Analisis Hayati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Outline Kuliah Analisis Hayati Dra. Subaryanti, MSi, Apt. Farmasi - ISTN



Materi kuliah Analisis Hayati :



Uji Toksisitas



1 2 3



Uji Mutagenisitas Pemeliharaan hewan lab.



Uji Toksisitas : • • • • • • • • •



Pendahuluan Uji toksisitas akut Uji toksisitas jangka pendek Uji toksisitas subkronis Uji toksisitas jangka panjang Penanganan hewan percobaan & dosis obat Mengorbankan hewan Pemberian tanda pada hewan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)



Uji Mutagenisitas : • • • • •



Pendahuluan Cara pengujian Penanganan bakteri uji Pembuatan biakan semalam Pengamatan & pengujian



Pemeliharaan hewan laboratorium : • • • • • • • • •



Ruangan hewan Kandang hewan Sistem ventilasi Temperatur & kelembapan Faktor kebisingan Alas kandang Makanan & air minum Sanitasi kandang & ruangan Identitas hewan



Referensi : • Buku Ajar Analisis Hayati oleh : Dr. Harmita, Apt dan Dr. Maksum Radji, M.Biomed, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), thn 2008, Jakarta.



Analisis Hayati (Uji Toksisitas) Dra. Subaryanti, MSi, Apt. Farmasi - ISTN



Uji Toksisitas Identifikasi obat



Mengarahkan percobaan toksisitas yg akan dilakukan  meneliti berbagai efek yg berhubungan dgn cara & waktu pemberian sediaan obat



Data Rencana penggunaan



Sifat obat



Pengujian toksisitas ada 3 kelompok : Uji toksisitas akut  zat kimia diberikan 1x/bbrp x dlm waktu 24 jam



1 2 3



Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)  zat kimia diberikan ber-ulang2, setiap hari/5x seminggu. Tikus  3 bln, Anjing  1-2 thn Uji toksisitas jangka panjang (kronis)  zat kimia diberikan berulang 3-6 bln/seumur hidup hewan. Mencit  18 bln, Tikus  24 bln, Anjing & Monyet  7-10 thn



• • • •



Toksisitas akut  mencari efek toksik Toksisitas kronis  menguji keamanan obat Percobaan karsinogenik  > 6 bulan Penafsiran keamanan obat utk manusia  serangkaian percobaan toksisitas thd hewan



Pendekatan penilaian keamanan obat dilakukan dgn bbrp tahapan : 1. Menentukan LD50 (dosis letal median) 2. Melakukan percobaan toksisitas subkronis & kronis utk menentukan no effect level 3. Melakukan percobaan karsinogenisitas, teratogenisitas, & mutagenisitas



Uji Toksisitas Akut



Uji Toksisitas Akut : • Dirancang utk menentukan LD50 obat • LD50 obat  dosis tunggal suatu zat yg secara statistik dpt membunuh 50% hewan coba • Tujuan  (1) menunjukkan organ sasaran yg mungkin dirusak & efek toksis yg spesifik, (2) menunjukkan dosis yg sebaiknya digunakan dlm pengujian yg lebih lama. • Mis. zat melalui inhalasi  (1) uji penentuan konsentrasi letal median (LC50) : utk masa pemberian tertentu, (2) Uji penentuan letal median (LT50) : utk kadar tertentu di udara.



Rancangan percobaan : 1. Pemilihan spesies hewan 2. Cara pemberian 3. Cara perlakuan 4. Dosis & jumlah hewan 5. Faktor lingkungan 6. Temperatur 7. Pengamatan & pemeriksaan 8. Evaluasi data (hubungan “dosis-respons”) 9. Potensi relatif 10.Kegunaan nilai LD50.



1. Pemilihan spesies hewan : • Lazimnya dipakai satu galur (strain) tikus putih • Kadang2  mencit, anjing, babi, kera • Tikus putih : umur 2-3 bulan, BB 180-200 g, harus diaklimatisasi & sehat • Tikus jantan & betina  dievaluasi terpisah krn responnya berbeda • Umumnya  10-30 tikus per kelompok dosis & kelompok pembanding.



