Analisis Pengembangan Organisasi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • fina
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGEMBANGAN ORGANISASI PADA BANK INDONESIA Analisis Menggunakan Teori Pengembangan Organisasi dari Greenhalgh dkk. (2004)



Oleh: SAFINAH HAFNI AULIA NPM. 170110170009



Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: PENGEMBANGAN ORGANISASI DOSEN: DR. DEDI SUKARNO, S.IP., M.SI.



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI SARJANA (S1) ADMINISTRASI PUBLIK JATINANGOR - SUMEDANG 2019



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat melenyesaikan makalah dengan judul “Pengembangan Organisasi pada Bank Indonesia”. Penulisan makalah ini merupakan sebagai syarat untuk memenuhi nilai penugasan pada mata kuliah Pengembangan Organisasi pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Akan tetapi, penulis telah berupaya melakukan yang terbaik dalam menulis makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar penulis dapat menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya. Besar Harapan penulis bahwa makalah ini dapat membawa kebermanfaatan bagi penulis maupun pihak-pihak yang telah membaca makalah ini.



Jatinangor, 2019



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................................................................1 DAFTAR ISI...........................................................................................................................................2 BAB I (PENDAHULUAN)......................................................................................................................3 1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................. 7 1.3 Tujuan dan Manfaat............................................................................................................ 7 BAB 2 (TINJAUAN PUSTAKA)............................................................................................................8 2.1 Pengembangan Organisasi.................................................................................................8 2.2..............................................Pendekatan Penggembangan Organisasi Terkini di Indonesia 8 2.3 Teori Pengembangan Organisasi Greenhalgh dkk..............................................................9 2.4 Dimensi Pengembangan Organisasi.................................................................................11 2.5 Kegiatan Dalam Pengembangan Organisasi.....................................................................11 BAB 3 (PEMBAHASAN).....................................................................................................................13 3.1 Sejarah Bank Indonesia.....................................................................................................13 3.1.1Bank Indonesia Pada Masa Kedudukan Belanda......................................................13 3.1.2Bank Indonesia Pada Masa Kedudukan Jepang........................................................15 3.1.3Bank Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan.......................................................16 3.1.4Bank Indonesia Pada Masa Orde Lama....................................................................17 3.1.5Bank Indonesia Pada Masa Orde Baru......................................................................21 3.1.6Bank Indonesia Pada Masa Setelah Orde Baru.........................................................24 3.2 Analisis Perkembangan Bank Indonesia Berdasarkan Teori Greenhalgh..........................25 Bab IV (PENUTUP)................................................................................................................... 29 4.1 Kesimpulan........................................................................................................................ 29 4.2 Saran................................................................................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................32



BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang



Negara Indonesia terus melakukan pembangunan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan amanah dari Undang-undang Dasar 1945 yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di Indonesia harus memperhatikan berbagai unsur pembangunan, termasuk ekonomi dan keuangan. Dalam UndangUndang Pasal 33 ayat 4 Tahun 1945, disebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan dengan berdasarkan asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.



Seiring dengan berlangsungnya krisis ekonomi global, maka Negara Indonesia harus mempersiapkan diri guna menghadapi krisis globat tersebut. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia berada pada laju terburuk sejak krisis keuangan global. Untuk mengatasi masalah tersebut, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang memiliki kewenangan dalam bidang moneter harus melakukan tindakan cepat.



Sejak awal pembuatannya pada tahun 1828 hingga saat ini Bank Sentral terus mengalami perkemangan sebagai akibat dari perkembangan zaman. Pada 1828, Bank Sentral awalnya bernama De Javasche Bank dibuat oleh Pemerintah Belanda di Belanda sebagai Bank sirkulasi yang diberi hak monopoli dalam pengeluaran uang kertas bank berdasarkan oktroi pertama yang berlaku pada masa itu. Pada tahun selanjutnya De Javasche Bank mulai membuka cabang di beberapa kota di Indonesia. Pada tahun 1830



– 1870 terjadi beberapa peristiwa penting seperti semua ekspor komoditas pertanian



dimonopoli oleh pemerintah, sehingga De Javasche Bank mengalami kerugian karena tidak dapat melayani pertukaran uang kertas, emas dan perak; De Javasche Bank membuka kantor cabang di luar Pulau Jawa; De Javasche Bank ditetapkan sebagai kasir pemerintah di Hindia Belanda dan terjadi fungsi De Javasche Bank dari bank sirkulasi menjadi bank sentral yaitu diberikan wewenang untuk memberikan uang muka dalam janga waktu pendek. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942- 1945, semua bank milik Belanda diambil alih oleh Pemerintah Jepang. Di awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tahun 1945-1953, Negara Indonesia mengalami kekacauan dalam sistem keuangan dan perbankan, oleh karena itu pemerintah Indonesia mengeluarkan ORI dan mendirikan BNI sebagai Bank Sentral bersamaan dengan beroperasinya De Javasche Bank.



Pada masa Orde lama, penggabungan antara bank pemerintah dan bank tunggal banyak yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Beberapa unit dari bank tunggal dan bank pemerintah menjalankan fungsi dengan tidak sesuai Karena pada masa itu peraturan yang ad masih belum jelas. Pada masa Orde Baru, pemerintah menghapuskan sistem bank tunggal dan benjadikan De Javasche Bank yang saat itu sudah diubah namanya menjadi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral den memiliki fungsi sebagai agen pembangunan dan bank sirkulasi serta mengelompokkan bank-bank yang ada di Indonesia sebagai upaya untuk mengatasi masalah keuangan dan perbankan yang timbul pada masa Orde lama.



Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Kemudian, Undang-undang tersebut pengalami perubahan pada tahun 2004 menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 dan diubah lagi di tahun 2009 menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2006. Dalam Undang- undang tersebut dicantumkan tujuan dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yaitu mencapai dan memelihara kestabilan rupiah.



Kelembagaan Bank Sentral terus mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan berjalannya arus globalisasi sehingga menimbulkan tuntutan pembangunan ekonomi domestik Negara Indonesia dan perubahan struktur keuangan global. Dinamika tersebut tercemin dari kedudukan Bank Sentral yang berdasarkan struktural mepupakan bagian dari pemerintah, menjadi lembaga publik yang bersifat independen. Pada awalnya Bank Sentral memiliki fungsi sebagai Bank Sirkulasi, kemudian berubah fungsi menjadi otoritas moneter, pemelihara kelancaran system pembayaran, regulator dan pengawas perbankan, hingga akhirnya berperan dalam menciptakan dan memelihara kestabilan sistem keuangan Negara Indonesia.



Desain dan Penerapan dari Bank Sentral, khususnya pada konteks Bank Sentral modern merupakan merupakan sebuah transformasi dari pengaruh melekat pada terjadinya globalisasi pasar dan perekonomian serta lingkungan riil dimana Bank Sentral tersebut melaksanakan kegiatannya. Namun, peran Bank Sentral selalu ditentukan oleh kebijakan yang diterapkan oleh suatu Negara dengan memperhatikan kelembagaan dan sistem perekonomian Negara.



