Analisa Jurnal Keperawatan Kritis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA JURNALN KEPERAWATAN KRITIS GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)



Disusun oleh : NAMA : NINDI AYU PUTRI NIM : 11181033 PRODI : SI KEPERAWATAN REG XI.A



S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA



Kata pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “GAMBARAN KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD SANJIWANI GIANYAR ”. Dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Jakarta, 23 September 2021



a



DAFTAR ISI



Kata pengantar.................................................................................................................................a DAFTAR ISI...................................................................................................................................b BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1 A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................1 B. TUJUAN PENELITIAN......................................................................................................3 BAB II ANALISA JURNAL.........................................................................................................4 A. Jurnal Utama.........................................................................................................................4 B. Jurnal Pendukung..................................................................................................................4 C. ANALISA PICO...................................................................................................................6 BAB III TINJAUAN TEORI.........................................................................................................9 A. Konsep Penyakit...................................................................................................................9 1.



Definisi Gagal Ginjal Kronik............................................................................................9



2.



Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Corwin,2001)................................................9



3.



Patofisiologi......................................................................................................................9



4.



Etiologi............................................................................................................................10



5.



Komplikasi......................................................................................................................10



6.



Etiologi............................................................................................................................12



7.



Manifestasi klinis............................................................................................................13



8.



Penatalaksanaan medis....................................................................................................14



B. Konsep intervensi yang diberikan......................................................................................14 BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................16 A. KESIMPULAN...................................................................................................................16 B. SARAN...............................................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................1



b



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Gagal ginjal kronis disebut juga CKD ( Chronic kidney disease) Penyakit ginjal yang telah berlangsung lama sehingga menyebabkan gagal ginjal. Ginjal menyaring kotoran dan kelebihan cairan dari darah. Apabila ginjal tidak berfungsi, kotoran menumpuk. Gejala berkembang perlahan dan tidak spesifik untuk penyakit ini. Sebagian orang tidak memiliki gejala sama sekali, dan didiagnosis lewat tes laboratorium. Obatobatan membantu mengelola gejalanya. Stadium lanjut dapat memerlukan penyaringan darah dengan mesin (cuci darah) atau transplantasi. Penyakit ginjal mencakup berbagai penyakit dan gangguan yang mempengaruhi ginjal. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang unit penyaring ginjal, nefron, dan merusak kemampuannya untuk menghilangkan limbah dan kelebihan cairan. Ginjal memiliki peran penting untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting ginjal lainnya adalah untuk mengekskresikan produk-produk akhir atau sisa metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Apabila sisa metabolisme tubuh tersebut dibiarkan menumpuk, zat tersebut bisa menjadi racun bagi tubuh, terutama ginjal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar ureum dan kreatinin serum pasien rata-rata mengalami hiperuremik, dan seringnya menjalani terapi hemodialisis tidak mencerminkan akan terjadinya penurunan kadar ureum dan kreatinin serum menjadi normal. Kepada pasien GGK disarankan agar memantau kondisi kesehatannya dan memperhatikan dietnya dengan mengurangi asupan makanan tinggi protein seperti susu, telur, dan kacang-kacangan, sehingga kadar ureum dan kreatinin serumnya dapat terkontrol. Ginjal merupakan salah satu organ vital yang perlu dijaga kesehatan fungsinya. Ketika fungsi ginjal mengalami penurunan, maka akan menimbulkan masalah gagal 1



ginjal. Pada dasarnya dalam beberapa tahun terakhir penderita gagal ginjal semakin bertambah. Jika gagal ginjal tersebut tidak diberi penanganan yang tepat, maka kondisi kegagalan ginjal tersebut akan semakin kronis. Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal End-Stage Renal Disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut, yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Gagal ginjal dapat juga kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang perlahan, mungkin dalam beberapa tahun. Adapun prevalensi gagal ginjal kronis menurut ESRD Patients (End-Stage Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang (31%), tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang (34%) dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang (36%). Sedangkan, di Indonesia prevalensi gagal ginjal kronis sebesar 0,2% dan hanya 60% dari pasien gagal ginjal kronis tersebut yang menjalani terapi dialisis. Sedangkan di Kalimantan sendiri prevalensi gagal ginjal kronis sebesar 0,17 % dan terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari PERNEFRI jumlah pasien hemodialisa di Indonesia tahun 2011 sekitar 13.609 orang. Kasus gagal ginjal di Kalimantan Selatan yang tertinggi pada tahun 2012 adalah kota Banjarmasin 1.497 kasus (52%), yang kedua adalah Kabupaten Banjar yaitu 742 kasus (26%) dan yang ketiga adalah Tapin dengan jumlah kasus sebanyak 641 kejadian (22%). Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Ningsih, Rachmadi, dan Hammad (2012) di ruang Hemodialisa RSUD Ratu Zalecha Martapura pada tahun 2010 jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 562 orang. Hemodialisa merupakan modalitas terapi penyelamat hidup yang hanya dijalani secara rutin oleh pasien dengan gagal ginjal kronis sejak 35 tahun yang lalu. Meskipun hemodialisa aman dan bermanfaat untuk pasien, namun bukan berarti tanpa efek samping. Berbagai komplikasi dapat terjadi saat pasien menjalani hemodialisa. Selama hemodialisa terjadi perubahan yang signifikan pada cairan dan mineral dalam tubuh pasien oleh karena itu pasien dapat mengalami berbagai macam komplikasi selama hemodialisa. Komplikasi intradialisa merupakan kondisi abnormal yang terjadi saat pasien menjalani hemodialisa. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi (UF) atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi intradialisis terjadi pada 20-30% penderita yang menjalani hemodialisa reguler. Hipotensi intradialisis masih 2



