Analisis Jurnal Loss & Grief [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JOURNAL ANALYSIS OF LOSS AND GRIEF INTERVENTION



Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Aplikasi Magister Keperawatan Jiwa Dosen: Efri Widianti, M.Kep., SpKepJ



Disusun Oleh: Suci Ratna Estria 220120140001



PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015 KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah analisa jurnal ”Loss & Grief” untuk memenuhi tugas mata kuliah Residensi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Walaupun demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat jiwa mengenai teori Loss & Grief serta dapat memberikan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan klien. Bandung, 7 November 2015 Penulis



BAB II ANALISA JURNAL INTERVENSI LOSS & GRIEF Kehilangan pasangan merupakan salah satu kehilangan yang sangat mempengaruhi kehidupan orang yang ditinggalkan, sehingga dapat menyebabkan penurunan kondisi dan fungsi dengan disertai berbagai macam perasaan dan



emosi negative seperti kesedihan, keputusasaan, takut, marah (Dutton & Zisook, 2005 dalam Damianakis & Marziali, 2012) serta depresi (Segrist, 2008 dalam Damianakis & Marziali, 2012). Kehilangan pasangan pada lansia dapat menyebabkan kehilangan identitas pada individu yang dapat meningkatkan level emosi serta kesepian social. Tipe gejala proses berduka meliputi kebingungan, complain terkait kesehatan, penurunan fungsi imunologi dan neuroendocrin, serta penurunan fungsi social dan pekerjaan (Bonanno & Kaltman, 2001 dalam Damianakis & Marziali, 2012). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka klien yang mengalami kehilangan pasangan perlu dilakukan terapi untuk mengembalikan fungsi hidupnya kembali normal. Intervensi yang dapat dilakukan untuk klien yang kehilangan pasangan salah satunya adalah terapi spiritual dengan model group therapy, terapi group work (kerja secara kelompok) dan konseling one to one (individual). Penelitian terkait pengaruh terapi spiritual terhadap respon lansia yang mengalami proses kehilangan dan berduka karena kematian pasangan telah dilakukan oleh Damianakis & Marziali pada tahun 2012, sedangkan penelitian terkait pengaruh terapi group work (kerja secara kelompok) dan konseling one to one (individual) telah dilakukan oleh Vlasto pada tahun 2010. Damianakis & Marziali (2012) melakukan penelitian dengan judul Older adults’ response to the loss of a spouse: The function of spirituality in understanding the grieving process di Canada, dengan tujuan utamanya adalah untuk menilai peran terapi spiritual untuk menolong lansia yang berduka karena kehilangan pasangan dengan model terapi group psychotherapy. Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 24 lansia yang dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 6 lansia). Terapi spiritual tersebut difasilitasi oleh pekerja social co-therapist yang sudah terlatih, adapun pekerja social dan petugas kesehatan professional yang lain dari berbagai institusi pelayanan geriatric merekomendasikan 24 partisipan yang tertarik untuk bergabung dalam program terapi spiritual dengan model group psychotherapy. Terapis pekerja social melakukan interview terhadap klien yang potensial mengikuti terapi spiritual. Karakteristik partisipan adalah warga bangsa berkulit



putih, berbahasa Inggris, berumur 65 tahun atau lebih, ditinggal mati oleh pasangan serta klien berjuang dengan proses kehilangan dan berduka. Adapun eksklusinya adalah, klien yang mengalami gangguan mental dan sedang menerima perawatan, dan hanya satu partisipan yang tidak memenuhi syarat karena alasan tersebut. Partisipan belajar terkait terapi dari bagian informasi rumah sakit, agen kesehatan komunitas, serta majalah rutin rumah sakit. Kelompok yang telah dibentuk terdiri dari partisipan dengan jenis kelamin dengan jumlah seimbang, umur berkisar antara 65 sampai 82 tahun, pasangan meninggal adalah berkisar 6 bulan sampai 1 tahun. Terapi model group psychotherapy ini digagas oleh Yalom’s (Yalom & Leszcs, 2005 dalam Damianakis & Marziali, 2012). Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk memfasilitasi proses kehilangan dan berduka partisipan yang ditinggalkan oleh pasangan dan untuk meningkatkan kemampuan koping dalam menghadapi kehilangan. Tujuan khususnya meliputi, memahami arti perubahan karena