Menurut Damrin Nasution dalam Naskah Akademik Bank Indonesia, Bank Sentral Negara Indonesia telah mengalami berbagai krisis mulai dari krisis nasioanal tahun 1998, krisis global pada tahun 2008, hingga kondisi saat ini yang memiliki ancaman krisis financial, maka tantangan yang dihadapi oleh Bank Sentral adalah pengendalian inflasi pada tingkat yang rendah, keterbukaan ekonomi dengan kondisi pendanaan dalam negeri yang masih kurang terkait likuiditas makro perekonomian, votalitas nilai tukar rupiah, peran lembaga keuangan khususnya bank dalam mendukung pembiayaan pembangunan, serta kelancaran dalam sistem pembayaran.



Untuk dapat menghadapai masalah-masalah tersebut, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus memiliki kesiapan untuk saling rangkul merangkul.



Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Greenhalgh dkk. Dalam Laporan Kajian tentang



Pengembangan Organisasi yang ditulis oleh Jessica Mackenzie dan Rebecca Gordon bahwa kondisi yang berdampak pada kesiapan organisasi untuk bekerja sama dengan mencantumkan beberapa temuan mengenai faktor yang melandasi. Faktor-faktor tersebut dapat diadopsi suatu program, hampir seperti checklist di seluruh organisasi yang rencananya akan diajak bekerja sama, dan untuk menilai kemungkinan serapan intervensi yang direncanakan melalui pendanaannya. Temuan Greenhalgh dkk. tentang upaya terbaik Pengembangan Organisasi atau inovasi di dinas-dinas pemerintah yang meliputi; tingkat inovasi bervariasi, mendemonstrasikan keuntungan



dapat



menjadi



hal



yang



menguntungkan,



pastikan



terdapat



kesesuaian nilai, kompleksitas memiliki dampak negatif, membantu pengujian inovasi dengan penyerapan, membantu pengamatan dengan penyerapan, penemuan ulang berujung pada tingkat pengadopsian yang lebih tinggi, resiko berujung pada berkurangnya penyerapan, relevansi tugas dapat digunakan untuk memperkuat penyerapan, pengetahuan yang dibutuhkan untuk menggunakan inovasi itu penting, serta argumentasi/dukungan membantu penyerapan.



Dalam makalah ini penulis akan menyampaikan analisis pengembangan organisasi Bank Indonesia dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Greenhalgh dkk. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada makalah ini adalah studi literatur. Studi literatur di dapatkan penulis melalui buku, jurnal, dan web.



1.2 Rumusan Masalah



 Bagaimana pengembangan organisasi pada Bank Indonesia?  Bagaimana pengembangan organisasinpada Bank Indonesia menurut teori Greenhalgh dkk.?



1.3 Tujuan Pembuatan Makalah  Untuk memenuhi tugas Pengembangan Organisasi



 Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca terkait pengembangan organisasi pada Bank Indonesia  Untuk memberikan informasi kepada pembaca terkait pengembangan organisasi pada Bank Indonesia



1.4 Manfaat Makalah



 Menambah wawasan penulis dan membaca mengenai Sejarah Bank Indonesia 



Menambah pengetahuan penulis dan pembaca terkait bagaimana Bank Indonesia dapat berkembang hingga saat ini







Menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang bagaimana Bank Indonesia mampu bertahan menghadapi arus global







Memberikan informasi tentang pencapaian Bank Indonesia



BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengembangan Organisasi



Pada dasarnya, pengembangan organisasi adalah suatu upaya terencana yang dilakukan di tingkat organisasi untuk meningkatkan efektivitas dan/atau memungkinkan organisasi untuk mencapai sasaran strategisnya. Pengembangan organisasi pada dasarnya mencakup teori dan praktik dari perubahan terencana dan sistemik pada sikap, keyakinan, dan perilaku pegawai melalui program pelatihan jangka panjang. Pengembangan organisasi sering kali digambarkan sebagai “berorientasi pada tindakan”.



Menurut Genrad dalam Buku Terjemahan Teori Organisasi yang ditulis oleh Stephen P. Robbins,



keefektifan



dari



organisasi



seringkali



menuntut



implementasi



perubahan. Hampir semua organisasi selalu memperkenalkan perubahan-perubahan kecil yang adaptif. Namun, terkadang manajemen harus melakukan perubahan yang meluas dan komprehensif. Dalam buku tersebut Genrad juga menyampaikan bahwa, organisasi yang efektif bukan merupakan pemecahan yang tetap untuk mencapai sesuatu, akan tetapi sebuah proses perkembangan untuk bertahan agar tetap aktif.



Perubahan yang dilakukan tiap organisasi bervariasi tergantung dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masing-masing organisasi. Perubahan yang secara umum dilakukan sebuah organisasi adalah perubahan struktur dan desain organisasi, serta inovasi.



2.2 Pendekatan Organisasi Terkini di Indonesia



Untuk meningkatkan Pengembangan organisasi di Indonesia, sejumlah pendekatan telah diterapkan. Sehingga hal tersebut bukanlah ranah kajian baru di Indonesia. Biasanya



kajian yang diberikan terdiri dalam 3 bentuk, yaitu:



a. Dukungan donor untuk proyek-proyek penelitian (termasuk kolaborasi internasional, pendanaan untuk proyek penelitian bersama antara peneliti Indonesia dan asing) b. Pengiriman personel untuk member bantuan ke lembaga penelitian Indonesia c. Dukungan donor untuk penelitian lokal



2.2 Teori Pengembangan Organisasi Greenhalgh dkk



Greenhalgh dkk. melihat kondisi yang berdampak pada kesiapan organisasi untuk bekerja sama dengan mencantumkan beberapa temuanbeberapa factor yang melatarbelakangi. Faktor-faktor tersebut dapat diadopsi suatu program, hampir seperti checklist di seluruh organisasi yang rencananya akan diajak bekerja sama, dan untuk menilai kemungkinan serapan intervensi yang direncanakan melalui pendanaannya. Temuan Greenhalgh dkk. tentang upaya terbaik Pengembangan Organisasi atau “inovasi” di dinas-dinas pemerintah, meliputi:



1. Tingkat inovasi bervariasi: Setiap orang mengadopsi berbagai inovasi dan kemudian menyebarkannya pada tingkat berbeda ke individu lainnya. 2. Mendemonstrasikan keuntungan dapat menjadi hal yang menguntungkan: Upaya pengembangan organisasi yang memiliki keuntungan jelas dan pasti dalam efektivitas atau efisiensi lebih mudah diadopsi dan dilaksanakan. 3. Pastikan terdapat kesesuaian nilai: Inovasi pengembangan organisasi yang sesuai dengan nilai, norma, dan kebutuhan sasaran pengadopsi lebih siap untuk diadopsi.