merupakan masalah klinis yang penting, dikarenakan gejala-gejala seperti mual dan kram memiliki pengaruh yang tidak baik pada kualitas pasien hemodialisis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumentalia Sulistini, Krisna Yetti, dan Rr. Tutik Sri Hariyati tentang “Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fatigue pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis” tahun 2012 menyatakan bahwa faktor situasional yang mempengaruhi fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis yang berkaitan dengan situasi hemodialisis, terdiri dari frekuensi hemodialisis, lama menjalani hemodialisis, komplikasi hemodialisis, dan riwayat penyakit. Di antara beberapa faktor tersebut, terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan tingkat fatigue dan pasien yang bertambah 1 bulan masa menjalani hemodialisis, maka tingkat fatigue menurun 0,022. Proses hemodialisis yang lama pada pasien ginjal kronik akan menimbulkan stress fisik, pasien akan mengalami kelelahan, sakit kepala, dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun.



B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penilitian ini yaitu untuk mengetahui apakah penyebab dari gagal ginjal akut dan kronis, serta seberapa banyak kasus yang terjadi di indonesia mengenai gagal ginjal akut dan kronis.



3



BAB II ANALISA JURNAL A. Jurnal Utama 1. Judul Jurnal GAMBARAN KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD SANJIWANI GIANYAR. 2. Peneliti D G A Suryawan1 ., I A M S Arjani2 ., I G Sudarmanto3. 3. Populasi, sampel, dan tekhnik sampling Metode sampling melibatkan 30pasien PGK yang enjalani hemodialisis, sampel darah dianalisis kadar ureum dan kreatininnya, data disajikan sebagai tabel. Pada penelitian ini menggunakan sampel penelitian yang berjumlah 30 sampel pasien GGK. Teknik sampling sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling. 4. Desain penelitan Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional yaitu jenis penelitian dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). 5. Instrumen yang digunakan menggunakan alat Kimia Klinik Biolis Premium 24i di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Sanjiwani Gianyar. 6. Uji statistik yang digunakan uji statistik yang digunakan adalah uji Log Rank. Dengan menggunakan uji Log Rank, dapat diketahui adanya perbedaan antar kategori dalam setiap faktor atau variabel.



B. Jurnal Pendukung 1. Judul jurnal 4



Ensefalopati Uremikum pada Gagal Ginjal Kronis 2. Peneliti Felicya Rosari Hasianna Sirait1 , Merry Indah Sari 3. Hasil Analisa jurnal Pasien wanita pada kasus ini mengalami syok karena tekanan darah pasien adalah 80/60 mmHg disertai akral yang dingin. Hal ini menunjukkan terjadinya kegagalan sirkulasi. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 40 mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ. Penanganan pada pasien sudah sesuai. Pada pasien telah mendapatkan tindakan hemodialisa cyto dan berlangsung selama 1 jam. Pasien disarankan untuk dilakukan hemodialisa selama 2 jam. Indikasi hemodialisa segera adalah bila ditemukan kegawatan ginjal berupa keadaan klinis uremik berat, oligouria (produksi urine 150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na >160 atau 65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. 14. daan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit, atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit, atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).12,17 Pada pasien ini sudah direncakan pemberian dopamin. Hasil akhir pasien adalah meninggal dunia, hal ini disebabkan selain karena kondisi pasien yang buruk, disebabkan juga karena keterlambatan dalam penanganan, dimana pasien sudah menunjukkan gejala ensefalopati berupa gangguan neurologis sejak 5 hari SMRS, serta tidak tersedia kamar perawatan intensif atau Intensive Care Unit (ICU). 5



