Analisis 8 Bidang Garapan SLB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MENGKAJI 8 BIDANG GARAPAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 1. SEGREGASI Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus terpisah dari sistem pendidikan anak pada umumnya. Penyelengggaraan sistem pendidikan segregasif dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak pada umumnya. Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya. (W) Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas. (W) Kelemahan model pendidikan segregasi adalah kurikulum yang dirancang di sekolah tersebut berbeda dengan sekolah umum. Hal ini mengakibatkan para peserta didik (ABK) tidak bisa mengembangkan kemampuan secara optimal. Jika dicermati secara filosofis, sekolah model segregasi juga mempunyai kejanggalan, hal ini tidak lain karena tujuannya menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi dalam pelaksanaan pendidikannya mereka justru malah (W) dipisahkan dari masyarakat. Sekolah model ini juga (W) berbiaya relatif mahal. Model yang muncul pada pertengahan abad XX sebagai penyempurna model segregasi adalah model mainstreaming. Belajar dari kesalahan model pendahulunya, pada model ini setiap (S) ABK harus ditempatkan pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan jenis/tingkat kebutuhan khususnya. Model mainstreaming inilah yang akhirnya dikenal secara luas menjadi cikal bakal pendidikan inklusi. A. Fasilitas dan sarana Pendidikan segregasi 



Tersedia alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul, dll.  Jumlah siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat memberikan layanan individual kepada semua siswa.  Lingkungan sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat mengenai disability anak.  Lingkungan fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan mempertimbangkan masalah mobilitas disability, dan kami mendapat latihan keterampilan orientasi dan mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama disability.



B. Analisis SW (S)              



Rasa ketenangan pada anak luar biasa. Komunikasi yang mudah dan lancar. Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak. Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa Mudahnya kerjasama dengan multidisipliner. Sarana dan prasarana yang sesuai. Merasa diakui kesamaan haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan. Dapat mengembangakan bakat ,minta dan kemampuan secara optimal. Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal. Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Harga diri anak luar biasa meningkat. Dapat menumbuhkan motipasi dalam belajar. Guru lebih mudah untuk merencanakan dan melakukan pembelajaran karena siswanya homogen. Siswa tidak menjadi bahan ejekan dari siswa lain yang normal (W)



         



Sosialisasi terbatas Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal Bebas bersaing Egoistik, menumbuhkan kesenjangan kualitas pendidikan Efektif dan efisien untuk kepentingan individu Menumbuhkan disintegrasi Tidak terikat Mahal dan butuh fasilitas banyak Spesifik dan spesialis Memperlemah persatuan nasional Potensial untuk pengembangan otonomi



2. INTEGRASI Istilah integrasi yang luas untuk merujuk pada bersekolahnya seorang anak berkebutuhan khusus pada sekolah regular. Dapat diartikan pada proses memindahkan seorang siswa pada lingkungan yang tidak terlalu terpisah. Seorang anak berkebutuhan khusus yang bersekolah pada sekolah regular, tetapi berada pada unit atau kelas khusus. Menurut Stainback dan Stainback, yang disebut sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua peserta didik di kelas yang sama. (S) Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kebutuhan setiap peserta didik, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar peserta didik berhasil. Lebih dari itu, (S) sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap peserta didik dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan idividualnya dapat terpenuhi. Kelas inklusi juga menjadi tempat saling mengenal antara anak normal dan ABK, tempat kebersamaan dan kerjasama dibangun untuk bersama-sama mencapai



tujuan pendidikan. Karena pendidikan inklusi sebagai upaya untuk menyikapi kebaragaman atau perbedaan, sebisa mungkin menciptakan lingkungan yang inklusi dan ramah terhadap pembelajaran (LIRP). Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak dengan disabilias kurang, belajar bersama anak pada umumnya, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak dengan disabilitas kurang atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima mereka karena berbagai alasan di atas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak dengan disabilitas kurang mendapat tempat dan penanganan yang terbaik. A. Analisis SW (S) 



  







Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa berkebutuhan khusus dan yang tidak, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak pada pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa. Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih kompetitif, karena di sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB. Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik. Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, asal ia memenuhi persyaratan yang diminta; jadi tidak perlu terpisah dari keluarga mereka. Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya



(W) Kelemahan dari sistem integrasi ini adalah siswa anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saatsaat tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus tidak bisa ”menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”, ”tidak fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa berkebutuhan khusus untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata pelajaran ”menggambar” tersebut. Yang dimaksud substitusi adalah menggantikan mata pelajaran tersebut dengan tugas lain yang memiliki nilai kompetensi sama. Misalnya, menggambar adalah mata pelajaran yang melatih kreatifitas otak kanan untuk bidang visual; bisa digantikan dengan tugas lain yang memiliki tujuan kompetensi sama atau setara, misalnya mengarang.



3. INKLUSI Sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pentingnya pendidikan Inklusif, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan Inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian anak berkebutuhan khusus akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, dan pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh daam pendidikan. Inklusi merupakan perubahan praktis yang memberi peluang anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil dalam belajar. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering tersisihkan, seperti anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan orangtuanya, semua guru dan administrator sekolah, dan setiap anggota masyarakat. Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus. Namun, secara luas inklusif juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti: 1. anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas. 2. anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi dengan baik. 3. anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda. 4. anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan 5. anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah. Guru-guru di sekolah umum harus memiliki wawasan dan keterampilan untuk mengajar siswa, siapa pun dia. Itu sebabnya, pendidikan/pelatihan untuk guru harus melakukan penyesuaian dengan sistem ini. Inklusi berarti bahwa sebagai guru bertanggung jawab untuk mengucapkan bantuan dalam menjaring dan memberikan layanan pendidikan pada semua anak dari otoritas sekolah, masyarakat, keluarga, lembaga pendidikan, layanan kesehatan, pemimpin masyarakat, dan lain-lain. A. Analsis SW (S) Keuntungan dari pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing



(W) Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusif menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusif hanya terkesan program eksperimental.