedur Penelitian 5.2.1 Research Octane Number (ASTM D-2699) .......................................... 32 5.2.2 Induction Period (ASTM D-525) .......................................................... 32 5.2.3 Sulphur Content (ASTM D- 2622) ........................................................ 33 5.2.4 Lead Content (ASTM D- 3237) ............................................................. 33 5.2.5 Distillation (ASTM D- 86) .................................................................... 34 5.2.6 Existent Gum (ASTM D- 381) .............................................................. 34 5.2.7 Reid Vapour Pressure (ASTM D- 323) ................................................. 34 5.2.8 Copper Strip Corrosion (ASTM D- 525) .............................................. 35 5.2.9 Specific Gravity (ASTM D- 1298) ........................................................ 35 5.2.10 Doctor Test (ASTM IP-30) .................................................................. 35 5.2.11 Mercaptant Sulphur (ASTM D- 3227) ................................................ 36 5.2.12 Analisis PONA (ASTM D- 6839) ........................................................ 36



BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil……………………………………………………………………………. 37 6.2 Pembahasan 6.2.1 Research Octane Number (ASTM D-2699) .......................................... 38 6.2.2 Induction Period (ASTM D-525) .......................................................... 39 6.2.3 Sulphur Content (ASTM D- 2622) ........................................................ 40 6.2.4 Lead Content (ASTM D- 3237) ............................................................. 40 6.2.5 Distillation (ASTM D- 86) .................................................................... 40 6.2.6 Existent Gum (ASTM D- 381) .............................................................. 41 6.2.7 Reid Vapour Pressure (ASTM D- 323) ................................................. 42 6.2.8 Copper Strip Corrosion (ASTM D- 525) .............................................. 42



6.2.9 Specific Gravity (ASTM D- 1298) ........................................................ 43 6.2.10 Doctor Test (ASTM IP-30) .................................................................. 43 6.2.11 Mercaptant Sulphur (ASTM D- 3227) ................................................ 44 6.2.12 Analisis PONA (ASTM D- 6839) ........................................................ 45



BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan………………………………………………………………………. 46 7.2 Saran……………………………………………………………………………… 46 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 47 LAMPIRAN .......................................................................................................................... 48



DAFTAR TABEL Tabel 1. Unit Proses dan Licensor Kilang RU VI Balongan ........................................... 10 Tabel 2. Unsur yang Terkandung dalam Minyak Bumi .................................................... 19 Tabel 3. Sifat Fisik dan Kimia Gasolin .............................................................................. 20 Tabel 4. Komponen Mayor pada Gasolin .......................................................................... 21 Tabel 5. Hasil Fraksi Distilasi Hidrokarbon dan Kegunaan .............................................. 23 Tabel 6. RON berdasarkan Struktur Hidrokarbon ............................................................. 29 Tabel 7. Nilai Oktan Mogas di Indonesia .......................................................................... 29 Tabel 8. Hasil Pengamatan Premium 42 T-310 H .............................................................. 37



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Logo PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan ...................................... 5 Gambar 2. Lokasi PT.PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan ...................................... 6 Gambar 3. Struktur Organisasi PT.PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan ............... 8 Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi …..................................................................... 14 Gambar 5. Lokasi PT.PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan .................................... 22



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik kerja lapangan (PKL) merupakan salah satu sarana untuk melatih mahasiswa agar mengetahui suasana lingkungan kerja yang sesungguhnya. Praktik kerja lapangan bermanfaat bagi mahasiswa karena mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah ke dalam dunia kerja serta meningkatan ketrampilan kerja mahasiswa.Praktik kerja lapangan bagi mahasiswa jurusan kimia dilaksanakan di lembaga penelitian atau pengujian maupun industri baik pemerintah maupun swasta. PT. Pertamina (persero) merupakan salah satu penyelenggara manufaktur perseroan yang mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi di Indonesia. PT. Pertamina (Persero) mengoperasikan beberapa kilang minyak di dalam negeri, yaitu kilang Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Kasim. Sedangkan PT. Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan sebagian besar disalurkan untuk memenuhi kebutuhan BBM di kawasan Jakarta dan Jawa Barat. Produk utama PT. Pertamina RU VI Balongan ialah Premium.Untuk menjamin mutu dari ketiga produk tersebut, maka pemerintah menetapkan spesifikasi standar untuk ketiga tersebut berdasarkan keputusan Dirjen Migas no. 3674 K/24/DJM/2006 tertanggal 17 Maret 2006. Sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut, unit produksi PT. Pertamina RU VI Balongan dalam memproduksi produk tersebut harus selalu sesuai spesifikasi dari pemerintah. Salah satu cara untuk mengetahui kualitas ketiga produk tersebut dengan menganalisis di Laboratotium setiap produk yang akan dijual ke pasaran. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis ingin menganalisis mutu sampel Premium dari PT. Pertamina RU VI Balongan yang siap dipasarkan berdasarkan spesifikasi yang teah ditetapkan.



1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktik kerja lapangan ialah sebagai berikut: 1.2.1 Tujuan Umum 1. Meningkatkan ketrampilan yang akan membentuk kemampuan mahasiswa sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja yang sesuai dengan bidangnya.



2. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengetahui suasana lingkungan kerja yang sebenarnya.



1.2.2 Tujuan Khusus 1. Memahami proses uji spesifikasi produk premium di Laboratorium PT. Pertamina (persero) RU VI Balongan. 2. Mampu menentukan spesifikasi produk premium PT. Pertamina (persero) RU VI Balongan sesuai dengan peraturan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM 2006.



1.3 Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan praktik kerja lapangan ini ialah: 1. Menjembatani hubungan kerjasama antara perusahaan dengan Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Indonesia. 2. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh saat perkuliahan pada dunia kerja. 3. Memberi sarana bagi mahasiswa untuk mengenal lingkungan dunia kerja.



1.4 Waktu Pelaksanaan Praktik kerja lapangan di PT. Pertamina RU VI Balongan dilaksanakan selama 4 minggu yakni sejak 3 Agustus 2015 – 31 Agustus 2015.



1.5 Lokasi Praktik kerja lapangan ini dilaksanakan di Laboratorium PT. Pertamina RU VI Balongan, Jl. Raya Balongan Km. 9 Balongan, Indramayu, Jawa Barat.



BAB II PROFIL PERUSAHAAN



2.1 Sejarah PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 2.1.1 Sejarah Singkat Dalam upaya untuk mengamankan kebijakan nasional di bidang energi, keberadaan kilang Balongan mempunyai makna yang besar, yaitu bagi bangsa dan negara. Keberadaan kilang Balongan ini juga merupakan langkah PT. PERTAMINA (Persero) untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin hari semakin bertambah, khususnya untuk DKI Jakarta dan sekitarnya. Dari studi kelayakan yang telah dilakukan, pembangunan kilang Balongan diadakan dengan sasaran antara lain : a.



Pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri, terutama Jakarta dan sekitarnya.



b.



Peningkatan nilai tambah dengan memanfaatkan peluang ekspor.



c.



Memecahkan kesulitan pemasaran minyak mentah jenis Duri.



d.



Pengembangan daerah. Daerah Balongan dipilih sebagai lokasi kilang dan proyek kilang yang dinamakan



Proyek Exor (Export Oriented Refinery) I. Pemilihan Balongan sebagai lokasi Proyek Exor I berdasarkan atas: a.



Relatif dekat dengan konsumen BBM terbesar, yaitu Jakarta dan Jawa Barat.



b.



Telah tersedianya sarana penunjang yaitu : Depot UPMS III, Teminal DOH Karangampel, convention Buoy Mooring (CBM) dan Single Buoy Mooring (SBM) .



c.



Dekat dengan sumber gas alam yaitu DOH-JJB (Jawa Bagian Barat) dan BP



d.



Selaras dengan proyek pipanisasi BBM di Pulau Jawa



e.



Tersedianya lahan yang dibutuhkan yaitu bekas sawah yang kurang produktif.



f.



Tersedianya sarana infrastruktur yang memadai.



Start Up Kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongandilaksanakan pada bulan Oktober 1994, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei



1995. Peresmian ini sempat tertunda dari perencanaan sebelumnya (30 Januari 1995) dikarenakan unit Residue Catalytic Cracking (RCC) di kilang mengalami kerusakan. Unit RCC inimerupakan unit terpenting di kilang PERTAMINA RU VI karena merupakan unit yang merubah residu menjadi minyak ringan yang lebih berharga. Kapasitas unit ini merupakan yang terbesar di dunia untuk saat itu. Kilang RU VI Balongan memiliki beberapa keunikan dan keunggulan antara lain : a. Dirancang dengan Engineering adecuacy yang memenuhi kebutuhan operasional dengan tingkat fleksibilias tinggi. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya parameter operasional telah dicapai rata-rata berada di atas unjuk kerja yang dirancang. b. Merupakan unit RCC terbesar di dunia saat itu. c. Fitur dari unit proses RCC baik berupa kemampuan peralatan untuk mendukung pola operasi beyond design ataupun field product yang dihasilkan merupakan produk konsep rekayasa dan rancang bangunnya optimal. d. Fleksibilitas feed yang tinggi terutama Unit CDU, yaitu rata-rata rasio feed crude pada saat ini Duri : Minas = 50 : 50 dibanding desain awal (80:20), sedangkan Unit RCC yang menyesuaikan kapasitas rasio feed dapat dioperasikan, yaitu AR : DMAR = 45 : 55 dibandingkan dengan desain awal 35 : 65. e. Peralatan utama Unit RCC, yaitu Main Air Blower dan Wet Gas Compressor yang dioperasikan untuk menunjang operasi Unit RCC kapasitas 115%.



2.1.2 Visi dan Misi VISI “Menjadi Kilang Terunggul di Asia Pasifik Tahun 2025” MISI 1. Mengolah crude dan naptha untuk memproduksi BBM, BBK, Residu, NBBM dan Petkim secara tepat jumlah, mutu, waktu dan berorientasi laba serta berdaya saing tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar. 2. Mengoperasikan kilang yang berteknologi maju dan terpadu secara aman, andal, efisien serta berwawasan lingkungan. 3. Mengelola aset RU VI secara profesional yang didukung oleh sistem manajemen



yang tangguh berdasarkan semanggat kebersamaan, kepercayaan, dan prinsip bisnis saling menguntungkan. 2.1.3 Logo dan Slogan



Gambar 1. Logo PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan



Logo PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan memiliki makna sebagai berikut : 1. Lingkaran



: focus ke bisnis inti dan sinergi.



2. Gambar



: konstruksi generator dan rector di unit RCC yang menjadi ciri khas dari



PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan. 3. Warna Hijau



: berarti selalu menjaga kelestarian lingkungan hidup



Putih



: berarti bersih, professional, proaktif, inovatif, dan dinamis dalam setiap tindakanyang selalu berdasarkan kebenaran.