berduka,



melepaskan



harapan



yang



tidak



dapat



dicapai



dan



mengakomodasi menerima kenyataan hidup tanpa pasangan serta melanjutkan hidup mereka secara baik. Topic yang diberikan meliputi, kehilangan, isolasi, kesepian, komunikasi dengan mendiang, efek pada identitas diri, koping, stigma social, dukungan social yang rendah, kebutuhan untuk berubah, menghadapi hubungan baru dan normalisasi proses berduka. Adapun topic terkait spiritual, agama dan/atau makna proses berduka diberikan dalam sesi diskusi kelompok. Semua terapis telah terlatih dan berpengalaman dalam praktek klinik dengan klien lansia. Terapi dilakukan selama 14 minggu, 1,5 jam sesi grup dilakukan di setting layanan. Semua sesi direkam audionya dan berdasarkan persetujuan dari partisipan. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa agama dan spiritual dianggap memiliki peran yang penting dalam kehidupan lansia. Dalam studi tersebut partisipan memberikan 5 kesimpulan utama terkait tema spiritual dan/atau agama serta cara mereka menghadapinya, 5 kesimpulan tersebut adalah pertama, spiritual merupakan support bagi refleksi partisipan terkait identitas diri dan tujuan hidup, kedua, spiritual merupakan support bagi kepercayaan bahwa



hubungan partisipan dengan pasangan tetap terjaga, ketiga, kekosongan spiritual yang dialami juga dapat menyebabkan kehilangan diri sendiri dan hilangnya hubungan social, keempat, spiritual dan agama dapat meningkatkan kemampuan partisipan dalam menghadapi proses berduka, kelima, bergerak maju dan menciptakan tujuan baru, lebih memahami diri sendiri serta meningkatkan hubungan social. Partisipan mengaku bahwa spiritual membuat mereka memahami diri sendiri dengan lebih baik, mengetahui tujuan hidup serta peran mereka didunia tanpa pasangan mereka. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Vlasto (2010) dengan judul Therapists’ views of the relative benefits and pitfalls of group work and one-toone counseling for bereavement yang dilakukan di Strathclyde University, dengan tujuan penelitian adalah untuk mengeksplor persepsi terapis terkait keuntungan adanya keluarga serta perangkat yang digunakan dalam terapi group work dan konseling individu pada klien yang berduka. Penelitian tersebut berfokus pada data intervies dengan terapis yang memiliki pengalaman dalam terapi work group dan konseling individu. 5 interview dilakukan melalui telepon dan 4 interview dilakukan dengan tatap muka, terapi berasal dari rumah sakit sebanyak 4 partisipan, organisasi volunteer sebanyak 2 partisipan, bagian kesehatan jiwa sebanyak 2 partisipan dan dari bagian trauma sebanyak 1 partisipan. Metode pendekatan terapi meliputi person-centered dilakukan oleh 4 partisipan, pendekatan ingrative dilakukan oleh 3 partisipan, pendekatan humanistic dilakukan oleh 1 orang dan pendekatan psycho-dynamic dilakukan oleh 1 orang. Metode interview yang dilakukan adalah semi-structured interviews. Interview yang telah dilakukan ditulis kembali, kemudian dikirim kepada partisipan untuk mendapatkan persetujuan atau masih terdapat perubahan. Metodologi yang digunakan adalah grounded theory. Hasil dari penelitian tersebut dikemukakan bahwa keuntungan dari terapi dengan metode group work adalah meningkatnya kontak social, kemampuan bersosialisasi, dukungan, tantangan dalam melihat perbedaan, menghasilkan budaya berbagi secara jujur, serta menormalisasikan perasaan sedih. Semua partisipan mengatakan tentang keuntungan mengikuti terapi group work,



