Analisis Budaya Perusahaan IKEA [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Aji
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kajian Teori Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah sebuah sistem yang memiliki makna bersama yang dianut anggotanya dan membedakan suatu organisasi dengan organisasiorganisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Menurut Davis (1984), budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai



organisasional



yang



dipahami,



dijiwai



dan



dipraktikkan



oleh



organisasional sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar berperilaku dalam organisasional1. Edgar H. Schein (1992:16) dalam karyanya “Organizational Culture and Leadership”



mendefinisikan budaya sebagai: “A pattern of share basic



assumption that the group learner as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feeling relation to these problems”.



Fungsi Budaya Organisasi Menurut Stephen P. Robbins, budaya organisasi memiliki manfaat bagi organisasi sebagai berikut : 1. Budaya Organisasi menciptakan sesuatu pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu degan yang lain. 2. Budaya Organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya Organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. 4. Budaya Organisasi merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 5. Budaya Organisasi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.



1 Davis, S. M. (1984). Managing Corporate Culture. 1



Unsur-Unsur Budaya Menurut Schein, unsur-unsur budaya perusahaan meliputi :  



ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat,







perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, asumsi dasar, sistem nilai, pembelajaran/pewarisan,







dan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.



Lapisan/Tingkatan Budaya : Menurut Schein, budaya terdiri dari tiga lapisan atau tingkatan, yaitu: a.



Artefacts : kegiatan atau bentuk organisasi terlihat seperti struktur organisasi maupun proses, lingkungan fisik organisasi dan produk-produk



yang dihasilkan. b. Espoused Values : nilai-nilai yang didukung, terdiri dari strategi, tujuan, dan filosofi organisasi. Tingkat ini mempunyai arti penting dalam kepemimpinan, nilai-nilai ini harus ditanamkan pada tiap-tiap anggota organisasi. c. Underlying Assumption: suatu keyakinan yang dianggap sudah harus ada dalam diri tiap-tiap anggota mengenai organisasi yang meliputi aspek keyakinan, pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap organisasi.



Tipe Budaya Organisasi Trompenaars' Four Diversity Cultures Trompenaars membentuk sebuah model yang mengasumsikan dimensi dari manusia versus tugas dan sentralisasi versus desentralisasi. Kombinasi tersebut membentuk karakteristik Incubator, Family, Guided Missile dan Eiffel Tower.



2



Bagan 1 Empat tipe dasar budaya organisasi



Source : changingminds.org Pada budaya Keluarga, karakteristik budaya ini berfokus pada hirarki dan orientasi pada manusia. Karyawan dianggap sebagai anggota keluarga, sehingga masing-masing anggota bukan hanya menghormati individu yang berwenang, tetapi



juga



meminta



bimbingan.



Pada



tipe



ini,



jalur



pemikiran



dan



pembelajarannya lebih bersifat intuitif, holistik, lateral dan juga pembenaran bila terjadi kesalahan. Pada budaya menara eiffel, karakteristik lebih menekankan pada hierarki dan beorientasi pada tugas. Pada budaya perusahaan ini, tugas dan pekerjaan diatur secara baik, karyawan paham mengenai apa yang harus mereka lakukan dan terdapat koordinasi dari tingkatan atas. Budaya ini juga memiliki pola pemikiran



dan



pembelajaran



yang



logis,



analitis



dan



vertikal.



Hal



ini



menyebabkan bentuk seperti menara eiffel, dengan bentuk meruncing di bagian atas, kecil diatas dan luas di bagian bawah. Pada budaya peluru kendala, karakteristiknya menekankan mengenai persamaan di tempat kerja dan berorientasi pada tugas. Bidaya ini berfokus pada pekerjaan, yang cenderung ditangani oleh tim atau grup proyek. Berbeda dengan budaya menara eiffel yang karyawaannya memerlukan koordinasi, karyawan dalam budaya peluru kendali melakukan apapun yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa pekerjaan diselesaikan. Budaya ini mempunyai pola pikir profesional, praktis, berfokus pada masalah. Dan



yang



terakhir



adalah



budaya



inkubator,



yang



berfokus



apda



persamaaan di tempat kerja dan berorientasi pada manusia. Hubungan antar 3



karyawan berpadu dengan baik dengan proses membagi kreativitas, memiliki pola berpikir yang kreatif, menginspirasi, dan berorientasi pada proses. Budaya ini juga menganggap manusia sebagai partner dalam menciptakan.