Biru



: berarti loyal kepada visi PT PERTAMINA (Persero).



Kuning



: keagungan PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan.



Slogan dari PT PERTAMINA RU VI Balongan yaitu “Meraih Keunggulan Komperatif dan Kompetitif ”.



2.2 Lokasi PT. PERTAMINA RU VI Balongan Kilang PT. PERTAMINA RU VI didirikan di Balongan, salah satu kecamatan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.Untuk penyiapan lahan kilang, yang semula sawah tadah hujan, diperlukan pengurukan dengan pasir laut yang diambil dari pulau Gosong Tengah. Pulau ini berjarak ±70 km arah bujur timur dari pantai Balongan. Kegiatan penimbunan ini dikerjakan dalam waktu empat bulan dimulai dari bulan Oktober. Transportasi pasir dari



tempat penambangan ke area penimbunan dilakukan dengan kapal yang selanjutnya dipompa ke arah kilang. Batas ekologis PERTAMINA RU VI Balongan adalah: Utara



: Laut Jawa



Barat



: Sungai Prawiro Kepolo



Timur



: Sungai Gebeng Sawit



Selatan



: Jalan Negara Indramayu-Cirebon



Gambar 2. Lokasi PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan



Ditinjau dari segi teknis dan ekonomis, lokasi ini cukup strategis dengan adanya faktor pendukung, antara lain: a. Sumber bahan baku yang diolah di PT PERTAMINA RU VI Balongan adalah: 



Minyak mentah Duri, Riau (awalnya 80%, saat ini 50% feed)







Minyak mentah Minas, Dumai (awalnya 20%, saat ini 50% feed).







Gas alam dari Jawa Barat bagian timur sebesar 18 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).



b. Air Sumber air yang terdekat terletak di Waduk Salam Darma, Rejasari, kurang lebih 65 km dari Balongan ke arah Subang.Pengangkutan dilakukan secara pipanisasi dengan pipa berukuran 24 inci dan kecepatan operasi normal 1.100 m3 serta kecepatan maksimum 1.200 m3. Air tersebut berfungsi untuk steam boiler, heat exchangers (penukar panas), air minum, pemadam kebakaran dan kebutuhan perumahan. Dalam pemanfaatan air, kilang Balongan ini mengolah kembali air buangan dengan sistem wasted water treatment, di mana air



keluaran di-recycle ke sistem ini.Secara spesifik tugas unit ini adalah memperbaiki kualitas effluent parameter NH3, fenol, dan COD sesuai dengan persyaratanlingkungan. c. Transportasi Lokasi kilang RU VI Balongan berdekatan dengan jalan raya dan lepas pantai utara yang menghubungkan kota-kota besar sehingga memperlancar distribusi hasil produksi, terutama untuk daerah Jakarta dan Jawa Barat.Marine facilities adalah fasilitas yang berada di tengah laut untuk keperluan bongkar muat crude oil dan produk kilang.Fasilitas ini terdiri dari area putar tangker, SBM, rambu laut, dan jalur pipa minyak. Fasilitas untuk pembongkaran peralatan dan produk (propylene) maupun pemuatan propylene dan LPG dilakukan dengan fasilitas yang dinamakan jetty facilities. d. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dipakai di PT PERTAMINA RU VI Balongan terdiri dari dua golongan, yaitu golongan pertama, dipekerjakan pada proses pendirian Kilang Balongan yang berupa tenaga kerja lokal non-skill sehingga meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, 2.3 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA RU VI Balongan PT. PERTAMINA RU VI Balongan memiliki struktur organisasi yang menerangkan hubungan kerja antar bagian yang satu dengan yang lainnya dan juga mengatur hak dan kewajiban masing-masing bagian. Dibuatnya struktur organisasi bertujuan untuk memperjelas dan mempertegas kedudukan suatu bagian dalam menjalankan tugas sehingga akan mempermudah untuk mencapai tujuan dari organisasi yang telah ditetapkan. Maka biasanya struktur organisasi dibuat sesuai dengan tujuan dari organisasi itu sendiri.



Gambar 3. Struktur Organisasi PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 2.4 Lindungan Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja PERTAMINA telah mengambil suatu kebijakan untuk selalu memprioritaskan aspek KK dan LL dalam semua kegiatan migas untuk mendukung pembangunan nasional. Manajemen PERTAMINA RU-VI sangat mendukung dan ikut berpartisipasi dalam program pencegahan kerugian baik terhadap karyawan, harta benda perusahaan, terganggunya kegiatan operasi serta keamanan masyarakat sekitarnya yang diakibatkan oleh kegiatan perusahaan. Pelaksanaan tugas dari Bidang LKKK ini berlandaskan : a.



UU No. 1/1970 Mengenai keselamatan kerja karyawan yang dikeluarkan oleh Depnaker.



b.



UU No. 2/1951 Mengenai ganti rugi akibat kecelakaan kerja yang dikeluarkan oleh Depnaker.



c.



UU No. 11/1979 Mengenai persyaratan teknis pada kilang pengolahan untuk keselamatan kerja, yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas



d.



UU No. 23/1997 Mengenai ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.



e.



UU No. 27/1999 Mengenai ketentuan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.



2.5 Sistem Kontrol Di PERTAMINA RU-VI Balongan mempunyai sistem kontrol yang sebagian besar sistem kontrolnya menggunakan kontrol otomatis dan manual. Sebagian besar kontrol terpusat pada DCS (Distributed Control System) yaitu RCC complex, HTU complex, ARHDM complex, CDU complex, dan H2 plant. Kontrol yang digunakan adalah kontrol pneumatik karena yang diproses adalah bahan yang mudah terbakar dan kemudian diubah menjadi signal elektrik (digital) agar dapat terbaca di DCS.



2.6 Bahan Baku dan Produk PT PERTAMINA RU VI Balongan Unit Proses



Kode



Crude Destilation



11



Kapasitas



125.000 BPSD Foster Wheeler



Kontraktor FW



(FW)



Unit (CDU) Atmospheric



Licensor



BPSD12 & 13 58.000 BPSD



Chevron



JGC



Residue Hydro Dematillization (ARHDM) Gas Oil Hydro



14



32.000 BPSD



UOB



JGC



15



83.000 BPSD



UOB



FW



Teater (GO HTU) Residue Catalytic



Cracking (RCC) Unsaturated Gas



16



UOB



FW



Concentration 17



22.500 BPSD



MeriChem



FW



18



47.500 BPSD



MeriChem



FW



19



7.000 BPSD



UOB



FW



20



13.000 BPSD



UOB



FW



Light Cycle Oil



21



15.000 BPSD



UOB



JGC



Hydrogen Plant



22



76 MMSCfHD



FW



FW



Amine Treater



23



JGC



JGC



24



JGFC



JGFC



JGFC



JGC



LPG Treatment Unit Gasoline Treater Unit Propylene Recovery Catalityc Condensation



Plant Sour Water Snipper Sulphur Water



25



27 MTD



Plant



Tabel 1. Unit Proses dan Licensor Kilang RU VI Balongan



2.6.1 Crude Distillation Unit (CDU) Bahan baku untuk proses pengolahan minyak bumi adalah crude oil. Crude oil yang akan diproses terdiri dari dua jenis, yaitu Duri (heavy oil) dan Minas (light oil). Crude oil ini diterima oleh Single Buoy Morring (SBM), yang merupakan jenis dermaga lepas pantai yang berada ditengah laut. Crude oil ini kemudian dialirkan ke unit CDU untuk memisahkan crude oil berdasarkan titik didihnya menghasilkan produk atas dan produk residu. Produk atas berupa gas, kerosene, dan gasoil. Sedangkan residu yang dihasilkan dikirim ke unit ARHDM (Atmosphereic Residue HydroDemetallizer) dan ke unit NPU untuk menghilangkan impurities dan meningkatkanangka oktan. Sedangkan



sebagian naphtha lagi dikirim ke unit Oil Movement untuk diolah menjadi produk yang diinginkan.



2.6.2 Naptha Processing Unit (NPU) NPU dirancang untuk memproses bahan yang dihasilkan dari unit DTU sehingga bilangan oktan dari minyak tersebut meningkat. Selain mendapat input dari CDU, unit ini juga menampung naphtha yang berasal dari kilangPertamina lainnya. Kapasitas produksi NPU adalah sebesar 52,000 BPSD. Kilang ini terdiri dari 3 (tiga) unit proses, yaitu:



a.



Naphtha Hydrotreater (NHT) NHT mengolah naphta yang sebagian besar didatangkan dari beberapa kilang Pertamina seperti RU III, RU IV, dan RU V dengan menggunakan kapal serta dari CDU. Unit ini merupakan proses pemurnian katalistik dengan memakai katalis dan menggunakan aliran gas H2 (hidrogen murni) untuk menghilangkan kandungan sulphur (belerang), O2 (oksigen), serta N2 (nitrogen) yang terdapat dalam fraksi hidrokarbon. Kapasitas unit ini adalah sebesar 52,000 BPSD



b.



Platforming Unit ini menjadi komponen blending motor gasoline (MOGAS) dengan bantuan katalis. Kapasitas unit ini sebesar 29,000 BPSD



c.



Penex Unit ini berfungsi untuk menaikan angka oktan light naphta melalui proses catalytic idomerization dari pentanes dan hexanes. Reaksi yang terjadi yaitun menggunakan H2 pada tekanan tertentu dan berlangsung pada fixed bed katalis yang dapat mengarahkan proses isomerasi dan meminimalkan proses hydrocracking.



2.6.3 Atmospheric Residue Hydrodemetallization Unit (AHU) Pada unit AHU / ARHDM (Atmospheric Residue Hydrodemetallizer), 80% residu yang berasal dari CDU diolah untuk menjadi feed bagi unit Residue Catalytic Cracking (RCC). Pengolahan tersebut bertujuan untuk mengurangi komposisi metal dan MCR



(Micro Carbon Residue) sehingga dapat digunakan sebagai feed untuk unit RCC. Produk yang dihasilkan dari unit AHU yaitu C4-, Naptha, Kerosene, Gasoil, Demetalized Residue (DMAR)



2.6.4 Gas Oil Hydrotreating Unit (GO HTU) Unit ini mengolah gas oil yang tidak stabil dan korosif menjadi gas oil yang sesuai spesifikasi dengan bantuan katalis dan hydrogen. Unit ini berfungsi untuk menghilangkan sulphur dan nitrogen dari LCO yang berasal dari RCC.



