Analisis Hikayat Raja Budak Berbagai Aspek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM HIKAYAT “RAJA BUDAK” TERJEMAHAN OLEH DRA. JUMSARI JUSUF



Samsul Bahri (180702018)



Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara [email protected]



ABSTRAK



Tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah dapat mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung pada hikayat Raja Budak. Dalam hikayat Raja Budak ini juga memiliki banyak pengajaran didalamnya yang dapat dicontoh oleh generasi muda dan menjadikannya suatu inspirasi yang hakiki bagi kaum muda yang telah berkurangnya etika dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah deskriptif kualitatif yang memaparkan tulisan berdasarkan isi karya sastra. Sedangkan teknik kepenulisannya adalah studi pustaka. Hasil dari analisis ini adalah didalam Hikayat Raja Budak terdapat nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu nilai pemikiran, nilai falsafah, nilai budaya, dan nilai pandangan hidup.



Kata kunci : nilai pemikiran, nilai falsafah, nilai budaya, dan nilai pandangan hidup



PENDAHULUAN Sastra adalah pengungkapan pikiran seseorang dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Sastra, dalam pengertian ini cakupannya cukup luas termasuk seluruh apa yang ditulis, apa yang diucapkan sastra lisan dan sastra tulisan berbentuk puisi maupun prosa. Karya sastra pada hakikatnya selalu membawa pesan atau amanat yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Pesan atau amanat tersebut diharapkan akan memiliki peran besar dalam memberi makna hidup dan mengembalikan martabat manusia pada kehidupan manusia (Suryanata, 1999:11). Makna hidup dan martabat kemanusiaan tersebut hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan dinyakini oleh manusia sejagat. Dengan demikian, nilai-nilai religius dalam suatu karya sastra dapat disikapi sebagai salah satu perwujudan dari tema dan amanat. Baik tema maupun amanat ditinjau dari dikotomis isi dan bentuk karya sastra, merupakan unsur isi. Karya sastra, termasuk hikayat sebagai salah satu wujud kebudayaan, disikapi sebagai sistem dari sistem yang tidak mungkin diisolasikan dari gejala budaya yang ikut membangun dan menentukan ciri keberadaannya. Gejala tersebut misalnya aspek keseiarahan, kaidah kebahasaan, estetika, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Hikayat adalah jenis sastra Melayu lama Indonesia ditulis oleh pujangga untuk mengekspresikan buah pikirannya dituangkan dalam bentuk prosa dengan menggunakan bahasa Melayu, berisi ceritera rekaan bukan peristiwa sebenarnya berfungsi sebagai pelipur lara. Pada hikayat Raja Budak terdapat banyak pengajaran disana yang akan ditemukan yang dapat menjadikan suatu pedoman bagi inspirasi muda dari cerita yang terkandung dalam hikayat tersebut. Diantaranya nilai yang terkandung didalamnya adalah nilai pemikiran, nilai falsafah, nilai budaya, dan nilai pandangan hidup. Maka dari itu, peneliti akan menguraikan lebih lanjut lagi tentang bagaimana seluk beluk hikayat tersebut dipandang dari segi aspek yang dianut dalam cerita tersebut.



METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif dipergunakan untuk memperoleh gambarn empiris mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam hikayat Raja Budak Terjemahan Jumsari yang dapat memaparkan tulisan berdasarkan isi karya sastra. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku seorang tokoh dalam hikayat ini dengan memanfaatkan berbagai metode almiah. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data penelitian adalah Hikayat Raja Budak terjemahan Jumsari Jusuf tahun 1982 yang diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik baca dan teknik studi pustaka.



HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Raja Budak dapat dilihat sebagai berikut: 1. Nilai Pemikiran Adalah suatu nilai yang pemikirannya dibawakan oleh si pengarang itu sendiri. Setiap pengarang mempunyai idenya tersendiri, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Sosial politik Sosial politik adalah hubungan antara orang yang ingin memiliki jabatan atau kekuasaan di masyarakat. Dalam hikayat “Raja Budak” bahwa sistem sosial politik dapat dideskripsikan sebagai berikut : Bagaimana pemerintahan dinegeri Nistaburi yang dipimpin oleh raja biaperi? Jawabannya tentunya pada saat pemerintahan raja biaperi selalu adil dan mudah mengambil hati segala menteri dan hulubalangnya. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini : “adapun pada masa ayahku menjadi raja dibemua kufah terlalu adil dengan murahnya, lagi pula pandai mengambil hati segala menteri segala hulubalang rakyatnya sekalian. Aku lihat kelakuannya tatkala ia bersemayam diatas tahta kerajaan itu diadap orang sekalian itu dengan manis mukanya dan lagi halus perkataannya” (Halaman 9)



“Hai anakku, seyogyanya bagi hamba Allah yang berakal itu menyerahkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, supaya disempurnakan Allah sebarang kehendaknya itu. Hai anakku dan buah hatiku dan apabila raja itu adil niscaya ramailah negeri dan sentosalah rakyatnya dan apabila ada raja itu aniaya, kelakian maka binasalah negeri dan kesakitanlah rakyatnya” (Halaman 21) Dari kedua kutipan diatas tampak bahwa raja biaperi menggambarkan dirinya selama menduduki tahta kerajaan ia selalu bersikap adil dan juga ramah tamah terhadap segala prajuritnya maupun rakyatnya. Ia juga mengasi nasehat kepada anak-anaknya supaya memiliki sikap kepemimpinan yang adil layaknya seorang raja yang disegani oleh rakyatnya. Dari sisi lain, menurut pandangan si penulis memang sudah seharusnya kita sebagai manusia yang mempunyai jabatan tinggi harus berlaku adil kepada bawahannya terutama rakyatnya sendiri dan tak boleh menyombongkan diri ketika jabatan kita diatas segalagalanya supaya kita banyak disegani oleh masyarakat yang lainnya dan menjadi panutan oleh orang-orang terdekat kita karena kita berusaha memberikan contoh yang baik di lingkungan kita sendiri. Menurut Jusmadi (2012: 50), pemimpin yang adil adalah pemimpin yang sudah sesuai dengan norma-norma agama, adat istiadat serta dapat diterima oleh masyarakat setempat. Dalam tradisi Melayu, keadilan sangat dijunjung tinggi, terutama keadilan yang merata. Didalam masyarakat Melayu, pemimpin yang adil merupakan kemaslahatan umat yang diperuntukkan bagi keperluan hidup didunia dan akhirat. Tanpa adanya pemimpin yang adil maka pemerintahan yang dipimpin akan menjadi semena-mena dan tidak senonoh terhadap rakyatnya sendiri. Di dalam ungkapan adat dikatakan: “Siapa durhaka kepada pemimpinnya, aibnya tidak terbada-bada”, atau dikatakan: “Siapa mendurhakai yang dirajakannya, di sanalah tempat ia binasa”. Acuan pantang mendurhaka ini ditujukan kepada pendurhakaan pemimpin yang terpuji, adil dan benar, bukan terhadap pemimpin yang menyalah, zalim dan sebagainya. Hal ini tercermindalam ungkapan: “Raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”. Jadi, pemimpin yang adil dan benar-benar sempurna wajib ditaati, seperti kata pepatah “Matahari itu, gunung dan lembah sama diterangi” yang artinya pemimpin yang adil haruslah menjalankan hukuman yang sama rata sedangkan pemimpin yang zalim harus lah disanggah, dilawan, disingkirkan atau setidak-tidaknya diberi peringatan atau teguran.