Pencipta Budaya Organisasi Menurut Jerald Greenberg dan Robert A. Baron, terdapat tiga hal yang dapat menciptakan budaya organisasi, yaitu: a. Company founder (pendiri perusahaan) b. Experience with the environment (interaksi dengan lingkungan) c. Contact with others (hubungan dengan orang lain)



Pendiri Organisasi sebagai Pencipta Budaya Organisasi Pendiri organisasi cenderung pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi. Ketika mendirikan sebuah organisasi, ukuran perusahaan yang kecil memudahkan pendiri untuk menanamkan visi mereka kepada seluruh anggota organisasi. Pendiri organisasi sering mempunyai kepribadian tentang bagaimana organisasi harus bekerja. Proses penciptaan budaya terjadi melalui tiga cara. Yang pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang memiliki pikiran dan perasaan yang sama dengannya. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara berpikir dan berperilakunya kepada seluruh anggota organisasi. Dan yang terakhir, perilaku pendiri menjadi model peran yang memotivasi karyawan untuk mengidentifikasi diri dan menginternalisasikan keyakinan, nilai dan asumsi pendiri tersebut.



Ketika organisasi mencapai



kesuksesan, visi pendiri dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Pada titik ini, seluruh kepribadian pendiri organisasi melekat dalam budaya organisasi.



Profil Perusahaan IKEA IKEA adalah sebuah perusahaan furnitur didirikan pada tahun 1943 oleh Ingvar Feodor Kamprad. Nama IKEA merupakan kombinasi inisial dari penemu dan oendiri IKEA, Ingvar Kamprad, (IK) dengan huruf pertama dari nama-nama pertanian dan desa tempat ia dibesarkan - Elmtaryd dan Agunnaryd (EA). Saat ini IKEA sukses menjadi pemain ritel besar di dunia dengan budaya dan strategi bisnis yang khas. IKEA selalu masuk dalam 50 merek termahal di dunia dari berbagai lembaga survei. Kini IKEA sudah mengoperasikan 352 gerai di 44 4



negara. Kesuksesan IKEA ini sendiri disebabkan karena budaya perusahaan yang berhasil ditanamkan oleh pendirinya, Kamprad. IKEA memiliki visi "Menciptakan kehidupan sehari-hari yang lebih baik bagi banyak orang dan memiliki misi untuk "menawarkan berbagai rancangan yang didesain dengan baik, produk perabotan rumah yang fungsional dengan harga yang



sangat



rendah



sehingga



sebanyak



mungkin



orang



akan



mampu



membelinya".



Bagan 2 Perubahan Logo IKEA hingga saat ini



Source : http://www.ikea.com/



Analisis Budaya Perusahaan IKEA Artefak Menurut Schein, artefak merupakan kegiatan atau bentuk organisasi terlihat seperti struktur organisasi maupun proses, lingkungan fisik organisasi dan produk-produk yang dihasilkan. Budaya IKEA juga dapat terlihat dalam artefakartefaknya. Yang pertama adalah bangunan fisik toko IKEA. Logo IKEA yang tidak berubah sejak tahun 1983 menunjukkan konsistensi IKEA dalam industrinya. Dan IKEA berusaha menunjukkan konsistensi tersebut dengan mewarnai tokonya sesuai dengan logo IKEA saat ini, yaitu biru dan kuning (seperti yang tertera pada bagan 2).