9



4. Kompleksitas memiliki dampak negatif: Inovasi yang dianggap sederhana untuk digunakan oleh pemain kunci lebih mudah diserap. 5. Membantu pengujian inovasi dengan penyerapan: Inovasi yang sasaran penggunanya dapat bereksperimen secara terbatas, diadopsi dan diasimilasi lebih mudah.



6. Membantu pengamatan dengan penyerapan: Jika manfaat inovasi terlihat oleh pengadopsi, inovasi ini akan diambil lebih mudah. 7. Kompleksitas memiliki dampak negatif: Inovasi yang dianggap sederhana untuk digunakan oleh pemain kunci lebih mudah diserap. 8. Membantu pengujian inovasi dengan penyerapan: Inovasi yang sasaran penggunanya dapat bereksperimen secara terbatas, diadopsi dan diasimilasi lebih mudah.



9. Membantu pengamatan dengan penyerapan: Jika manfaat inovasi terlihat oleh pengadopsi, inovasi ini akan diambil lebih mudah. 10. Penemuan ulang berujung pada tingkat pengadopsian yang lebih tinggi: Jika pengadopsi potensial dapat beradaptasi, menyempurnakan atau memodifikasi inovasi agar sesuai dengan kebutuhan mereka, hal ini dapat diadopsi lebih gampang. 11. Risiko berujung pada berkurangnya penyerapan: Jika inovasi membawa tingkat ketidakpastian hasil yang tinggi, yang dianggap secara pribadi berisiko, kemungkinan diadopsinya inovasi ini berkurang. 12. Relevansi tugas dapat digunakan untuk memperkuat penyerapan: Jika upaya pengembangan relevan terhadap kinerja sasaran pengguna dan jika upaya ini meningkatkan kinerja dalam bertugas, hal tersebut akan lebih gampang diadopsi. Inovasi untuk meningkatkan relevansi tugas meningkatkan peluang pengadopsian yang sukses.



10



13. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk menggunakan inovasi itu penting: Jika pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan upaya Pengembangan Organisasi dapat dikodifikasi dan dialihkan dari satu konteks ke konteks lain, hal tersebut akan lebih mudah untuk diadopsi. 14. Augmentasi/dukungan membantu penyerapan: Jika teknologi diberikan sebagai “produk tambahan”, inovasi ini kemungkinan besar akan diserap.



2.3 Dimensi Dalam Pengembangan Organisasi



Rhodes dan Antoine dalam Laporan Kajian tentang Pengembangan Organisasi yang ditulis oleh Jessica Mackenzie dan Rebecca Gordon, mengidentifikasi bahwa



terdapat delapan dimensi kunci yang harus dipetakan sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan organisasi, yaitu:



1. Jarak kekuasaan 2. Penghindaran ketidakpastian 3. Orientasi pada kemanusiaan 4. Kolektivisme individualisme 5. Ketegasan 6. Egalitarianisme gender 7. Orientasi ke masa mendatang 8. Orientasi pada kinerja



2.4 Kegiatan Dalam Pengembangan Organisasi



Menurut Datta dkk. (2012) dalam Laporan Kajian tentang Pengembangan Organisasi yang ditulis oleh Jessica Mackenzie dan Rebecca Gordon, menyampaikan bahwa kegiatan-



kegiatan



yang



pengembangan organisasi



dapat



dijadikan



contoh



untuk



segala



pendekatan



dan pendidikan teknologi informasi), pendampingan, twinning arrangements dengan lembaga lain, kesarjanaan, program beasiswa, dan partisipasi dalam forum pertukaran pengetahuan. Namun, jenis kegiatan dari pengembangan organisasi tak berbatas pada besarnya cakupan organisasi dan kebutuhan individu.



Menurut Laporan Kajian tentang Pengembangan Organisasi yang ditulis oleh Jessica Mackenzie dan Rebecca Gordon, The Asia Foundation berhasil menyusun sistem kategori yang sangat membantu kegiatan pengembangan organisasi. Sistem kategori tersebut membagi kegiatan dalam bentuk:



1. Kapasitas teknis untuk membantu organisasi dengan fungsi inti dalam proses riset 2. Kapasitas advokasi, kemampuan mereka untuk mengkomunikasikan dan menerjemahkan penelitian kepada pemangku kepentingan 3. Kapasitas organisasi, sistem administrasi dan korporasi yang membuat organisasi berfungsi lebih efektif, seperti sumber daya manusia.



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Perkembangan Bank Indonesia



3.1.1 Bank Indonesia Pada Masa Kedudukan Belanda



Perbankan merupakan sarana yang strategis dan memiliki peranan penting dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang kepada masyarakat dalam rangka melakukan pembangunan suatu Negara dalam sektor ekonomi, baik itu sector perdagangan maupun sektor industri.



De Javasche Bank merupakan suatu lembaga perbankan swasta milik Belanda yang dibuat pada tahun 1827 di Belanda. Sejarah De Javasche Bank menunjukkan bahwa keberadaan De Javasche Bank ini sangat berkaitan erat dengan kepentingan ekonomi pemerintah kolonial Belanda pada masa itu. De Javasche Bank merupakan Bank Sirkulasi yang memiliki hak monopoli dalam pengeluaran uang kertas. Pada tahun 1828, De Javasche Bank membuka cabangnya di beberapa kota di Indonesia, namun baru di pulau Jawa, seperti Semarang dan Surabaya, yang perannya saat itu masih sama yaitu sebagai Bank Sirkulasi.



Pada tahun 1830-1870 sejarah mencatat beberapa hal penting terkait De Javasche Bank. Pertama, De Javasche Bank mengalami kerugian akibat monopoli pertanian yang dilakukan oleh pemerintah sehingga De Javasche Bank tidak dapat melayani pertukaran uang kertas, emas, ataupun perak. Kedua,



Dalam



perkembangan



selanjutnya



De



Javasche



Bank



mengembangkan usahanya ke luar Pulau Jawa yaitu Sumatera Barat tepatnya di Padang. Pendirian De Javasche Bank



Cabang Padang tidak terlepas dari Sistem Tanam Paksa kopi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial yang dimuat dalam salinan Surat Keputusan Gubernur Micheals. Ketiga, De Javasche Bank ditetapkan sebagai kasir pemerintah di Hindia Belanda. Pada saat itu Javasche Bank mengalami perubahan fungsi dari bank sirkulasi menjadi bank Sentral yaitu bank diberi wewenang untuk memberikan uang muka dalam jangka waktu pendek.



Pada saat Perang Dunia II pecah, Jepang mulai menyerbu kawasan Asia tenggara dan Asia Selatan. Hal tersebut diiringi dengan berhasil ditaklukannya Hindia Belanda pada awal tahun 1942. Menjelang ditaklukannya Hindia Belanda ke tangan Jepang, dengan persetujuan pemerintah persediaan milik De Javasche Bank berhasil diselamatkan dan disimpan ke wilayah Afrika Selatan dan Australia.



