Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Urologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT ANAMNENSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK UROLOGI



Disusun Oleh : Rino Orleans Adam



1820221172



Pembimbing: dr. Hendy Mirza, Sp. U



KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA PERIODE NOVEMBER 2019 – JANUARI 202



LEMBAR PENGESAHAN



REFERAT ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK UROLOGI



Disusun oleh: Rino Orleans Adam



1820221172



Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUP Persahabatan Jakarta



Telah disetujui dan dipresentasikan Pada Tanggal :



Desember 2019



Jakarta,



Desember 2019 Pembimbing,



dr. Hendy Mirza, Sp.U



BAB I ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK UROLOGI 1.Anamnesis 1.1 Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang Mayoritas pasien urologi mengidentifikasi keluhan mereka berasal dari saluran kemih dan datang ke urologis untuk pemeriksaan awal. Keluhan utama harus tergambarkan dengan jelas karena mengandung informasi awal dan petunjuk untuk diagnosis banding. Yang terpenting ialah, keluhan utama adalah hal yang harus diingat oleh urologis mengapa pasien datang mencari bantuan. Hal ini harus ada walaupun beberapa pemeriksaan menunjukkan hal yang lebih serius atau kondisi signifikan yang membutuhkan perhatian lebih. Pada pengalaman kami sendiri, seorang wanita datang dengan keluhan utama infeksi saluran kemih berulang. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan bahwa ia memilki massa pada kelenjar adrenal kanan. Kami pada saat itu fokus kepada masalah tersebut dan melakukan adrenalektomi kanan untuk menangani diagnosis adenoma kortikal benigna. Kami lupa akan gejala awal wanita tersebut hingga wanita itu datang untuk kontrol pasca operasi. Wanita itu mengingatkan kepada kami tentang gejala awalnya waktu itu, dan hasil pemeriksaan didapatkan bahwa ia memiliki jahitan nilon yang mengerosi ke dinding depan buli-buli yang berasal dari abdominal vesicourethropexy yang dilakukan 2 tahun sebelumnya karena inkontinensia urin. Infeksi saluran kemihnya berhasil ditangani setelah operasi pencabutan jahitan tersebut. Dalam mendapatkan informasi tentang penyakit sekarang, durasi, keparahan, kekronisan, periode, dan derajat disabilitas penting untuk dipertimbangkan. Gejala – gejala pasien penting untuk diklarifikasi untuk detail dan diskalakan untuk keparahannya.



I.1.1 Nyeri Nyeri yang berasal dari saluran genitourinaria (GU) menimbulkan rasa nyeri hebat dan biasanya berhubungan dengan adanya obstruksi atau inflamasi. Batu saluran kemih dapat menyebabkan nyeri yang hebat saat batu menyumbat saluran kemih bagian atas. Sebaliknya, batu besar, yang tidak menimbulkan obstruksi, kemungkinan dapat sepenuhnya tidak menimbulkan gejala. Dengan begitu, batu yang berdiameter 2 mm yang menyumbat di ureterovesical junction dapat menyebabkan keluhan nyeri yang luar biasa, sedangkan batu besar staghorn yang terdapat di pelvis ginjal atau batu pada buli-buli kemungkinan dapat asimptomatik total. Retensi urin yang berasal dari obstruksi prostat juga dapat menimbulkan nyeri yang hebat, namun diagnosis biasanya jelas pada pasien. Inflamasi pada saluran kemih paling parah adalah ketika melibatkan parenkim organ GU.



Hal ini disebabkan adanya edema dan distensi pada kapsula yang



mengelilingi organ. Nyeri pada pielonefritis, prostatitis, dan epididimitis biasanya memiliki nyeri yang cukup hebat. Inflamasi pada saluran berongga seperti pada bulibuli atau uretra biasanya menimbulkan perasaan yang tidak nyaman, dan nyeri yang ditimbulkan tidak begitu parah. Tumor yang berada di traktus genitourinaria tidak menyebabkan nyeri kecuali menimbulkan obstruksi atau meluas melewati organ primer sehingga melibatkan persarafan sekitar. Nyeri yang berhubungan pada keganasan pada sistem genitourinaria biasanya gelala akhir dan tanda penyakit yang sudah lanjut. 1.1.1.1 Nyeri Ginjal Nyeri pada ginjal biasanya berlokasi di ipsilateral sudut costovertebral tepat di lateral otot sacrospinalis dan dibawah tulang iga ke 12. Nyeri biasanya disebabkan oleh distensi akut dari kapsula ginjal, dan umumnya berasal dari inflamasi atau obstruksi. Nyeri menjalar melewati flank anterior ke abdomen bagian atas dan umbilikus dan dapat menuju ke testis atau labium.. Berdasarkan pengamatan ini, penyakit ginjal atau retroperitoneal harus menjadi diagnosis banding dari semua pria yang mengeluh rasa tidak nyaman pada testis namun hasil pemeriksaan skrotum



normal. Rasa nyeri yang timbul karena inflamasi biasanya bersifat menetap, sedangkan rasa nyeri yang disebabkan oleh adanya obstruksi intensitasnya hilang timbul. Dengan demikian rasa nyeri yang ditimbulkan oleh karena adanya obstruksi ureter biasanya bersifat kolik dan meningkat pada peristaltik ureter, hal ini disebabkan peningkatan tekanan pada pelvis renal saat ureter berkontraksi untuk memaksa urin melewati titik obstruksi. Nyeri pada ginjal mungkin dapat berhubungan dengan gejala pada gastrointestinal karena adanya stimulasi refleks dari celiac ganglion dan karena adanya organ-organ yang letaknya berdekatan (hepar, pankreas, duodenum, kandung empedu, dan kolon). Nyeri ginjal mungkin dibingungkan dengan nyeri yang berasal dari intraperitoneal, yang biasanya dapat dibedakan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang berhati-hati Nyeri yang disebabkan oleh ulkus duodenum perforasi atau pankreatitis akan menjalar rasa nyeri ke punggung, namun lokasi nyeri yang paling hebat dan adanya nyeri tekan lebih dirasakan di area epigastrium. Nyeri yang berasal dari organ intraperitoneal kadang bersifat kolik, sama seperti nyeri obstruksi renal. Selanjutnya, nyeri yang berasal dari intraperitoneal sering menjalar ke bahu karena iritasi pada diafragma dan nervus frenikus, dimana hal ini tidak terjadi pada nyeri ginjal. Biasanya pasien dengan penyakit intraperitoneal lebih memilih untuk tidak banyak bergerak untuk meminimalisir rasa nyeri, dimana pada pasien nyeri ginjal biasanya lebih nyaman untuk banyak bergerak dan memegang pinggang (flank). I.1.1.2 Nyeri Ureter Nyeri ureter biasanya bersifat akut dan disebabkan adanya obstruksi. Nyeri yang timbul berasal dari distensi akut ureter, hiperperistaltik dan spasme otot polos pada saluran ureter sebagai usaha untuk melepaskan obstruksi, biasanya dihasilkan oleh adanya obstruksi batu atau bekuan darah. Lokasi obstruksi ureter sering dapat ditentukan dari lokasi nyerinya. Pada obstruksi di ureter tengah, nyari yang berasal dari kanan dirasakan juga di kuadran kanan bawah perut (Titik Mc Burney) dapat menyerupai nyeri seperti apendicitis, sedangkan nyeri di bagian kiri dirasakan juga di