5



Bagan 3 Toko IKEA di Groningen, Belanda



Source : wikipedia.org Yang kedua, artefak yang mencolok yang dimiliki oleh IKEA terlihat pada kota Almhult, kota di Smaland yang terkenal dengan nama IKEA Town. Pendiri IKEA, Kampard berasal dari provinsi Smaland. Seperti yang tertera dalam artikel “Pelajaran dari Sebuah Desa Sepi di Almhult”, Kamprad dan IKEA menjadi ikon, simbol kebanggaan dan juga gantungan ekonomi bagi masyarakat Swedia. Hal ini disebabkan karena IKEA memutuskan menjadikan kota Almhult sebagai markas dan kantor pusat IKE. Seluruh pusat kota tersebut dipenuhi aset bangunan IKEA. Mulai dari gedung kantor, gudang, pusat distribusi dan logistik, hingga pabrik IKEA itu sendiri. Bahkan IKEA membangun mueseum IKEA di Almhult. Hal ini sebagai bukti bahwa IKEA tidak meninggalkan kota tempat IKEA bertumbuh dan berkembang, dan sebagai bukti bahwa bisnis besar seperti IKEA dapat tercipta dari sebuah desa di Almhult. Yang ketiga, budaya perusahaan juga dapat terlihat di Visi dan Misi IKEA. Visi IKEA adalah "menciptakan kehidupan sehari-hari yang lebih baik bagi banyak orang” dan memiliki misi untuk "menawarkan berbagai rancangan yang didesain dengan baik, produk perabotan rumah yang fungsional dengan harga yang sangat rendah sehingga sebanyak mungkin orang akan mampu membelinya". Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi keseluruhan aktivitas IKEA. Lalu berikutnya terlihat dalam proses pembuatan desain produk. IKEA memiliki tim inhouse designer yang beranggotakan kurang lebih 15 orang. Namun IKEA tetap mengizinkan dua orang designer untuk mendesain secara manual



dengan



menggunakan



keterampilan



tangan,



tidak



menggunakan 6



bantuan teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa IKEA memiliki rasa apresiasi yang besar pada setiap kemampuan karyawannya asalkan benar-benar sesuai dengan standar IKEA.



Bagan 4 Desain produk IKEA menggunakan Sketch Manual



Source : Youtube.com Visi Misi IKEA juga mempengaruhi produk-produk yang dihasilkan. Produkproduk yang dihasilkan memiliki bentuk yang menarik, inovatif dan seringkali ekslusif (hanya terdapat di IKEA). Salah satu keunikan lainnya adalah produk yang didesain sehingga konsumen dapat menyusun sendiri furnitur IKEA. IKEA menyatakan bahwa hal ini dapat membantu mengurangi biaya pengiriman dan ruangan dalam pengiriman sehingga dapat dijangkau oleh lebih banyak masyarakat. Dari sini dapat terlihat bahwa baik perusahaan dan juga pelanggan sama-sama menghemat biaya, perusahaan untuk biaya pemasangan dan pelanggan untuk biaya pengiriman.



7



Bagan 5 Konsumen merakit sendiri furnitur IKEA



Source : Source : http://www.ikea.com/ Yang terakhir adalah katalog produk IKEA. Dalam promosinya, IKEA juga mempertimbangkan aspek keberlanjutan. IKEA menyadari bahwa seringkali katalog produk yang konsumen terima berbentuk lembaran kertas hanya sekali baca lalu dibuang. Dari sini IKEA menawarkan katalog produknya berupa menyerupai majalah gaya hidup sehingga dapat dikoleksi oleh konsumen dan juga mencegah pembuangan kertas secara sia-sia.



Bagan 6 Katalog produk IKEA berbentuk majalah



Source : http://www.ikea.com/



Belief and Values Menurut Schein, Espoused Values merupakan nilai-nilai yang didukung, terdiri dari strategi, tujuan, dan filosofi organisasi. Tingkat ini mempunyai arti 8