Demikian halnya, dalam masa pemerintahan Sifat Akal (Raja Budak) , beliau juga terkenal mempunyai sifat adil dan bijaksana. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini : “Kata seorang laki-laki yang empunya emas itu : pergi juga tuan hamba kedua kepada anak biaperi ketujuh itu minta hukumkan, karena anaknya itu bijaksana menghukumkan” (Halaman 15-16). “ Maka kata Sifat Akal : Berkata benarlah tuan hamba supaya beroleh kebajikan” (Halaman 16) “Kemudian maka kata sifat akal : Tuan hamba sekalian, tinggallah kepada tempat ini. Setelah itu maka laki-laki keduanya dibawa oleh Sifat Akal kepada tempat yang sunyi serta dengan saudara-saudara keenamnya itu jua. Maka kata Sifat Akal: Janganlah tuan hamba masgul dan kembalikanlah emas-emas saudara tuan hamba ini. Seraya ditunjukkan oleh Sifat Akal emas yang tinggal itu. Kelakian maka Sifat Akal pun keluarlah maka laki-laki itupun tiadalah berbicara lagi. Setelah itu maka emas itupun dikeluarkannya, lalu dipulangkannya kepada laki-laki yang empunya emas itu dan beberapa orang bergundah hendak berbahagi pusaka mendapatkan dia, maka di bahaginya dengan tiada ia mengambil upah, demikianlah diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini” (Halaman 18-19) Dari ketiga kutipan diatas tampak bahwa Sifat Akal (Raja Budak) menggambarkan dirinya selama menduduki tahta kerajaan ia selalu bersikap adil dan tak pernah serakah kepada rakyatnya maupun saudara-saudaranya sendiri. Dari sisi lain, menurut pandangan si penulis sendiri bahwa memang sudah seharusnya kita sebagai insan biasa tentunya kita harus berlaku adil kepada rakyat kita sendiri dan adapun yang salah tetap harus ditegakkan hukum yang seadil-adilnya dan yang tidak bersalah tetap ditahankan kebenaran itu sendiri. Dalam perspektif pandangan orang Melayu, bahwa keadlilan dan kebenaran adalah kunci utama dalam menegakkan tuah dan marwah, mengangkat harkat dan martabat, serta mendirikan daulat dan kewibawaan. Begitu pula sebagai insan, kita tak boleh serakah atau merasa tidak puas apa yang sudah diberikan kepada kita termasuk harta. Keserakahan bisa saja terjadi apabila orang itu merasa kekurangan harta yang ia dapatkan, lalu ia bermain dengan cara yang curang. Maka dari itu dalam kutipan hikayat tersebut menyatakan bahwa masalah harta yang didapatkan hendaknya berbagi rata secara adil. Dalam pandangan lain,



“Orang serakah tak akan merasakan lezat dan manisnya kenikmatan. Dia bagai orang makan yang tak pernah merasakan kenyang dan nikmat ”. - Abdullah Gymnastiar (Aa Gym). Maka dari itu kita selalu dituntun untuk berlaku adil dan tidak serakah kepada sesame



b. Sosial ekonomi Dikutip dari wikipedia, Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. Dalam hikayat “Raja Budak” bahwa sistem sosial politik dapat dideskripsikan sebagai berikut: Bercerita bagaimana sistem mata pencaharian saudagar yang berasal dari negeri Nistaburi itu. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini : “ Maka kata Sifat Akal kepada laki-laki yang keduanya itu : Apa usaha pencaharian tuan hamba kedua itu. Maka kata laki-laki yang empunya emas itu: Hamba berniaga selamalamanya, itulah pencaharian hambamu mendapat harta. Maka kata laki-laki yang seorang itu : Hambamu duduk berpikir berbuat ibadat kepada Allah subhanahu wa ta’ala” (Halaman 17) Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa sehari-harinya saudagar itu hanya bekerja untuk mencari harta dan disamping itu ia juga rajin beribadah demi mendapatkan harta setiap harinya. Dari segi pandangan penulis, segala apa yang kita perjual belikan untuk mendapatkan harta hendaklah dengan cara yang halal dan semata-mata mengharapkan ridhonya Allah subhanahu wa’taalla. Bagi sebahagian besar orang Melayu, mereka mengamalkan ajaran Islam untuk terus mencari ilmu dan juga mendapatkan harta dengan cara halal. Dengan demikian, kekayaan ekonomi pun haruslah digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia guna meningkatkan pengabdiannya kepada Allah SWT. Adapun mencari, mengumpulkan, dan memiliki harta kekayaan tidaklah dilarang agama. Asalkan, ia diakui sebagai karunia dan amanah dari Allah SWT. Alquran tidak menentang kepemilikan



harta sebanyak mungmin. Bahkan Alquran secara tegas dan berulang-ulang memerintahkan agar manusia dapat berupaya sungguh-sungguh dalam mencari rezeki yang diistiahkan Alquran dengan fadhlullah (limpahan karunia Allah). Menurut Toha Andiko (2016: 57-58), manusia dihadapkan kepada persoalan bagaimana dan di mana memperoleh harta yang dimaksud. Persoalan ini merupakan siklus yang tidak pernah terputus yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, keterampilan,fisik, keturunan, dan kondisi lingkungan yangdihadapi seseorang. Tidak sedikit manusia yang harus bekerja keras untuk memperoleh harta yang dibutuhkan, walaupun kadang kala hasil yang diperoleh tidak setimpal dengan tenaga iadikeluarkan. Sebaliknya, sebagian manusia cukup mengeluarkan sedikit tenaga atau bahkan tidak perlu mengeluarkan sedikit pun tenaga untuk memperoleh harta yang banyak. Fenomena seperti ini, tentu sangat dipengaruhi oleh jenis profesi yang digeluti seseorang. Sejatinya semakin tinggi tingkat intelektualitas seseorang, maka semakin sedikit tenaga yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan harta yang dibutuhkan. Begitulah gambaran tentang harta yang tidak pernah habis bila dikupas dalam berbagai aspeknya. Bercerita seorang saudagar dari dalam negeri Nistaburi itu mengadaikan pundi-pundi batu seharga dua ribu dinar. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini : “Syahdan maka adalah seorang saudagar didalam negeri Nistaburi itu hendak berbicara mengenai anaknya berkahwin. Maka adalah saudagar itu kekurangan belanja akan bekerja itu, maka saudagar itu pun diambilnya segala jenis/segala/ batu dari pada intan dan zamrud dan ya’kut dan kemala dan sekaliannya batu-batu yang indah-indah yang mahal harganya itu, maka dibubuhnya didalam satu pundi-pundi, kemudian maka diikatnya serta dibubuhnya caplak, kemudian maka saudagar itupun pergilah ia kepada seorang saudagar didalam negeri Nistaburi



itu,



maka



kata



saudagar



yang



empunya



pundi-pundi



itu:



Hai



saudagar,/hamba/tolonglah hamba pegang gaden pundi-pundi batu hamba ini barang dua ribu dinar” (Halaman 24) Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa itu orang-orang ingin menikahkan anaknya, betapa susahnya mencari modal untuk menikah. Nah di saat itu juga tidak ada cara lain, selain menjual barang-barang yang kita punya seperti pundi-pundi batu tadi yang dihargai dua ribu dinar sebagai modal atau mas kawin untuk menikahkan anaknya.