kuadran kiri bawah menyerupai nyeri diverticulitis. Nyeri juga dapat menyererupai nyeri penis pada pria dan nyeri labium pada perempuan. Obstruksi ureter bagian bawah sering menimbulkan gejala iritatif pada buli-buli seperti gejala frekuensi, urgensi, dan rasa tidak nyaman pada area suprapubik yang dapat menjalar ke sepanjang uretra pada pria hingga ke ujung penis. Perjalanan penyakit yang munculnya perlahan atau adanya obstruksi ureter yang ringan jarang menyebabkan rasa nyeri. Oleh karena itu tumor dan batu ureter yang menyebabkan obstruksi yang minimal jarang menimbulkan nyeri yang hebat. I.1.1.3 Nyeri Buli-buli Nyeri buli-buli biasanya disebabkan oleh adanya distensi yang berlebihan pada buli-buli yang disebabkan karena adanya retensi urin akut atau inflamasi. Nyeri yang menetap pada suprapubik yang tidak berhubungan dengan retensi urin jarang berasal dari kelainan urologis. Selain itu pasien dengan obstruksi urin yang progresifitasnya lambat dan distensi buli-buli (contoh, penderita diabetes melitus dengan neurogenic bladder) sering tidak merasakan nyeri sama sekali meskipun volume urin residu lebih dari 1 Liter. Kondisi peradangan pada buli-buli biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman pada area suprapubik yang intermiten. Dengan demikian rasa nyeri pada sististis bakteri atau sistitis interstisial biasanya makin parah jika buli-buli dalam keadaan penuh dan nyeri sedikit berkurang ketika buang air kecil. Pasien dengan sistitis terkadang mengalami rasa nyeri yang tajam seperti buli-buli yang tertusuktusuk saat akhir berkemih, hal ini disebut stranguria. Selain itu pasien dengan sistitis sering mengalami rasa nyeri yang yang mengarah ke uretra distal yang berhubungan dengan gejala iritasi saat berkemih seperti gejala frekuensi dan disuria. I.1.1.4 Nyeri Prostat Nyeri pada prostat biasanya disebabkan akibat adanya inflamasi yang menyebabkan edema dan distensi pada kapsul prostat. Nyeri yang berasal dari prostat tidak terlokalisasi dengan baik, dan pasien mungkin akan mengeluh nyeri perut bagian bawah, inguinal, perineum, lumbosakral, penis, dan/atau dubur. Nyeri



prostatik sering dikaitkan dengan gejala iritasi pada saluran kemih seperti gejala frekuensi dan disuria, dan pada kasus yang parah, edema prostat dapat menyebabkan retensi urin akut. I.1.1.5 Nyeri Penis Nyeri pada penis yang dalam keadaan tidak ereksi biasanya disebabkan oleh adanya peradangan pada buli-buli atau uretra, dengan nyeri yang secara penuh pada meatus uretra. Atau, nyeri pada penis dapat timbul oleh karena parafimosis, yaitu suatu kondisi dimana preputium yang tidak disunat terjerat di belakang glans penis. Nyeri pada penis yang ereksi biasanya disebabkan oleh penyakit peyronie atau priapismus. I.1.1.6 Nyeri Testis Nyeri pada skrotum dapat berlangsung primer atau dapat merupakan nyeri dari penjalaran. Nyeri primer muncul dari dalam skrotum dan biasanya diakibatkan adanya epididimitis akut atau torsio testis atau appendix testis. Karena edema dan rasa nyeri berhubungan dengan epididimitis akut dan torsio testis, hal ini seringkali sulit untuk membedakan kedua kondisi ini. Nyeri skrotum dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada dinding skrotum tersebut. Ini dapat berasal dari infeksi folikel rambut atau kista sebasea, namun dapat juga diakibatkan oleh Fournier Gangrene. Nyeri skrotum yang kronis biasanya berhubungan dengan kondisi noninflamasi seperti hidrokel atau varikokel, dan rasa nyeri yang muncul biasanya ditandai dengan sensasi yang tumpul seperti terasa berat dan nyeri bersifat tidak menjalar. I.1.2 Hematuria Hematuria adalah keadaan ditemukannya darah dalam urin, ditemukan lebih dari tiga sel darah merah per lapang pandang besar secara signifikan. Pasien dengan hematuria berat biasanya mengalami ketakutan oleh karena secara mendadak terdapat darah dalam urinnya dan sering datang ke unit gawat darurat untuk evaluasi, karena



takut ada pendarahan yang berlebihan. Hematuria dalam derajat apapun tidak boleh diabaikan dan pada orang dewasa, harus dianggap sebagai gejala keganasan urologis hingga terbukti sebaliknya. Dalam mengevaluasi hematuria, ada beberapa pertanyaan yang harus selalu diajukan, dan jawabannya akan membuat urologist untuk melakukan evaluasi diagnostik berikutnya secara efisien. Berikut beberapa pertanyaan yang diajukkan: 1. Apakah hematurianya berat atau mikroskopik? 2. Kapan hematuria tersebut terjadi? (di awal atau di akhir masa berkemih)? 3. Apakah hematuria berhubungan dengan rasa nyeri? 4. Apakah terdapat bekuan darah saat buang air kecil? 5. Jika disertai adanya bekuan darah saat buang air kecil, apakah bekuan itu memiliki bentuk tertentu? I.1.2.1 Hematuria Berat dan Hematuria Mikroskopis Perbedaan signifikan hematuria berat dan hematuria mikroskopis secara sederhana dapat membantu dalam mengidentifikasi keadaan patologi yang meningkat secara signifikan sesuai dengan derajat hematuria. Pasien dengan hematuria berat biasanya memiliki keadaan patologi yang bisa diidentifikasi, sedangkan sangat umum bagi pasien dengan derajat hematuria mikroskopis derajat yang minimal memiliki evaluasi urologi yang negatif. I.1.2.2 Waktu Terjadinya Hematuria Waktu hematuria selama buang air kecil sering dapat menunjukkan lokasi asalnya. Hematuria di awal kemih biasanya muncul dari uretra; meskipun hal ini paling jarang terjadi dan biasanya merupakan kondisi yang diakibatkan adanya inflamasi. Hematuria total adalah keadaan yang paling umum terjadi sekaligus dapat menunjukkan bahwa terdapat perdarahan yang kemungkinan besar berasal dari bulibuli atau dari saluran kemih bagian atas. Hematuria terminal terjadi pada akhir masa berkemih dan biasanya merupakan akibat adanya peradangan di area leher buli-buli