Pada tahun 1945, Jepang mulai menyerah pada sekutu. Hal tersebut diikuti dengan keinginan Belanda untuk kembali menguasai Hindia Belanda. Pada Oktober 1945 tentara Belanda yang diboncengi dengan sekutu mulai kembali memegang control kekuasaan di Indonesia. Langkah pertama yang dilakukan Belanda pada saat itu adalah memberhentikan likuidasi



dan



melakukan



pengawasan



terhadap



bank-bank



milik



Pemerintahan Jepang yang berada di Hindia Belanda. De Javasche Bank diberikan tugas untuk mengawasi Nanpo Kaihatsu Ginko, juga melakukan penutupan terhadap neraca milik bank Jepang. Hal ini dimulai dari wilayahwilayah yang terlah dikuasai oleh tentara-tentara Belanda. Pada saat itu juga kantor-kantor De Javasche Bank mulai dibuka dan mulai kembali beroperasi.



3.1.2 Bank Indonesia Pada Masa Kedudukan Jepang



Pada



9



Maret



1942,



kedaulatan



Pemerintah



Hindia



Belanda



diserahkahkan



kepada



penyerahan tanpa syarat



Pemerintah



Jepang



yang



dibarengi



dengan



terhadap seluruh kekayaan yang ada. Penyerahan tersebut juga diiringi dengan maklumat



tentang



penangguhan



pembayaran



utang-utang



bank



yang



berlangsung hingga tanggal 20 Oktober 1942. Pada saat itu, pimpinan Pemerintah Jepang melikuidasi semua bank milik Belanda, Inggris, serta beberapa bank milik China. Ketentuan dari likuidasi tersebut juga diberlakukan di berbagai wilayah di Indonesia seperti Pulau Jawa, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Timur Besar, dan sebagainya dengan wewenang penuh yang diberikan pada tiap-tiap komandan militer yang membawahinya.



Kemudian, pemerintahan Jepang mengganti bank-bank dengan bank Jepang yang telah beroperasi sebelum perang dunia termasuk bank-bank Jepang yang pernah ditutup oleh Pemerintah Belanda pada saat dimulainya perang dunia seperti Yokohama Specie Bank dan Matsui Bank. Bank-bank tersebut mulai mengambil alih fungsi dan tugas dari sektor perbankan. Selain Yokohama Specie Bank dan Matsui Bank, bank Jepang lain yang ada pada saat itu adalah Nanpo Kaihatsu Ginko yang berperan sebagai bank sirkulasi, bank ini baru didirikan pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia. Walaupun ditunjuk sebagai bank sirkulasi, namun pada kenyataannya bank tersebut sulit dikatakan sebagai bank sirkulasi karena fungsi yang dijalankan hanyalah koordinasi. Yokohama Specie Bank menjalankan fungsi bank sirkulasi sepenuhnya di Pulau Jawa. Sedangkan untuk di luar pulau Jawa, fungsi bank sirkulasi dijalankan oleh Taiwan Bank. Hingga akhirnya pada tahun 1945 Jepang meyerah pada sekutu.



3.1.3 Bank Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan



Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Negara Indonesia mengalami kekacauan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang ekonomi. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor seperti



turunnya produksi secara hebat karena hancurnya sebahagian besar produksi, defisit neraca



perdagangan. Selama bertahun-tahun, defisit anggaran. Dampaknya, komoditi ekspor Indonesia untuk beberapa tahun sesudah pengakuan kedaulatan tidak



mampu



mencapai



tingkat



sebelum



perang



karena



mengalami



pengurangan, selain itu Pemerintah Indonesia terpaksa mengimpor beras yang cukup besar sebagai makanan pokok rakyat Indonesia untuk beberapa tahun.



Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) terdapat beberapa kesepakatan, salah satunya adalah masih beroperasinya De Javasche Bank sebagai Bank Sentral di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh keinginan pemerintah Belanda untuk menjaga kepentingan pembayaran hutang pemerintah Indonesia yang mencapai 4.418,5 juta Gulden. Dalam perkembangannya, kondisi tersebut banyak mengalami penolakan atau ketidaksepakatan dari berbagai pihak karena banyak pihak yang menganggap bahwa kondisi tersebut mencerminkan bahwa kedaulatan penuh terhadap perekonomian nasional belum berada di tangan Negara Indonesia.



Untuk mengatasi masalah-masalah mengenai ekonomi dan keuangan yang terjadi pada awal kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan ORI dan mendirikan BNI sebagai bank sentral. Pemerintah Indonesia berusaha membentuk Bank Sentral yang diawali dengan surat kuasa Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 16 September 1945 RM. Margono Djojohadikusumo untuk mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI). Hingga akhirnya melalui Perpu Nomor 2 tanggal 5 Juli 1946 didirikan BNI. Bank tersebut diresmikan di Yogyakarta oleh Mohammad Hatta menjadi Bank Negara.



Dengan kondisi tersebut, muncul gagasan untuk menasasionalkan De Javasche Bank karena dianggap masih dapat diandalkan dengan pengalaman dan personol yang memadai. De Javasche Bank dianggap sebagai



alternatif terbaik untuk melindungi kepentingan nasional sehingga pada bulan Mei tahun 1951 De



Javasche Bank berhasil dinasionalisasikan dengan disampaikan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia kepada parlemen. Hal tersebut diiringi dengan pengunduran diri dari presiden De Javasche Bank yang berkuasa pada saat itu, yaitu Dr. Houwink yang berkebangsaan Belanda. Disusul dengan pembelian saham De Javasche Bank oleh pemerintah Indonesia di Belanda.



Pada tahun yang sama, di Indonesia dibentuk panitia nasionalisasi De Javasche Bank dan diumumkan undang-undang tentang nasionalisasi De Javasche Bank, yaitu Undang-undang Nomor 24 Tahun 1951. Sementara itu, rancangan Undang-undang secara organik bagi bank sentral berhasil disampaikan pada parlemen di tahun selanjutnya. Di tahun 1953 rancangan Undang-undang berhasil mendapat persetujuan dari parlemen dibarengi dengan disahkannya Undang- undang pokok Bank Indonesia oleh presiden dan mulai diefektifkan sejak tanggal 3 Juli 1953.



Undang-undang organik bagi Bank Sentral di Indonesia selanjutnya dikenal sebagai Undang-undang Nomor 11 tahun 1953 atau Undang-undang pokok Bank Indonesia yang merupakan pengganti dari De Javasche Bankwet 1922 atau Undang-undang tanggal 31 Maret 1922 yang merupakan dasar hukum keberadaan dari De Javasche Bank. Pasal 1 Undang-undang Nomor 11 tahun 1953 tersebut menyatakan bahwa Bank Sentral Indonesia bernama Bank Indonesia, halaman sesuai dengan penjelasan pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.



3.1.4 Bank Indonesia Pada Masa Orde Lama



Pada awal masa demokrasi terpimpin, independensi dari Bank Indonesia tidak mengalami perubahan yang mendasar. Kemudian pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan ekonomi tentang Bank Berdjoeang yang diikuti dengan



pengangkatan Gubernur Bank Sentral sebagai Menteri Unrusan Bank Sentral yang menjadi anggota kabinet pada masa kepemimpinan Ir. Sukarno.