perasaan berbagi dan pengalaman pada kelompok, baik menyaksikan dan disaksikan satu sama lain pada berbagai tahap berduka dipandang sebagai penyampaian hope (harapan). Pada proses terapi, partisipan awalnya merasa bahwa “no normal way to grieve” (tidak ada cara yang normal untuk berduka) tetapi setelahnya mereka merasa “it is normal to grieve” (hal itu merupakan cara yang normal untuk berduka). Terapis menganggap bahwa sharing yang dilakukan oleh partisipan dapat menyebar dengan mudah sehingga dapat dilakukan oleh semua partisipan dengan baik. Walaupun terapi kelompok dianggap lebih menantang dibandingkan terapi individual. Tantangan tersebut antara lain karena harus melakukan konfrontasi terhadap ketakutan orang yang masih asing, perbedaan opini setiap partisipan serta gaya berduka masing-masing partisipan yang berbeda. Kemudian, aspek kualitas dukungan dari terapi kelompok digambarkan dalam dua hal, yaitu mensupport dan disupport. Adapun aspek praktek kemampuan social disebutkan oleh empat responden sebagai sebuah elemen kelompok, salah satu orang menggambarkan seberapa sering partisipan berbagi tips, cara melakukan koping, kemudian mereka akan mendapatkan ide untuk dicoba. Hal tersebut dipraktekkan dan dicoba bagaimana untuk bersosialisasi kembali dengan orang lain lagi, yang kemudian dapat membantu mereka kembali terhadap kenyataan dengan normal kembali. Akan tetapi, selain adanya kelebihan dari terapi group work responden juga membicarakan terkait kelemahan dari terapi kelompok tersebut, antara lain informasi dan perasaan tidak terbuka secara keseluruhan, adanya kompetisi, serta over-exposure. Selanjutnya adalah keuntungan dari terapi konseling individu, yaitu terjaminnya keamanan, adanya perbaikan hubungan, dapat mengekspresikan emosi yang ekstrem, serta dapat menghadapi rintangan dan mengidentifikasi masalah yang lebih dalam. Konseling individu ditawarkan sebagai intervensi utama, karena hal tersebut dianggap sebagai proses yang lebih berani dan lebih aman dibandingkan dengan terapi kelompok. Keuntungan lainnya adalah partisipan dapat bercerita dengan bebas dan therapis dapat melakukan intervensi untuk menurunkan emosi secara



langsung. Kemudian terdapat keuntungan lainnya yaitu terjadinya proses membangun keyakinan dan kepercayaan diri, terutama jika klien merupakan orang yang pemalu dan kesulitan mengekspresikan pengalamannya pada kelompok atau keluarga. Akan tetepi, ada kelemahan dari terapi konseling individu yang diungkapkan oleh partisipan, yaitu ketidakseimbangan power dan intensitas pertemuan kedua belah pihak. Setelah dipaparkan terkait dua penelitian terkait loss & grief, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa kekurangan serta kelebihan dari dua penelitian. Kekurangan dari penelitian spiritual therapy yang dilakukan oleh Damianakis & Marziali (2010) adalah jumlah sampel yang kecil, partisipan bersifat homogen, analisa tidak membedakan aspek perbedaan agama, tingkat pendidikan, pendapatan, dan factor demografi lainnya, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi hasil penelitian. Kemudian, kekurangan dari penelitian group work dan individual counseling yang dilakukan oleh Vlasto (2010) adalah jumlah partisipan yang sedikit, serta persepsi tentang pengalaman klien yang diungkapkan oleh partisipan (terapis) maka data dianggap lebih lemah dibandingkan jika penelitian ini dilakukan langsung terhadap klien yang berduka. Kemudian kekurangan lainnya adalah bentuk pendekatan terapi pada klien berduka yang berbeda-beda antara satu partisipan dengan partisipan lain, hal tersebut akan mempengaruhi hasil temuan. Kemudian interview yang dilakukan melalui telepon juga sebagai kekurangan, karena interviewer tidak dapat mengambil data secara visual (data objektif) yang dimungkinkan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Kelebihan dari penelitian yang dilakukan oleh Damianakis & Marziali (2010) dan Vlasto (2010) adalah dapat diterapkan pada klien berduka yang bertempat tinggal di Indonesia, khususnya terapi spiritual karena mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk yang percaya dengan keberadaan Tuhan dan percaya dengan norma serta aturan dalam agama. Terapi spiritual tersebut juga akan bermanfaat jika dikombinasikan dengan terapi konseling individu ataupun dengan metode kelompok. Sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara holistic.



DAFTAR PUSTAKA Vlasto, C. (2010). Therapists’ views of the relative benefits and pitfalls of group work and one-to-one counselling for bereavement. Counselling and Psychotherapy Research, 10(1): 60-66. DOI: 10.1080/14733140903171220 Damianakis, C. & Marziali, E. (2012). Older adults’ response to the loss of a spouse: The function of spirituality in understanding the grieving process. Aging & Mental Health, Vol. 16, No. 1, 57–66.