7 0 29 KB
ANALISIS PUISI ‘IBU HUJAN’ KARYA JOKO PINURBO
Puisi merupakan sebuah karya yang multi interpretatif, sehingga memungkinkan makna yang lebih dari satu tergantung dari sudut mana pembaca menerjemahkan puisi tersebut. Hal ini dapat diinterpretasikan pula saat menelusuri puisi berjudul ‘Ibu Hujan’ karya Joko Pinurbo.
Meski hanya terdiri dari beberapa bait-bait pendek dan kata-kata yang
tergolong
mudah
difahami,
tidaklah
mudah
untuk
menginterpretasikan makna-makna yang terkandung pada puisi itu sebab
tersimpan
simbol-simbol
yang
memperkonkret
konteks
penceritaan seperti pada hal nya dalam penggunaan kata ‘Hujan’. Kata hujan secara konotatif dapat di interpretasikan sebagai berbagai hal
seperti kemakmuran ataupun kegelisahan. Namun,
pada puisi ini hujan dapat melambangkan manusia dalam arti kata bahwa hujan selalu beralir, turun tidak tahu di mana tempatnya tetapi pada akhirnya hujan akan bermuara di laut. Sama seperti manusia yang dapat menentukan jalan hidupnya kearah yang mereka
inginkan
namun
tujuan
terakhir
mereka
pasti
akan
bermuara pada kematian.
Dari makna yang disampaikan diatas, dapat diketahui bahwa salah satu tema yang menonjol dari keseluruhan puisi tersebut adalah tujuan hidup dimana anak hujan adalah individu yang sedang
mengarahkan dirinya untuk mencapai sebuah destinasi yaitu menemukan ayah hujan, lalu ketika akhirnya keduanya bertatap muka, sang ayah hujan tengah didapati dalam posisi yang tidak diharapkan:“Ayah hujan mengaduh kesakitan tertimpa tiga kilogram hujan”. Setelah itu, para anak hujan pun kembali pada tempat dimana ia berasal untuk kembali ke pelukan ibu hujan: “Ayah hujan dan anak-anak hujan beramai-ramai menemui ibu hujan” yang sudah mereka telantarkan sebelumnya: “Anak-anak hujan berlarian meninggalkan ibu hujan menggigil sendirian di bawah pohon hujan.” Namun siapa sangka bahwa ibu hujan yang terisolasi ternyata tak lagi berada ditempat awal ia ditinggalkan. “Kita tak akan menemukan ibu hujan di sini. Ibu hujan sudah berada di luar hujan.”
Berdasarkan analisa dari rangkaian peristiwa dalam puisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia, yang di perani oleh anak hujan seringkali tak bersyukur dan tak menyadari apa yang dimilikinya hingga hal itu tiada atau lebih tepatnya manusia menyadari apa yang dimilikinya, hanya mereka tak mengira bahwa hal itu akan tiada. Sehingga sering kali manusia diakhiri oleh penyelasan.
Melalui hal ini sang pengarang telah menyampaikan sebuah amanat yang implisit bahwa manusia harus lebih kritis dalam menentukan pilihan hidup, agar tidak dengan mudah jatuh dalam lubang gemerlap duniawi dan angan-angan materiil sebagai sebuah haluan.