Makalah Loss & Grief [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LOSS AND GRIEF



Diajukan sebagai Tugas Advance Psychiatric Nursing Practice



Disusun Oleh: Wigyo Susanto



220120140002



Andria Pragholapati 220120140023 Laeli Farkhah



220120140037



PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”loss and grief” untuk memenuhi tugas mata kuliah advance psychiatric nursing practice. Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Suryani, S.Kp., MHSc., PhD selaku koordinator mata kuliah advance psychiatric nursing practice, tim pengajar, dan rekan-rekan magister keperawatan jiwa yang telah memberi banyak masukan dalam perbaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Walaupun demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat jiwa mengenai teori kehilangan dan berduka serta dapat memberikan intervensi yang sesuai kebutuhan klien.



Bandung, 14 September 2015 Penulis,



Kelompok



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kematian merupakan sebuah kepastian dan tidak ada yang bisa menantang maut. Reaksi dari sebuah kematian salah satunya yaitu berduka. Nilai dan norma serta budaya yang diajarkan dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap proses berduka seseorang. Selanjutnya, berduka merupakan suatu perasaan, berpikir,



dan



berespon



terhadap



suatu



hal



yang



menurutnya



kurang



menyenangkan. Biasanya berduka di masyarakat terjadi seringkali pada saat kehilangan orang atau benda yang dianggapnya sangat berarti. Selain itu, berduka merupakan proses aktif belajar beradaptasi terhadap kematian orang yang dicintainya (Fontaine, 2009). Berduka sifatnya progresif secara bertahap meliputi proses mengenali dan menerima adanya kematian dan membangun kembali baik secara emosi maupun fisik keberlangsungan hidupnya tanpa pendampingan orang yang disayanginya. Selain itu bagi orang yang mengalaminya merupakan sebuah proses pembelajaran untuk hidup dengan perasaan penuh perjuangan kembali membangun kepercayaan diri dan aktualisasi dirinya (Antai-otong, 2008). Proses berduka sangat penting dalam kesehatan jiwa karena hal ini sering dialami banyak orang dalam berespon terhadap kehilangan dan penyelesaiannya, serta menerima kenyataan yang ada. Berduka pada seseorang dapat dipengaruhi oleh nilai keluarga, agama/kepercayaan, dan budaya masyarakatnya. Hal tersebut merupakan proses sosial yang tak terduga (Videbeck, 2011). Namun, sebagai perawat kita harus tetap menghormati pada klien yang sedang berduka dan berkabung. Selain itu, perawat jiwa sebaiknya memahami mengenai teori kehilangan dan berduka, proses berduka, tahapan berduka, dimensi, tipe, dan peran perawat jiwa berkaitan dengan pengelolaan klien yang mengalami kehilangan dan berduka.



1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Menghubungkan konsep dan teori, research evidence terkait loss and grief 1.2.2



Tujuan khusus



a.



Mengetahui konsep dasar loss and grief



b.



Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi loss and grief



c.



Mengetahui issue terkini loss and grief



d.



Mengetahui intervensi untuk loss and grief



e.



Mengetahui instrument loss and grief



BAB II KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN



2.1 Konsep dasar loss and grief 2.1.1



Definisi



Dukacita mengacu pada emosi subjektif dan afek yang merupakan respons normal terhadap pengalaman kehilangan (Vacarolis, 1998). Berduka mengacu pada proses mengalami dukacita. Menurut Videbeck (2011) Berduka tidak hanya melibatkan isi (apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dirasakan individu), tetapi juga proses (bagaimana individu berpikir, berkata, dan merasa). Berduka cenderung merasa bersalah atau menyalahkan dirinya sendiri terhadap hal spesisifik/peristiwa tertentu sedangkan depresi lebih cenderung merasa paling menderita dan hampa. Kehilangan adalah ketiadaan sesuatu yang berharga, baik berupa hubungan, pekerjaan, kesehatan, kewarasan, atau kendali terhadap sifat dasar atau berbagai peristiwa hidup (O’Brien, Kennedy, & Ballard, 2014). Sedangkan menurut Lambert dan Lambert, (1985) kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. 2.1.2 Tipe Kehilangan Tipe kehilangan menurut Videbeck (2011) diklasifikasikan berdasarkan hirarki maslow yang mencakup kebutuhan dasar manusia. a. Physiologic loss b. Safety loss c. Loss of security and sense of belonging d. Loss of self esteem e. Loss related to self-actualization