atau urethra pars prostatica. Hal Ini terjadi pada saat akhir berkemih saat leher bulibuli berkontraksi, untuk memeras sisa urin. I.1.2.3 Hubungan Dengan Nyeri Keadaan hematuria meskipun terlihat menakutkan, biasanya tidak nyeri kecuali jika berhubungan dengan inflamasi atau obstruksi. Dengan demikian pasien dengan sistitis dan hematuria sekunder dapat mengalami gejala iritasi yang sangat nyeri, namun nyeri biasanya tidak memburuk dengan adanya bekuan darah yang keluar. Pada umumnya, nyeri yang berhubungan dengan hematuria biasanya berasal dari saluran kemih bagian atas dengan adanya obstruksi ureter karena bekuan darah. Bekuan-bekuan darah yang melewati ini mungkin berhubungan dengan rasa nyeri pinggang yang berat dan nyeri kolik yang mirip dengan rasa nyeri pada batu ureter, hal tersebut dapat membantu untuk mengidentifikasi sumber hematuria. American Urological Association (AUA) telah menerbitkan pedoman tentang pasien yang dengan mikro hematuria asimptomatik (AMH) ditetapkan apabila ditemukan tiga atau lebih RBC per lapang pandang besar tanpa adanya penyebab jinak yang jelas. Untuk menentukan adanya AMH harus didasarkan pada pemeriksaan mikroskopik, bukan pemeriksaan dipstik atau pemeriksaan urin. Evaluasi pasien diatas usia 35 tahun dengan AMH harus dilakukan



juga



sistoskopi, yang mana optional pada pasien dengan usia yang lebih muda. Akan tetapi semua pasien harus sistoskopi apabila terdapat faktor risiko seperti gejala iritisasi berkemih, perokok, atau terdapat pajanan kimia. Evaluasi radiologis harus dilakukan saat awal pemeriksaan, pilihan prosedur yang utama adalah CT urografi multifasi dengan atau tanpa kontras. Urografi MRI menjadi alternatif apabila pasien tidak bisa dilakukan CT scan. I.1.2.4 Terdapatnya Bekuan Darah Adanya bekuan darah biasanya dapat mengindikasikan adanya peningkatan derajat hematuria yang signfikan, sehingga meningkatkan probabilitas identifikasi kelainan urologi yang signifikan.



I.1.2.5 Bentuk Bekuan Darah Biasanya, jika pasien mengeluarkan bekuan darah saat berkemih, jika bekuan berbentuk amorf berasal dari buli-buli atau uretra pars prostatica. Namun, jika bekuan berbentuk vermiformis (seperti cacing), terutama jika disertai keluhan nyeri panggul, dapat mengindikasikan hematuria yang berasal dari saluran kemih bagian atas dengan pembentukan bekuan vermiform dalam ureter. Keadaan hematuria terutama pada orang dewasa, harus dianggap sebagai gejala keganasan sampai terbukti sebaliknya dan harus dilakukan pemeriksaan urologis dengan segera. Pada pasien yang mengalami hematuria berat, harus dilakukan sistoskopi sesegera mungkin karena seringkali sumber perdarahan dapat diidentifikasi jika dilakukan pemeriksaan lebih awal. Pemeriksaan sistoskopi bertujuan untuk menentukan apakah hematuria berasal dari uretra, buli-buli, atau saluran kemih bagian atas. Penyebab tersering hematuria berat pada pasien usia lebih dari 50 tahun adalh kanker buli-buli. 1.1.3 Lower Urinary Track Symtomps 1.1.3.1 Gejala iritatif Frekuensi adalah salah satu gejala yang paling umum terjadi di bidang urologi. Orang dewasa normal dapat buang air kecil sebanyak 5-6 kali per hari, dengan volume sekitar 300 mL setiap sekali buang air kecil Frekuensi disebabkan oleh peningkatan output urin (poliuria) atau karena penurunan kapasitas buli-buli. Jika saat buang air kecil tercatat sering dan terjadi dalam jumlah yang besar, maka pasien mengalami poliuria dan harus dievaluasi adanya riwayat diabetes mellitus, diabetes insipidus, atau konsumsi cairan yang berlebihan. Penurunan kapasitas buli-buli disebabkan oleh adanya obstruksi saluran keluar buli-buli dan penurunan komplians buli-buli, peningkatan urin residu, dan / atau penurunan kapasitas fungsional karena adanya iritasi, neurogenic bladder dengan peningkatan sensitivitas dan penurunan daya komplians, tekanan dari luar, atau anxietas. Dengan menyingkirkan gejala



iritatif dari gejala obstruktif, dokter yang cermat harus sampai pada mendapatkan diagnosis banding yang tepat. Nokturia adalah gejala frekuensi yang terjadi pada malam hari. Biasanya, orang dewasa tidak lebih dari dua kali pada malam hari untuk buang air kecil. Seperti halnya gejala frekuensi, nokturia mungkin disebabkan oleh peningkatan produksi urin atau penurunan kapasitas buli-buli. Gejala frekuensi tanpa nokturia biasanya berasal dari psikogenik dan berhubungan dengan kecemasan. Nokturia tanpa gejala frekuensi dapat dialami oleh pasien dengan gagal jantung kongestif dan edema perifer di mana volume intravaskular dan output urin meningkat ketika pasien terlentang. Kemampuan konsentrasi ginjal berkurang seiring bertambahnya usia, oleh karenanya produksi urin pada geriatric pasien meningkat saat malam, ketika aliran darah ginjal meningkat akibat berbaring. Nokturia juga dapat terjadi pada orang yang banyak asupan cairan pada malam hari, terutama sering terjadi pada orang yang minum minuman berkafein dan minuman beralkohol pada malam hari, yang memiliki efek diuretik yang kuat. Jika nokturia tanpa adanya faktor-faktor ini, menandakan adanya masalah dengan fungsi buli-buli yang diakibatkan obstruksi saluran kemih dan / atau penurunan daya komplians buli-buli. Disuria adalah nyeri saat berkemih yang biasanya disebabkan oleh adanya inflamasi. Nyeri ini biasanya tidak dirasakan pada daerah buli-buli namun biasanya rasa nyeri yang dirasakan menjalar pada meatus uretra. Nyeri yang terjadi pada awal berkemih dapat menunjukkan adanya kondisi patologis pada uretra, sedangkan nyeri yang terjadi pada akhir berkemih (strangury) biasanya berasal dari buli-buli. Disuria sering disertai dengan gejala sering berkemih dan urgensi.



1.1.3.2 Gejala Obstruksi. Gejala obstruktif ditandai dengan penurunan kekuatan pancaran urin biasanya disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran keluar buli-buli dan umumnya



disebabkan oleh benign prostatic hyperplasia (BPH) atau striktur uretra. Biasanya sebagian besar pasien tidak menyadari adanya perubahan kekuatan maupun kaliber pancaran urin mereka saat berkemih, kecuali pada kasus derajat obstruksi yang lanjut atau parah. Perubahan ini biasanya terjadi secara bertahap dan umumnya tidak disadari oleh sebagian besar pasien. Hesistensi merupakan istilah dimana terdapat gejala kesulitan untuk memulai berkemih. Biasanya, berkemih dimulai sesaat setelah sfingter urinaria berelaksasi, namun proses ini mungkin terhambat pada pria yang saluran uretranya terdapat obstruksi. Intermitensi adalah keadaan dimana aliran urin yang terputus-putus saat berkemih. Biasanya akibat dari obstruksi prostat dengan oklusi intermiten jalur kemih bagian lateral lobus prostat. Postvoid dribbling adalah keadaan dimana adanya sisa urin yang masih menetes di akhir proses berkemih. Keadaan ini disebabkan karena masih terdapat sisa urin residual di urethra pars prostatica atau pars bulbaris yang pada keadaan normal biasanya terdorong kembali ke buli di akhir proses berkemih (Stephenson dan Farrar,1997). Straining atau mengejan saat berkemih mengacu kepada keadaan dimana diperlukan usaha mengejan dengan menggunakan otot-otot abdomen saat berkemih. Penting bagi urologist untuk dapat membedakan antara gejala iritatif dengan gejala obstruktif pada sindrom saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms / LUTS). Hal ini penting untuk mengevaluasi pasien dengan BPH. Walaupun pada BPH gejala yang pada awalnya muncul adalah gejala obstruktif, proses penyakit ini berangsur-angsur mempengaruhi daya komplians buli yang pada akhirnya akan menimbulkan gejala iritatif daripada gejala obstruktif, dan gejala iritatif yang paling sering muncul adalah nokturia. Dokter ahli urologi harus hati-hati mencantumkan gejala iritatif pada pasien dengan BPH kecuali sudah terbukti adanya obstruksi. Secara umum, sindrom saluran kemih bagian bawah tidak spesifik dan



dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai keadaan neurologis sama halnya seperti akibat pembesaran prostat (Lepor dan Machi, 1993). Skor internasional gejala prostat/ International Prostate Syndrome Score (IPSS) terdiri atas tujuh pertanyaan berupa frekuensi, nocturia, pancuran urin lemah, hesistensi, intermittensi, pengosongan buli-buli yang inkomplet, dan urgensi, serta pertanyaan mengenai global quality of life (Table 1). Total skor berkisar dari 0 hingga 35 dengan skor 0-7 (ringan), 8-19 (sedang), dan 20-35(berat). I-PSS merupakan pemeriksaan tambahan sederhana yang digunakan untuk mengevaluasi pria dengan LUTS dan dapat digunakan dalam evaluasi awal pria dengan gejala LUTS dan dalam penelitian mengenai pengobatan medik dan operasi pada laki-laki dengan gangguan berkemih.



Tabel 1 International Prostate Syndrome Score (IPSS) 1.1.3.3 Inkontinensia Inkontinensia urin adalah kehilangan urin yang terjadi secara involunter. Dengan melakukan anamnesis yang cermat kepada pasien yang mengalami inkontinensia akan memudahkan kita dalam menentukan apa penyebabnya. Inkontinensia urin dapat dibagi menjadi empat kategori. Continuous Incontinence paling sering terjadi karena adanya fistula pada saluran kemih yang melintasi sfingter uretra. Jenis fistula yang paling umum menyebabkan inkontinensia urin adalah fistula vesikovaginal yang biasanya diakibatkan oleh tindakan pembedahan ginekologis, radiasi, atau trauma obstetrik. Jenis fistula



ureterovaginal juga terjadi akibat pembedahan ginekologis, radiasi dan trauma obstetrik namun jarang terjadi. Penyebab tersering berikutnya dari inkontinensia kontinu adalah karena adanya ureter ektopik yang memasuki saluran uretra atau saluran genitalia wanita. Ureter ektopik biasanya memiliki drainase yang kecil, terdapat jaringan yang mengalami displasia pada segmen pole atas ginjal, dan terdapat kebocoran urin yang kemungkinan jumlahnya cukup kecil. Stress Incontinence adalah suatu kondisi dimana terdapat kebocoran urin yang terjadi secara tiba-tiba yang terjadi saat batuk, bersin, aktivitas olahraga, atau aktivitas lainnya yang meningkatkan tekanan intra abdomen. Selama aktivitas tersebut tekanan intra abdomen akan meningkat sementara dan tekanannya lebih tinggi dibandingkan tahanan resistensi di uretra, yang mengakibatkan bocornya urin secara tiba-tiba ke uretra dan biasanya kebocoran yang terjadi kecil. Stress inkontinensia paling sering terjadi pada wanita setelah partus atau wanita menopause yang berkaitan dengan hilangnya penyokong pada vagina bagian anterior dan melemahnya jaringan pada pelvis. Urgency Incontinence adalah pengeluaran urin secara tiba-tiba yang didahului oleh keinginan kuat untuk berkemih. Gejala ini biasanya diamati pada pasien dengan sistitis, neurogenic bladder, dan obstruksi saluran keluar buli-buli fase lanjutan dengan kehilangan daya komplians buli-buli sekunder. Overflow Urinary Incontinence atau sering disebut paradoxical incontinence disebabkan oleh retensi urin fase lanjut dan tingginya volume residual urin di bulibuli. Pada pasien ini, buli-buli mengalami distensi yang kronis dan tidak pernah kosong dari urin secara keseluruhan. Urin bisa menetes keluar dalam jumlah sedikit saat volume urin di dalam buli-buli sudah meluap. Keadaan ini sangat mungkin terjadi pada malam hari ketika pasien menahan untuk berkemih. Inkontinensia overflow disebut sebagai inkontinensia paradoks karena sering dapat disembuhkan dengan cara menghilangkan obstruksi yang terjadi pada saluran keluar buli-buli.



Enuresis. Enuresis mengacu pada inkontinensia urin yang terjadi selama tidur. kondisi Ini terjadi secara normal pada anak-anak hingga usia 3 tahun namun sebanyak 15% bertahan pada anak-anak usia 5 tahun dan sebanyak 1% pada anak-anak usia 15 tahun (Forsythe dan Redmond, 1974). Semua anak yang berusia >6 tahun dengan gejala enuresis harus dilakukan pemeriksaan urologi, meskipun sebagian besar kasus hasil pemeriksaannya tidak ditemukan adanya kelainan urologis yang signifikan. 1.1.4 Disfungsi Seksual Disfungsi seksual pada laki-laki biasanya disebut dengan impoten atau disfungsi ereksi. Pasien dengan impoten harus ditanyakan dengan benar untuk mengeluarkan kelainan seksual lainnya seperti hilangnya libido, tidak adanya emisi, tidak adanya orgasme, dan yang paling sering adalah ejakulasi dini. 1.1.5 Hematospermia Hematospermia adalah adanya darah pada cairan semen. Biasanya terjadi pada inflamasi nonspesikfik pada prostat dan/atau seminal vesicles dan akan sembuh dengan sendirinya, biasanya dalam beberapa minggu. 1.1.6 Pneumaturia Pneumaturia adalah lewatnya udara pada urin. Pada pasien yang sebelumnya tidak terpasang kateter urethtra, biasanya kejadian ini akibat adanya fistula antara usus dan buli-buli.Penyebab umum lainnya termasuk diverticulitis, karsinoma kolon sigmoid, dan Chron’s Disease. 1.1.7 Urethral Discharge Urethral discharge adalah gejala yang paling umum pada penyakit infeksi seksual. Discharge purulen yang kental bewarna abu-abu kekuningan adalah ciri khas gonococcal urethritis.