C. ANALISA PICO 1. P (problem) CKD ( Chronic Kidney Disease ) 2. I (Intervention) a. Distribusi kadar ureum serum pada pasien GGK Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa hasil penelitian terhadap 30 pasien GGK dapat diketahui bahwa seluruh pasien (100%) memiliki kadar ureum serum yang tinggi. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian di RSU Margono Soekarjo Purwokerto dari 52 pasien, seluruhnya (100%) mengalami hiperuremik dengan rata-rata kadar ureum serum pasien 151,1 mg/dl10 . Kadar ureum dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi urea. Kadar ureum dalam darah mempunyai nilai rujukan normal yaitu 15-43 mg/dl. Bila kadar ureum darah tinggi maka disebut uremia. b. Distribusi kadar kreatinin serum pada pasien GGK Berdasarkan tabel 1 terlihat jelas bahwa hasil penelitian terhadap 30 pasien GGK dapat diketahui bahwa seluruh pasien (100%) memiliki kadar kreatinin serum yang tinggi. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian di RSU Margono Soekarjo Purwokerto dari 52 pasien gagal ginjal, seluruhnya (100%) memiliki kadar kreatinin serum tinggi dengan rata-rata kadar 12,6mg/dl10. Kreatinin merupakan limbah molekul kimia yang dihasilkan dari metabolisme otot. Kreatinin dihasilkan dari keratin, yang merupakan molekul yang sangat penting dalam produksi energi di otot. Kreatinin sebagian besar dijumpai di otot rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai kreatinin fosfat, dalam sintesis ATP dari ADP, kreatinin fosfat diubah menjadi kreatinin dengan katalisasi enzim kreatinin kinase c. Rasio kadar ureum/kreatinin serum pada pasien GGK Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan ureum dan kreatinin serum selalu disatukan untuk mengetahui rasio dari kedua pemeriksaan tersebut. Rasio ureum/kreatinin serum merupakan indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia.



6



3. C ( Comparison ) a. Judul jurnal pembanding Hubungan Hipotensi Intradialisis dengan Tingkat Fatigue pada Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) di Rsud Ratu Zalecha Martapura b. Peneiti Ainun Sajidah 1 , Nasrullah Wilutono 2 , Anna Safitri 3 c. Hasil Penelitian Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara hipotensi intradialisis dengan tingkat fatigue pada pasien GGK dengan nilai p-value < ,5 yaitu sebesar , dan nilai correlations coefficient sebesar r: 0,257 yang menunjukkan hubungan lemah. Kesimpulannya pasien dengan penurunan TD sistolik akan mengalami tingkat fatigue lelah. Saran untuk perawat agar lebih meningkatkan monitoring selama HD berlangsung dan mengevaluasi keluhan pasien. Hasil penelitian menunjukan rata-rata responden berusia 46-55 tahun (38%), berjenis kelamin laki-laki (51%), dan tingkat pendidikan terakhir SMA (40%). Mayoritas responden menjalani HD sedang (12-24 bulan) (36%) dengan frekuensi 2x/minggu (91%). Sebagian besar responden memiliki riwayat penyakit Hipertensi dengan DM (20%) dan Hipertensi saja (20%). Berdasarkan hasil uji korelasi dengan menggunakan Spearman-Rank didapat pvalue sebesar ,. Dengan demikian karena nilai p-value <  (, < ,5) maka H ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada hubungan antara hipotensi intradialisis dengan tingkat fatigue pada pasien GGK di Ruang Hemodialisa RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai correlations coefficient sebesar r: 0,257, hasil ini termasuk interval 0,20 – 0,39, sehingga dapat disimpulkan termasuk kategori makna hubungan lemah. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang mengalami hipotensi intradialisis cenderung mengalami tingkat fatigue lelah.



7



4. O ( Outcome ) Result of this study showed that all samples (100%) had serum urea and creatinine levels high or exceed the normal limits. While of urea/creatinine levels as many as 20 patients (66,7%) had low ratio, 7 patients (23,3%) had a normal ratio, and 3 patients (10%) have a high ratio, so that it can be concluded that all patients had hyperuremic. Pada penelitian ini juga ditemui 3 orang pasien (10%) memiliki rasio ureum/kreatinin serum tinggi, hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi, hipovolumia, atau asupan tinggi protein. Dehidrasi pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis dapat sering terjadi, hal ini dikarenakan dalam terapi hemodialisis yang dilakukan, pasien akan banyak kehilangan penumpukan cairan dalam tubuhnya, sehingga tidak jarang pasien akan mengalami dehidrasi. Terjadinya dehidrasi menyebabkan ureum dan kreatinin dalam darah menjadi pekat sehingga kadar ureum dan kreatinin serum dalam darah menjadi meningkat yang akan menyebabkan ratio ureum/kreatinin serum mejadi tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar ureum dan kreatinin serum pasien rata-rata mengalami hiperuremik, dan seringnya menjalani terapi hemodialisis tidak mencerminkan akan terjadinya penurunan kadar ureum dan kreatinin serum menjadi normal.