Kita dapat mengethui bahwa sistem perekonomian di negeri Nistaburi itu sangat sulit untuk mencari suatu pekerjaan maka dari itu tidak ada cara lain selain menjual yang kita punya. c. Sosial agama Sosial agama adalah hubungan antara berbagai kesatuan masyarakat atau perbedaan masyarakat secara utuh dengan berbagai sistem agama, tingkat dan jenis spesialisasi berbagai peranan agama dalam berbagai masyarakat dan sistem keagamaan yang berbeda. Dalam hikayat “Raja Budak” bahwa sistem sosial politik dapat dideskripsikan sebagai berikut: Berbicara tentang ketika Raja Budak dan keenam adiknya bersoal jawab tentang perkara agama. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini: “Kelakian maka kata Sifat Akal: Apa yang terlebih besar daripada bumi dan langit. Maka kata Sifat Bicara: Adapun yang terlebih besar daripada bumi dan langit itu hawa nafsunya segala kafir munafik’alaihi al-la’nat. Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih keras daripada batu. Maka kata Sifat Soal : Adapun yang terlebih keras dari pada batu itu hati segala yang berani lagi tekebur. Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih bercahaya daripada bulan dan matahari itu. Maka kata Sifat Jawab: Adapun yang terlebih bercahaya yaitu hati segala mu’min pendeta terangnya cahaya iman Islam tauhid ma’rifatnya itu. Maka kata sifat Akal : Apa yang terlebih berombak daripada laut. Maka kata Sifat Iman: Adapun yang terlebih berombak daripada laut itulah segala amarah serta lupa ia akan Allah subhanahu wa ta’ala. Syahdan maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih panas dari pada api itu. Maka kata Sifat Iman: Adapun yang terlebih panas daripada api itulah segala hati hamba Allah yang munafik dengki rahasia akan samanya Islam” “Setelah itu maka kata Sifat Akal : Benarlah seperti katamu sekalian ini pulak lagi kataku, mana baik rendah daripada tinggi dan mana baik suka dari pada duka dan mana baikjaga daripada tidur dan mana baik berjalan daripada duduk. Maka jawab Sifat Bicara : 1. Lebih baik rendah daripada tinggi. Adapun seorang Islam itu maulah ia merendahkan dirinya daripada segala Islam, maka sempurnalah namanya Islam serta ia memelihara lidanya dari pada berdusta dan memeliharakan perutnya daripada makan haram dan memeliharakan badannya daripada loba dan tamak. Orang itu yang ditinggikan oleh Allah Subhannahu wa ta a’ala dunia dan akhirat. 2. Baik jaga daripada tidur. Karena jaga itu



kepala segala amal dan agama dan lagi menang daripada seteru serta ingat akan Allah Subhannahu wa ta a’ala. 3. Baik berjalan daripada duduk karena berjalan itu berubah melihat dan mendengar serta yakin hatinya akan perintah tuhan yang bersifat kodrat “ (Halaman 3 – 5) Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa sosial agama yang dapat ditarik adalah ketika Sifat Akal menyampaikan nasehat dan pertanyaan yang menyangkut konsep keagamaan khususnya islam serta akhlaq dan budi pekerti. Pelajaran yang diambil adalah untuk selalu tidak bersifat takabur, dengki dan iri serta taat pada perintah Allah dimanapun kita berada. Adapun menurut pandangan si penulis bahwa setiap apapun itu yang berhubungan dengan konsep keagamaan atau perilaku seseorang tentunya kita sebagai insan yang biasa harus saling mengiatkan dan saling menasehati dalam kebenaran supaya jalan yang kita tempuh tidak akan salah dan akan lurus sesuai alurnya yang wajib menjadi pedoman dalam hidup insan yaitu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan meninggalkan segala hal yang dilarang-Nya. Berbicara tentang bagaimana raja biaperi menasehati anak-anaknya supaya akan taat perintah Allah. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini: “ Hai anakku tiap-tiap raja itu hendaklah sangat adil dan murah dan teguh setianya dengan segala orang dibawahnya lagi pula hendaklah berani dan ingatkan Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa bergantung kepada Tuhan seru alam sekalian. Maka raja itu sangatlah ditakuti oleh segala menteri hulubalang sekaliannya itu” (Halaman 9) Kutipan diatas menjelaskan kepada kita agar menjadi seorang pemimpin yang adil, teguh dengan pendiriannya dan taatlah kepada Allah dan senantiasa mengikuti perinta Allah dan menjauhi laranga-Nya. Dengan kita selalu bergantungan pada Allah, dalam masalah apapun itu maka kita akan mendapatkan mukjizat yang terbaik dari sang pencipta, maka dari itu dalam hikayat ini juga dijelaskan bahwa sebagai insan yang tak pernah luput dari khilap dan salah sebaiknya bertegur sapa dan ramah pada orang yang ada disekitar kita. Berbicara supaya tidak akan lupa kekuasaan Allah, apabila kita telah mendapatkan jabatan yang tinggi. Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini:



“Hai anakku dan buah hatiku, hubaya-hubaya jangan sekali anak-anakku lupa akan Allah subhanahu wa ta’ala jikalau duduk diatas kerajaan dan serahkan dirimu kepada Allah ta’ala, bahwa sesungguhnya ia peliharakannya seperti firman Allah ta’ala didalam AlQuran : wa man yatawa kalu’ala llahu fahuwa ahsabihi, artinya barang siapa menyerahkan dirinya pada Allah ta’ala bahwa sesungguhnya Allah ta’ala memeliharakan dia” (Halaman 20 -21 Kutipan diatas menjelaskan kepada kita supaya kita tidak lupa akan kekuasaan allah dalam menempati jabatan yang tinggi artinya kita sebagai manusia yang sudah dipercayai oleh masyarakat, janganlah kita semena mena kepada rakyat itu dan ingatlah diatas langit masih ada langit. Bahwa ada amanah disana yang harus kita jalani secara adil dan Allah lah yang memberikan kesempatan ini untuk menjadi insan yang dipercyai masyarakat. Orang Melayu telah memberikan tempat yang khusus kepada pemimpin pemimpin telah memberikan kuasa dan amanah untuk membina masyarakat. Dalam tunjuk ajar Melayu dikatakkan: “Yang dinamakan pemimpin, Didahulukan selangkah dan Ditinggikan seranting”. Ungkapan “didahulukan selangkah” menyatakan bahawa pemimpin yang diberikan tempat yang istimewa sehingga ia lebih didahulukan oleh rakyat. Ungkapan “ditinggikan seranting” juga memberikan penegasan terhadap perlunya memberikan tempat yang khusus kepada pemimpin. Pemberian tempat yang khusus kepada pemimpin yang menandakan bahawa orang Melayu sangat menghormati pemimpinnya karena tugas yang diberikan kepada pemimpin yang sangat berat dan sangat mulia dalam memimpin rakyat.