1.1.8 Demam dan Mengigil Demam dan mengigil bisa terjadi dimanapun pada infeksi traktus genito urinaria, tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan pielonefritis, prostatitis, atau epididymitis. 1.2 Riwayat Medis Riwayat medis terdahulu merupakan suatu hal yang sangat penting karena berguna untuk penegakan diagnosis pasien saat ini. Riwayat medis terdahulu pasien sebaiknya didapatkan secara runut dan sistematis 1.2.1 Riwayat Penyakit Dahulu yang Berhubungan Dengan Urologi Berbagai macam penyakit dapat mempengaruhi sistem kemih, dan penting untuk mendengarkan keluhan pasien untuk mendapatkan riwayat penyakit terdahulu yang diderita. Pasien dengan diabetes mellitus sering mengalami disfungsi saraf otonom yang dapat berakibat kepada terganggunya fungsi berkemih dan seksual. Riwayat tuberculosis terdahulu penting pada pasien dengan tanda gangguan fungsi ginjal, obstruksi ureter, atau infeksi saluran kemih yang kronis dan tidak jelas penyebabnya. Pasien dengan hipertensi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya disfungsi seksual karena mereka lebih cenderung terkena penyakit vaskuler perifer dan banyak obat untuk terapi hipertensi memiliki efek samping yang menyebabkan impoten. Pasien dengan penyakit neurologis seperti multiple sclerosis juga lebih mudah untuk terkena disfungsi berkemih dan seksual. Studi menyebutkan bahwa sekitar 5% pasien yang sebelumnya belum terdiagnosis multiple sclerosis memiliki gejala-gejala gangguan perkemihan sebagai manifestasi pertama penyakit tesebut (Blaivas dan Kaplan, 1988). Seperti yang disebutkan sebelumnya, pada pria dengan obstruksi saluran keluar buli-buli, penting untuk memperhatikan keadaan neurologis yang ada pada pasien sebelumnya. Tatalaksana bedah pada obstruksi saluran keluar buli-buli akibat hiperefleksia detrusor dapat menyebabkan peningkatan



terjadinya inkontinensia urin postoperatif. Pasien dengan anemia sel sabit juga dapat terkena gangguan pada sistem urinarianya, termasuk nekrosis papiler dan disfungsi ereksi yang diakibatkan karena priapismus rekurens. Masih banyak lagi penyakit lain yang dapat menyebabkan sejumlah gejala urologi, dan penting bagi urologis untuk mendapatkan informasi terkait riwayat penyakit sebelumnya dengan cermat. 1.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga Sama pentingnya untuk menggali riwayat penyakit keluarga saat anamnesis karena banyak penyakit yang bersifat genetik dan familial. Diketahui bahwa individu yang memiliki riwayat keluarga dengan batu saluran kemih memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadi pembentukan batu pada saluran kemih. Penelitian terbaru mengatakan bahwa 8% hingga 10% pria dengan riwayat keluarga kanker prostat memiliki kecenderungan untuk terjadi perkembangan sel kanker prostat satu dekade lebih awal dari jenis kanker prostat yang umum (Bratt, 2000). Beberapa penyakit familial telah diketahui dalam textbook, Oleh karena itu penting untuk mendapatkan riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit sistem kemih yang berguna dalam penegakan diagnosis dengan tepat. 1.2.3 Riwayat Pengobatan Sama pentingnya untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai riwayat pengobatan pasien sebelumnya dengan lengkap karena banyak obat yang dapat mempengaruhi fungsi perkemihan dan fungsi seksual. Sebagai contoh, sebagian besar obat antihipertensi dapat mempengaruhi fungsi ereksi, dan penggantian terapi antihipertensi dalam beberapa kasus dapat meningkatkan fungsi seksual. Demikian pula dengan berbagai agen psikotropika juga dapat menganggu emisi dan orgasme. Daftar obat yang dapat mempengaruhi sistem kemih dan fungsi seksual sangat banyak, masing-masing obat harus dicatat dan efek sampingnya diperhatikan untuk memastikan bahwa pasien masalahnya bukan terkait obat. 1.2.4 Riwayat Operasi Sebelumnya



Penting untuk memperhatikan riwayat operasi sebelumnya, terutama pada pasien yang akan mendapat tindakan pembedahan, karena riwayat operasi dapat mempersulit tindakan operasi yang akan dilakukan. Apabila pembedahan sebelumnya dalam regio anatomis yang sama, ada baiknya untuk mendapatkan laporan operasi sebelumnya. Secara umum, penting untuk mengambil sebanyak mungkin informasi sebelum dilakukan tindakan pembedahan karena di ruang operasi banyak kemungkinan terjadi hal yang buruk.



Tabel 2. Obat-obatan dengan efek samping urologi 1.2.5 Riwayat Merokok dan Penggunaan Alkohol Merokok dan konsumsi alkohol sangat jelas berhubungan dengan beberapa kasus urologi. Merokok berhubungan dengan peningkatan risiko karsinoma urotelial, terutama kanker buli-buli, dan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit vascular perifer dan disfungsi ereksi. Alkoholisme kronis dapat



menyebabkan neuropati otonomik dan perifer yang dapat berakibat pada terganggunya fungsi seksual dan berkemih. Alkoholisme kronis dapat juga mempengaruhi metabolism hepatik dari estrogen, yang menyebabkan penurunan serum testosterone, atrofi testis, dan penurunan libido Pasien perokok aktif atau meminum alkohol sebelum pembedahan memiliki risiko yang lebih tinggi komplikasi perioperative. Perokok memiliki risiko yang tinggi untuk komplikasi pada jantung dan paru. Apabila memungkinkan, pasien disarankan untuk untuk setidaknya berhenti merokok 8 minggu sebelum jadwal operasi untuk mengoptimalkan fungsi paru (Warner et al. 1989). Apabila pasien tidak bersedia melakukan hal tersebut, pasien setidaknya harus berhenti merokok selama 24 jam sebelum operasi karena hal ini dapat menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam fungsi kardiovaskular. Peminum alkohol kronik memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan hepar dan beberapa gangguan koagulasi pasca operasi. Lebih lanjut, alkoholik yang tetap mengonsumsi alkohol hingga pada waktu jadwal operasi dapat terkena sindrom withdrawal alkohol akut selama masa postoperative yang dapat mengancam nyawa, pemberikan lorazepam profilaktik dapat mengurangi secara signifikan potensi terjadinya komplikasi ini. 1.2.6 Riwayat Alergi Terakhir, riwayat alergi obat sebaiknya ditanyakan karena obat-obatan tersebut harus dihindari pada terapi pasien dikemudian hari. Semua riwayat alergi obat pasien harus dicetak tebal di sampul depan rekam medis pasien untuk menghindari potensi komplikasi dari pemberian obat yang sama tersebut.



Kesimpulannya ialah, pencatatan riwayat medis pasien yang hati-hati dan menyeluruh termasuk keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga harus ditanyakan pada setiap pasien. Akan tetapi, keterbatasan waktu menyebabkan kesulitan bagi klinisi untuk mendapatkan riwayat medis pasien secara penuh. Alternatif pengganti dari permasalahan tersebut adalah dengan memiliki perawat yang sudah diberi pelatihan atau tenaga professional medis lain untuk menemui pasien terlebih dahulu. Dengan menggunakan formulir



pencatatan riwayat standar, banyak informasi yang dibahas sebelumnya dapat diperoleh pada wawancara pendahuluan ini. Kemudian dokter hanya mengisi kolom yang kosong dan meminta pasien untuk menguraikan lebih banyak tentang riwayat medisnya yang penting dan berkaitan dengan gejala yang dialami pasien, lalu kemudian melakukan pemeriksaan fisik yang terarah.