Pada 1 Juli 1953 telah dimulai era Bank Indonesia, setelah melalui proses negosiasi yang begitu intens sejak tahun 1951. Lima tahun setelah nasionalisasi Bank Indonesia, pegawai-pegawai eks De Javasche Bank, khususnya orang-orang Belanda, masih dipekerjakan secara penuh untuk menjalankan fungsi dari Bank Indonesia. Adapun fungsi dari Bank Indonesia saat itu masih meneruskan fungsi dari De Javasche Bank, dimana fungsi terpenting yang disepakati pada Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebagai Bank Sentral. Keputusan menasionalisasikan De Javasche Bank ini, tidak hanya berdasarkan tujuan-tujuan yang bersifat politis-nasionalistis, namun juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sebuah Bank Sentral yang dapat memeutuskan kebijakan-kebijakan moneter yang positif. De Javasche Bank diharapkan dapat memberikan kebijakan moneter yang tepat bagi negara Indonesia yang pada saat itu baru merdeka, walau merupakan hal yang sulit, sebab berbagai kebijakan yang diambil De Javasche Bank selain memiliki muatan-muatan politis pemerintah kerajaan Belanda, yang mana secara teknis juga sangat dipengaruhi oleh dinamika pasar uang Eropa, khususnya di negeri Belanda.



Pada masa periode ini, terdapat persoalan yang mendapatkan perhatian besar, yaitu pada bagian personalia Bank Indonesia, dimana sebagian besar staf dan pejabat dari Bank Indonesia masih dijabat oleh orang-orang keturunan Belanda dan China. Untuk mengatasi persoalan tersebut, diadakan berbagai pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas pegawai, khususnya untuk orang-orang keturunan Indonesia, mengingat persoalan tersebut mengenai jabatan yang dipegang oleh orang-orang keturunan Belanda dan China.



Dari program tersebut, terpilihlah J.A. Sereh yang merupakan salah satu peserta dari gelombang pertama yang berkesempatan untuk mengikuti



pendidikan



dan



kelak



akan



dipercaya



untuk



memegang



kepemimpinan di kantor Bank Indonesia cabang Bandung. Struktur organisasi dari Bank Indonesia sendiri per 1 Juli 1953 memperlihatkan adanya 12 satuan kerja yaitu Pembukuan, Kas, Administrasi, Urusan Efek, Pemberian Kredit Jakarta, Sekretariat & Personlia, Urusan Wesel, Pemberian Kredit Pusat, Dana Devisien, Statistik Ekonomi, Urusan Umum dan Bagian Luar Negeri.



Pada tahun 1958 hingga tahun 1966 Bank Indonesia mengalami masa yang penting, dimana fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mulai semakin ditingkatkan seiring dengan mulai dilepaskan aktivitas komersialnya. Pada awal periode ini juga ditandai dengan dimulainya tampuk kendali pimpinan Bank Indonesia yang dipegang sepenuhnya oleh orang Indonesia asli. Walau penyebab kondisi ini muncul lebih disebabkan karena adanya konfrointasi terkait Irian Barat atau sekarang yang lebih dikenal sebagai Papua, namun momen ini tetap merupakan saat berharga dan penting, tatkala bangsa Indonesia, khususnya pegawai dari Bank Indonesia yang dipaksa untuk mampu menjalankan roda organisasi dan fungsi bank sentral Negara Indonesia.



Bank Indonesia mengalami organisasi dan manajemen ke arah yang lebih kompleks pada awal periode ini. Fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter mulai dijalankan, setelah pada periode sebelumnya hanya cenderung menjalankan fungsi sebagai bank sirkulasi dan fungsi bank komersial. Pada tahun 1960, mulai dilakukan kembali pengorganisasian dengan ditetapkannya urusan- urusan dibawah Gubernur Bank Indonesia yang dipimpin oleh pejabat setingkat Direktur. Pengorganisasian ini merupakan langkah yang pasa saat itu dipandang tepat karena tugas dan tanggung-jawab Bank Indonesia menjadi terlihat lebih jelas sesuai dengan



fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Bank Indonesia



memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap Moneter, Pembangunan Ekonomi, Research dan Statistik, serta Luar Negeri dan Umum. Pada bidang Luar Negeri dan Umum, Bank Indonesia mengalami peningkatan, dimana jumlah satuan kerja yang semula hanya berjumlah 12 kemudian berubah menjadi 21 bagian.



Bank Indonesia terus mengalami perubahan-perubahan seiring dengan kondisi yang menyertainya. Iklim politik pada waktu itu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap berbagai roda kehidupan, terlebih lagi kepada lembaga- lembaga pemerintah. Muatan politis tersebut mulai terasa pada saat konsepsi Terpimpin mulai dikibarkan dalam peta politik nasional Negara Indonesia. Arah ini menjadi lebih jelas tatkala kedudukan Gubernur Bank Indonesia mulai diberi warna politis pada tahun 1963, dimana kedudukan dari Gubernur Bank Indonesia dimasukkan kedalam susunan kabinet sebagai Menteri Urusan Bank Sentral. Dilanjutkan dengan diperkenalkannya konsep bank berjuang sebagai salah satu alat revolusi, yang kemudian diikuti dengan munculnya gagasan Bank Tunggal. Rencana pendirian bank tunggal membawa konsekuensi, khususnya penyesuaian dalam organisasi Bank Indonesia, dimana terlihat dari adanya perubahan- perubahan pada struktur organisasi Bank Indonesia secara bertahap hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1965 secara sah diresmikanlah konsep Bank Tunggal, dan Bank Indonesia berubah menjadi Bank Negara Indonesia Unit I.



Politik yang mewarnai berbagai bidang kehidupan berakhir dengan munculnya



perubahan



politik



secara



mendasar.



Hingga



kemudian



memunculkan peluang untuk mengkaji ulang berbagai gagasan politis semasa Orde Lama, termasuk diantaranya adalah kebijakan mengenai Bank Tunggal, atau yang dapat disebut dengan Orde Baru. Dengan berbagai pertimbangan serta kondisi yang terjadi pada masa itu, Maka pada Desember 1968 disahkan 7 rencana Undang- undang menjadi Undang-undang yang



efektif sejak akhir tahun itu juga. Dengan Undang-undang yang disahkan melalui keputusan mentri keuangan No. KEP.



600/M/IV/12/1968 tanggal 18 Desember 1968, maka semua bank pemerintah yang sebelumnya terintegrasikan kedalam wadah bank tunggal, kembali menjadi bank pemerintah yang berdiri sendiri sendiri berdasarkan undangundangnya masing-masing.