2. Nilai Falsafah Adalah nilai pengetahuan tentang pengertian yang diangkat ilmu tertinggi. Yang termasuk kedalam nilai falsafah yaitu: a. Falsafah Sejarah Adalah nilai pengetahuan yang diangkat ilmu tertinggi yang berlaku pada masa lampau. Dalam hikayat “ Raja Budak” terdapat nilai Falsafah sejarah diantaranya yaitu: Bercerita tentang bagaimana masa kepemimpinan Sifat Akal (Raja Budak)



Hal ini dapat dilihat dari kutipan hikayat “Raja Budak” berikut: “Maka masyhurlah nama raja Budak di negeri Nistaburi itu dengan adil dan murahnya lagi pula dengan arif bijaksananya pada segala negeri raja-raja yang besar-besar diatas angina dan dibawah angin” (Halaman 23) Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa peristiwa sejarah yang tampak dari hal tersebut adalah ketika pada masa dahulunya Raja Budak adalah sesosok pempin yang adil dan baik pula hatinya serta banyak disegani oleh semua rakyatnya. Bercerita tentang bagaimana kepempinan Raja Biaperi Hal ini dapat dilihat dari kutipan hikayat “Raja Budak” berikut: “Adapun pada masa ayahku menjadi raja dibemua kufah terlalu adil dengan murahnya, lagi pula pandai mengambil hati segala menteri segala hulubalang rakyatnya sekalian. Aku lihat kelakuannya tatkala ia bersemayam diatas tahta kerajaan itu diadap orang sekalian itu dengan manis mukanya dan lagi halus perkataannya” (Halaman 9) Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa pada masa kepemimpinan Raja Biaperi adalah sesosok pemimpin yang adil dan baik pula hatinya serta mudah berbaur di sekitaran lingkungan masyarakat dengan lemah lembut tutur katanya.



3. Nilai Budaya Secara umum, nilai budaya adalah suatu nilai yang berhubungan dengan adat istiadat. Menurut Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012), Nilai budaya merupakan nilai yang terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat menjadi orientasi dan rujukan dalam bertindak bagi mereka. Oleh sebab itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam mengambil alternatif, cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia. Dalam Hikayat “Raja Budak” terdapat juga nilai budaya didalamnya yaitu dapat dilihat dari kutipan berikut: “Maka tuan-tuan sekalian sebutlah nama hamba Raja Budak, supaya kita hendak memakai cara bicara budak. Syahdan maka segala yang digelar Raja Budak itu semuanya pun



dipersalin dengan pakaian yang indah-indah. Kalakian tetaplah raja Budak itu diatas tahta kerajaan di dalam negeri Nistaburi lengkap dengan santerinya dan hulubalangnya dan pegawainya dan bintara dan sida-sida /menyebut/ (dan) biduanda (memerintah) dengan adilnya dan murahnya lagi teguh setianya dengan bertambah-tambah pula dengan tegur sapanya pada segala orang yang menghadap itu baik mulya baik hina baik kaya baik miskin sama juga hatinya baginda, demikian tanda raja-raja yang berbahagia itu. Arkian ramailah negeri itu lebih ganda berganda daripada dahulu kala adatnya” (Halaman 23) Kutipan diatas menceritakan tentang bagaimana Raja Budak merendahkan dirinya kepada rakyatnya, walaupun ia sudah diangkat menjadi raja ia tetap rendah hati bahkan raja budak pun ramah dan bertutur kata yang baik dan menunjukan perilaku sosial yang dapat dicontoh dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan dari cerita tersebut. Nilai budaya yang tergantung dalam kutipan diatas ialah tentang bagaimana menghadap seorang raja dan bagaimana adat berperilaku layaknya seperti raja yang adil. Hal ini dibuktikan karena ia menyuruh rakyatnya memanggil namanya sebutan Raja Budak supaya memakai cara pemikiran budak-budak. Artinya, memang ada tradisi disana bahwa rakyatnya harus menyebut nama raja itu dengan sebutan Raja Budak serta perilakunya juga mencerminkan rendah hati dan berkata-kata yang baik layaknya seperti anak kecil. Disamping itu menurut para ahli bahwa kewajiban pemimpin menurut adat Melayu adalah membawa kesejahteraan umat, mana yang kusut wajib diselesaikan, mana yang keruh wajib dijernihkan, mana yang melintang wajib diluruskan, mana yang berbonggol wajib ditarahkan, mana yang kesat wajib diampelaskan, mana yang menyalah wajib dibetulkan. Pemimpin berkewajiban memberikan contoh teladan, menyampaikan tunjuk ajaran, memelihara kampung halaman, menjaga alam lingkungan berpijak pada keadilan, berdiri di atas kebenaran, menjaga marwah diri, umat, kampung, bangsa, adat dan lembaga, serta hukum dan undangnya. Begitu beratnya tugas dan kewajiban pemimpin, maka seorang pemimpin dalam adat Melayu wajib mendasarkan semua keputusan dan kegiatannya pada nilai-nilai agama Islam. Pemimpin yang mendasarkan diri pada agama akan menjadi seorang yang berkepribadian terpuji, handal, piawi, arif, bijaksana, adil, jujur, amanah, cerdas, berani, tabah, dan berbagai akhlak terpuji lainnya (Tenas Effendi, 2013:4). Hal tersebut juga ada kaitannya dengan kepemimpinan baik itu seorang raja maupun orang biasa haruslah mempunyai tradisi bagaimana menjadi seorang pemimpin seperti menjaga marwah diri agar menjadi seorang pemimpin yang berperilaku layaknya seperti raja yang adil.



4. Nilai Pandangan Hidup Secara umum, pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbagan yanag dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Menurut Dr.Hafidh Shaleh, pandangan hidup adalah buah dari pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional, yang meliputi aqidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Selain itu, pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode mempertahankan dan metode menyebarkannya ke seluruh dunia untuk menjabarkan ide dan jalan keluarnya. Dalam Hikayat “Raja Budak” terdapat juga nilai pandangan hidup didalamnya yaitu dapat dilihat dari kutipan berikut: “Hai anakku, seyogyanya bagi Hamba Allah yang berakal itu menyerahkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, supaya disempurnakan Allah sebarang kehendaknya itu. Hai anakku dan buah hatiku dan apabila raja itu adil niscaya ramailah negeri dan sentosalah rakyatnya dan apabila raja itu aniaya, kalakian maka binasalah negeri dan kesakitanlah rakyat. Hai anakku dan buah hatiku, jangan engkau lupa seperti pesanku itu” (Halaman 21) Kutipan diatas menceritakan tentang seorang ayah menasehati anaknya bahwa apabila menjadi seorang raja janganlah berperilaku sombong dan selalu bersikap hadil pada rakyatnya serta tidak lupa akan mengingat Allah swt didalam hatinya. Prinsip pandangan hidup yang terdapat dalam kutipan diatas adalah menggunakan prinsip pandangan hidup Orang Melayu pada umumnya yaitu Habluminallah dan Hablumminannas. Habluminallah digambarkan dalam kutipan tersebut dengan cara menyakini didalam hati bahwa dengan mengingat nama Allah Swt, maka sempurnalah segala urusan yang ada didunia maupun diakhirat kelak. Sedangkan hablumminannas digambarkan dalam kutipan tersebut dengan bersikap tidak sombong dan selalu bersikap hadil pada rakyatnya. Menurut Prof.Dr.H.Asasriwarni MH, Hablum minallah dilaksanakan dengan ibadah. Dengan kata lain, hablum minallah adalah aspek 'ubudiyah atau ritual ibadah kita kepada Allah SWT. Ibadah atau 'ubudiyah sering diartikan sebagai penghambaan dengan melaksanakan perintah Allah SWT, menghambakan diri kepada-Nya, atau menyembah Allah SWT. Ibadah atau 'ubudiyah berasal dari kata 'abada yang artinya hamba (hamba Allah).