2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh penting untuk mengevaluasi pasien dengan penyakit urologi. Meskipun lebih mudah bagi klinisi untuk langsung bergantung pada hasil tes laboratorium dan radiologi, dengan pemeriksaan fisik dapat memudahkan urologis dalam memilih tes diagnostik apa saja yang paling dibutuhkan. Bersama dengan anamnesis, pemeriksaan fisik merupakan komponen penting dalam penegakan diagnosis dan harus dilakukan secara seksama. 2.1 Observasi Umum Inspeksi secara visual pada pasien dapat memberikan gambaran keadaan umum pasien. Kulit harus diinspeksi untuk melihat apakah pasien ikterik atau pucat. Status gizi pasien juga harus diperhatikan. Kakeksia merupakan tanda keganasan yang sering, dan obesitas merupakan tanda mungkin terdapat gangguan endokrinologis. Dalam kasus tersebut, klinisi harus memeriksa apakah terdapat obesitas trunkal, adanya “buffalo hump”, dan striae pada kulit abdomen, yang mana merupakan tandatanda khas dari gangguan hiperadrenokortism. Sebaliknya, kelemahan dan hiperpermentasi adalah tanda-tanda dari hipoadrenokorism. Adanya ginekomastia mungkin merupakan tanda adanya gangguan endokrin, alkoholisme, ataupun riwayat terapi hormon untuk kanker prostat. Edema pada genitalia dan ekstremitas bawah mungkin berhubungan dengan gagal jantung, gagal ginjal, sindrom nefrotik, atau obstruksi



sistem



limfatik



retroperitoneal



dan/atau



pelvis.



Limfadenopati



supraklavikula mungkin dapat terlihat pada pasien dengan neoplasma sistem genitourinari, paling sering pada kanker prostat dan testis; limfadenopati inguinal dapat terjadi sebagai akibat karsinoma penis atau urethra.



2.2 Ginjal Ginjal merupakan sebuah organ berukuran kepalan tangan yang terletak tinggi pada rongga retroperitoneal kanan dan kiri. Pada dewasa, ginjal biasanya sulit untuk dipalpasi karena posisinya yang terletak dibawah diafragma dan costae dengan banyak struktur otot baik dibagian anterior maupun posteriornya. Letak ginjal kanan cenderung lebih rendah dibandingkan ginjal kiri akibat adanya organ hepar. Pada anak-anak dan wanita yang kurus, saat palpasi dapat teraba bagian kutub bawah ginjal kanan pada saat pasien inspirasi dalam. Biasanya ginjal tidak dapat teraba pada pasien pria, dan ginjal kiri hampir selalu tidak dapat teraba saat palpasi kecuali pada kasus pembesaran ginjal yang abnormal. Posisi terbaik untuk melakukan palpasi ginjal adalah pasien dengan posisi terlentang. Kemudian pemeriksa mengangkat ginjal dari arah belakang dengan meletakan satu tangan pada sudut costovertebral (Gambar 1.1). Kemudian pada saat pasien inspirasi dalam, tangan pemeriksa meraba bagian abdomen anterior tepat dibawah margo costae. Pada puncak inspirasi maksimum, ginjal dapat terasa seperti bergerak kebawah bersama dengan diafragma. Tangan pemeriksa dapat meraba bagian abdomen lebih dalam lagi tiap pasien menarik napas. Palpasi ginjal pada pasien pria lebih sulit dilakukan karena ginjal cenderung kurang bergerak ke arah bawah saat inspirasi dan organ tersebut dikelilingi oleh lapisan otot-otot yang lebih tebal. Lebih mudah untuk melakukan palpasi ginjal pada pasien anak karena ketebalan dinding abdomen yang lebih tipis dibandingkan dewasa. Pada neonatus, ginjal dapat teraba lebih mudah saat mempalpasi regio flank dengan cara meletakkan ibu jari pada bagian anterior dan empat jari lainnya di bagian posterior pada bagian sudut costovertebral.



Gambar 1. Palpasi Bimanual Ginjal Pemeriksaan transiluminasi ginjal mungkin bermanfaat pada pasien anak dengan usia kurang dari satu tahun yang teraba massa pada regio flanknya saat palpasi. Massa tersebut biasanya berasal dari ginjal. Senter atau lampu fiberoptik diposisikan di bagian posterior pada sudut costovertebral. Massa yang berisi cairan seperi kista atau hidronefrosis menghasilkan gambaran cahaya redup kemerahan pada abdomen anterior. Massa padat seperti tumor tidak menghasilkan gambaran apapun karena cahaya tidak dapat menembus benda padat. Maneuver pemeriksaan lain yang dapat membantu pemeriksaan ginjal adalah perkusi dan auskultasi. Walaupun inflamasi pada ginjal dapat menghasilkan sensasi nyeri yang kurang terlokalisir, perkusi pada sudut kostovertebra posterior dapat melokalisir rasa nyeri tersebut secara akurat. Perkusi sebaiknya dilakukan secara lembut pada pasien dengan inflamasi ginjal, karena pasien dapat merasa kesakitan. Auskultasi bagian abdomen atas saat inspirasi dalam bermanfaat untuk menilai bruit sistolik yang berhubungan dengan stenosis arteri renalis atau aneurisma. Bruit juga dapat terdeteksi pada kasus fistula arteriovenous ginjal yang besar. Setiap pasien dengan manifestasi nyeri pinggang belakang sebaiknya juga diperiksa untuk kemungkinan iritasi akar serabut saraf. Costae dipalpasi untuk



menyingkirkan kemungkinan adanya bone spur atau abnormalitas tulang lainnya dan juga untuk memeriksa titik maksimal nyeri tekan. Tidak seperti nyeri ginjal, radikulitis biasanya menyebabkan hiperestesia pada kulit yang diinervasinya sebagai akibat



dari



serabut



saraf



perifer



yang



teriritasi



tersebut.



Kemungkinan



hipersensitivitas ini dapat disingkirkan dengan jarum atau dengan cara mencubit kulit beserta jaringan lemak subkutan dibawahnya pada area yang terlibat. Rasa nyeri akibat penyakit herpes zoster fase pre-eruptif yang melibatkan persarafan segmen setinggi vertebrae T11 dan L2 dapat menyerupai nyeri yang berasal dari ginjal. 2.3 Buli-Buli Buli-buli pada dewasa normal tidak dapat teraba saat palpasi maupun perkusi hingga volume urin didalamnya mencapai sekitar 150 mL. Pada volume + 500 mL, buli-buli berdistensi hingga dapat terlihat menonjol pada abdomen bagian bawah dengan jelas pada pasien yang kurus. Perkusi lebih baik dibanding palpasi dalam penilaian buli-buli yang berdistensi. Pemeriksa memulai perkusi dari atas simfisis pubis dan berlanjut kearah superior hingga terjadi perubahan suara dari dull menjadi timpani. Cara lain dapat digunakan pada pasien yang kurus dan pasien anak untuk mempalpasi buli-buli adalah dengan mengangkat daerah lumbal pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan bagian tengah abdomen bawah. Pemeriksaan palpasi bimanual buli, lebih baik dilakukan pada pasien dibawah anestesi, kurang bermanfaat dalam menilai tumor buli dengan penyebaran regional atau massa pelvis lain. Buli-buli dapat diraba diantara abdomen dan vagina pada perempuan (Gambar 2) atau rectum pada laki-laki (Gambar 3). Sebagai tambahan informasi untuk pemeriksaan area indurasi, pemeriksaan bimanual memungkinkan pemeriksa untuk menilai mobilitas dari buli-buli.