2.6.5 Residue Catalytic Cracker (RCC) Unit RCC ini mengolah residu (AR) yang berasal dari CDU dan DMAR untuk diproses hingga menghasilkan gas, naphtha, HCO (Heavy Cycle Oil), LCO (LightCycle Oil), dan DCO (Decant Cycle Oil). Sebagian LCO yang dihasilkan nantinya akandigunakan sebagai material untuk pembersihan tanki. Sedangkan sebagian lagi akan dikirim ke HTU untuk LCO treating hingga menjadi solar. HCO yang dihasilkan digunakan sebagai sirkulasi pada pembersihan tanki. Naphtha yang dihasilkan akan ditreating di LEU untuk diproses menjadi gas oil dan naphtha yang purities. Naphtha yang telah treated/purities tersebut selanjutnya dikirim ke unit Oil Movement (OM). DCO yang dhasilkan ditampung ke dalam tanki yang selanjutnyaakan diekspor ke Singapura.



2.6.6 Unsaturated Gas Plan Unsaturated gas plant berfungsi untuk memisahkan produk puncak Main Column RCC menjadi stabilized Gasoline, LPG, dan Non Condensable Lean Gas (offgas). Sebagian dari offgas akan dipakai sebagai liftgas sedangkan sebagian lagi dipakai sebagai fuel gas setelah di treating di amine absorber untuk menghilangkan gas H2S dan CO2.



2.6.7 Kerosene Hydrotreating Unit (Kero-HTU) Kero-HTU merupakan unit pengolahan kerosene yang belum stabil dari unit CDU dan AHU. Fungsi utama unit ini adalah mengambil senyawa sulfur dan menaikkan colour



stability dengan menjenuhkan senyawa-senyawa tak jenuh. Produk yangg dihasilkan uniot Kero-HTU adalah C2 dan Lighter, Wild Naptha dan Treated Kerosene.



2.7 Spesifikasi Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan oleh PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan adalah minyak Duri dan minyak Minas yang berasal dari Dumai-Riau,serta beberapa campuran minyak mentah lain, diantaranya Mudi mix, Cepu crudeoil, dan Banyu Urip crude oil, Azeri crude oil, Amna crude oil, COCO crude oil,Jatibarang crude oil. Secara design, bahan baku utama yang digunakan adalah minyak mentah yang berasal dari Duri dan Minas dengan perbandingan Duri : Minas 80% : 20%. Namun dalam perkembangan selanjutnya dengan pertimbangan optimasi yang lebih baik, dan dikarenakan penurunan produksi crude Minas dan Duri sehingga diperlukan alternatif bahan baku lain yang diolah tetapi tetap mempertimbangkan spesifikasi sesuai Duri dan Minas. Untuk saat ini pengganti Duri belum ditemukan. Minyak Duri adalah minyak mentah yang memiliki kualitas yang sangatrendah karena sebagian besar komponennya merupakan senyawa hidrokarbonberantai panjang yang banyak menghasilkan residu pada hasil proses di Crude DistillationUnit (CDU), sedangkan minyak Minas adalah minyak mentah yang memiliki kualitas lebih baik dari pada minyak Duri, karena jumlah residu yang dihasilkan dari proses CDU lebih sedikit dibandingkan minyak Minas.



BAB III UNIT PROSES 3.1.Proses Pengolahan PT. Pertamina RU VI Balongan memiliki beberapa unit kompleks untuk proses pengolahan crude oil. Produk yang dihasilkan antara lain gasoline (premium, pertamax, dan pertamax plus), LPG, propilen, kerosene, solar (Pertamina DEX), Industrial Diesel Oil (IDF), Decant Oil dan sebagainya. Terdapat empat proses utama pada pengolahan crude oil di PT. Pertamina RU VI Balongan, yaitu Hydro Skimming Complex (HSC), Distillation and Hydrotreating Complex (DHC), Residue Catalytic Cracker Complex (RCCC), dan RCC offgas to Propylene Project (ROPP).



Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi PT. Pertamina RU VI Balongan 3.1.1. Laboratorium Laboratorium merupakan bagian yang memegang peranan penting dalam suatu proses pengolahan minyak bumi, di mana pada bagian ini akan diperoleh data-data mengenai raw material dan produk yang dihasilkan. Bagian laboratorium merupakan bagian yang



mengeluarkan sertifikat untuk produk apakah sudah memenuhi standar. Dengan data-data yang telah diberikan, maka suatu proses produksi akan selalu dapat dikontrol dan dijaga standar mutunya sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Bagian laboratorium berada di bawah bidang unit produksi. Bagian ini memiliki beberapa tugas pokok, yaitu : 1. Sebagai kontrol kualitas bahan baku, apakah memenuhi pesyaratan sehingga memberikan hasil yang diharapkan. 2. Sebagai pengontrol kualitas produk, apaka sesuai dengan standar yang ditetapkan. 3. Mengadakan penelitian dan pengembangan jenis crude minyak lain, selain crude oil dari munyak Duri dan Minas yang memungkinkan dapat diolah di PT. Pertamina (persero) UP VI Balongan. 4. Mengadakan analisis terhadap jenis limbah yang dihasilkan selama operasi proses kilang PT. Pertamina (persero) UP VI Balongan. Pemeriksaan di laboratorium meliputi : 1. Crude Oil 2. Stream produk yang dihasilkan dari unit AHU, RCC, CDU, Hydrogen Plant, dan unit-unit lain. 3. Utilitas air, fuel gas, chemical agent dan katalis yang digunakan. 4. Intermediate dan finish product. Di dalm pelaksaan tugas, laboratorium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Laboratorium Chemical and Enviroment Bahan yang dianalisis setiap hari ialah analisis air dan minyak. Bagian laboratorium ini memilik tugas yaitu : a. Mengadakan penelitian terhadap lingkungan (waste water treatment). b. Mendukung kelancaran operasional semua unit proses, ITP, utilitas termasuk percobaan katalis, analisis katalis yang digunakan dalam dan material kimia yang digunakan di kilang UP VI. c. Melakukan analisis bahan baku, stream/produkakhir serta analisis dengan menggunakan metode test.



d. Mengadakan analisis sampling dan analisis contoh air serta analisis secara instrument dan kimiawi agar didapatkan hasil yang akurat. e. Mengadakan analisis sampling dan analisis contoh air serta analisis secara instrument dan kimiawi terhadap contoh minyak sesuai dengan metode test. Laboratorium kimia dan lingkungan ini didukung dengan instrument untuk menganalisis sampel, antara lain : a. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) digunakan untuk menganalisis logamlogam yang mungkin terdapat dalam air. b. Infra Red Spectrphotometer (IRS) untuk menganalisis kandungan minyak dalam sampel air, serta untuk analsis senyawa aromatik minyak berat. c. Spectro Fluoro Photometer untuk menganalisis kandungan minyak dalam water slop yang dihasilkan. d. Titrator untuk menganalisis kandungan sulfur dan logam-logam lain dalam minyak mentah maupun bahan setengah jadi seperti naphtha. e. Depentanizer, alat distilasi fraksionasi untuk memisahkan senyawa-senyawa hidrokarbon C1-C5 dari sampel, sehingga diperoleh senyawa aromatik dan C6. f. pH meter untuk mengukur pH suatu sampel seperti minyak dan air. g. Kolom untuk mengukur kandungan senyawa paraffin, olefin, naphtha dan aromatik pada bahan mentah, setengah jadi, dan produk. h. Furnace untuk melelehkan sampel yang berbentuk padat.



2. Laboratorium Physical Laboratorium ini berfungsi untuk menganalisis sifat fisik pada bahan baku, produk setengah jadi, dan produk akhir seperti crude oil, decant oil, bensin, naphtha, poligasolin, dan lain-lain. Sifat-sifat yang diamati antara lain temperature distilasi, Specific Gravity (SG),Reid Vapor Pressure (RVP), Flash Point and Smoke Point, Conradson Carbon Residue (CCR), viskositas, Copper Strip and Silver Strip, dan kandungan air. Terdapat beberapa instrument yang penting dalam laboratorium physical, yaitu : a. Existed Gum, digunakan untuk menganalisis kandungan getah purwa pada sampel. b. Alat distilasi sederhana, digunakan untuk menentukan IBP dan FBP.



c. Induction Period (IP), digunakan untuk menganalisis stabilitas oksigen pada suatu sampel. d. Hydrometer, digunakan untuk menentukan specific gravity.



3. Laboratorium Gas Laboratorium gas berfungsi untuk menganalisis sifat kimia dan fisik sampel yang berbentuk gas seperti LPG, propilena, dan lain-lain. Adapun utama yang berperan pada laboratorium ini ialah Gas Chromatography (GC).



BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Minyak Bumi Minyak bumi (petroleum) merupakan cairan yang mudah terbakar yang berada di lapisan atas dari kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar meruapakan deret senyawa alkana, bervariasi dalam komposisi dan kemurniannya. American Society Testing of Material (ASTM) mendefinisikan minyak bumi sebagai suatu campuran yang terjadi di bumi yang sebagian besar terdiri atas hidrokarbon, sedikit belerang, nitrogen, dan oksigen yang dibebaskan dalam tanah dan disertai dengan zat-zat lain seperti air, garam anorganik, dan impurities lain yang apabila dipisahkan akan merubah sifat minyak bumi tersebut. Minyak bumi berasal dari bahan organik diantaranya plankton, hewan, dan tumbuhan yang mengendap dalam saluran sedimen dan selanjutnya mengalami dekomposisi akibat pengaruh sifat fisika dan kimia, yaitu adanya tekanan dan suhu yang tinggi, serta proses pembentukan yang memerlukan waktu yang lama (Jasifi,1966). Minyak bumi dan berbagai macam produk olahannya memiliki manfaat yang sangat penting dalam kehidupan, tanpa produk hasil olahan



minyak



bumi



tersebut



kemungkinan



kegiatan



pendidikan,



perekonomian, pertanian, dan aspek-aspek lainnya tidak akan dapat berjalan lancar (Mudjirahardjo, 1997). 4.2 Komponen Minyak bumi Minyak bumi merupakan campuran kompleks yang terdiri atas berbagai hidrokarbon, sulfur,oksigen, nitrogen dan beberapa logam seperti nikel,besi dan tembaga. Sebagian besar hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi merupakan alkana yang memiliki variasi baik dalam komposisi, penampilan, serta kemurniannya (Mudjirahardjo,1997).



Unsur



% Berat



Karbon



83.0 - 87.0



Hidrogen



10.0 - 14.0



Belerang



0.05 - 6.0



Nitrogen



0.1 - 2.0



Oksigen



0.05 - 1.5



Mineral



0.1 - 1.2



Logam



0.03



Tabel 2. Unsur yang Terkadung Dalam Minyak Bumi (Sumber : Mudjirahardjo,1997) Adapun beberapa golongan senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi sebagai berikut : a. Parafin Merupakan senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus CnH2n+2 . Memiliki struktur sederhana dengan susunan rantai karbon jenuh terbuka (alifatik). Hidrokarbon ini terdapat 2 jenis,yaitu: 



n–parafin, merupakan fraksi utama dari minyak mentah yang dihasilkan dari straightdestilation, di mana senyawa yang dihasilkan mempunyai bilangan oktan rendah.