Imam Ghazali pernah ditanya mengenai 'ubudiyah. Ia menjawab: ubudiyah adalah kumpulan dari tiga hal, yakni : (1) Menunaikan perintah syariat; (2) Rela dengan ketentuan dan takdir serta pembagian rezeki dari Allah SWT; dan (3) Meninggalkan kehendak nafsunya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Ibadah adalah tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Nya di bawah ini : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat Ayat : 56). Selanjutnya Allah SWT juga berfirman sebagai berikut. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah Ayat : 5). Sedangkan hablum minannas yaitu hubungan dengan sesama manusia dalam bentuk mu'amalah. Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain. Muamalah adalah hubungan manusia dalam interaksi sosial, termasuk masalah harta, waris, dan jual-beli. Muamalah mempunyai banyak cabang, di antaranya politik, ekonomi, dan sosial.



5. Estetika dan Kepengarangan Estetika merupakan rasa keindahan, kegembiraan, atau keseronokan yang merujuk kepada bernilainya dan bermanfaatnya sesuatu karya. Selain itu, estetika juga merujuk kepada bernilainya dan bermanfaatnya sesuatu karya. Selain itu, estetika juga merunjuk kepada penikmatan yang memukau kepada penikmatan yang menakjubkan yang mampu menawan perasaan dan kekal dalam pemikiran pembaca. Menurut Effendy (1993), Estetika adalah susunan bahagian dari susunan yang mengandung pola. Pola mana yang mempersatukan bahagian-bahagian tersebut mengandung keselarasan dari pada unsur-unsurnya, sehingga menimbulkan keindahan. Dalam Hikayat “Raja Budak” terdapat dua jenis estetika yaitu estetika dalam gaya bahasa dan estetika dalam nilai keislaman. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut: 1. Estetika Dalam Gaya Bahasa Hikayat Raja Budak Gaya bahasa yang terdapat dalam Hikayat Raja Budak dapat dilihat sebagai berikut:



1. Majas Perbandingan Majas perbandingan adalah majas yang cara melukiskan suatu keadaan apapun dengan menggunakan perbandingan antara satu hal dengan hal yang lain. a. Majas Metafora Adalah majas yang membandingkan suatu benda dengan benda lain yang mempunyai kemiripan sifat. Dalam Hikayat Raja Budak terdapat majas metafora yang dapat dilihat sebagai berikut: Seorang tuah memakai serba putih Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan, “pada suatu malam aku bermimpi, datang seorang tuah memakai serba putih berdiri kearah tuan hamba” (Halaman 3) Kutipan diatas tampak jelas bahwa pada kata “serba putih” dapat dimaknai sebagai baju putih yang memiliki kemiripan sifat dari benda tersebut.



b. Majas Personifikasi Adalah majas yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup atau memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati. Dalam hikayat “Raja Budak” terdapat majas personifikasi yang dapat dilihat dari kutipan berikut: Keras seperti batu Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “ Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih keras dari pada batu. Maka kata Sifat Soal : Adapun yang terlihat lebih keras dari pada batu itu hati segala yang berani lagi tekebur” (Halaman 4) Kutipan diatas tampak jelas bahwa pada kata “batu” merupakan benda mati. 2. Estetika Dalam Keislaman Hikayat Raja Budak Estetika Dalam Keislaman Hikayat Raja Budak dapat dilihat dari kutipan berikut : “Syahdan maka kata saudaranya yang bernama Sifat Bicara itu: Dimana kakanda dapat belajar itu. Maka kata Sifat Akal : Ya adindah, pada suatu malam aku bermimpi, datang seorang-orang tuah memakai serba putih berdiri arah kepala/tuah/hamba demikian katanya:



Wa na’maluhu min takwili illa hadithi wa Illahu ghalibi ‘ala amrihi walakin akthara nnasu la ya’lamu min balaghi asyhaduhu hukama wa ulama wa kadzalika najzi muhsinin. Setelah sudah itu aku pun jagalah daripada tidur hamba. Maka akupun datanglah berbagai-bagai didalam hatiku. Maka aku katakana kepada ayahku seperti mimpiku itu” (Halaman 3) “Kelakian maka kata Sifat Akal: Apa yang terlebih besar daripada bumi dan langit. Maka kata Sifat Bicara: Adapun yang terlebih besar daripada bumi dan langit itu hawa nafsunya segala kafir munafik’alaihi al-la’nat. Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih keras daripada batu. Maka kata Sifat Soal : Adapun yang terlebih keras dari pada batu itu hati segala yang berani lagi tekebur. Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih bercahaya daripada bulan dan matahari itu. Maka kata Sifat Jawab: Adapun yang terlebih bercahaya yaitu hati segala mu’min pendeta terangnya cahaya iman Islam tauhid ma’rifatnya itu. Maka kata sifat Akal : Apa yang terlebih berombak daripada laut. Maka kata Sifat Iman: Adapun yang terlebih berombak daripada laut itulah segala amarah serta lupa ia akan Allah subhanahu wa ta’ala. Syahdan maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih panas dari pada api itu. Maka kata Sifat Iman: Adapun yang terlebih panas daripada api itulah segala hati hamba Allah yang munafik dengki rahasia akan samanya Islam” “Setelah itu maka kata Sifat Akal : Benarlah seperti katamu sekalian ini pulak lagi kataku, mana baik rendah daripada tinggi dan mana baik suka dari pada duka dan mana baikjaga daripada tidur dan mana baik berjalan daripada duduk. Maka jawab Sifat Bicara : 1. Lebih baik rendah daripada tinggi. Adapun seorang Islam itu maulah ia merendahkan dirinya daripada segala Islam, maka sempurnalah namanya Islam serta ia memelihara lidanya dari pada berdusta dan memeliharakan perutnya daripada makan haram dan memeliharakan badannya daripada loba dan tamak. Orang itu yang ditinggikan oleh Allah Subhannahu wa ta a’ala dunia dan akhirat. 2. Baik jaga daripada tidur. Karena jaga itu kepala segala amal dan agama dan lagi menang daripada seteru serta ingat akan Allah Subhannahu wa ta a’ala. 3. Baik berjalan daripada duduk karena berjalan itu berubah melihat dan mendengar serta yakin hatinya akan perintah tuhan yang bersifat kodrat “ (Halaman 3 – 5) Dari kutipan diatas tampak jelas estetika keislaman yang dapat ditarik adalah ketika Sifat Akal menyampaikan nasehat dan pertanyaan yang menyangkut konsep keagamaan khususnya islam serta akhlaq dan budi pekerti. Disamping itu bahwa ada Pelajaran yang