Gambar 2. Pemeriksaan bimanual buli-buli pada perepuan



Gambar 3. Pemeriksaan bimanual buli-buli pada laki-laki 2.4 Penis Apabila pasien belum disirkumsisi, preputium sebaiknya diretraksi untuk memeriksa adanya tumor atau balanopostitis (inflamasi pada preputium dan glans penis). Sebagian besar kanker penis terjadi pada pria yang belum disirkumsisi dan lesi terdapat pada preputium atau glans penis. Pada pasien dengan discharge darah dari penis yang preputiumnya tidak dapat diretraksi, dorsal slit atau sirkumsisi dapat dilakukan untuk menilai glans penis dan urethtra secara adekuat. Posisi meatus uretra eksterna harus diperhatikan saat pemeriksaan. Lokasinya dapat terletak proksimal dari ujung glans penis pada sisi ventral (hipospadia) atau, pada kasus yang lebih jarang, terletak pada sisi dorsal (epispadia). Kulit penis sebaiknya diperiksa apakah terdapat vesikel-vesikel superfisial yang sesuai dengan gambaran herpes simpleks dan apakah terdapat ulkus yang menandakan adanya infeksi kelamin atau tumor. Adanya kutil kelamin (kondiloma akuminata), yang lesinya terlihat ireguler dan papiler pada kelamin harus diperhatikan. Bagian dalam meatus uretra eksterna sebaiknya diperiksa dengan cara membuka lubangnya dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk menginspeksi adanya neoplasma atau lesi peradangan didalam fossa naviculare. Bagian permukaan dorsal penis sebaiknya dipalpasi apabila ada plakat atau daerah penonjolan yang fibrotik yang khas pada penyakit Peyronie. Nyeri tekan sepanjang aspek ventral penis sugestif adanya periuretritis, biasanya terjadi sebagai akibat dari striktur urethra. 2.5 Skrotum dan Komponennya Skrotum adalah sebuah kantung longgar berisi testis dan struktur korda spermatika. Dinding skrotum terdiri atas kulit dan dibawahnya terdapat lapisan tipis otot. Testis normal bebentuk oval, padat, dan permukaannya halus; pada dewasa, testis memilikiri ukuran panjang 6 cm dan lebar 4 cm. kedua testis tergantung didalam skrotum, dengan posisi normalnya testis kanan lebih terletak anterior



daripada yang kiri. Epididimis terletak posterior dari testis dan dapat teraba saat palpasi sebagai jaringan yang menonjol dengan jelas. Vas deferens dapat dipalpasi diatas kedua testis dan teraba seperti tali yang tebal. Skrotum harus diperiksa apakah terdapat kelainan dermatologis. Karena skrotum, tidak seperti penis, memiliki struktur rambut dan kelenjar keringat, yang mana merupakan lokasi tersering terjadinya infeksi lokal dan kista sebasea. Folikel rambut dapat terinfeksi dan mungkin terlihat sebagai pustula-pustula kecil pada permukaan skrotum. Lesi ini dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi juga dapat memburuk menjadi infeksi yang lebih parah, terutama pada pasien yang immunitas rendah dan pasien diabetes. Pasien sering salah menilai dan mengkhawatirkan lesi ini sebagai tumor testis. Testis sebaiknya dipalpasi secara lembut diantara jari-jari kedua tangan. Testis normalnya padat, dengan konsistensi kenyal dan permukaan yang halus. Testis yang berukuran



kecil



yang



abnormal



menandakan



adanya



hipogonadisme



atau



endokrinopati sebagai akibat dari penyakit Klinefelter. Area yang padat atau keras didalam testis dapat dicurigai adanya suatu keganasan sampai terbukti sebaliknya. Epididimis dipalpasi terabasa seperti penonjolan pada bagian posterior di kedua testis. Massa pada epididimis (spermatokel, kista, dan epididymitis) hampir selalu jinak. Untuk memeriksa hernia, jari telunjuk pemeriksa harus dimasukkan ke dalam skrotum secara perlahan dan ujung jari menekan bagian cincin inguinal eksterna (Gambar 4). Skrotum diangkat ke depan testis, tetapi jangan sampai mengangkat testisnya sendiri, karena pasien dapat merasa kesakitan. Setelah cincin inguinal eksterna sudah dapat teraba pada palpasi, pemeriksa kemudian meletakkan ujung jari tangan yang satunya diatas cincin inguinal interna dan meminta pasien untuk mengejan (maneuver Valsava). Hernia teraba sebagai penonjolan di cincin inguinal eksterna yang terasa pada ujung jari telunjuk pemeriksa saat pasien diminta mengejan. Walaupun pada pemeriksaan fisik dapat dibedakan antara hernia inguinal direk yang menonjol melalui dasar kanalis inguinal dengan hernia inguinal indirek yang prolaps melewati cincin inguinalis interna, tetapi sebenarnya secara klinis



kurang begitu bermanfaat karena teknik pembedahan untuk kedua kondisi tersebut sama.



Gambar 4. Pemeriksaan Kanalis Inguinalis Korda spermatika juga diperiksa pada pasien dengan posisi berdiri. Varicocele adalah kelainan dimana terdapat pelebaran vena spermatika yang dapat terlihat dengan jelas apabila pasien diminta untuk maneuver Valsava. Epididimis dapat juga teraba sebagai jaringan yang menonjol yang berjalan longitudinal, di bagian posterior kedua testis. Testis dapat dipalpasi lagi diantara jari-jari kedua tangan, jangan sampai terlalu menekan permukaan testisnya untuk menghindari rasa sakit. Pemeriksaan transiluminasi berguna untuk memeriksa apakah massa skrotum adalah massa padat (tumor) atau massa kistik (hidrokel, spermatokel). Senter kecil



atau lampu fiberoptik diletakkan dibelakang massa. Massa yang kistik memberikan gambaran cahaya, sedangkan massa yang padat tidak dapat ditembus oleh cahaya. 2.5 Pemeriksaan Rektum dan Prostat Pada Pria Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination (DRE) sebaiknya dilakukan pada setiap laki-laki dengan usia diatas 40 tahun dan pada pria segala usia yang diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan urologi. Kanker prostat adalah penyebab kematian tersering nomor dua pada pria diatas usia 55 tahun dan penyebab utama kematian tersering pada pria diatas usia 70 tahun. Kebanyakan kanker prostat dapat terdeteksi pada stadium awal dengan pemeriksaan colok dubur, dan sekitar 25% keganasan kolorektal dapat terdeteksi dengan kombinasi pemeriksaan fisik colok dubur dan pemeriksaan darah samar guaiac feses. Colok dubur harus dilakukan pada akhir pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini lebih baik dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri kemudian tubuhnya menekuk kedepan pada meja pemeriksaan atau pasien dengan posisi lutut ke dada (knee-chest position). Pada posisi berdiri, pasien berdiri dengan kedua pahanya diletakkan berdekatan meja pemeriksaan. Kedua kaki pasien berjarak sejauh 18 inchi, dengan lutut sedikit difleksikan. Pasien kemudian menekuk pinggangnya 90 derajat hingga dadanya bersandar diatas kedua lengan atas pasien. Pemeriksa sebaiknya memberikan pasien waktu untuk meposisikan dirinya dengan senyaman mungkin. Beberapa kalimat yang menenangkan pasien sesaat sebelum pemeriksaan dimulai mungkin dibutuhkan. Pemeriksa kemudian menggunakan sarung tangan dan memberi pelumas pada jari telunjuk yang akan digunakan untuk memeriksa pasien. Sebelum melakukan pemeriksaan colok dubur, pemeriksa sebaiknya meletakkan telapak tangannya yang lain diatas abdomen bawah pasien. Tindakan ini bertujuan untuk membuat kontak dengan pasien sebelum menyetuh anus. Selain itu tindakan tersebut juga memiliki tujuan untuk menstabilkan posisi pasien dengan memberikan tekanan balik yang lembut jika pasien mencoba untuk bergerak merubah posisi ketika pemeriksaan colok dubur sedang dilakukan. Pemeriksaan colok dubur dimulai dengan memisahkan kedua bagian bokong dan melakukan inspeksi pada