penting dalam kepemimpinan, nilai-nilai ini harus ditanamkan pada tiap-tiap anggota organisasi. Pendiri perusahaan tentu memiliki pengaruh dalam penciptaan budaya perusahaan, sama halnya dengan IKEA. Kamprad, pendiri IKEA berasal dari sebuah desa kecil di Almhuld, di Swedia Selatan. Penduduk asli Almhult sendiri tidak lebih dari 10 ribu orang. Dari sinilah Kamprad belajar “tillsammans” yang ditanamkan ke IKEA menjadi sebuah budaya perusahaan yang kental hingga saat ini. “tillsammans” ini sendiri berasal dari bahasa Swedia yang berarti bekerja bersama, atau lebih tepat disebut gotong royong dengan penuh kekeluargaan. Sewaktu muda, kamprad hidup di kawasan pertanian Elmtaryd yang alamnya tidak terlalu bagus untuk pertanian karena dipenuhi oleh batu-batu besar. Para petani disana bekerja sama dan bergotong royong untuk meminggirkan batubatu



tersebut



menjadi



pagar



pembatas



pekarangan



yang



rapi.



Budaya



Tillsammans yang didapatkan pendirinya, Kamprad saat masa mudanya tersebut kemudian diimplementasikan kedalam perusahaan IKEA sejak didirikan pada tahun 1943. Nilai ini ditanamkan mulai dari hubungan semua anggota organisasi. Budaya ini terus dipertahankan dan dijadikan jiwa, identitas, semangat dan budaya perusahaan IKEA hingga saat ini. Tillsammans terkesan informal, terbuka dan peduli terhadap hubungan antara pemimpin dan karyawan. Suasana dan hubungan kerja yang gotong royong dan penuh keakraban kekeluargaan tercipta di seluruh karyawan IKEA. Suasana ini sangat terasa, dimana tidak ada individualis atau cuek sesama pekerja. Setiap karyawan yang berpapasan, meski berbeda divisi, tetap saling tersenyum dan bertegur sapa. Tillsammans menjadi fondasi untuk penciptaan nilai-nilai perusahaan yang lainnya. IKEA menginginkan terbentuknya nilai Tillsammans bukan berdasarkan sebuah paksaan baku, melainkan berdasarkan hubungan yang saling menghargai dan menghormati. Penghargaan pada karyawan terlihat karena perusahaan menghargai kreativitas, saran dan kritik dari karyawannya. Perusahaan menghargai meski terdapat designer yang



membuat design



furnitur menggunakan



tangan.



Perusahaan juga mengakomodir dengan melakukan pelatihan dan bimbingan agar design yang dihasilkan dapat benar-benar diproduksi menjadi sebuah furnitur yang unik. IKEA juga menjalin hubungan yang akrab dengan partner promosinya, yaitu IKEA Communication AB sebagai partner penerbitan katalog. Promosi menjadi 9



sebuah hal yang penting bagi IKEA dalam memasarkan produk-produknya. Promosi dilakukan dengan cara menerbitkan katalog produk namun dalam bentuk menyerupai majalah sehingga dapat dikoleksi oleh pelanggan dan tidak langsung dibuang. Anak perusahaan ini memiliki fasilitas produksi yang lengkap dan modern, namun hanya memiliki satu klien, yaitu IKEA. Tentu saja diperlukan hubungan yang erat antara IKEA dengan anak perusahaan ini sehingga IKEA tetap menjadi satu-satunya klien dalam perusahaan penerbitan katalog ini. IKEA mempunyai konsep democratic design yang membedakannya dengan perusahaan lain sebagai aplikasi dari visi dan misi IKEA dan juga berpedoman pada tillsammans. Democratic design berisi lima elemen kunci : bentuk produk yang menarik (great form); produk berfungsi secara maksimal (function); kualitas produk baik (quality);



keberlanjutan (sustainability) dan dapat dijangkau oleh



banyak orang (accessibility), yang berarti menawarkan produk dengan harga yang murah.