2.1.3



Teori kehilangan a. Kubler-Ross’s (5 tahap): denial, anger, bargaining, depression, acceptance. 1) Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien. 2) Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. 3) Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. 4) Depresi (Depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. 5) Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.



b. Bowlby’s: (4 tahap): experiencing numbness and denying loss, emotionaly yearning, experiencing cognitive disorganization and emotional despair, reorganizing and reintegrating c. Engel’s (5 tahap): shock and disbelieve, developing awareness, restitution, resolution of the loss, recovery 1) Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. 2) Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. 3) Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. 4) Fase IV (idealization) Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. 5) Fase V (Reorganization) Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.



d. Horowitz’s (4 tahap): outcry, denial, working through, completion



Gambar 1 Tahapan Berduka 2.1.4



Grieving task a. Rando (1994): “six R’s”: recognize, react, recollect and re-experience, relinquish, readjust, reinvest. b. Worden (2008): accepting the reality of the loss, working through the pain of grief, adjusting to an environment, emotionally relocating



Gambar 2 “six R’s”



2.1.5



Dimensi berduka a. Respon kognitif b. Respon emosional c. Respon spiritual d. Respon perilaku e. Respon psikologi



2.1.6



Budaya/ritual berduka Budaya/ritual berduka sangat tergantung budaya setempat. Faktor geografis, nilai kepercayaan, pola pikir masyarakat, dan falsafah hidupnya



2.1.7



Tipe berduka a. Videbeck (2011): disenfranchised grief dan complicated grief b. (Antai-otong, 2008): bereavement, mourning, uncomplicated grief, complicated bereavement



2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi loss and grief a. Kematian anak b. Kematian orang tua c. Kematian yang tiba-tiba dan tak terduga d. Kematian lebih dari satu e. Kematian karena bunuh diri atau pembunuhan



2.3 Issue terkini loss and grief Kematian seseorang dapat menimbulkan grief pada orang yang ditinggalkan. Menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai telah meninggal dunia merupakan hal yang menyakitkan. Dacey & Travers (2002), membagi ekspresi duka kedalam empat macam, yaitu: a. Ekspresi Fisik contohnya adalah kehilangan selera makan, sulit tidur, sakit pada tenggorokan, dada, terlalu sensitif pada suara, depersonalization, mulut kering, susah untuk bernafas, otot lemah dan kehilangan energi.



b. Ekspresi Kognitif contohnya adalah kebingungan, ketidakpercayaan, ketergantungan pada kenangan tentang almarhum namun pada remaja ketergantungan ini biasanya hanya berlangsung sementara. c. Ekspresi Afektif contohnya lelah, takut, cemas, menderita, bersalah, marah, depresi, penyangkalan dan dorongan untuk melakukan bunuh diri. d. Ekspresi dalam bentuk tingkah laku, yaitu perubahan perilaku sebagai keluaran dari perubahan afektif, kognitif dan fisik. Misalnya perubahan perilaku keseharian dari seseorang, dari aktif secara sosial menjadi menutup diri terhadap orang lain. Pada masa anak-anak juga bisa mengalami berduka meskipun kesedihan mereka berbeda dari yang dewasa. Kesedihan Anak-anak juga erat kaitannya dengan perkembangan anak (Teena, 2011) dalam grief and loss of a caregiver in children. Ekspresi seseorang yang mengalami kesedihan sangat unik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia,



dan



budaya, dan paparan kehilangan



sebelumnya. Untuk itu sangat penting perawat untuk memahami manifestasi dari kesedihan anak pada berbagai tahap perkembangan, untuk memberikan dukungan yang kompeten untuk anak segala usia yang mengalami berduka.