dapat diambil diambil disana yaitu untuk selalu tidak bersifat takabur, dengki dan iri serta taat pada perintah Allah dimanapun kita berada. Menurut Karya Agung Melayu (2014:98), kepengarangan dilihat daripada aspek keperibadian yang dicapai pengarang. Hal ini bermakna kepengarangan bermaksud perihal yang berkaitan dengan pengarang. Keperibadian adalah merupakan kemuncak kejayaan seseorang pengarang. Prinsip keperibadian ini merupakan kemuncak atau klimaks dalam perjuangan seseorang pengarang. Seseorang pengarang itu harus berusaha untuk membina teks yang unggul dalam mencipta sifat keperibadian mereka. Contohnya dalam Hikayat Raja Budak, pengarang menampilkan watak raja. Masyarakat Melayu mempercayai bahawa raja memiliki adil dan lemah lembut tutur katanya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kutipan berikut : “Adapun pada masa ayahku menjadi raja dibemua kufah terlalu adil dengan murahnya, lagi pula pandai mengambil hati segala menteri segala hulubalang rakyatnya sekalian. Aku lihat kelakuannya tatkala ia bersemayam diatas tahta kerajaan itu diadap orang sekalian itu dengan manis mukanya dan lagi halus perkataannya” (Halaman 9) “Maka masyhurlah nama raja Budak di negeri Nistaburi itu dengan adil dan murahnya lagi pula dengan arif bijaksananya pada segala negeri raja-raja yang besar-besar diatas angina dan dibawah angin” (Halaman 23) Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa si Raja Biaperi dan Raja Budak adalah sesosok pempin yang adil dan baik pula hatinya serta mudah berbaur di sekitaran lingkungan masyarakat dengan lemah lembut tutur katanya. Melalui Kutipan tersebut, pengarang mencoba menonjolkan keperibadian yang dimiliki Raja Biaperi dan Raja Budak sebagai pemimpin yang adil dan baik hati



KESIMPULAN Dari kutipan yang telah dijelaskan diatas, maka dalam Hikayat Raja Budak terdapat nilainilai yang tergantung didalamnya yaitu: 1. Nilai Pemikiran terdapat juga didalamnya: a. Nilai sosial politik dalam hikayat “Raja Budak” yaitu bahwa raja biaperi menggambarkan dirinya selama menduduki tahta kerajaan ia selalu bersikap adil dan juga ramah tamah terhadap segala prajuritnya maupun rakyatnya. Ia juga mengasi nasehat kepada anak-anaknya supaya memiliki sikap kepemimpinan yang adil layaknya seorang raja yang disegani oleh rakyatnya. b. Nilai sosial ekonomi dalam hikayat “Raja Budak” yaitu bahwa sehari-harinya saudagar itu hanya bekerja untuk mencari harta dan disamping itu ia juga rajin beribadah demi mendapatkan harta setiap harinya. c. Nilai sosial agama dalam hikayat “Raja Budak” yaitu ketika Sifat Akal menyampaikan nasehat dan pertanyaan yang menyangkut konsep keagamaan khususnya islam serta akhlaq dan budi pekerti. Pelajaran yang diambil adalah untuk selalu tidak bersifat takabur, dengki dan iri serta taat pada perintah Allah dimanapun kita berada. 2. Nilai Falsafah terdapat juga didalamnya : Nilai sejarah dalam hikayat “Raja Budak” yaitu ketika pada masa dahulunya kepemimpinan Raja Biaperi dan Raja Budak adalah sesosok pemimpin yang adil dan baik pula hatinya serta mudah berbaur di sekitaran lingkungan masyarakat dengan lemah lembut tutur katanya.



3. Nilai budaya dalam hikayat “Raja Budak” yaitu tentang bagaimana menghadap seorang raja dan bagaimana adat berperilaku layaknya seperti raja yang adil. Hal ini dibuktikan karena ia menyuruh rakyatnya memanggil namanya sebutan Raja Budak supaya memakai cara pemikiran budak-budak. Artinya, memang ada tradisi disana bahwa rakyatnya harus menyebut nama raja itu dengan sebutan Raja Budak serta perilakunya juga mencerminkan rendah hati dan berkata-kata yang baik layaknya seperti anak kecil.



4. Nilai pandangan hidup dalam hikayat “Raja Budak” yaitu menggunakan prinsip pandangan hidup Orang Melayu pada umumnya yaitu Habluminallah dan Hablumminannas. Habluminallah digambarkan dalam hikayat tersebut dengan cara menyakini didalam hati bahwa dengan mengingat nama Allah Swt, maka sempurnalah segala urusan yang ada didunia maupun diakhirat kelak. Sedangkan hablumminannas digambarkan dalam hikayat tersebut dengan bersikap tidak sombong dan selalu bersikap hadil pada rakyatnya. 5. Nilai Estetika dan Kepengarangan dalam hikayat “Raja Budak” adalah nilai estetika dalam gaya bahasa dan nilai estetika dalam pandangan keislaman sedangan kepengarangan ditonjolkan bagaimana mereka melihat karakter tokoh raja.



DAFTAR PUSTAKA Jusuf jumsari. 1982. Hikayat Raja Budak. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah Juswandi. 2012. Pemimpin Ideal dalam Masyarakat Melayu. Jurnal Khadijah. 2013. Hikayat Indra Budiman Telaah Nilai-Nilai Religius. Jurnal Musa. 2017. TUNJUK AJAR ADAT MELAYU SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK. Jurnal Takari Muhammad & Fadlin. 2019. Adat Budaya Melayu. Jurnal Thamrin Husni. 2015. ENKULTURISASI DALAM KEBUDAYAAN MELAYU. Jurnal https://www.republika.co.id/berita/pzv06v385/tunjuk-ajar-melayu-pemimpin-yang-berumahdalam-musyawarah https://fakihsubekti.blogspot.com/2019/10/tugas-muatan-lokal-tam-ringkasan.html https://bms3022karyaagung.blogspot.com/p/nilai-dan-falsafah.html?m=1 http://klasikmoden2016.blogspot.com/2016/05/kepengarangan-dan-estetika-hikayatraja.html?m=1



LAMPIRAN Pribahasa, pepatah, ungkapan, dan semboyan dalam Hikayat Raja Budak



1. Analisis Pribahasa dan Pepatah Dalam Hikayat Raja Budak Dalam Hikayat Raja Budak terdapat beberapa kutipan yang menyatakan pribahasa dan pepatah, diantaranya dapat dilihat dari kutipan berikut : Keras seperti batu Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “ Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih keras dari pada batu. Maka kata Sifat Soal : Adapun yang terlihat lebih keras dari pada batu itu hati segala yang berani lagi tekebur” (Halaman 4) Kutipan diatas merupakan pribahasa yang menyatakan bahwa hati seseorang itu sangat keras sehingga sangat sulit untuk meluluhkannya. Hal ini karena pada kutipan pribahasa diatas mengandung nasihat atau prinsip hidup yang akan disampaikan kepada seseorang, bahwasannya kita tidak boleh mempunyai hati sekeras batu karena hal itu yang menyebabkan seseorang menjadi takabur dan lupa pada sang pencipta. Bercahaya seperti bulan dan matahari Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Maka kata Sifat Akal: apa yang terlebih bercahaya dari pada bulan dan matahari itu. Maka kata Sifat Jawab: Adapun yang terlebih bercahaya yaitu hati segala mu’min terangnya cahaya iman Islam tauhid ma’rifatnya itu” (Halaman 4) Kutipan diatas merupakan pribahasa yang menyatakan bahwa hati seseorang yang bersih dan terbebas dari dosa. Hal ini karena pada kutipan pribahasa diatas mengandung nasihat atau prinsip hidup yang akan disampaikan kepada seseorang, bahwasannya kita sebagai manusia apabila memiliki kesalahan yang bersifat melanggar dari ajaran Islam, maka segeralah untuk bertaubat agar Iman dan Islam yang kita miliki bersih atas dosa yang pernah kita perbuat.