2. Cara pemberian : • Oral (dgn sonde), dermal, inhalasi • Inhalasi (pernapasan)  sasarannya : - LC50 (median lethal concentration = rata2 konsentrasi yg mematikan) pd jangka waktu pemakaian tertentu - LT50 (median lethal time = rata2 waktu mematikan) melalui pemakaian konsentrasi tertentu di udara. • Tikus besar & kecil (mencit)  memenuhi syarat penentuan LD50.



3. Cara perlakuan : • Umumnya melalui mulut dgn sonde  mencampurkan zat kimia dlm makanan  dosis tdk tepat & mengurangi toksisitas zat kimia. • Larutan/suspensi yg toksik  diperlukan bahan tambahan spt air, air garam, perasan sayur-mayur & turunan selulosa. • Melalui kulit & pernapasan  parenteral (iv & ip)  jg digunakan utk menguji kecepatan & penyerapan melalui oral/kulit.



4. Dosis & jumlah hewan : • Tujuan LD50  menetapkan dosis yg akan membunuh 50% hewan & menentukan slope (kemiringan) kurva dosis vs respons. • Ketepatan LD50  meningkat dgn naiknya penggunaan jmlh hewan per dosis & menurunnya rasio antara dosis 1 & brkutnya. • Hasil LD50  didapat dgn penerapan dosis dgn rasio lbh kecil di antara masing2 dosis yg berurutan/dosis berikutnya.



5. Faktor lingkungan : • Tipe kandang (dinding berlubang-lubang atau rapat) & tipe kotoran dpt mempengaruhi reaksi hewan thd zat yg toksik.



6. Temperatur : • Suhu lingkungan  mempengaruhi peracunan • Toksisitas striknin, nikotin, atropin, malation & sarin  meningkat pd suhu dingin. • Toksisitas paration, organofosfat & insektisida  menurun akibat hipotermia. • Kelembapan nisbi tinggi  meningkatkan toksisitas akut & LD50 lebih rendah.



7. Pengamatan & pemeriksaan : • Pengamatan  Jmlh hewan, waktu kematian, saraf pusat, saraf otonom & pengaruh tingkah laku (reaksi awal, intensitas & lama reaksinya) • Jangka waktu pengamatan harus cukup lama, shg akibat yg lambat/tertunda & kematian  tdk akan terlewat. • Autopsi  informasi yg berguna mengenai organ sasaran saat tdk terjadi kematian setelah pemberian dosis. • Histopatologis  organ & jaringan jg dpt dilakukan



Tabel 1 : Hubungan tanda-tanda keracunan dgn organ tubuh & sistem saraf Sistem



Tanda-tanda keracunan



Saraf otonom



Eksoftalmos (mata memerah), mencret, sering kencing



Perilaku



Gelisah, depresi, agresif, ketakutan, bingung



Perasa/sensori



Sensitif thd rasa sakit, suara & sentuhan



Saraf otot



Gemetar, kejang, ekor bengkok, kedutan, kematian



Pembuluh darah jantung



Detak naik/turun, penyumbatan, pendarahan



Pernapasan/respiratori



Hipopnea, dispnea, megap-megap, apnea



Mata/Okular



Midriasis, miosis, refleks sinar pupilar



GI/gastrourinari



Air liur terus keluar, mencret, sembelit, urin berdarah



Kulit (cutaneous)



Alopesia, gemetar, eritema, nekrosis, bengkak



8. Evaluasi data (hubungan dosis-respons) : • Adanya variasi individu dlm setiap grup  hewan tdk mati pd dosis kimia yg sama • Frekuensi respons spt kematian  meningkat seiring meningkatnya dosis • Di saat angka kematian/frekuensi akibat lain diplot thd dosis pd skala logaritma  didapat sebuah kurva bentuk S.



9. Potensi relatif : • Potensi masing2 toksisitas berbeda. • Agar LD50 bermakna  dianjurkan memeriksa standard error (confidence limit) & slope pd kurva dosis-respons. • Jk confidence limit dua LD50 tumpang tindih  bahan dgn LD50 < mgkn kurang beracun dibandingkan bahan lain. • Data ttg slope  penting utk membendingkan 2 bahan dgn LD50 yg sama.