3.1.5 Bank Indonesia Pada Masa Orde Baru



Pada tahun 1966, fungsi dan peran Bank Indonesia sebagai Bank Sentral terus semakin menguat, terlebih lagi setelah disahkannya Undangundang no. 13 tahun 1968, dan munculnya peran lain dari Bank Indonesia. Bank Indonesia mengalami mas ayang cukup berat pada awal tahun 1966, bukan hanya karena kondisi perekonomian nasional ketika itu tengah dilanda hyper inflasion, namun juga karena adanya kemelut politik yang pada saat itu belum sepenuhnya tuntas. Penggantian Gubernur Bank Negara Indonesia Unit 1 (Bank Indonesia) pada maret 1966 dari T. Jufuf Muda kepada Radius Prawiro merupakan langkah awal dalam upaya mengendalikan laju inflasi nasional. Secara lebih jauh, pemerintah orde baru juga mempertimbangkan terkait adanya perubahan atas keberadaan Bank Tunggal yang dinilai kurang sejalan dengan upaya-upaya pengamanan keuangan negara dan upaya penyehatan tata perbankan nasional. Untuk itu, pada langkah selanjutnya pemerintah melanjutkan 8 buah Rancangan Undang- undang yang masingmasingnya membahas tentang pokok-pokok perbankan, mengenai bank sentral dan 6 rancangan undang-undang mengenai pendirian bank-bank pemerintah.



Kemudian, disahkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang bank sentral dimana hal ini memiliki arti penting bagi Bank Indonesia yang ditunjuk kembali untuk berfungsi sebagai Bank sentra selama satu tahunl. Dengan efektifnya Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 ini, maka berarti berakhirlah aktivittas komersial dari Bank Indonesia yang selama itu masih



diizinkan dalam



Undang-undang Nomor 11 tahun 1953, kecuali untuk kantor cabang di Irian Jaya (Papua). Namun, setelah berakhirnya fungsi komersial Bank Indonesia, Bank Indonesia memiliki fungsi lain sebagai agen pembangun. Dengan fungsi ini maka Bank Indonesia memiliki tugas untuk mendorong kelancaran produksi, memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat sesuai dengan Undang-undang pada pasal 7 ayat 2 Udang-undang Nomor 13 tahun 1968.



Dalam upaya untuk mengendalikan tingkat inflasi, maka ditetapkan tingkat suku bunga yang tinggi disamping menjadi pendorong dari gerakan menabung dalam skala luas yang merupakan langkah-langkah yang diambil guna mengurangi jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Upaya tersebut terbukti mampu menekan inflasi nasional. Langkah berikutnya yang dikedepankan pada masa pemerintah orde baru adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yaitu pemenuhan kebutuhan pangan. Untuk itu dikeluarkanlah program swasembada, yang disebut oleh sebagian kalangan barat sebagai revolusi hijau, dan kredit untuk membantu pengusaha kecil agar menjadi perhatian utama yang terus didorong



oleh



pemerintah.



Pada



awal



dasawarsa



tahun



70-an,



pemerintahan melalui KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) mencatat beberapa skim kredit yang muncul.



Pada awal 1980-an terjadi jatuhnya harga minyak dunia yang memaksa pemerintah untuk menyadari bahwa dana pembangunan tak dapat lagi begitu bergantung kepada pemerintah. Dalam menghimpun dana pembangunan, Sumber dana masyarakat menjadi alternatif yang paling potensial. Walaupun dampak kebijakan tahun 1983 tersebut telah dirasakan cukup berhasil, namun nampaknya terdapat beberapa kendala yang masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut untuk perkembangan dunia perbankan. Untuk itu, pada Oktober 1988 dikeluarkan berbagai macam



kebijakan yang pada dasarnya



merupakan upaya lebih jauh untuk mendorong perkembangan sektor perbankan dalam rangka lebih menggiatkan pengerahan dana masyarakat., Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan keuangan guna memudahkan pendirian bank dan kantor cabangnya. Selanjutnya, kebijakan ini disempurnakan lagi melalui berbagai paket kebijakan lanjutan yang dimunculkan kemudian. Pendirian bank umum, pembukaan kantor bank dan bank perkreditan rakyat, tercatat mengalami peningkatan dengan tajam. Upaya tersebut diharapkan dapat membawa pengaruh positif yaitu adanya peningkatan kualitas pelayanan perbankan, walaupun disisi lain upaya tersebut telah memunculkan persaingan. Dampak dari kebijakan tahun 1983 tersebut dirasa cukup berhasil, namun nampaknya masih terdapat beberapa kendala yang masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut untuk perkembangan dunia perbankan di Indonesia. Oleh karena itu, pada Oktober 1988 dikeluarkan berbagai macam kebijakan yang pada dasarnya merupakan upaya lebih jauh untuk mendorong perkembangan sektor perbankan untuk lebih menggiatkan pengerahan dana masyarakat.



Pada awal tahun 1990-an, dunia Perbankan di Indonesia terus mengalami perkembangan pesat dan berbagai inovasi masih terus menjadi perhatian utama dalam bidang perbankan yang mana telah memacu bank Indonesia untuk terus menyempurnakan berbagai ketentuan. Berkaitan dengan hal tersebut, dikeluarkanlah Undang-undang nomor 7 tahun 1992 yang mengatur tentang kegiatan perbankan nasional. Salah satu dari hal yang



diatur



dalam



Undang-



undang



tersebut



adalah



adanya



penyederhanaan jenis bank dari semula empat jenis yaitu bank umum, bank tabungan, bank pembangunan dan bank sekunder, menjadi hanya dua jenis bank yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat.



Seiring dengan pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia, khususnya pada pemberian kredit telah menyebabkan banyak kekhawatiran.



Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, dibuatlah Gebrakan Sumarlin yang



merupakan salah satu indikator betapa expansi kredit perbankan saat itu telah mengkhawatirkan beberapa pihak petinggi ekonomi nasional. Selanjutnya, kemunculan kasus-kasus kredit macet yang cukup besar mendapat perhatian publik secara luas. Adanya komitmen perdagangan bebas dunia pada awal abad



ke-21



mendatang,



telah



mendorong



Bank



Indonesia



untuk



menyempurnakan berbagai ketentuannya. Selain itu, Bank Indonesia juga meminta dunia perbankan untuk terus meningkatkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas perbankan nasional.



3.1.6 Perkembangan Bank Indonesia Setelah Orde Baru



Sejak tahun 1999 Status Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga negara



yang



independen



dan



memiliki



kewenangan



penuh



dalam



melaksanakan tugas serta terbebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lain. Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Sebagai lembaga yang independen, maka pihak luar atau pihak lain tidak boleh melakukan intervensi dalam bentuk apapun terhadap Bank Indonesia. Bank Indonesia juga memiliki kewajiban untuk menolak segala bentuk usaha campur tangan dari pihak luar. Kedudukan dan status Bank Indonesia yang independen sangat diperlukan agar Bank Indonesia dapat melakukan kewenangannya dalam melaksanakan fungsi dan perannya sebagai otoritas moneter dengan maksimal tanpa intervensi pihak lain.