8



BAB III TINJAUAN TEORI A. Konsep Penyakit 1. Definisi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis 14 atau transplantasi ginjal. Salah satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal (Rahman,dkk, 2013). 2. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Corwin,2001) Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR (Glomerulo Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa. Dan mencakup: a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal. b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron yang mati. d. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.



3. Patofisiologi



9



Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (Rahman,dkk, 2013). Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan



karena



glomerulotubular



gangguan



sehingga



ginjal



terjadi



dapat



peningkatan



mengganggu intake



natrium



keseimbangan yang



akan



menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi .Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman, 2013).



4. Etiologi United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2007 dan 2011 mencatat bahwa tiga besar penyebab penyakit ginjal kronik adalah diabetes melitus, hipertensi, dan glomerulonefritis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Qi Lun Ooi et al pada tahun 2011 mengemukakan bahwa penyakit ginjal kronik disebabkan oleh diabetes (37,29%), glomerulonefritis (35,28%), hipertensi atau penyakit renovaskular (22,17%), refluks nefropati dan malformasi struktur lain (6,5%), ginjal polikistik (5,45%) atau penyebab lain seperti kanker, trauma, agen nefrotoksik, dan sebab lain yang tidak diketahui (21,17%)12. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan etiologi utama penyakit ginjal kronik dari berbagai penelitian yang dilakukan.



10



5. Komplikasi -



Kelebihan cairan Selama ini banyak orang yang beranggapan bahwa banyak minum akan membuat ginjal sehat. Hal ini ternyata tidak sepenuhnya benar, jika seseorang dengan fungsi ginjal yang masih baik minum 2-3 liter air dalam sehari memang baik untuk ginjalnya. Tetapi jika seseorang dalam kondisi memiliki gejala penyakit ginjal minum 5-6 liter dalam sehari, hal tersebut bisa berbahaya. Karena bisa menyebabkan kadar garam di dalam tubuh berkurang, dan bisa membuat seseorang lemah atau bahkan kejang-kejang. Seseorang dengan penyakit ginjal kronis, memiliki dengan pembuangan cairan yang ada di dalam tubuhnya. Sehingga ketika ia minum air dalam jumlah yang banyak, tidak semua air yang ia minum keluar dan malah menumpuk di pembuluh darah, dan membuat jantung menjadi bekerja lebih keras.



-



Hiperkalemia Seseorang dengan penyakit ginjal kronis, memiliki dengan pembuangan cairan yang ada di dalam tubuhnya. Sehingga ketika ia minum air dalam jumlah yang banyak, tidak semua air yang ia minum keluar dan malah menumpuk di pembuluh darah, dan membuat jantung menjadi bekerja lebih keras. Sumber kalium bisa didapatkan dari buah-buahan dan juga sayuran, sehingga dokter menyarankan kepada orang dengan penyakit ginjak kronis untuk tidak mengonsumsi buah-buahan dalam jumlah yang banyak.



-



Metabolik Asidosis Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur elektrolit, cairan, dan juga asam basa di dalam darah. Jika fungsi tersebut terganggu, maka darah akan asam dan pH darah akan turun. Jika pH darah turun, maka akan membuat pembuluh darah melebar, dan juga kontraksi jantung menjadi terganggu. Jika hal tersebut tidak dikendalikan, maka akan membawa dampak yang sangat buruk.



-



Gangguan mineral dn tulang Penyakit ginjal kronik yang sudah lama dibiarkan, bisa menganggu mineral dan juga tulang. Asupan kalsium yang kurang, bisa menyebabkan tulang



11



menjadi mudah patah. Orang dengan penyakit ginjal kronis, memiliki tulang yang tidak kuat dan mudah patah, karena gangguan tulang yang dialaminya. -



Hipertensi Hipertensi bisa membuat seseorang terkena penyakit ginjal, tetapi penyakit ginjal kronis juga bisa menyebabkan hipertensi. Karena gangguan glomeruler, seseorang bisa mengalami hipertensi. Hipertensi juga bisa disebabkan karena terlalu banyak cairan atau tekanan darah yang naik.