10. Kegunaan nilai LD50 : 1. 2. 3. 4.



Klasifikasi zat kimia berdasarkan toxisitas relatif Pertimbangan bahaya akibat overdosis Perencanaan studi toxisitas jgka pendek pd hewan Menyediakan informasi ttg mekanisme keracunan; pengaruh thd umur, sex, inang lain & lingkungan; respons yg berbeda di antara spesies & galur 5. Menyediakan informasi ttg reaktivitas populasi hewan tertentu 6. Menyumbang informasi yg diperlukan utk manusia 7. Kontrol kualitas & mendeteksi ketidakmurnian produk racun.



Tabel 2 : Klasifikasi nilai LD50 Kategori



LD50



Supertoksik



5 mg/kg atau kurang



Sangat toksik



5-50 mg/kg



Toksik



50-500 mg/kg



Cukup toksik



0.5-5 g/kg



Sedikit toksik



5-15 g/kg



Tidak toksik



> 15 g/kg



Uji Toksisitas Jangka Pendek



Uji toksisitas jangka pendek : • Tubuh manusia sering terkena bahan kimia pd tingkat yg jauh lbh kecil dari dosis yg mematikan dgn segera, namun waktu lbh lama. • Utk menyelidiki keracunan  dilakukan studi toksisitas jangka pendek & jangka panjang.



Rancangan percobaan uji toksisitas jangka pendek : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Spesies & jumlah hewan : 10-30 tikus/klpk Perlakuan : oral, dermal, pernapasan, parenteral Dosis & jangka waktu uji coba Pengamatan umum : penampilan & kebiasaan Uji laboratorium : periksa hematologi Uji laboratorium klinis : glukosa darah, SGOT, SGPT Pemeriksaan pasca kematian : patologis umum Evaluasi



Uji Toksisitas Subkronis



Rancangan percobaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Hewan uji : tikus & anjing, jantan & betina Jumlah hewan uji : 10 (tikus), 4 (anjing)-ekor Kondisi ruangan & pemeliharaan hewan uji Dosis uji : 3 klpk dosis & 1 klpk kontrol Batas uji : 1000 mg/kg BB Cara pemberian zat uji : oral dgn sonde Lama pemberian zat uji : 20-90 hari atau 10% Prosedur : aklimatisasi ± 7 hari Evaluasi hasil : hubungan dosis dgn efek



Uji Toksisitas Jangka Panjang



Rancangan percobaan : 1. Spesies & jumlah hewan : tikus, anjing, primata 2. Cara pemberian, dosis & jangka waktu peracunan : tikus (2 bln), anjing & kera (6 th) 3. Pengamatan & pemeriksaan : BB, uji lab, dsb 4. Evaluasi : menetapkan adanya toksisitas bahan kimia & menetapkan NEL (no effect level).



Tabel 3 : pengamatan umum, tes lab.klinis & patologi dlm studi subkronis Organ



Pengamatan umum



Pemeriksaan darah



Pemeriks. Patologi



Hati



Edema, asites



GPT, GOT, albumin



Hati



GI



Diare, muntah, feses



Protein, Na, K



Lambung, pankreas



Saluran urin



Volume, warna urin



Urea, albumin



Ginjal, kandung kemih



Hematopoesis Letargi, lelah



Hb, eritrosit



Limfa, timus



Sistem saraf



Gerakan, perilaku



-



Otak, saraf skiatika



Sistem reproduksi



Penampakan, palpilasi organ reprod.external



-



Testis, ovarium, uterus, prostat



Sistem endokrin



Kulit, rambut, BB



Glukosa, Na, K, kolesterol



Tiroid, pankreas



Mata



Penampakan mata



-



Mata, saraf optikus



Pernapasan



Batuk, cairan hidung



Protein, albumin



Paru, bronkus



Tulang



Pertumbuhan, kelumpuhan



Ca, P, alkalin fosfatase



Kekuatan tulang



Tabel 4 : Penanganan hewan coba : Hewan coba



Penanganan



Mencit



Bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul, lebih aktif pd malam hari



Tikus



Tenang, mudah ditangani,tidak fotofobik, tidak terganggu dgn kehadiran manusia, menjadi galak jk dikasari



Kelinci



Diperlakukan dgn halus, namun sigap krn cenderung berontak



Marmut



Sangat jinak & jarang menggigit



Tabel 5 : Cara pemberian obat Cara



Hewan



Ket.