Selain itu, Bank Indonesia juga diakui sebagai badan hukum baik itu badan hukum publik maupun badan hukum perdata yang telah ditetapkan melalui perundang-undangan. Adapun produk badan hukum publik dari Bank Indonesia adalah berupa aturan-aturan hukum yang mengikat



atas dasar



pelaksanaan undang-undang yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Sedangkan bagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di pengadilan maupun di luar pengadilan.



Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia memiliki beberapa tugas seperti menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, membuat dan mengawasi regulasi untuk semua bank yang ada di Indonesia, melakukan penelitian juga pemantauan, menyimpan uang kas negara dan memberikan bantuan dana kepada Bank-Bank di Indonesia yang sedang mengalami krisis.



Bank Indonesia diharapkan dapat memfokuskan langkah serta memperjelas batasan-batasan tanggung jawab yang harus dilakukan. Oleh karena itu, masyarakat maupun pemerintah dapat dengan mudah melihat dan menilai bagaimana kinerja Bank Indonesia, apakah sudah tepat sasaran atau belum. Dalam upaya memelihara nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tiga pilar utama yang sekaligus juga menjadi bidang jangkauan tugasnya, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.



3.2 Analisis Perkembangan Bank Indonesia Berdasarkan Teori Greenhalgh dkk.



Greenhalgh dkk. Menjelaskan bahwa dalam tahap perkembangan sebuah organisasi dapat dilihat dari kesiapan organisasi untuk bekerja sama. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pandangan Greenhalgh dkk. Tersebut, seperti dapat diadopsinya suatu program, hampir seperti checklist di seluruh organisasi yang rencananya akan diajak bekerja sama, dan untuk menilai kemungkinan serapan



intervensi yang direncanakan melalui pendanaannya. Temuan Greenhalgh dkk. tentang upaya terbaik Pengembangan Organisasi atau “inovasi” di Bank Indonesia, meliputi:



1. Tingkat inovasi bervariasi Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, Bank Indonesia harus mampu untuk terus melakukan inovasi guna memenuhi kompleksitas yang terus terjadi. Hingga saat ini, Bank Indonesia masih terus melakukan inovasi untuk mewujudkan sistem perbankan yang baik di Indonesia. Bank Indonesia memliki tingkat inovasi yang bervariasi di tiap periodenya mengikuti perkembangan zaman. Contoh inovasi yang dilakukan Bank Indonesia adalah kebijakan baru mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam mempercepat



dan



meningkatkan



efisiensi



ekonomi



melalui



gerbang



pembayaran.



2. Mendemonstrasikan keuntungan dapat menjadi hal yang menguntungkan Dalam pengembangan organisasi pada Bank Indonesia, upaya yang dilakukan memiliki keuntungan jelas dan pasti dalam efektivitas atau efisiensi sehingga lebih mudah untuk diadopsi dan dilaksanakan.



3. Pastikan terdapat kesesuaian nilai Inovasi yang dilakukan Bank Indonesia dalam upaya pengembangan organisasi harus sesuai dengan nilai dan norma yang ada di Indonesia, karena jika tidak adanya kesesuaian antara inovasi yang dilakukan dengan nilai dan norma yang beredar di masyarakat, maka akan berkemungkinan besar terjadi penolakan dari masyarakat. Penolakan dari masyarakat yang luas akan mempengarusi perkembangan dari Bank Indoensia, karena jika penolakan yang terjadi cukup besar maka Bank Indonesia memiliki kemungkinan tidak dapat beroperasi.



4. Kompleksitas memiliki dampak negatif



Inovasi yang dianggap sederhana untuk digunakan harus sejalan dengan kompleksitas yang terjadi dalam organisasi agar dampak yang ditimbulkan bukanlah dampak negarif. Bank Indonesia harus memahami kompleksitasnya pada saat berinovasi agar inovasi yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan Negara Indonesia.



5. Membantu pengujian inovasi dengan penyerapan Inovasi yang sasaran penggunanya dapat bereksperimen secara terbatas, diadopsi dan diasimilasi. Dalam menciptakan inovasi yang berkelanjutan, Bank Indonesia harus melakukan pengujian terhadap inovasi tersebut untuk mengetahui kekurangan dan apa yang harus diperbaiki.



6. Membantu pengamatan dengan penyerapan Jika manfaat inovasi terlihat oleh pengadopsi, inovasi ini akan diambil lebih mudah. Sebagai Negara berkembang, Negara Indonesia masih harus banyak belajar dari Negara-negara lain terutama dari Negara maju yang dalam berbagai bidang sudah mengalami kemajuan. Bank Indonesia dapat melakukan adopsi inovasi yang telah terbukti mampu memajukan perbankan suatu Negara.



7. Penemuan ulang berujung pada tingkat pengadopsian yang lebih tinggi Jika Bank Indonesia secara potensial dapat beradaptasi dengan inovasi yang diadopsi, maka Bank Indonesia dapat menyempurnakan atau memodifikasi inovasi agar sesuai dengan kebutuhan perbankan di Indonesia.



8. Risiko berujung pada berkurangnya penyerapan Jika inovasi membawa tingkat ketidakpastian hasil yang tinggi, yang dianggap secara pribadi berisiko, kemungkinan diadopsinya inovasi ini berkurang. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu melakukan pengujian terhadap suatu inovasi agar mengetahui



resiko apa yang kemungkinan akan dihadapi. Jika resiko yang kemungkinan dihadapi, baiknya Bank Indonesia membuat alternatif lain guna menghindari resiko tersebut.



9. Relevansi tugas dapat digunakan untuk memperkuat penyerapan Jika upaya Pengembangan Organisasi relevan terhadap kinerja sasaran pengguna dan dapat meningkatkan kinerja dalam bertugas, maka inovasi dapat digunakan. Inovasi untuk meningkatkan relevansi tugas meningkatkan peluang pengimplementasian yang sukses. Oleh karena itu, inovasi yang dilakukan Bank Indonesia diharapkan memiliki relevansi tugas yang kuat, mengingat peran penting yang dipegang oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral.



10. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk menggunakan inovasi itu penting Jika pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan upaya Pengembangan Organisasi dapat dikodifikasi dan dialihkan dari satu konteks ke konteks lain, hal tersebut akan lebih mudah untuk diadopsi. Artinya, dalam berinovasi setiap elemen dari Bank Indonesia harus memiliki pengetahuan yang memadai sebagai penunjang keberhasilan suatu inovasi.



11. Augmentasi/dukungan membantu penyerapan Seiring dengan berkembangnya teknologi di berbagai belahan dunia, Bank Indonesia dapat memanfaatkannya sebagai produk atau inovasi dari Bank Indonesia. Seperti yang kita ketahui, saat ini sudah marak berbagai program pemerintah yang memanfaatkan teknologi untuk memudahkan masyarakat. Hal tersebut dapat diterapkan Bank Indonesia agar mampu mengikuti arus globalisasi yang mendunia.