6. Etiologi Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut : -



Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).



-



Penyakit peradangan : Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah



infeksi



faring



atau kulit



oleh



Streptococcus



(glomerulonefritis



pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000). Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya



12



fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000). -



Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal. Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.



-



Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun



-



Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal



-



Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis



-



Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah



-



Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).



13



7. Manifestasi klinis Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh yaitu : -



Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.



-



Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).



-



Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.



8. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin (2001) adalah: a. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi b. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. c. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal. d. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.



B. Konsep intervensi yang diberikan



14



Intervensi merupakan fase proses keperawatan untuk menyusun tindakan dengan pertimbangan yang sangat sistematis, mencangkup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah. Penyakit-penyakit yang dapat merusak ginjal akan merusak massa nefron ginjal yang mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun. GRF yang terus menurun 5-10% dari keadan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrom uremik. Sindrom uremik adalah suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen karena ginjal. Pada uremia lanjut, sebagian fungsi dari semua organ tubuh dapat menjadi abnormal. Manisfestasi pada saluran cerna dari uremia dapat menyebabkan pasien sangat terganggu. Anoreksia, mual dan muntah merupakan gejala yang seringkali menjadi gejala-gejala awal penyakit. Gejala-gejala ini ikut bertanggung jawab atas penurunan berat badan yang cukup besar pada pasien gagal ginjal kronik. Seluruh saluran cerna akan ikut terserang pada uremia. Pasien akan sering mengeluh rasa kecap logam pada mulutnya, dan nafasnya mungkin berbau ammonia. Flora normal mulut yang terdiri dari organisme-organisme (bakteri karang gigi) yang dapat memecah urea dalam saliva sehingga membentuk ammonia. Inilah yang dapat menyebabkan timbulnya bau seperti urine pada nafas, dan dapat mengubah cita rasa serta merupakan prediposisi peradangan atau infeksi jaringan gastrointestinal. Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan gastrointestinal. mual dan muntah dapat terjadi dalam tiga stadium yaitu mual, retching (gerakan dan suara sebelum muntah) dan muntah. Stadium pertama, mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang snagat tidak enak di belakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Terdapat berbagai aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti meningkatnya saliva, menurunnya tonus lambung, dan peristaltik. Peningkatan tonus duodenum dan jejunum menyebabkan terjadiya refluks isi duodenum ke lambung. Gejala dan tanda mual yaitu pucat meningkatnya saliva, mengeluh mual, hendak pingsan, berkeringat dan takikardia (Price & Wilson, 2015).



15



BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Definisi Penyakit Ginjal Kronis adalah penurunan fungsi ginjal secara kronis yang memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal (Glomerulus Filtration Rate) 30mg/g tidak terikat pada umur, tekanan darah, dan apakah teradapat diabetes atau tidak pada pasien. Angka prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun 2018 cukup tinggi yaitu mencapai 3.8 permil populasi Indonesia menderita penyakit ginjal kronis yang terdiagnosis dokter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi penyakit ginjal kronis pada tahun 2013 yaitu 2 permil di seluruh Indonesia. Prevalensi tertinggi terdapat pada provinsi Kalimantan utara yaitu sebanyak 6.4 permil sedangkan prevalensi terendah di Indonesia terdapat pada provinsi Sulaswesi Barat pada angka 1.8 permil. Penderita penyakit ginjal kronis tersering berada pada umur 65-74 tahun, lebih banyak terjadi pada laki-laki. Persentase penderita penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa di Indonesia juga cukup rendah dimana hanya 19.3% penderita penyakit ginjal kronis menjalani terapi hemodialisa. Kebanyakan dari penyakit ginjal tidak memiliki gejala atau temuan dan hanya terdeteksi ketika sudah kronis. Sebagian CKD tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan seumur hidup hanya untuk memperlambat perkembangan gagal ginjal. Tetapi, dalam beberapa kasus dapat sepenuhnya sembuh, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Pada kasus lain, pengobatan menyebabkan penyembuhan parsial pada kerusakan ginjal dan peningkatan fungsi ginjal.



16



B. SARAN Disarankan harus selalu hidup sehat agar tubuh terasa lebih baik, petugas kesehatan harus menguasai tentang penyakit yang akan dia kaji, gagal ginjal kronis menyerang hampir tidak mengenal usia, perawat harus lebih memahami bagaimana tekhnik dan cara untuk mengatasi gagal ginjal kronis.



17



DAFTAR PUSTAKA http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-tikalutfia-6702-2-babii.pdf http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2381/3/bab%202.pdf http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/34661/1/611d557bacf8c413fe9f526a7bd9f361.pdf