regio anus untuk mencari apakah terdapat kelainan seperti hemoroid, kanker anus atau melanoma. Bagian jari telunjuk yang sudah diberi pelumas tadi kemudian dimasukkan perlahan ke dalam anus, kemudian berikan waktu agar anus relaksasi dan menjepit jari telunjuk pemeriksa. Tonus sfingter ani penting untuk diperhatikan; sfingter ani yang flasid atau spastik menandakan perubahan yang serupa pada sfingter urinaria dan mungkin merupakan sebuah tanda adanya gangguan neurogenic. Apabila pemeriksa hanya menunggu beberapa detik, sfingter ani normalnya berelaksasi hingga ke titik dimana jari pemeriksa dapat masuk seluruhnya hingga perbatasan buku jari tanpa menimbulkan rasa nyeri. Kemudian jari telunjuk pemeriksa berputar di dalam anus pasien untuk meraba prostat; keseluruhan permukaan posterior dari kelenjar prostat biasanya dapat diraba apabila pasien dalam posisi yang benar. Normalnya ukuran prostat sebesar chestnut dan memiliki konsisensi yang serupa dengan bagian thenar ibu jari yang berkontraksi (posisi ibu jari dirapatkan dengan jari kelingking). Jari telunjuk kemudian dimasukkan lebih dalam lagi ke bagian rectum, dan keseluruhan dindingnya diraba untuk mendeteksi adanya lesi awal dari karsinoma rektal. Kemudian jari telunjuk pemeriksa ditarik secara perlahan, dan feses yang terdapat pada sarung tangan diletakkan pada kartu pemeriksaan darah samar feses guaiac (Hemoccult) untuk memeriksa apakah terdapat perdarahan samar. Walaupun ada kemungkinan hasil pemeriksaannya dapat menjadi positif-palsu atau negatifpalsu, pemeriksaan ini mudah dan murah untuk dilakukan karena prosedurnya tidak memerlukan pasien untuk dibatasi penggunaan obat tertentu ataupun dietnya, serta pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi gangguan pada sistem gastrointestinal (Bond, 1999).



2.5 Pemeriksaan Panggul pada Perempuan Urologis laki-laki sebaiknya selalu didampingi oleh perawat wanita atau tenaga kesehatan profesional lainnya saat melakukan pemeriksaan panggul pada



pasien wanita. Pasien dipersilahkan untuk membuka pakaian dalam ruangan tertutup untuk menjaga privasi dan ditutup dengan kain atau selimut sebelum dokter pemeriksa memasuki ruangan periksa. Pemeriksaannya sendiri dilakukan dengan posisi standar litotomi dengan posisi kedua tungkai pasien abduksi. Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi genitalia eksterna dan lubang vagina, perhatikan apakah terdapat perubahan seperti atrofi, adakah erosi, ulkus, discharge yang keluar, atau kutil kelamin yang seluruhnya mungkin dapat menyebabkan disuria dan rasa nyeri pada pelvis. Meatus urethra diinspeksi apakah terdapat karunkula, hyperplasia mukosa, kista, dan prolaps mukosa. Kemudia pasien diminta untuk mengejan atau melakukan maneuver Valsava dan lihat apakah terdapat sistokel (prolaps kandung kemih) atau rektokel (prolaps rectum). Pasien lalu dimina untuk batuk, untuk memeriksa apakah terdapat stress inkontinensia urin. Palpasi urethra dilakukan untuk mendeteksi adanya indurasi, yang menandakan mungkin adanya inflamasi kronis atau keganasan. Palpasi juga dapat dilakukan untuk memeriksa apakah adanya diverticula urethra, saat divertikula diraba dapat menyebabkan keluarnya cairan purulen dari uretra. Pemeriksaan bimanual kandung kemih, uterus, dan adneksa harus dilakukan dengan cara memasukkan dua jari di dalam vagina dan tangan lainnya diletakkan di abdomen bawah. Kelainan yang didapat pada organ panggul harus di evaluasi lebih lanjut dengan USG atau Ct scan. 2.5 Pemeriksaan Neurologis Ada berbagai situasi klinis dimana pemeriksaan neurologis dapat membantu dalam evaluasi pasien urologi. Dalam beberapa kasus, tingkat gangguan neurologis dapat dilokalisasi dengan cara mencatat pola defisit sensoris selama pemeriksaan fisik dengan menggunakan peta dermatom (Gambar 5). Defisit sensoris pada penis, labia, skrotum, vagina, dan daerah perianal umumnya menunjukkan kerusakan atau cedera pada akar serabut saraf sakralis. Selain pemeriksaan sensoris, pemeriksaan reflex pada area genital juga dapat dilakukan. Refleks yang paling penting untuk diperiksa adalah reflex bulbocavernosus (BCR), yang merupakan reflex kontraksi dari otot dasar panggul yang terjadi sebagai respons terdapat berbagai rangsangan pada



perineum atau genitalia. Refleks ini paling sering diuji dengan cara menempatkan jari dalam anus dan kemudian glans penis atau klitoris dicubit dengan perlahan. Apabila pada pasien sudah terpasang kateter Foley, BCR juga dapat diperiksa dengan cara menarik kateter dengan lembut. Apabila BCR masih baik, pemeriksa akan merasakan jarinya dijepit dengan baik oleh sfingter ani. BCR menunjukkan integritas busur refleks yang dimediasi oleh sumsum tulang belakang setinggi level S2-S4 dan mungkin refleks ini dapat hilang pada keadaan yang melibatkan gangguan sumsum tulang belakang sakralis atau kelainan saraf perifer.



Gambar 5. Peta dermatome sensoris untuk membantu melokalisasi defisit neurologis



Refleks kremaster dapat dirangsang dengan cara sedikit mengelus paha bagian superior dan medial ke arah bawah. Respon normal pada pria adalah kontraksi otot kremaster yang menyebabkan pengangkatan segera skrotum dan testis ipsilateral. Pemeriksaan refleks superfisial seperti refleks kremaster ini memiliki keterbatasan dalam pemeriksaan disfungsi neurologis. Tetapi, pemeriksaan mungkin ini lebih bermanfaat dalam menilai pasien dengan dugaan klinis torsio testis atau epididimitis. Refleks kremaster yang berlebihan atau hiperefleks pada anak-anak dapat mengakibatkan penegakan diagnosis yang keliru seperti undescended testis pada beberapa kasus.



DAFTAR PUSTAKA



1. Wein AJ, Kavoussi LR, Partin AW, Peters CA, 2016, ‘Campbell’s Urology 11th ed.’, WB Saunders, Philadelphia