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan



Dalam perkembangan Bank Indonesia dari tahun 1928 hingga saat ini, Bank Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Bank Indonesia mengalami perkembangan secara bertahap di tiap periodenya. Pada masa kedudukan Belanda di Indonesia, Bank Indonesia bernama De Javasche Bank yang memiliki fungsi sebagai Bank sirkulasi yang diberikan hak monopoli dalam pengeluaran uang kertas bank berdasarkan oktroi, selanjutnya De Javasche Bank mulai membuka beberapa cabang di pulau Jawa. pada masa tanam paksa tahun 1930-1970, Semua ekspor komoditas pertanian dimonopoli oleh pemerintah sehingga pada masa itu De Javasche Bank mengalami kerugian yang cukup signifikan karena tidak dapat melayani pertukaran uang kertas, emas, dan perak. Selain itu, De Javasche Bank membuka kantor cabang di luar Pulau Jawa diantaranya di Padang tahun 1864 dan pada tahun 1868 De Javasche Bank ditetapkan sebagai bank sentral, sehingga tterjadi perubahan fungsi De Javasche Bank dari bank sirkulasi menjadi bank Sentral yang diberikan wewenang untuk memberikan uang muka dalam jangka waktu pendek.



Pada masa kedudukan Jepang di Indonesia, seluruh kekayaan Belanda yang berada di Indonesia berubah menjadi milik Pemerintah Jepang, termasuk De Javasche Bank. Kemudian, pemerintahan Jepang mulai mengganti bank-bank yang ada pada saat itu dengan bank Jepang yang telah beroperasi sebelum perang dunia termasuk bank- bank Jepang yang pernah ditutup oleh Pemerintah Belanda pada saat dimulainya perang dunia seperti Yokohama Specie Bank dan Matsui Bank.



Pada masa awal kemerdekaan, tejadi kekacauan pada sistem keuangan dan perbankan di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tesebut pemerintah Indonesia pada saat itu mengeluarkan ORI dan mendirikan BNI yang dijadikan sebagai bank sentral. Namun, pada saat itu BNI gagal berperan sebagai bank sentral karena



belum adanya



aturan yang jelas. Dengan kondisi tersebut, muncul gagasan untuk menasasionalkan De Javasche Bank karena dianggap masih dapat diandalkan untuk mengatasi masalah perbankan di Indonesia. Dengan pengalaman dan personol yang memadai yang dimiliki, Pemerintah yakin pada saat itu De Javasche Bank mampu menjadi bank sentral untuk melindungi kepentingan nasional sehingga pada bulan Mei tahun 1951 De Javasche Bank berhasil dinasionalisasikan yang disampaikan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia kepada parlemen.



Pada masa orde lama atau demokrasi terpimpin, independensi dari Bank Indonesia tidak mengalami perubahan yang mendasar. Kemudian, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan ekonomi tentang Bank Berdjoeang yang diikuti dengan pengangkatan Gubernur Bank Sentral sebagai Menteri Unrusan Bank Sentral yang menjadi anggota kabinet pada masa kepemimpinan Ir. Sukarno. Pada masa ini Bank Indonesia mulai dicampuri oleh warna-warni politis, yang diikuti dengan munculnya gagasan Bank Tunggal. Rencana pendirian bank tunggal



membawa



berbagai



konsekuensi,



khususnya



penyesuaian



dalam



organisasi Bank Indonesia, dimana terlihat dari adanya perubahan-perubahan pada struktur organisasi Bank Indonesia secara bertahap hingga akhirnya pemerintah meresmikan konsep Bank Tunggal. Sementara itu, Bank Indonesia berubah menjadi Bank Negara Indonesia Unit I.



Pada masa orde baru, pemerintah menghapuskan sistem bank tunggal dan kembali menjadikan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan berfungsi sebagai agen pembangunan dan bank sirkulasi serta mengelompokan bank-bank yang ada di Indonesia guna mengatasi krisis ekonomi yang muncul pada saat itu.



Setelah masa setelah orde baru, tugas dan fungsi Bank Indonesia menjadi semakin kompleks. Status Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga negara yang independen dan memiliki kewenangan penuh dalam melaksanakan



tugas serta terbebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lain.



Berdasarkan teori pengembangan organisasi yang dikemukaan oleh Greenhalgh dkk. upaya terbaik dalam pengembangan organisasi adalah dengan melakukan inovasi. Inovasi yang dilakukan secara berkelanjutan akan mendorong keberlangsungan organisasi untuk tumbuh. Terdapat beberapa temuan dari Greenhalgh dkk. Yang dianggap mampu menorong pengembangan organisasi yang dapat digunakan oleh Bank Indonesia sebagai landasar teori untuk melakukan pengembangan organisasi melalui inovasi. Bank Indonesia saat ini memiliki tugas dan fungsi yang semakin kompleks mengikuti arus globalisasi yang melanda berbagai belahan dunia, oleh karena itu Bank Indonesia memerlukan inovasi yang berkelanjutan untuk dapat beradaptasi dengan arus globalisasi.



4.2 Saran Seiring dengan berlangsungnya arus globalisasi, Bank Indonesia sebagai bank sentral diharapkan mampu memenuhi tuntutan guna memajukan perekonomian dan perbankan di Indonesia, untuk itu Bank Indonesia perlu memperbanyak inovasi dengan memanfaatkan teknolgi, mengingat saat ini manusia sudah tidak dapat menghindar dari kemajuan teknologi dan informasi. Penulis sangat menyadari kekurangan yang terdapat makalah ini tidak banyak menggunakan arsip, melainkan lebih banyak menggunakan sumber sekunder yang berasal dari jurnal dan website. Oleh karena itu, disarankan bagi peneliti lanjutan untuk melakukan penelitian dengan aspek temporal yang diperluas.



31



DAFTAR PUSTAKA



Diah, S. R. (2019). IMF: Pertumbuhan Ekonomi Dunia Terburuk Sejak Krisis Keuangan Global. pp. https://money.kompas.com/read/2019/10/16/190000926/imf--pertumbuhan-ekonomi-duniaterburuk-sejak-krisis-keuangan-global. Rancangan Undang-undang Bank Indonesia. (2015, Oktober 22). Retrieved 12 19, 2019, from http://www.dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20151127-042635-2484.pdf Erma. (2014). Dari De Javasche Bank Menjadi Bank Indonesia: Studi Kasus Bank Indonesia Cabang Padang 1953-1970. Jurnal TINGKAP , Vol. X, No. 2. Mackanzie, J & Gordon, J. (2016, Februari). Studi Pengembangan Organisasi. Retrieved from Retrived from Knowledge Sector Initiative: https://www.ksiindonesia.org/files/1467166818$1$I4QI7$.pdf Paket Kebijakan Ekonomi. (2015). pp. (Proses Perkembangan Bank Sentral, 2015). https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5971/Paket+Kebijakan+Ekonomi/0/berita. Robbins, S. P. (1994). Teori Organisasi. Jakarta: PENERBIT ARCAN.



32