Isoparafin, merupakan Senyawa yang mempunyai rantai cabang sangat sedikit, namun jumlah isoparafinnya dapat ditingkatkan melalui proses perengkahan katalitik, alkilasi, iso merasi dan polimerisasi.



b. Nafta Merupakan senyawa siklik yang jenuh dan tidak reaktif,memilii satu cincin atau lebih. Senyawa naftena yang memiliki berat molekul rendah merupakan bahan bakar yang baik. Sedangkan berat molekul tinggi terdapat dalam fraksi gas oil dan minyak bumi.



c. Olefin Merupakan senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus CnH2n .Senyawa olefin hampir tidak terdapat dalam minyak mentah tetapi proses perengkahan katalitik akan menghasilkan senyawa ini. Senyawa olefin tidak stabil dan digunakan sebagai bahan baku untuk zat petrokimia. d. Aromatik Merupakan senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus CnH2n-6..Ssenyawa hidrokarbon ini mempunyai cincin enam dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap bersilih-ganti.



Kelompok ini digolongkan terpisah dari hidrokarbon karena sifat fisika dan kimianya yang khas (Pine dkk, 1988).



4.3 Gasoline Gasoline merupakan cairan campuran yang sebagian besar berupa senyawa hidrokarbon (parafin, naftalen, senyawa tidak jenuh dan terkadang senyawa aromatic) yang berasal dari minyak bumi. Bensin (Gasoline) merupakan produk olahan minyak bumi yang terdiri dari campuran hidrokarbon, aditif, dan agen blending. Komposisi bensin bervariasi, tergantung pada minyak mentah yang digunakan, proses kilang tersedia, keseimbangan keseluruhan permintaan produk, dan spesifikasi produk. Zat ditif dan agen blending ditambahkan ke hidrokarbon untuk meningkatkan kinerja dan stabilitas bensin (Lane,1980). Senyawa tersebut termasuk agen anti-ketukan, anti-oksidan, logam deaktiavasi, agen anti-korosif, deterjen, maupun pewarna (IARC 1989; Lane 1980).



Tabel 3. Sifat Fisik dan Kimia Gasoline (Sumber: Air Force, 2012)



Tabel 4. Komponen Mayor pada Gasoline (Sumber: Air Force, 2012)



4.4 Proses Pembuatan Komponen Gasoline Fraksi-fraksi minyak bumi hasil fraksinasi tidak langsung digunakan atau dipasarkan. Hasil destilasi merupakan produk-antara dalam pengolahan minyak bumi. Fraksi-fraksi yang diperoleh diolah kembali sesuai dengan kebutuhan jumlah rantai karbonnya. Proses pengolahan minyak bumi dilakukan dengan berbagai metode dan pendekatan tertentu sesuai dengan produk yang diinginkan. Proses pengolahan minyak bumi mentah menjadi produk yang dapat dijual (marketable product) dilakukan melalui kombinasi proses fisika dan kimia. Menurut Jasifi, pembuatan komponen gasoline dapat dilakukan dengan beberapa proses sebagai berikut : 1.Distilasi Distilasi merupakan pemisahan komponen-komponen di dalam campuran berdasarkan perbedaan volalitas (titik didih) senyawa hidrokarbon.Sehingga akan menghasilkan berbagai fraksi yang berbeda berdasarkan titik didihnya.



Gambar 5. Kolom Fraksinasi Minyak Bumi (Sumber : Aan Dwi ,2014)



Produk yang dihasilkan dari proses pengilangan/penyulingan tersebut antara lain: 1. Light destilates, merupakan komponen dengan berat molekul terkecil, yaitu gasoline, nafta dan kerosine. 2. Intermediate destilates, merupakan minyak gas atau bahan bakar diesel yang penggunaannya sebagai bahan bakar transportasi truk-truk berat, kereta api, kapal kecil komersial, peralatan pertanian dan lain-lain. 3. Heavy destilates, merupakan komponen dengan berat molekul tinggi. Fraksi ini biasanya dirubah menjadi minyak pelumas (lubricant oils), minyak dengan berat jenis tinggi dari bahan bakar, lilin dan stock cracking. 4. Residu, dapat berupa minyak yang mampu menguap yaitu lilin parafin dan vaseline. Sedangkan residu yang tidak mampu menguap contohnya aspal.



Tabel 5. Hasil Fraksi Distilasi Hidrokarbon dan Kegunaan (Sumber :Siti Fatimah,2013) Karena adanya perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponenkomponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan akan berada di bagian atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat di bawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai fraksinya masing-masing. Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing. Produk ini belum bisa langsung digunakan, karena masih harus ditambahkan aditif (zat penambah). Senyawa hidrokarbon, terutama parafinik dan aromatik, mempunyai trayek didih masing-masing, sehingga panjang rantai hidrokarbon berbanding lurus dengan titik didih dan densitasnya. Semakin panjang rantai hidrokarbon maka trayek didih dan densitasnya semakin besar pula. 2.Perengkahan (Cracking) Proses perengkahan (cracking) merupakan reaksi yang mengkonversikan (pemecahan) rantai hidrokarbon panjang menjadi rantai hidrokarbon yang lebih pendek yang selanjutnya dapat dihasilkan produk yang diinginkan.Jenis proses perengkahan sebagai berikut : a. Perengkahan Termal Perengkahan termal adalah proses pemecahan rantai hidrokarbon yang terjadi karena adanya pemanasan yang tinggi. Perengkahan ini untuk menghasilkan fraks nafta dengan angka oktan yang lebih tingg dibanding dengan nafta yang dihasilkan pada proses distilasi awal. Contoh reaksi kimia yang terjadi pada proses ini :



b. Perengkahan Katalitik Perengkahan katalitik adalah proses pemecahan rantai hidrokarbon yang terjadi karena adanya bantuan katalis. Jenis perengkahan ini bertujuan untuk memperoleh fraksi gas, nafta, dan solar dari residu minyak mentah pada proses distilasi awal. Pada umumnya katalis yang digunakan dalam proses perengkahan berupa katalis padat yang bersifat asam, yaitu yang mengandung silika dan aluminium (Rudy Wijaya, 2012). Reaksi dari perengkahan katalik melalui mekanisme reaksi perengkahan ion karbonium.



Pada umumnya katalis yang digunakan bersifat asam, dimana adanya penambahan proton ke molekul olefin atau menarik ion hibrida dari alkana yang akan membentuk karbonium.Dengan adanya pemanasan yang cukup dan katalis yang tepat maka hidrokarbon parafin akan pecah menjadi dua atau lebih fragmen dan salah satunya berupa olefin. Semua reaksi cracking adalah endotermik dan melibatkan energi yang tinggi. Proses cracking dilakukan untuk menghasilkan fraksi berat yaitu yang mempunyai bilangan oktan yang buruk karena pada umumya bilangan oktan akan meningkat jika titik didihnya rendah.



3. Polimerisasi Proses polimerisasi merupakan proses penggabungan dua



atau lebih molekul



hidrokarbon menjadi hidrokarbon baru yang lebih kompleks (Kardjono,2000). Pada proses polimerisasi terjadinya proses perubahan produk samping gas hirokarbon yang dihasilkan pada cracking menjadi hidrokarbon liquid yang bisa digunakan sebagai bahan bakar motor dan penerbangan yang memiliki bilangan oktan yang tinggi, serta sebagai bahan baku petrokimia. Bahan dasar utama dalam proses polimerisasi adalah olefin (hidrokarbon tidak jenuh) yang diperoleh dari proses cracking. Bahan dasar utama dalam proses polimerisasi contohnya Propilen, n-butilen, dan isobutilen.



4. Alkilasi Alkilasi merupakan reaksi penambahan gugus alkil ke dalam suatu senyawa hidrokarbon sehingga m menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Proses ini dapat diatur dengan pemanasan dan katalis (Kardjono,2000).



5. Reformasi Reformasi adalah proses perubahan bentuk struktur isomer dari suatu senyawa hidrokarbon. Biasanya proses reformasi digunakan untuk mengubah hidrokarbon lain menjadi hidrokarbon aromatik sehingga diperoleh hidrokarbon dengan angka oktan yang lebih tinggi. Reforming merupakan proses pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon parafin menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi. Pada proses ini biasanya digunakan katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atau platina dalam lempung. Persamaan reaksi yang terjadi pada proses ini :



6. Hidrocracking Hidrocracking merupakan merupakan penambahan hidrogen pada proses cracking. Selain itu merupakan proses untuk mengubah minyak bumi yang tidak dapat digunakan untuk umpan unit perengkahan dan umpan catalytic reforming karena kandungan logam, nitrogen, dan belerang yang tinggi. Salah satu contoh persamaan reaksi yang terjadi :



Proses ini juga cocok untuk umpan dengan kandungan aromatik yang tinggi yang tidak dapat diproses secara perengkahan katalis. Keuntungan dari proses hydrocracking adalah



belerang yang terkandung dalam minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.



7. Pemurnian Proses pemurninan minyak bumi bertujuan untuk menghilangkan pengotor. Proses pemurnian ini dapat diakukan dengan cara sebagai berikut : a. Copper sweetening dan doctor treating yaitu proses merubah kotoran-kotoran yang menyebabkan karat dan bau, agar produk yang dihasilkan tidak berbau. b. Acid treatment yaitu membuang pengotor yang berbentuk lumpur sambil memperbaiki warna dan tahan terhadap pembusukan. c. Desulfurizing dilakukan untuk menghilangkan unsur belerang. d. Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n-parafin) dengan berat molekul tinggi dari fraksi minyak pelumas untuk menghasilkan minyak pelumas dengan pour point yang lebih rendah. e. Deasphalting yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak pelumas. 8. Pencampuran Pencampuran (blending) merupakan proses pengolahan produk setelah melalui langkah langkah sebelumnya agar memenuhi kualitas yang baik dengan cara menambahkan zat aditif. Adtif merupakan bahan kimia yang ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki kinerja minyak. Kegunaan Zat aditif adalah sebagai berikut : 1. Penekan titik tuang sehingga memperbaiki fluiditas minyak pelumas pada suhu rendah. Contohnya adalah polialkilat aromatik terkondensasi dengan gugus alkil C20 dan alkilester polimer. 2. Perbaikan indeks viskositas. Contohnya poliisobutilen,dan alkil polistiren. 3. Anti oksidan, untuk mencegah oksidasi. Contohnya adalah 2,6-di-ter-butil-4-metilfenol, dan fenilalfanaftilamin beserta turunannya. 4. Dispersan detergen, untuk mendispersikan lumpur dan kotoran.contohnya barium sulfonat,dan kalsium alkil fosfat. Sebelumnya pada mogas sering ditambahkan bahan aditif TEL (tetraethyl lead) yang berfungsi untuk menaikkan bilangan oktan sehingga akan mengurangi ketukan (knocking) pada