Oral



Mencit & tikus



Dgn alat suntik yg dilengkapi jarum/kanula berujung tumpul & berbentuk bola



Kelinci



Dibantu dgn alat penahan rahang berupa pipa kayu/plastik berlubang



Marmut



Spt tikus & kelinci



Mencit



Dilakukan pd vena ekor (ada 4 vena pd ekor)



Tikus



Spt mencit, pd vena penis (jantan)



Kelinci & marmut



Pd vena marginalis utk marmut besar/dianastesi



Tikus & mencit



Penyuntikan di bawah kulit daerah tengkuk



Kelinci & marmut



Tusuk jarum menembus kulit sejajar dg otot di bwhnya



im



Mencit & tikus



Otot gluteus maximus, paha belakang



ip



Semua hewan



Perut sebelah kanan garis tengah



intraderm al



Tikus & marmut



Perut & tubuh belakang/kaki belakang yg telah dicukur bulunya



Intravena



Subkutan



Mengorbankan hewan : • Pembunuhan dilakukan sedemikian rupa shg hewan mengalami penderitaan seminimal mungkin. • Cara  anastesi dosis tinggi secara iv (kelinci), ip (mencit, marmut, tikus) • Menggunakan kloroform, CO2, N2 inhalasi • Pengorbanan hewan  fisik/disembelih



Pemberian tanda pada hewan : • Hewan percobaan perlu diberi tanda utk dpt dibedakan dgn hewan lain. • Penandaan dgn larutan 10% pikrat/tinta cina/pewarna lain. • Tanda dpt diberikan berupa titik & garis pd punggung atau ekor.



Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) : • Larva udang (Artemia salina Leach)  mengetahui sifat toksik bahan alam  metode BSLT. • BSLT : metode uji toksisitas dlm penelusuran seny bioaktif yg bersifat toksik dr bahan alam. • Dpt digunakan sbg bioassay guided fractination dr bahan alam krn mudah, murah, cepat, cukup reprodusibel. • Bbrp seny bioaktif yg berhasil diisolasi  ada korelasi thd suatu uji spesifik antikanker



BSLT : • 1x dilaporkan oleh Tarpley  menentukan keberadaan residu insektisida, seny anastetik & tingkat toksisitas air laut. • Meyer  penapisan seny aktif dlm ekstrak tanaman yg ditunjukkan sbg toksisitas thd larva Artemia salina Leach. • Toksisitas  melihat nilai LC50 • Ekstrak ditentukan dgn melihat LC50 ≤ 1000 µg/mL. Jmlh kematian – jmlh kematian kontrol



• % kematian =



x 100%



Jmh larva awal (10)



Terimakasih



Analisis Hayati (Uji Mutagenisitas)



Dra. Subaryanti, MSi, Apt. Farmasi - ISTN



Pendahuluan : • Uji mutagenisitas  uji utk mengetahui apkh suatu bahan bersifat karsinogenik/dpt menimbulkan sel kanker. • Kelompok zat karsinogenik : 1. Hidrokarbon aromatik 2. Polisiklik 3. Amin aromatik 4. Senyawa pengalkil 5. Senyawa berasal dari alam



• Beberapa metode penentu karsinogenik : 1. Hewan percobaan 2. Serangga 3. Sel mamalia 4. Bakteri  paling sering digunakan, cepat, ekonomis



• Uji dgn bakteri  uji AMES  Salmonella typhimurium TA 97, TA 98, TA 100, TA 102 • Setiap galur mengandung : - Gen mutasi histidin - Mutasi fra - Mutasi uvrB - Faktor R : meningkatkan kepekaan bakteri thd senyawa mutagenik - Galur E. coli WP2  gen mutasi uvrA



• Bakteri uji dimutasi dulu  tdk mampu menyintesis asam amino (histidin/triptofan) utk pertumbuhan  butuh media tsb utk tumbuh normal.



• Bahan uji  bersifat mutagenik  mutasi balik bakteri uji ke fungsi semula  gen his & gen trp yg termutasi  mutasi balik  normal  bakteri menyintesis kembali his & trp  tumbuh pd media.



• Mutasi rfa  hilangnya sebagian sawar lipopolisakarida pembungkus bakteri  naiknya permeabilitas molekul benzo[a]piren  tdk dpt penetrasi ke dlm sel normal.



• Mutasi uvrB  hilang gen pengode sistem excision repair DNA. • Gen bio  butuh biotin utk pertumbuhannya.