Sejuk seperti embun Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Maka kata Sifat Cahaya: Adapun yang terlebih sejuk dari pada embun maka itulah hati segala mu’min sediakala dengan fikir bicara mencari jalan kebajikan atas dirinya dan atas segala keluarganya” (Halaman 4) Kutipan diatas merupakan pribahasa yang menyatakan bahwa hati seseorang yang lembut. Hal ini karena pada kutipan pribahasa diatas mengandung nasihat atau prinsip hidup yang akan disampaikan kepada seseorang, bahwasannya kita sebagai manusia haruslah mempunyai hati yang lembut dan sejuk untuk menahan segala amarah yang menjadi fitrah manusia.



2. Ungkapan dan Semboyan Dalam Hikayat Raja Budak Dalam Hikayat Raja Budak terdapat beberapa kutipan yang menyatakan ungkapan dan semboyan , diantaranya dapat dilihat dari kutipan berikut : Jangan lalai di bantal dan di tilam Hal ini dapat dilihat dari kutipan,” Hai anakku dan buah hatiku dan cahaya mataku, jikalau engkau dianugrahkan Allah subhanahu wa ta’ala engkau beroleh kebesaran dunia ini, maka hendaklah engkau sangat bicarakan negeri, jangan anakku lalai di bantal dan nyaman di tilam dan jangan anakku banyak didalam menjadi suram martabat kebesaran dan menjadi kesakitan segala hamba Allah yang terkena aniaya oleh orang” (Halaman 8) Kutipan diatas merupakan suatu semboyan yang menyatakan bahwa seseorang hendaklah tidak lalai serta tidak menganggap remeh dalam mengemban amanah yang telah diberikan. Hal ini karena adanya mengandung prinsip hidup manusia yang sangat membutuhkan sosok pemimpin yang pekerja keras dan tidak tidur-tiduran dalam mengemban amanah. Memelihara lidah Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “ia memelihara lidahnya daripada berdusta” (Halaman 5) Kutipan diatas merupakan ungkapan yang menyatakan seseorang harus bertutur kata yang baik terhadap sesama. Hal ini karena adanya makna kiasan yang menyatakan ketika ia menyampaikan sebuah nasehat kepada anak-anaknya agar menjaga perkataan yang ingin diucapkan terhadap rakyatnya.



Memelihara perut Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “memelihara perutnya daripada makan haram” (Halaman 5) Kutipan diatas merupakan ungkapan yang menyatakan seseorang harus menjaga hal yang diharamkan termasuk harta apa yang didapatkan dan dimakan kehal yang bersifat haram. Hal ini karena adanya makna kiasan yang menyatakan ketika ia menyampaikan sebuah nasehat kepada anak-anaknya agar tidak mencari harta yang berasal dari barang haram (mencuri). Mengambil hati Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “ Adapun pada masa ayahku menjadi raja di benua Kufah terlalu adil dengan murahnya, lagi pulak pandai mengambil hati segala menteri dan hulu baling rakyatnya sekalian” (Halaman 9) Kutipan diatas merupakan ungkapan yang menyatakan orang yang pandai memujuk ataupun merayu. Hal ini karena adanya makna kiasan yang menyatakan ketika ia dikatakan raja yang adil, ia berhasil merayu rakyatnya agar taat kepada perintahnya itu yang disebabkan oleh gemar terhadap tutur katanya.



Sinopsis hikayat “Raja Budak” Pada zaman dahulu, di negeri nistaburi ada seorang saudagar kaya dengan tujuh orang puteranya. Putra sulung itu seorang perempuan bernama Sifat Akal, sedangkan lainnya adalah laki-laki semua, masing-masing bernama Sifat Bicara, Sifat Soal, Sifat Jawab, Sifat Iman, Sifat Budiman, dan Sifat Jauhari. Ketujuh anak saudagar itu hidup berkasih-kasihan, tidak pernah bercerai sedetikpun. Pada suatu hari, mereka bermain-main dihalaman rumahnya yang luas itu dengan teman-teman mereka. Mereka sedang membicarakan keadaan negeri serta rajanya yang terkenal sangat bengis itu. Salah seorang dari mereka yaitu Sifat Budiman mempersoalkan tentang keadaan negeri mereka yang selalu rusuh, sering timbul huru-hara sehingga rakyatnya tidak pernah hidup tentram. Kakak sulungnya yaitu Sifat Akal yang sangat pandai dan bijaksana itu mencoba mengemukkan pendapatnya kepada adik-adiknya. Katanya : Karena raja-raja dan segala menteri tidak tahu akan martabatnya, maka negeri ini tidak akan sentausa selamanya. Mendengar perkataan itu, keenam adiknya setuju akan mengangkat Sifat Akal menjadi seorang raja. Sifat Akal hanya tertawa mendengar usul tersebut. Kemudian ia



mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka yang didapatnya dari seorang kakek-kakek melalui mimpi. Semua pertanyaan itu ada hubungannya dengan akhlak dan budi pekerti serta agama Islam. Pertanyaan : Apa yang terlebih bercahaya daripada bulan dan matahari. Jawab adiknya : Yaitu hati segala mu’min, pendeta, terangnya cahaya iman Islam, dan tauhid ma’rifat. Pertanyaan : Apa yang terlebih besar daripada bumi dan langit. Jawab adiknya : Yaitu hawa nafsu segala kafir munafik ‘alaihi al-la’nat. Pertanyaan: Apa yang lebih keras daripada batu. Jawab adiknya : Adapun yang lebih keras daripada batu itu, yaitu hati segala yang berhati takabur. Pertanyaan : Apa yang terlebih berombak daripada laut. Jawab adiknya : Adapun yang terlebih berombak daripada laut, itulah segala orang yang marah serta lupa akan Allah Subhanahu wa ta’ala. Pertanyaan : Apa yang terlebih panas daripada api. Jawab adiknya: Yang terlebih panas daripada api itu ialah segala hati hamba allah yang munafik dengki akan sesamanya Islam. Pertanyaan : Apa yang terlebih sejuk daripada embun. Jawab adiknya. Yang terlebih sejuk daripada embun ialah hati segala mu’min senantiasa dengan fikir bicara mencari jalan kebajikan atas dirinya dan atas keluarganya. Selanjutnya ada lagi beberapa pertanyaan Sifat Akal kepada adik-adiknya, antara lain : 1. Mana lebih baik rendah daripada tinggi. 2. Mana lebih jaga daripada tidur. 3. Mana lebih baik berjalan daripada duduk. Jawab adiknya : 1. Lebih baik rendah daripada tinggi. Adapun seorang Islam itu maulah ia merendahkan dirinya daripada segala Islam, maka sempurnalah namanya Islam serta ia memelihara lidanya dari pada berdusta dan memeliharakan perutnya daripada makan haram dan memeliharakan badannya daripada loba dan tamak. Orang itu yang ditinggikan oleh Allah Subhannahu wa ta a’ala dunia dan akhirat. 2. Baik jaga daripada tidur. Karena jaga itu kepala segala amal dan agama dan lagi menang daripada seteru serta ingat akan Allah Subhannahu wa ta a’ala. 3. Baik berjalan daripada duduk karena berjalan itu berubah melihat dan mendengar serta yakin hatinya akan perintah tuhan yang bersifat kodrat. Kemudian dijelaskan pula tentang martabat raja-raja yang sentausa di atas tahta kerajaaannya dan kemuliaannya yaitu raja harus adil menghukumkan rakyatnya, suka memberi derma, bijaksana dan baik tegur sapanya, sehingga rakyat merasa aman dan sentausa di bawah perintahnya. Begitu pula seorang raja harus berwibawa terhadap menteri-menterinya, sehingga mereka patuh melaksanakan perintahnya serta tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.Demikianlah mereka mengadakan soal jawab itu setiap hari sambil bermainmain di halaman rumah mereka. Sebenarnya ayah mereka adalah putera raja Kufah yang telah pergi mengembara ke Nistaburi dan menjadi seorang saudagar. Ia telah mengunjungi berbagai negeri asing dan memiliki pengetahuan yang luas, bersifat arif dan bijaksana sehingga tidak heran jika ketujuh puteranya itupun cerdas dan berbudi luhur. Mereka