mesin. Suatu bahan inhibitor dicampur pada bensin agar bensin dapat disimpan lebih lama. Di negara yang mengalami empat musim, ke dalam bensin ditambahkan zat tertentu agar cepat menguap walaupun musim dingin (Siti Fatimah,2013). Namun saat ini, penggunaan TEL telah dilarang dan digantikan dengan zat lain yaing tidak mengandung logam berat sehingga lebih ramah lingkungan. Misalnya MTBE (Metil-tersierbutileter). 4.5 Motor Gasoline Mogas merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari hidrokarbon parafinik, hidrokarbon olefin, hidrokarbon naftalenik, dan hidrokarbon aromatic. Sekarang ini, istilah mogas (motor gasoline) digunakan untuk membedakannya dengan avgas, gasoline yang digunakan oleh pesawat terbang ringan. Persyaratan umum untuk mogas (Motor Gasoline) sebagai berikut (Fadarina,2014): 1. Bebas terhadap air, getah minyak dan korosif. 2. Mempunyai ketukan uap yang minimum. 3. Pemanasan dan akselerasinya lebih mudah. 4. Mempunyai kualitas anti ketukan yang baik. Salah satu produk yang dihasilkan PT Pertamina RU VI Balongan yang memiliki kandungan nilai oktan tinggi tanpa penambahan zat aditif seperti tetraethyl lead (TEL). Untuk menjamin mutu dari produk mogas maka pemerintah telah menetapkan standardisasi untuk jenis bahan bakar mogas yang dituangkan dalam keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006. Adapun sifat-sifat penting dari mogas sebagai bahan bakar adalah sebagai berikut: a. Pembakaran Karakteristik utama yang diperlukan dalam mogas adalah sifat pembakarannya. Sifat pemmbakaran ini biasanya dengan angka oktan. Nama oktan berasal dari golongan alkana yaitu oktana (C8), karena dari seluruh molekul penyusun bahan bakar mogas, maka oktan memiliki sifat kompres hingga volume terkecil tanpa mengalami pembakaran spontan. Angka oktan merupakan ukuran kecenderungan gasoline untuk melakukan pembakaran tidak normal yang timbul sebagai ketukan mesin. b. Penguapan Sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi mogas antara lain kuva distilasi, tekanan uap dan perbandingan vapour/liquid. Kurva distilasi dihasilkan dari distilasi gasoline menurut



metode baku ASTM D-86. Kurva ini berkaitan dengan masalah operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. c. Pengkaratan Minyak bumi mengandung senyawa belerang dalam jumlah kecil. Senyawa belerang ini bersifat korosif dan dapat terbakar didalam mesin menghasilkan belerang oksida yang korosif dan dapat merusak bagian-bagian mesin. Selain itu apabila gas hasil pembuangannya dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan, oleh karena itu kandungan belerang didalam mogas dibatasi dalam spesifikasi tertentu. d. Stabilitas dan kebersihan Gasoline harus bersih, aman, tidak rusak dan tidak merusak dalam penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter uji yang berkaitan dengan sifat ini adalah zat getah, korosi dan beberapa uji tentang kandungan senyawa belerang yang bersifat korosif. Mogas setelah diuapkan seluruhnya, sering meninggalkan sisa berbentuk getah padat yang melekat pada permukaan saluran dan bagian-bagian mesin. Apabila pengendapan getah terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat terganggu.Syarat yang harus dipenuhi oleh mogas sebagai berikut : 1. Titik Didih Makin rendah titik didih awalnya menunjukkan bahwa dalam bensin banyak komponen ringan karena terjadi kehilangan komponen pada saat penyimpanan yang disebabkan oleh penguapan, sedangkan jika titik didih awalnya tinggi berarti makin sukar terbakar pada permulaan dan sisa pembakaran akan mengencerkan minyak pelumas. 2. Angka Oktan Menunjukkan mutu bahan bakar bensin. Semakin tinggi angka oktan makin baik karena detonasi semakin berkurang sehingga pembakaran teratur. Angka oktan bensin menunjukkan % iso-oktan dalam campuran dengan n-heptana sehingga mempunyai sifat pembakaran yang sama.



Tabel 6. RON Berdasarkan Struktur Hidrokarbon (Sumber: Chevron,2009) 3. Kadar belerang Kadar belerang harus dalam kadar rendah sehingga agar tidak korosif. 4. Stabil Bensin harus stabil agar tidak terjadi perubahan komponen pada saat bensin disimpan dalam waktu lama. Komponen yang menyebabkan bensin tidak stabil adalah senyawa tidak jenuh karena senyawa ini mudah dioksidasi atau mengalami polimerisasi sehingga terjadi gum. 5. Warna dan bau khas Warna dan bau yang khas pada bensin disebabkan oleh belerang dan senyawa tidak jenuh.



Tabel 7. Nilai Oktan Mogas Di Indonesia (Sumber : Trio Bagus,2013) 4.6 Jenis Mogas (Motor Gasoline) Premium Merupakan bahan bakar mogas yang berwarna kekuningan dan mempunyai nilai oktan 88. Bensin premium mempuyai sifat anti ketukan dan dapat dipakai pada mesin



dengan batas kompresi hingga 9,0 : 1 pada semua jenis kondisi, namun tidak baik jika digunakan pada motor bensin dengan kompresi tinggi karena dapat menyebabkan knocking (Surbhakty, 1978). Komponen penyusun premium adalah straight naphta dengan angka oktan 55 dan RCC Naphta dengan angka oktan 92. Komponen tersebut diblending dengan komposisi tertentu sehingga didapatkan premium dengan angka oktan sebesar 88. Berat jenis (specific gravity) suatu zat yang berwujud gas atau cair sangat dipengaruhi oleh temperatur zat tersebut. Semakin tinggi temperatur zat tersebut semakin rendah berat jenis karena volume akan naik seiring kenikan temperatur tersebut. Berat jenis bensin premium sebesar 0,69 – 0,79 gr/cm3 (Masruki,2009).



4.7 Metode Pengukuran Bahan Bakar Minyak Bumi Untuk mengidentifikasi Mogas salah satunya digunakan metode American Society Testing of Material (ASTM), merupakan standar operasional untuk pengujian material yang sudah dibakukan. Selain itu, terdapat metode lain yang juga masih digunakan untuk pengukuran bahan bakar minyak yaitu Institut Petroleum (IP) adalah sebuah organisasi profesional yang berbasis di Inggris yang difokuskan pada industri minyak dan gas. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Mogas yang dihasilkan oleh PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan sebagai berikut : a. Specific Gravity 60/60°F ( ASTM D-1298) Pengukuran ini untuk mengetahui perbandingan massa sejumlah volume zat pada temperatur tertentu terhadap massa air murni dengan volume yang sama pada temperatur yang sama atau temperatur yang berbeda. Kedua temperatur acuan harus dinyatakan secara eksplisit. Umumnya temperatur acuan meliputi 60/60°F b. Reid Vapour Pressure (ASTM D-323) Pengukuran ini untuk mengetahui tekanan uap jenuh suatu bahan bakar dan sebagai indikasi untuk menetukan volalitas dan kemudahan dalam terbakar. c. Distillation (ASTM D-86) Mengetahui persentase volume bahan bakar minyak yang menguap pada suhu tertentu. d. Octan Number (ASTM D-2699)



Untuk mengetahui ukuran antiketukan pada proses pembakaran.Bilangan Oktan adalah angka yang menunjukkan kesamaan atau kesetaraan performa yang diberikan oleh suatu bahan bakar gasoline dengan kemampuan yang diberikan oleh campuran dalam % volume antara iso-Oktan dan normal-Heptan yang diuji menggunakan mesin standar CFR F1. Bilangan oktana dari suatu bahan bakar adalah bilangan yang menyatakan berapa persen volume iso-oktana dalam campuran yang terdiri dari iso-oktana dan heptana normal yang mempunyai kecenderungan berdetonasi sama dengan bakar bakar tersebut (Trio Bagus,2013) e. Induction Period (ASTM D-525) Untuk mengetahui kestabilan minyak dengan mempercepat proses oksidasi. f. Existent Gum (ASTM D-381) Untuk mengetahui kadar getah purwa (gum) dan kebersihan dalam bahan bakar. Getah purwa merupakan kerak akibat pembentukan gasoline yang teroksidasi dapat mnyumbat saluran-saluran bahan bakar (Abdul Aziz,2011). g. Copper Strip Corrosion (ASTM D-130) Mengetahui adanya sifat korosif minyak bumi pada tembaga secara analisis kualitatif.. h. Doctor Test (IP-30) Mengetahui adanya belerang merkaptan pada minyak secara analisis kualitatif. i. Sulfur Content (ASTM D-2622) Analisis kuantitatif terhadap kadar sulfur pada minyak. Dimana sulfur bersifat korosif, serta sebagai racun katalis. j. Lead Content (ASTM D-3237) Uji analisis kuantitatif terhadap kadar timbal pada minyak bumi. k. PONA (ASTM D-6839) Untuk mengetahui kadar senyawa parafin, olefin, nafta, serta aromatik pada minyak secara analisis kuantitatif.



BAB V Metode Penelitian 5.1. Peralatan dan Bahan 5.1.1. Peralatan Alat yang digunakan dalam analisis ini yaitu temperature bath, piala gelas, gelas ukur, hydrometer, labu distilasi, alat distilasi, desikator, neraca analitik, pengaduk, copper strip corrosion standard, chamber RVP, kromatografi gas, mesin CFR, AAS (Atomic Absorption Spectrometer), automatic tritator, XRF (X-Ray Flouresence Spectrometer).



5.1.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi bahan uji atau sampel dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan merupakan sampel retain dari premium, pertamax, dan pertamax plus. Premium yang diuji berasal dari tanki 42-T-301 H yang disampling pada tanggal 6 Juli 2015. Bahan kimia yang digunakan yaitu n-heptana, isooktana, serbuk sulfur, sodium plumbite, RSH solution, AgNO3-IPA, MIBK, iodine, minyak ringan sebagai pembilas, dan batu es sebagai media pendingin.



5.2. Prosedur Penelitian 5.2.1. Research Octane Number (ASTM D-2699) Masing-masing zat dimasukkan ke dalam mixing cylinder 500 ml kemudian dikocok. Mesin CFR F-1 dijalankan dan atur kondisi pada mesin, setelah semua siap maka sampel premium dan standar RFB I dan RFB II dimasukkan ke dalam fuel tank masing-masing. Membaca knockmeter 3 x, diambil rata-ratanya. Melakukan hal yang sama pada pertamax dan pertamax plus.