Cara pengujian : • Bakteri uji : Salmonella typhimurium TA 97, TA 98, TA 100, TA 102 & E. coli WP2 • Media perbenihan : 1. Garam 50x Vogel-Bonner 2. Media utk pelat master 3. Media Nutrient Broth No.2 4. Pelat Agar Nutrien 5. Pelat histidin-biotin & triptofan 6. Top Agar



Penanganan bakteri uji : • Aseptik  masing-masing galur bakteri uji  diinokulasi dgn cara digoreskan pd pelat agar mengandung ampisilin. • Salmonella typhimurium TA 102  digoreskan pd pelat agar mengandung ampisilintetrasiklin. • Semua biakan  diinkubasi 37oC, 24-48 jam (pelat master).



Pembuatan biakan-semalam : • Bakteri dari pelat master  diinokulasikan ke media Nutrient Broth  diinkubasi pd suhu 37oC selama 18-24 jam.



Pengamatan & pengujian : • Konfirmasi genotip yg dilakukan : 1. Uji butuh histidin  Salmonella typhimurium 2. Uji butuh triptofan  E. coli 3. Mutasi rfa & uvrB  S. typhimurium 4. Mutasi uvrA  E. coli 5. Uji faktor R, uji plasmid pAQ1  S. typhimurium 6. Uji spontan



Tabel 1. Hasil konfirmasi sifat genotip S. typhimurium & E. coli



Sifat genotip



TA 97



TA 98



TA 100



TA 102



E. Coli WP2



Uji butuh histidin



tumbuh



tumbuh



tumbuh



tumbuh



-



Uji butuh triptofan



-



-



-



-



Tumbuh



Mutasi rfa



15 mm



14 mm



13 mm



14 mm



-



Mutasi uvrB dan uvrA



Tdk tbh



Tdk tbh



Tdk tbh



tumbuh



Tdk tbh



Faktor R



tumbuh



tumbuh



tumbuh



-



Tumbuh



Plasmid pAQ1



-



-



-



tumbuh



-



Tabel 2. Hasil uji reversi spontan S. typhimurium & E. coli Bakteri uji



Jumlah koloni 1



2



Rerata



S. Typhimurium TA 97



95



92



93



S. Typhimurium TA 98



33



31



32



S. Typhimurium TA 100



140



140



140



S. Typhimurium TA 102



270



260



265



E. Coli WP2



22



23



22



Kesimpulan  bakteri yg diperoleh memenuhi persyaratan utk digunakan dlm uji Ames



Tabel 3. Hasil uji mutagenisitas 0,5 µg NQNO thd S. typhimurium & E. coli Jumlah koloni



Bakteri uji 1



2



Rerata



S. Typhimurium TA 97



424



404



414



S. Typhimurium TA 98



267



246



256



S. Typhimurium TA 100



852



840



846



S. Typhimurium TA 102



276



276



276



E. Coli WP2



588



554



571



• Uji konfirmasi mutagenisitas thd mutagen standar  kontrol +  memastikan bhw bakteri uji memenuhi syarat. • Mutagen standar  4-nitrokuinolin-N-oksida (NQNO) • Kesimpulan  konsentrasi 0,5 µg pd setiap pelat agar  mutagen menghasilkan jmlh koloni 2x lipat dibandingkan revertan spontan (Tabel 2)



Tabel 4. Hasil uji mutagenisitas zat mutagen thd S. typhimurium & E. coli Konsentrasi zat mutagen Bakteri uji



1000 µg



100 µg



Jmlh koloni 1



2



10 µg



Jmlh koloni Rata



1



2



5 µg



Jmlh koloni



Rata



1



2



Jmlh koloni



Rata



1



2



Rata



552 560 556



-



-



-



101



-



-



-



S. typhi TA 97



2008 2034 2021



623 616 624



S. typhi TA 98



1336 1300 1318



1232 1248 1240



S. typhi TA 100



1250 1232 1241



488 496



492 344 340 342



-



-



-



S. typhi TA 102



2032 2024 2028



311 315



313



-



-



-



E. coli WP2



2024 2016 2020



277



280 278



96 107



273 270 271 75



70



72



63 68



• Konsentrasi terkecil zat mutagen  efek mutagenik 10 µg • Pd konsentrasi 5 µg hanya E. coli WP2  efek + mutagenik • Batas suatu bahan uji  mutagenik  hasil +  konsentrasi < 10.000 µg