Bagan 7 Tillsammans terasa saat implementasi democratic design



Source : http://www.ikea.com/ Sesuai dengan konsep democratic design, produk diupayakan memiliki harga yang terjangkau. Salah satu strateginya adalah dengan mengembangkan sistem pengadaan bahan baku yang kuat, harga beli kompetitif, dan harus mampu menemukan berbagai alternatif bahan baku. IKEA mempunyai rantai pasok yang baik dengan sistem multisourcing, dimana memiliki supplier yang banyak. Untuk menjamin agar democratic design dapat berjalan dengan baik, maka IKEA menetapkan standarisasi kualitas untuk memastikan bahwa produk-produk yang dihasilkan mitra pemasok sesuai



10



dengan kriteria IKEA. IKEA mendirikan berbagai labotarium dan GM Lab Uji IKEA selain Lab Uji Modern di kantor pusatnya. Uji tes ini dilakukan sebelum sebuah produk dipasarkan. IKEA juga memiliki konsep “Kami mengerjakan bagian kami, Anda mengerjakan bagian Anda, bersama-sama kita menghemat uang”. Hal ini terlihat dalam produk yang didesain sehingga konsumen dapat menyusun sendiri furnitur IKEA. IKEA menyatakan bahwa hal ini dapat membantu mengurangi biaya pengiriman dan ruangan dalam pengiriman sehingga dapat dijangkau oleh lebih banyak masyarakat. Dari sini dapat terlihat bahwa baik perusahaan dan juga



pelanggan



sama-sama



menghemat



biaya,



perusahaan



untuk



biaya



pemasangan dan pelanggan untuk biaya pengiriman



Basic Underlying Assumption Menurut Schein, Underlying Assumption merupakan suatu keyakinan yang dianggap sudah harus ada dalam diri tiap-tiap anggota mengenai organisasi yang meliputi aspek keyakinan, pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap organisasi. Karyawan IKEA bahkan calon karyawan IKEA didorong untuk memiliki aspek keyakinan, pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap organisasi yang dilandasi oleh Tillsammans. Berikut adalah nilai-nilai IKEA yang menjadi sebuah keyakinan, pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap organisasi.



11



Bagan 8 Nilai-nilai IKEA



Source : http://www.ikea.com/



Kesimpulan Budaya perusahaan dapat terlihat melalui Artefacts, Espoused Values dan Underlying Assumption yang ada di perusahaan tersebut. Hal ini juga terlihat di perusahaan IKEA. Artefak perusahaan IKEA terlihat dari logo, warna bangunan toko IKEA, desain produk secara manual, katalog produk hingga produk IKEA itu sendiri. Sedangkan Espoused Values IKEA terlihat pada fondasi budaya IKEA yaitu “tillsammans” yang diaplikasikan dalam konsep democratic design. Dan Underlying Assumption IKEA terlihat dalam keyakinan masing-masing karyawan IKEA yang mengaplikasikan nilai “tillsammans” dalam sikap seperti memimpin dengan memberikan contoh, selalu menginginkan pembaharuan, berfokus pada penciptaan produk dengan harga yang terjangkau, rendah hati dan penuh tekad, dan masih banyak lagi. Berdasarkan Trompenaars' Four Diversity Cultures, sangat terlihat bahwa IKEA cenderung berada di tipe keluarga. Hal ini terlihat jelas dengan adanya pendiri organisasi, Kampard sebagai role-figure dari semua karyawan IKEA. Selain itu juga didukung dengan adanya nilai dasar “ tillsammans” yang dalam bahasa swedia sendiri berarti kerjasama dan gotong royong. Karyawan dianggap



12



sebagai anggota keluarga, sehingga semua anggota menghormati baik bawahan maupun atasan.



Daftar Pustaka Davis, S. M. (1984). Managing Corporate Culture. Cambridge, MA: Ballinger Publishing Company. Prahalad, C. K., & Hamel, G. (1990). The core competence of the corporation. Boston (MA), halaman 235-256. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2012). Organizational Behavior 15th Edition. Prentice Hall. Sudarmadi. 2014. “Pelajaran dari Sebuah Desa Sepi di Almhult”. SWA edisi 30 Oktober- 12 November 2014 , 86-91



Trompenaars, F., & Hampden-Turner, C. (1998). Riding the waves of culture (p. 162). New York: McGraw-Hill. http://www.ikea.com/ms/in_ID/ diakses 24/11/2014 http://en.wikipedia.org/wiki/IKEA diakses 24/11/2014



13