5.2.2. Induction Period (ASTM D-525) Premium yang telah didinginkan (15-25)oC dimasukkan ke dalam glass sample container sebanyak (50 ± 1)ml. Oxydation Pressure Vessel ditutup dengan ketat dan



direndam di dalam bak pendingin yang mempunyai temperature (15-25)oC. Selang koneksi oksigen dipasang ke Oxydation Pressure Vessel dan dari rotary clock ke Oxydation Pressure Vessel. Kerangan oksigen dibuka perlahan-lahan sehingga mencapai (690-705) kPa, lalu ditutup kerangan oksigen tersebut. Selang koneksi oksigen ke bomb oxydation ditutup dan kerangan Oxydation Pressure Vessel dibuka secara perlahan-lahan untuk mengusir udara yang terperangkap di dalam vessel dan sampel. Selang konektor oksigen dipasang ke Oxydation Pressure Vessel dan beri tekanan (690-705) kPa, kemudian kerangan ditutup dan Oxydation Pressure Vessel dimasukkan ke dalam bath oxydation. Pengujian dimulai dengan menekan tombol pengaturan. Penurunan tekanan dimulai pada 14 kPa dalam waktu 15menit dan akan bertambah untuk waktu selanjutnya. Waktu di catat dalam menit dari awal bomb ditepatkan dalam bath hingga penurunan tekanan terjadi. Oxydation Pressure Vessel diangkat dari bath oxydation, lalu kerangan dibuka pelan-pelan untuk membuang sisa tekanan yang ada. Selang koneksi dilepas dari rotary clock ke Oxydation Pressure Vessel, kemudian didinginkan dan dibuka penutupnya. Melakukan hal yang sama pada pertamax dan pertamax plus.



5.2.3. Sulphur Content (ASTM D-2622) Peralatan WDXRF spektrometri harus dipastikan kinerjanya sesuai spesifikasi dari pabrik. Dilakukan pengaturan peralatan WDXRF sesuai instruksi manualnya. Premium dimasukkan pada sample cell, paling sedikit 2/3 bagian dari kapasitas sample cell. Lubang kecil dibuat pada sample cell sebagai ventilasi. Sample cell diletakkan ke dalam X-Ray beam dan analisis dilakukan. Alat akan melaksanakan dan memunculkan hasil analisis secara otomatis. Melakukan hal yang sama pada sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.4. Lead Content (ASTM D-3237) Premium sebanyak 5ml dimasukkan ke dalam labu takar 50ml yang telah berisi 30ml MIBK, kemudian ditambahkan 0,1ml larutan iodin, homogenkan dan didiamkan selama 1menit. Selanjutnya ditambahkan 5ml larutan aliquot 336 lalu dihomogenkan. Dilakukan pengenceran dengan MIBK hingga tanda tera dan homogenkan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan AAS dan adanya larutan standar. Melakukan hal yang sama pada sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.5. Distilasi (ASTM D- 86) Peralatan distilasi disiapkan dalam keadaan bersih dan kering. Bak kondensor diisi dengan media pendingin yaitu es. Menakar 100ml sampel premium di dalam gelas ukur, kemudian menuangkan ke dalam flask. Ketika menuang tidak boleh ada fraksi ringan dari minyak yang hilang atau menguap. Menempatkan flask dan support di atas pemanas, dan meghubungkan dengan inlet tube condensor. Mulai memberikan pemanasan kemudian mengamati perubahan temperaturnya, mengatur agar tetesan pertama (IBP) dapat dicapai dalam waktu (5-10) menit. Mengatur lagi pemanasan agar jarak waktu IBP dengan 5% recovery berkisar pada (60-75) detik. Kemudian untuk pemanasan dari 5% recovery sampai dengan 95% recovery dengan kecepatan pendidihan (4-5) ml kondensat per menit. Setelah mencapai 95% recovery memperhatikan kenaikan temperatunya hingga mencapai end point. Setelah selesai, membiarkan flask mendingin. Melakukan hal yang sama pada pertamax dan pertamax plus.



5.2.6. Existent Gum (ASTM D-381) Gelas piala dicuci hingga bersih setelah sebelumnya direndam dalam larutan asam kromat selama 6 jam, lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 150°C selama 1jam. Didinginkan dalam desikator selama 2jam, dan ditimbang gelas piala kosong yang akan digunakan. Isilah 50ml sampel premium ke dalam gelas beker kemudian masukkan ke dalam lubang penguapan. Membiarkan gelas piala tersebut dipanasi selama 5menit lalu dialiri udara. Tahan temperatur dan biarkan sampel diuapkan selama 30menit. Pada akhir pemeriksaan, ambil gelas piala dari bath dan biarkan dingin pada suhu kamar. Timbang gelas piala yang berisi residu. Melakukan hal yang sama pada sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.7. Reid Vapour Pressure (ASTM D-323) Mengatur alat untuk pengukuran RVP. Menempatkan sampel premium pada piala gelas sebanyak 50 ml, kemudian memasukkan selang penghubung ke dalam larutan sampel. Tekan tombol run pada alat, secara otomatis alat akan bekerja dan memberikan hasil



pengukuran RVP kurang lebih selama 20 menit. Melakukan hal yang sama pada pertamax dan pertamax plus.



5.2.8. Copper Strip Corrosion (ASTM D-525) Menggosok dan membersihkan keping tembaga dengan kertas amplas dari jenis 240 grid hingga bersih.



Mencelupkan kepingan tembaga ke dalam larutan isooktana dan



membersihkan serta menggosok lagi dengan karbon 150 mesh dan kapas yang telah dibasahi isooktana. Mengeringkan kepingan tembaga dari sisa isooktana menggunakan kapas kering. Menuang sampel premium 30 mL ke dalam test tube kemudian memasukkan dengan segera kepingan tembaga ke dalam sampel. Test tube ditutup dengan kapas dan ditempatkan ke dalam bak pemanas selama 3 jam. Strip tembaga dibandingkan denganstandar korosi dengan cara mengosongkan isi test tube , dengan segera ambil strip dengan forsep stainless steel dan membersihkan ke dalam larutan isooktana. Strip diangkat dan dikeringkan dengan kertas saring, kemudian membandingkan strip dengan standar korosi. Melakukan hal yang sama untuk sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.9. Spesific Gravity (ASTM D-1298) Sampel premium dituangkan ke dalam gelas silinder 500ml, thermometer dimasukkan ke dalam silinder tersebut dan diaduk. Silinder ditempatkan pada tempat yang datar, bebas dari aliran udara dan goncangan. Temperatur pada termometer dibaca kemudian hidrometer dimasukkan ke dalam sampel. Apabila hidrometer sudah terapung bebas dan temperatur sampel konstan (±0,2°F), hidrometer, dan termometer dibaca. Hasil pembacaan dikonversikan ke tabel, sehingga didapat nilai berat jenisnya. Melakukan hal yang sama untuk sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.10. Doctor Test (IP-30) Memasukkan 10ml sampel premium ke dalam gelas ukur 100ml dan tambahkan 5ml sodium plumbite (doctor solution) kemudian dikocok selama 15detik lalu ditambahkan sedikit bubuk sulfur, mengocok kembali dan mengamati warna yang terjadi pada sampel. Jika terbentuk endapan hitam maka terdapat H2S pada sampel tersebut. Melakukan hal yang sama untuk sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.11. Mercaptant Sulphur (ASTM D-3227) Sampel premium dimasukan sebanyak (20-50)ml ke dalam gelas piala 300ml yang mengandung 100ml pelarut titrasi yang sesuai. Gelas piala ditempatkan pada posisi titrasi. Posisi elektroda diatur setengah terbenam, buret diisi dengan larutan AgNO3-IPA 0,01M dan ujung buret ditempatkan kira-kira 1inchi di bawah permukaan cairan dalam piala gelas. Kecepatan stirrer diatur dengan kuat tanpa menimbulkan percikan. Pembacaan buret awal dan sel potensial dicatat. Biasanya pembacaan meter untuk kehadiran merkaptan berada di kisaran -250 sampai -350 mV. Menjalankan potensiometer dan titrasi dengan larutan AgNO3-IPA, tunggu pembacaan potensial sampai konstan, catat pembacaan buret dan meter. Mempertimbangkan potensial konstan jika berubah kurang dari 6 mV/ menit. Larutan titrasi dipindahkan, elektroda dibilas dengan menggunakan alkohol dan aliri dengan akuades. Hasil analisa merkaptan sulfur terbaca pada alat atutomatic titrator. Melakukan hal yang sama untuk sampel pertamax dan pertamax plus.



5.2.12. Analisis PONA (ASTM D-6839) Analisis PONA yaitu analisis hidrokarbon yang meliputi paraffin, oksigen, naphta, dan aromatik dilakukan dengan menggunakan alat kromatorgafi gas.



BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Tabel 8. Hasil Pengamatan Premium 42 T-301 H Parameter



Metode



Satuan



Hasil



Angka Oktan Riset



ASTM D-2699



RON



88,6



Periode Induksi



ASTM D-525



menit



0



Kandungan Sulfur



ASTM D-2622



% m/m



0,0156



Kandungan Timbal



ASTM D-3237



g Pb/Liter



0,002



IBP



°C



38



10% vol penguapan



°C



58



°C



101



90% vol penguapan



°C



158



FBP



°C



200



Residu



%vol



3



mg/100 ml



5,2



mg/100 ml



5,4



Distilasi :



50% vol penguapan



Unwashed Gum Washed Gum



ASTM D-86



ASTM D-381



Tekanan Uap



ASTM D-3237



kPa



40



Specific Gravity



ASTM D-4052



kg/m3



738



Korosi Bilah Tembaga



ASTM D-130



menit



Kelas 1b



Uji Doctor



IP 30



Sulfur Merkaptan



ASTM D-3227



Negative ppm



3,422



%v/v



63,85



%v/v



11,5



%v/v



11,05



Aromatik



%v/v



9,6



Benzena



%v/v



0



PONA Parafin Olefin Nafta



Penampilan visual



ASTM D-6839



Kuning



6.2 Pembahasan 6.2.1 Angka Oktan Riset (Reseach Octane Number) Angka oktan merupakan suatu angka yang menunjukkan ketahanan bahan bakar mogas ketika menghasilkan ketukan (knocking) yang dibandingkan dengan bahan bakar pembanding standar (campuran isooktana dan n-heptana) bila diuji pada mesin kendaraan. N-heptana yang memiliki kecenderungannya untuk mengetuk kecil diberi angka 0 (nol), n-heptana murni memiliki bilangan oktan 0 dan iso-oktana (2,2,4 trimetil pentana) memiliki kecenderungan yang besar untuk mengetuk kecil diberi angka 100. Angka oktan ditentukan dengan membandingkan tendensi ketukan dengan campuran suatu bahan bakar pembanding yang diketahui angka oktannyapada suatu kondisi optimum standar. Penentuan angka oktan dilakukan dengan menggunakan mesin uji baku CFR (Cooperation Fuel Research) F-1 sesuai dengan standar metode ASTM D 2699. Secara umum mutu bahan bakar ini ditentukan oleh kebutuhan angka oktan. Angka oktan riset bahan bakar Premium menunjukkan mutu antiketuk yang dimiliki oleh bahan bakar tersebut. Terjadinya ketukan pada motor bensin tergantung pada angka oktan dari bahan bakar yang digunakan. Bila bahan bakar yang digunakan memenuhi angka oktan dari motor bensin, maka tidak akan terjadi ketukan. Cara breaking procedures digunakan untuk menentukan angka oktan sampel. Prinsip dari Breaking Procedures yaitu dilakukan dengan menyiapkan dua campuran reference fuel dengan beda bilangan oktan maksimum 2, dimana diharapkan pembacaan knockmeternya akan mengapit (bracket) pembacaan knockmeter dari contoh pada kondisi compression ratio yang tetap. Sebelum dibuat larutan standar, maka dilakukan perhitungan angka oktan sementara sampel dengan cara pembacaan angka yang dihasilkan dari knockmeter yaitu 819 yang menunjukkan bilangan oktan 96 setelah dikonversikan pada tabel. Kemudian setelah didapat angka oktan sementara, maka dibuat larutan standar dua buah yaitu bilangan oktan 95 dan bilangan oktan 97 yang diharapkan hasil dari perhitungan mendapat bilangan oktan 96 yang beradadiantara bilangan oktan kedua larutan standar yang sesuai dengan prinsip breaking procedure. Bilangan oktan 95 dan 97 dibuat dengan cara mencampurkan isooktan dan n-heptana yang telah sesuai dengan perbandingan volume (mL) dari masing-masing larutan. Pengoperasian mesin untuk memperoleh intensitas ketukan standar yang terkalibrasi, harus sesuai dengan tabel panduan (Guide Table). Perbandingan udara dan contoh bahan bakar