2.4 Intervensi untuk loss and grief Aplikasi proses keperawatan untuk individu maupun keluarga yang sedang berduka Pengkajian: -



kaji dimensi respon klien



-



eksplorasi komponen penting mencakup persepsi, support, dan koping



-



kaji perasaan yang ingin diketahui klien



Analisa data dan perencanaan -



berdasarkan nanda (2015): grieving a normal dan complicated greaving



Outcome -



efek kehilangan,



-



makna



-



dukungan sosial



-



lakukan strategi koping efektif



-



kenali efek negatif



-



menyikapi kehilangan dengan professional



Intervensi -



komunikasi terapeutik



-



hubungan terapeutik



-



nurse guidance untuk melakukan perubahan



-



eksplorasi persepsi



-



meningkatkan dukungan sosial



-



mendorong perilaku koping positif



Terapi (fase akut, kontinum, maintenance, diskontinum) -terapi modalitas: CBT, - terapi somatic: farmakoterapi, ECT, VNS, light terapi



2.5 Instrument loss and grief Ada beberapa instrument yang bisa digunakan untuk mengetahui tentang loss and grief yaitu : a. 10–Mile Mourning Bridge (Bridge) b. Adjustment Scale (AS) c. Anticipatory Grief Scale (AGS) d. Expanded Texas Inventory of Grief (ETIG) e. Extended Grief Inventory (EGI) f. Grief Experience Inventory (GEI) g. Grief Experience Inventory – Revised (GEI–R) h. Grief Evaluation Measure (GEM)



i. Grief Experience Questionnaire (GEQ) j. Grief Mapping (GM) k. Grief Measurement Scales (GMS) l. Grief Process Scale (GPS) m. Grief Reaction Inventory (GRI) n. Grief Resolution Index (GRI) o. Loss Response List (LRL) p. MM Caregiver Grief Inventory (MM–CGI)



DAFTAR PUSTAKA



Antai-otong, D. (2008). Psychiatric nursing: biological and behavioral concept. Second edition. New York: Delmar. Cordaro, M. (2012). Pet loss and disenfranchised grief: implications for mental health counseling practice. Journal of Mental Health Counseling. Oct 2012; 34, 4; ProQuest Research Library. pg. 283. Texas State University. D’Antonio, J. (2011). Grief and loss of a caregiver in children: a developmental perspective. Journal of Psychosocial Nursing. Vol. 49, No. 10. Dennis, M. K. (2014). Layers of loss, death, and grief as social determinants of lakota elders’ behavioral health. Lyceum Books, Inc., Best Practices in Mental Health, Vol. 10, No. 2. University of Kansas, Lawrence, KS. Fontaine, K. L. (2009). Mental health nursing. Sixth edition. United States: Pearson education, Inc. Kristensen, P., Weisth, L., & Heir, T. (2012). Bereavement and mental health after sudden and violent losses: A review. Guilford Publications, Inc. Norwegia. Lee, C., Chen, W. J. (2005). The Impact of Web Site Image and Consumer Personality on Consumer Behavior. International Journal of Management. Chuan University, Taiwan. Persily, C. A., DiMaria-Ghalili, R. A., McGinley, A., Nathaniel, A., Vitaglione, G. (2012). The relationships between perinatal loss interventions at the time of stillbirth and maternal grief. Morgantown: West Virginia. Richardson, M., Cobham, V., McDermott, B., Murray, J. (2013). Youth mental illness and the family: parents’ loss and grief. J Child Fam Stud (2013) 22:719–736. DOI 10.1007/s10826-012-9625-x. The University of Queensland, St Lucia, QLD 4072. Australia. Teena (2011), grief and loss of a caregiver in children, Journal of Psychosocial Nursing Vol. 49, No. 10 Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric mental health nursing. Fifth edition. Philadelphia: Wolters Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.