mendapat pelajaran dari ayahnya tentang cara raja-raja besar memerintah negerinya dengan adil sehingga rakyat merasa aman dan bahagia hidupnya. Ketujuh puteranya itu telah dididik dengan berbagai ilmu pengetahuan agar kelak menjadi orang yang pandai dan berguna bagi masyarakat. Melihat kecerdasan putera-puteranya itu, saudagar mengharapkan agar salah satu dari mereka kelak dapat menjadi raja yang besar. Pada suatu hari mereka bermain-main lagi seperti biasanya. Maka mereka mengusulkan agar kakak tertua yaitu Sifat Akal diangkat menjadi raja, sedangkan adik-adiknya yang lain yaitu Sifat Bicara menjadi mangkubumi, Sifat Soal menjadi bendahara, Sifat Jawab menjadi tumenggung, Sifat Iman menjadi perdana menteri, Sifat Budiman menjadi laksamana, Sifat Jauhari menjadi biduanda, sedangkan teman-temannya diangkat menjadi pegawai istana. Demikianlah mereka bermain-main dengan gembiranya sebagai raja dan rakyat. Dalam bermain-main dan berlaku sebagai raja itu, Sifat Akal beserta keenam adiknya telah memperlihatkan keahliannya dalam memutuskan suatu perkara secara adil dan bijaksana. Berturut-turut telah datang kepada mereka beberapa orang yang mengadukan persoalannya serta minta diadili. Semua perkara yang sulit-sulit yang dibawa orang kehadapan mereka telah dapat diselesaikan dengan baik, sehingga rakyat sangat percaya kepada keputusannya yang adil. Misalnya perkara saudagar mengambil isteri orang lain, perkara dua orang perempuan memperebutkan anak, dan perkara penipuan emas saudagar. Akhirnya ketujuh orang anak ini termasyhur keseluruh negeri sebagai orang yang pandai memutuskan perkara yang sulit-sulit. Berita ini terdengar kepada raja negeri itu. Baginda sangat murka, lalu menitahkan seorang biduanda memanggil ketujuh kanak-kanak itu, yang akhirnya dimasukkan kedalam penjara. Sebulan kemudian di dalam negeri Nistaburi terjadi huru hara, sehingga raja terbunuh. Pada suatu hari pembesar istana sepakat mengangkat putera saudagar yang perempuan yaitu Sifat Akal menjadi raja di Nistaburi. Mereka sudah mendengar khabar tentang kepandaian ketujuh itu ketika bermain-main sebagai raja serta telah dapat memutuskan beberapa perkara yang sulit. Kemudian para pembesar istana menjemput ketujuh kanak-kanak tersebut dan membebaskannya dari penjara. Maka diangkatlah Sifat Akal menjadi raja puteri dalam negeri Nistaburi, dengan nama Raja Budak. Sedangkan adik-adiknya menjadi bendahara Budak, tumenggung Budak, menteri Budak, laksamana Budak, kadi Budak, dan biduanda Budak. Ia memakai sebutan Raja Budak, karena memang masih kanak-kanak baru berusia belasan tahun. Demikian pula keenam saudaranya itu semuanya memakai sebutan budak. Maka masyhurlah nama raja Budak di negeri Nistaburi itu, memerintah rakyatnya dengan adil dan selalu menjalani hubungan yang baik



dengan raja-raja di sekitarnya. Banyak saudagar yang datang kesana untuk berniaga dan menetap, sehingga negeri itu bertambah ramai. Kehidupan rakyatnya pun bertambah makmur. Selama bertahta, raja Budak dengan dibantu keenam adiknya itu telah dapat menyelesaikan beberapa persoalan yang sulit, yaitu soal penipuan harta benda milik seseorang saudagar, Seorang saudagar telah telah mengadukan, halnya kepada raja Budak karena merasa ditipu oleh temannya, pundi-pundi berisi emas yang telah dititipkan kepadanya beberapa waktu yang lalu ditukarkan dengan minyak sehingga merugikan saudagar itu. Akhirnya persoalan itu dapat diselesaikan dengan baik oleh raja Budak. Kemudian ada lagi persoalan tentang pencurian emas oleh tikus, Seorang saudagar telah datang dan mengadukannya halnya bahwa emasnya yang disimpan dalam peti telah habis dibawa oleh tikus dan dipindahkan kedalam rumah seorang miskin, sehingga orang miskin itu menjadi kaya raya. Raja budak dapat memecahkan persoalan yang rumit ini dengan cara menikahkan putera saudagar kaya itu dengan puteri orang miskin yang menjadi kaya. Akhirnya setelah orang miskin itu meninggalnya, semua harta bendanya diwariskan kepada puteri dan menantunya, sehingga tanpa disadari saudagar itu telah mendapatkan kembali hartanya yang telah hilang. Demikian pula perkara orang Keling berselisih tentang harga kebun buahbuahan dengan orang Cina, dan perkara orang Keling yang menitipkan kambingnya kepada beberapa orang dapat diselesaikan dengan baik sekali oleh raja Budak dan keenam adiknya itu. Ketika raja budak berusia lima belas tahun, datanglah beberapa puluh lamaran dari rajaraja tetangga yang telah mendengar tentang kecantikan dan kecerdasan raja Budak. Raja-raja yang melamar itu datang dari negeri-negeri yang dekat dan yang jauh, semuanya berwajah tampan dan gagah perkasa. Namun demikian, raja Budak telah menolak lamaran mereka secara halus, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sulit dijawab. Hanya seorang saja yang dapat menjawab semua pertanyaan sulit yang diajukan oleh raja Budak itu, yaitu raja Dewa Kaca dari Cintamaya. Dewa Kaca terkenal sebagai putera raja yang tampan dan sangat sakti. Ia mendengar beberapa tentang raja Budak itu dari burung kesayangannya yang pandai berkata-kata yang bernama Sepah Puteri. Burung inilah yang telah menjadi perantara raja Dewa Kaca dengan raja Budak. Setelah Dewa Kaca dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh raja Budak, maka dilangsungkan perkawinan mereka itu dengan meriah. Kedua pasangan itu hidup berkasih-kasihan dan memerintah rakyat Nistaburi dengan adiknya.