diatur untuk memperoleh intensitas ketukan maksimum, kemudian ketinggian silinder diatur agar intensitas ketukan standar tercapai. Tujuan dilakukan perbandingan udara dan bahan bakar yaitu untuk membuat knocking stabil agar didapat nilai oktan yang sesuai. Apabila diatas maksimum maka akan terjadi anti knock yaitu pembakaran yang terjadi sebelum titik mati atas atau batas atas. Pengaturan intensitas ketukan pada sampel bahan bakar dan campuran bahan bakar pembanding utama dua kali, bilangan oktan sampel bahan bakar diperoleh dari hasil perhitungan interpolasi pada rata-rata selisih pengukuran intensitas ketukan. Adanya pembakaran bahan bakar yang tepat yaitu pembakaran dari busi akan merambat secra cepat ke seluruh ruang pembakaran, bahan bakar tersebut tidak mudah menimbulkan ketukan dalam mesin. Ketukan dalam mesin timbul karena terjadi pembakaran abnormal. Berdasarkan hasil analisa angka oktan pada sampel Premium sebesar 88,6. Nilai tersebut berada diatas batas minimum spesifikasi yakni premium sebesar 88. Hal ini menunjukkan bahwa Sampel Premium memenuhi standar untuk dipasarkan. 6.2.2 Periode Induksi (Induction Period) Periode induksi digunakan untuk melihat kestabilan mogas pada kondisi kecepatan oksidasi. Hal ini juga dapat digunakan sebagai indikasi kecenderungan mogas untuk dapat membentuk getah purwa dalam penimbunan maupun pemakaian. Apabila minyak teroksidasi maka akan bereaksi dan berubah menjadi olefin dimana dalam bentuk ini minyak ringan menjadi tidak stabil dan kecenderungan membentuk getah purwa semakin besar. Hal ini akan menyebabkan mesin mudah bersifat korosif. Periode induksi merupakan uji untuk menyatakan waktu yang dibutukan oleh Premium, untuk mengetahui kestabilan minyak ringan dalam mesin, semakin lama waktu yang dibutuhkan semakin sulit minyak ringan tersebut bereaksi dengan oksigen (teroksidasi). Pada analisis yang dilakukan waktu periode induksi selama >480 menit. Berdasarkan hasil uji periode induksi pada sampel yang diperoleh yaitu Premium sebesar 0 pada waktu > 480 menit. Hasil tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dengan standar minimal 480 menit. 6.2.3 Kandungan Sulfur (Sulphur Content) Sulfur didalam minyak bumi merupakan pengotor karena apabila adanya kandungan sulfur pada bahan bakar Premium dapat menyebabkan korosi logam pada mesin. Selain itu sulfur



juga dapat menyebabkan polusi udara karena jika dibakar akan menghasilkan gas SO yang beracun dan korosif. Oleh sebab itu kandungan sulfur dalam minyak harus dibatasi sekecil mungkin. Menurut spesifikasi bahan bakar Premium kandungan sulfur dibatasi yaitu 0,05% m/m. Berdasarkan uji kadar sulfur menggunakan metode ASTM D-2622 diperoleh hasil sebesar < 0,0156 m/m. Nilai tersebut masih dibawah batas maksimumnya sehingga produk Premium dapat digunakan secara aman dan sedikit menimbulkan efek polusi udara. 6.2.4 Kandungan Timbal (Lead Content) Timbal adalah logam yang dapat menyebabkan pencemaran pada lingkungan. Awalnya timbal digunakan sebagai zat aditif Premium untuk menaikkan angka oktan, tetapi karena dapat mencemari lingkungan, penambahan tersebut dilarang. Berdasarkan uji kandungan timbal pada sampel Premium kurang dari 0,013 g Pb/Liter yang merupakan spesifikasi standar maksimal yang telah ditetapkan, hal tersebut menunjukkan bahwa produk sudah sesuai dengan spesifikasi.



6.2.5 Distilasi (Distillation) Volatilitas secara umum berhubungan dengan tendensi hidrokarbon untuk membentuk uap yaang berpotensi membuat ledakan. Sifat ini penting dan kritis didalam bahan bakar motor gasolin (mogas) karena berpengaruh pada waktu penggunaan seperti untuk start mesin dan tendensi terjadinya vapour lock. Sifat penguapan pertama diuji dengan menggunakan metode distilasi standar ASTM D86.Uji ini dilakukan dengan cara memanaskan sampel pada tekanan 1 atm dengan suhu sedemikian rupa sehingga tetesan pertama dari hasil distilasi terjadi dalam waktu 4-5 menit dan dilanjutkan dengan menampung hasil kondensat yang tiap menitnya tertampung antara 4-5 mL. Pada sampel Premium, temperatur yang diukur selain saat initial boiling point (IBP) atau tetesan pertama, juga pada 10% volume penguapan, 50% volume penguapan, dan 90% volume penguapan serta final boiling point (FBP) atau end point dimana tidak terjadi lagi kenaikan temperatur. Pada distilasi 10% volume penguapan berperan penting dalam kemudahan menghidupkan mesin pada keadaan dingin (cold starting). Semakin rendah temperatur pada distilasi 10% volume penguapan maka semakin mudah mesin untuk dihidupkan pada kondisi dingin. Agar mesin mudah start dan cepat memanas maka spesifikasi teruapkan 10% dibatasi pada temperatur



maksimum 70oC. Hasil tersebut dapat mengarah ke sifat akselerasi mesin dan kecepatan warm up atau kemudahan pemanasan mesin. Sedangkan distilasi 90% volume teruapkan dalam spesifikasi harus terjadi pada temperatur maksimum 180oC. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin kebersihan mesin dan tidak menimbulkan pengenceran minyak pelumas mesin. Selain itu pada temperatur ini juga mempengaruhi meratanya distribusi bahan bakar dalam silinder mesin. Semakin tinggi suhu maka distribusinya semakin tidak merata. Titik didih akhir (FBP) menurut spesifikasi dibatasi maksimum sebesar 215oC.Selain itu kandungan residu dalam bahan bakar Premium juga dibatasi maksimum 2,0% volume yang bertujuan agar pada aplikasinya tidak terjadi pengotoran yang berlebih pada mesin motor. Berdasarkan hasil analisis distilasi diperoleh, dari hasil pengamatan dapat dilihat adanya kenaikan temperatur seiring dengan bertambahnya volume penguapan, hal tersebut dikarenakan telah berkurangnya fraksi ringan dan menyisakan fraksi berat, sehingga titik didih menjadi lebih tinggi. Hasil distilasi sampel produk yaitu Premium pada 90% volume penguapan menunjukkan bahwa nilai tersebut masih dibawah batas maksimum yaitu 180 oC. Sedangkan untuk titik didih akhir (FBP) juga berada dibawah maksimum titik didih akhir yaitu Premium 215 oC. Adanya penambahan fraksi berat dari tempat penyimpanan dapat menyebabkan tingginya titik didih akhir yang tercapai. 6.2.6 Existent Gum Existent Gum merupakan salah satu uji parameter untuk mengetahui sisa penguapan dari mogas yang tidak larut dalam n-heptana dan merupakan senyawa polimer tak jenuh. Pengukuran getah purwa (gum) dilakukan dengan metode ASTM D-381. Getah purwa dalam mogas berpotensi menghasilkan pengotor pada sistem pengaturan bahan bakar dalam ruang bahan bakar motor. Semakin kecilnya jumlah getah purwa akan menujukkan bahwa baiknya tingkat kebersihan pada mogas. Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut : Unwashed gum sebesar 5,2 mg/100ml. Washed gum sebesar 5,4 mg/100ml. Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, besarnya parameter Unwashed gum pada mogas maksimum sebesar 70 mg/100ml dan Washed Gum maksimum sebesar 5 mg/100ml. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.



6.2.7 Reid Vapor Pressure (RVP) Parameter ini diujikan pada mogas, minyak mentah yang volatil dan produk minyak bumi lainnya yang volatil. tidak sama dengan tekanan uap sampel yang sesungguhnya dimana tekanan uap sampel terjadi karena adanya sedikit penguapan sampel dan karena adanya uap air dan udara dalam ruangan serta dipengaruhi oleh suhu ruangan. Tekanan uap reid atau Reid Vapor Pressure (RVP) merupakan tekanan mutlak pada suhu 37.8˚C (100˚F) dalam satuan kPa. Uji tekanan uap pada mogas bertujuan untuk mengetahui besarnya tekanan uap mutlak dari produk minyak yang mudah menguap. Mogas yang baik harus mudah menguap agar mudah di start serta memerlukan waktu yang pendek untuk pemanasan pendahuluan. Jika bensin terlalu sukar untuk menguap maka aka terjadinya pembakaran tidak sempurna sehingga akan membentuk kerak pada busi dan silinder, mengotori minyak pelumas, dan mengakibatkan kehausan pada ruang bakar. Uji tekanan uap reid akan berhubungan terhadap hal berikut (Hardjono, 2001): 



Keamanan dalam pengangkutan bahan bakar minyak.







Sumbatan uap dalam system pengumpanan bensin.







Karakteristik mesin motor untuk dihidupkan dalam keadaan dingin.