65



Terimakasih



Analisis Hayati (Pemeliharaan Hewan Laboratorium)



Dra. Subaryanti, MSi, Apt. Farmasi - ISTN



Hal-hal yg diperhatikan dlm hewan lab : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Ruangan hewan Kandang Sistem ventilasi Temperatur & kelmbapan Faktor kebisingan Alas kandang Makanan & air minum Sanitasi kandang & ruangan Identitas hewan



Ruangan hewan : • Langit-langit & dinding ruangan  bahan keras, halus, tanpa lekukan/sambungan, dicat epoksi yg tahan kelembapan. • Lantai  dilapisi bhn yg tahan kotoran, urin & bhn pembersih yg bersifat korosif. • Pintu  dpt meredam suara, selalu tertutup & bhn dr logam. • Pencahayaan  12 jam terang & 12 jam gelap  ideal  pengatur waktu lampu otomatis.



Kandang hewan : • • • •



Terbuat dr bahan kuat & awet Permukaan kandang rata/halus Sudut, lekukan, sambungan  minimalisir Tempat makanan & minuman  mudah diganti, dicuci & diisi kembali • Kandang yg rusak/kawat yg lepas  segera diperbaiki utk mencegah luka pd hewan



Sistem ventilasi : • Tersedia oksigen yg cukup • Mengurangi panas • Mengencerkan kontaminan bentuk gas/partikel • Mengontrol tekanan udara dalam & luar • Tekanan udara dalam > koridor, kecuali ruang isolasi/karantina  khawatir kontaminan menyebar.



Temperatur & kelembapan :



• Tiap spesies hewan  daya toleransi berbeda • Spesies beda  pengatur udara terpisah • Alat pantau temperatur & kelembapan  dalam setiap ruangan.



Hewan



Kelembapan relatif (%)



Temperatur (oC)



Mencit



40-70



18-26



Tikus



40-70



18-26



Hamster



40-70



18-26



Marmut



40-70



18-26



Kelinci



40-60



16-21



Kucing



30-70



18-29



Anjing



30-70



18-29



Primata



30-70



18-29



Ayam



45-70



16-27



Faktor kebisingan : • Kebisingan  pertimbangan dlm merancang lab hewan • Ruang hewan & ruang kerja  terpisah spt pencucian kandang, suara kereta & rak yg didorong  mengganggu hewan • Anjing & primata  suara keras/bising  agak jauh dgn ruang rodensia, kelinci & kucing.



Alas kandang : • Bersifat menyerap air • Bebas dr bahan kimia toksik/berbahaya utk hewan & pekerja • Terbuat dr bahan yg tdk dpt dimakan hewan • Tetap kering sampai jadwal berikutnya • Tidak langsung di atas lantai  diberi alas papan/diletakkan di rak.



Makanan & air minum : • Jmlh makanan cukup  pertumbuhan normal, reproduksi & laktasi • Makanan tdk tercemar penyakit, parasit, serangga, kutu, bahan kimia, tgl produksi, masa pakai, tgl expire, penanganan & penyimpanan  penting diperhatikan • Gudang makanan  ≤ 21oC, makanan diet khusus  ≤ 4oC • Air minum  selalu tersedia, dgn botol/otomatis, tdk boleh isi ulang



Sanitasi kandang & ruangan : • Dibersihkan dgn sabun & desinfektan scr rutin • Alas kandang  sering diganti, tetap kering & bersih • Tikus, mencit & hamster  penggantian alas kandang 1-3x/minggu • Anjing, kucing & primata  setiap hari • Kandang & peralatan  dicuci & disanitasi sblm dipakai lagi • Kandang direndam  dicuci dgn deterjen & air panas  bilas dgn air panas  rendam dlm desinfektan  biarkan kering tanpa dibilas lagi.



Identitas hewan : • Kartu kandang & kartu identitas hewan  tanda khusus  warna, melubangi telinga, dsb. • Kartu identitas hewan  informasi : 1. Asal hewan 2. Galur 3. Nama peneliti 4. Tgl perlakuan 5. Data klinis hewan



Terimakasih