Selain itu, bahan bakar juga tidak boleh terlalu mudah menguap, karena akan menimbulkan kehilangan yang berlebihan serta akan mengakibatkan vapour lock (pengembunan), dimana bahan bakar yang mampu menyumbat distribusi penyaluran bahan bakar dalam ruang bakar. Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebESAR 40 kPa. Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, besarnya RVP sekitar 45 kPa hingga 60. kPa. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. 6.2.8 Korosi Bilah Tembaga (Copper Strip Corrosion) Korosi bilah tembaga (Copper Strip Corrosion) merupakan analisis kualitatif untuk menunjukkan tingkat korosifitas suatu bahan pada ruang bakar terhadap kandungan zat korosif pada mogas, contohnya ialah kandungan asam ataupun senyawa sulfur yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, berpotesi membentuk lapisan pada tangki penyimpanan. Dimana korosif dapat menyebabkan kegagalan sistem sehingga harus dihindarkan. Hasil percobaan lempeng tembaga dibandingkan dengan standard copper corrosion. Alasan digunakannya tembaga (Cu) yaitu karena tembaga lebih mudah membentuk warna. Selain itu, peralatan yang digunakan pada kendaraan bermotor pada umumnya memakai



tembaga, sehingga mudah bereaksi. Serta tembaga merupakan logam yang mudah tereduksi sehingga apabila terjadi reaksi akan sangat mudah dilihat. Apabila tingkat atau kelas korosivitas tinggi maka hasil uji doctor test juga menunjukkan hasil positif dan terindikasikan dengan adanya endapan coklat. Berdasarkan hasil percobaan pada sampel menunjukkan hasil pada kelas 1b. Dimana hasil tersebut mengindikasikan bahwa mogas tersebut sesuai dengan spesifikasi yang di tentukan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 6.2.9 Specific Gravity Parameter ini salah satu penunjuk awal bila terjadi kontaminasi yang dapat menurunkan mutu produk serta bermanfaat baik untuk perhitungan proses blending maupun perhitungan berat produk. Specific Gravity merupakan perbandingan massa suatu volume minyak pada suhu tertentu dengan massa sejumlah volume pada suhu tertentu. Analisis SG dilakukan pada suhu minyak dan air 60˚F sesuai dengan metode ASTM D-4052. Hal pertama yang dilakukan adalah memasukkan sampel ke dalam gelas ukur sebesar 500 mL, lalu diaduk secara perlahan. Kemudian dimasukkan termometer dan hidrometer ke dalam gelas ukur yang telah berisi masing-masing sampel. Selanjutnya hidrometer dibiarkan terapung bebas ditengah gelas ukur. Skala yang ditunjukkan oleh hidrometer dan termometer dibaca dan dicatat. Selanjutnya dikonversikan untuk mengetahui besarnya Specific Gravity (SG) 60/60°F. Hal ini dikarenan untuk minyak bumi suhu yang digunakan adalah 15°C atau 60°F. Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut : Temperatur sebesar 81°F , SG sebesar 738 kg/m 3, setelah dikonversikan diperoleh SG 60/60°F sebesar 0,7502. Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, besarnya SG pada mogas yaitu sekitar 715 kg/m3 hingga 770 kg/m3. Sehingga dapat dikatakan sampel tersebut memenuhi syarat. 6.2.10 Uji Doktor (Doctor Test) Doctor test merupakan salah satu parameter uji terhadap mogas untuk mengetahui adanya senyawa sulfur dan merkaptan secara kualitatif. Pada awalnya, tabung uji dibilas dengan menggunakan nafta dan dikeringkan. Hal ini



dikarenakan selama pengujian sampel tidak



diperbolehkan mengandung air. Selanjutnya masing-masing sampel sebesar 10 mL dimasukkan ke dalam tabung dan dimasukkan larutan doctor test sebanyak 5 mL.



Larutan doctor test merupakan larutan Na2PbO2 yang pembuatannya dengan melarutkan 125 gram NaOH dan 60 gram PbO dalam 1 L aquades kemudian dikocok selama 15 menit. Setelah itu, didiamkan selama 1 hari dan larutan tersebut disaring. Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut : 2 NaOH + PbO → Na2PbO2 + H2S (doctor solution) Setelah dimasukkan larutan doctor test, dikocok agar pengotor yang terdapat pada sampel turun kebawah dan bercampur dengan larutan doktor setelah pendiaman kurang lebih 2 menit. Bila terjadi perubahan warna menjadi coklat maka sampel positif mengandung hidrogen sulfida (H2S). Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut : H2S + Na2PbO2 → PbS + 2NaOH (coklat) Kemudian tes dilanjutkan dengan penambahan padatan yang berupa bubuk sulfur kedalam campuran larutan tersebut dan dikocok lagi. Setelah didiamkan amati kembali. Bila terjadi perubahan warna menjadi coklat maka sampel tersebut mengandung merkaptan. Reaksi yang terjadi : RSH + Na2PbO2 → Pb(RS)2 + 2NaOH Pb(RS)2 + S → PbS + RSSR (coklat) Berdasarkan hasil analisis doctor test pada masing-masing sampel menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terjadi perubahan warna cincin kecoklatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel Premium yang dihasilkan PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan sesuai dengan spesifikasi menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 6.2.11 Mercaptant Sulphur Kandungan sulfur pada bahan bakar akan menyebabkan korosivitas terhadap tangki penyimpanan bahan bakar pada kendaraan. Oleh karena itu, kandungan sulfur haruslah dibatasi keberadaannya dalam suatu bahan bakar motor. Analisis ini menggunakan prinsip titrasi potensiometri. Prinsip dasar titrasi potensiometri ini dilihat dari perbedaan potensial (E) dari dua setengah reaksi atau disebut potensial sel (E sel). Apabila salah satu setengah reaksi diketahui potensialnya dan dibuat konstan, maka dapat ditentukan konsentrasi salah satu spesi pada setengah reaksi yang lain.Elektroda yang digunakan pada titrasi potensiometri ini adalah elektroda kalomel.



Elektroda ini banyak dipakai karena mudah penggunaannya (tidak memerlukan gas) : Hg | Hg2Cl2 (jenuh), KCl || Digunakan KCl agar kuat ionnya konstan. Penitran yang digunakan adalah AgNO3 IPA (Argentum nitrat Isopropil Alkohol) 0,1159 N karena sampel yang digunakan adalah minyak. Bila sampel air, maka penitran yang digunakan adalah AgNO3 0,1 N. Uji merkaptan sulfur menggunakan metode ASTM D-3227. Berdasarkan hasil uji, bahwa sampel produk Premium didapatkan nilai dibawah spesifikasi standar yang telah ditetapkan yaitu 0,002% m/m. Hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut sedikit akan kandungan merkaptan sulfur dan aman untuk digunakan sebagai bahan bakar. 6.2.12 PONA Parameter ini merupakan suatu analisis kuantitatif untuk setiap jenis mogas yaitu Premium dimana uji ini berdasarkan komposisi komponen hidrokarbon, yaitu komposisi parafin, olefin, nafta, dan aromatik (PONA). Pada analisis komponen yang terkandung dalam sampel mogas didapatkan hasil dalam dalam bentuk % volume untuk kandungan olefin, aromatik, dan benzena. Analisis ini dilakukan melalui metode ASTM D-6839 menggunakan instrumen kromatografi gas dengan menggunakan detektor FID. Pada awalnya, sampel diinjeksikan kedalam suatu wadah khusus untuk pengukuran dengan menggunakan Gas Chromatography (GC).Untuk setiap sampel diperlukan waktu sekitar 75 menit. Kemudian hasil akan muncul secara otomatis pada detector. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kromatografi gas, diperoleh kandungan berbagai komponen pada sampel Premium sebesar: Kandungan Parafin sebesar 63,85 v/v, kandungan Olefin sebesar 11,5 % v/v, kandungan Nafta sebesar 11,05, kandungan Aromatik sebesar 9,6 % v/v, dan kandungan benzene sebesar 0 % v/v. Apabila dibandingkan dengan spesifikasi Bahan Bakar berdasarkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi semua sampel tersebut memenuhi standar. Selain itu juga akan diketahui bahwa jumlah oksigen pada sampel tersebut sebesar 0% Wt. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapatnya kandungan oksigen yang berpotensi menimbulkan reaksi oksidasi.



BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa analisis mutu sampel Premium berdasarkan dari semua parameter tidak ada yang melampaui batas maksimum dari spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa mutu sampel produk Premium sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Dirjen Migas. 7.2 Saran 1. Perlu adanya perawatan dan pengawasan secara intensif dalam penggunaan sarana dan prasarana. 2. Demi kelancaran proses analisis diperlukan adanya pembaharuan peralatan analisis dalam laboratorium sehingga diharapkan terjaganya mutu kualitas produk



DAFTAR PUSTAKA Anisya,Alny Nur.2015. Analisis Kualitas Pertamax Plus PT Pertamina RU VI Balongan. Purwokerto : Kimia Universitas Jenderal Soedirman. Chevron. 2009. Motor Gasoline Technical Review. San Ramon : Chevron Product Company. Fadarina. 2014. Hidrokarbon dan Distilasi ASTM D-86. Palembang : Politeknik



Negeri



Sriwijaya. Hervananda,Arief Budiman. 2015. Laporan Kuliah Kerja Nyata Praktek. Malang : Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. IPCS. 2003. Premium and Camphor, International program on Chemical Safety



and European



Comision Kabib,Masruki. 2009. Pengaruh Pemakaian Campuran Premium dan Champhor Terhadap Performa dan Emisi Gas Buang Mesin Toyota Kijang Seri 4K. Jurnal Sains dan Teknologi vol.2.No.2 . ISSN : 1979-6870. Nurcahyo,Dwi Aan. 2014. Uji Kualitas Pertamax di PT Pertamina RU VI Balongan. Yogyakarta : Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Purnomo, Trio Bagus. 2013. Perbedaan Perfoma Motor Berbahan Bakar Premium



dan



Pertamax. Semarang : Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Roshayati,Sasi.2015. Analisis Mutu Produk Pertamax di PT Pertamina RU VI Balongan. Bogor : Politeknik Aka Bogor. Saputri,Erna Dwi. 2012. Analisis Mutu Retain Produk Uji Coba Blending PT Pertamina UP VI Balongan. Surabaya : Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November. West Conshohocken,Pa.2009. Standard Specification for Automotive Spark- Ignition Engine ASTM International. Zuhra,Fatimah Cut. 2003. Penyulingan, Pemrosesan,dan Penggunaan Minyak Bumi. Medan : Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara.



Fuel.



Gambar. 1 Sampel produk yang dianalisis



A



Gambar. 2 Research Octan Number (RON)



Gambar. 3 Induction Period



Gambar. 4 Sulphur by X-Ray



Gambar. 5 Lead Content



Gambar. 8 Reid Vapour Pressure



Gambar. 9 Copper Strip Corrosion



Gambar. 10 Specific Gravity



Gambar. 11 Doctor Test



Gambar. 12 Mercaptant Sulphur



Gambar. 13 PONA