Anatomi Betina Marita Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU REPRODUKSI TERNAK ACARA I ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA



Disusun oleh : Marita Indah Sari 15/383773/PT/07046 VII



Asisten : Muhammad Arif Darmawan



LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK DEPATEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016



ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA Tinjauan Pustaka Reproduksi atau perkembangbiakan adalah bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara individual tidak vital karena meskipun siklusnya berhenti hewan tersebut masih dapat hidup. Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan tersebut. Ismaya (2014) berpendapat bahwa bagian-bagian organ atau alat reproduksi ternak betina dari bagian luar ke bagian dalam adalah vulva, vagina, uterus, (cervix utery, corpus utery, cornua utery). Oviduct (isthmus, ampula, dan fimbrae), dan ovarium. Ovarium. Ovarium merupakan organ reproduksi pada betina. Bearden et al., (2004) ovarium sebagai alat reproduksi pada betina yang utama. Ismaya (2014) menyatakan organ ini berfungsi menghasilkan gamet betina, sel telur atau ovum, dan memproduksi hormon seks kelamin betina, yaitu estrogen dan progresteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel yang telah masak, sedangkan progresteron dihasilkan oleh corpus luteum. Oviduct. Oviduct pada sapi berjumlah sepasang yang terletak dibagian kanan dan kiri. Oviduct berkelok-kelok dari area ovarium sampai pada ujung uterus dan digantung oleh broad ligament. Fungsi dari oviduct adalah sebagai jalannya spermatozoa dan ovum, serta sebagai tempat terjadinya fertilisasi dibagian ampulla dan sebagai organ sekretori (Ismaya, 2014). Oviduct terdiri dari tiga saluran. Uterus. Uterus menurut Ismaya (2014) terdiri dari 3 bagian, yaitu cevix utery, corpus utery, dan cornua utery. Corpus utery mempunyai dua cabang disebut kornua kanan dan kiri. Uterus mempunyai fungsi sebagai tempat menempelnya embrio dan berkembangnya fetus hingga dilahirkan. Uterus juga menghasilkan prostaglandin F2alfa yang berfungsi melisiskan corpus luteum. Uterus juga berfungsi sebagai jalannya spermatozoa, organ sekretori, incubator sel telur yang telah dibuahi, menyuplai nutrient ke embrio.



Serviks. Seviks dikenal pula sebagai leher serviks. Serviks pada ternak sapi berjumlah satu buah, strukturnya adalah tebal, kenyal berbentuk bulat memanjang. Fungsi dari serviks adalah sebagai jalannya spermatozoa,



mensekresikan



cairan,



penutup



uterus



saat



terjadi



kebuntingan, dan jalannya anak saat dilahirkan. Serviks membuka saat terjadi berahi (Ismaya, 2014) Vagina. Vagina merupakan alat reproduksi paling belakang setelah vulva. Vagina bagian anterior merupakan tempat deposisi sperma saat kawin secara alami pada sapi dan kerbau. Keadaan didalam vagina adalah dalam suasana asam, sehingga apabila spermatozoa berada didalam vagina terlalu lama maka akan mati. Vagina pada sapi jumlahnya satu. Struktur vagina adalah berdinding tebal dan memanjang (Ismaya, 2014). Vulva. Vulva menurut Ismaya (2014) merupakan bagian terluar dari alat reproduksi betina. Saat berahi vulva tampak bengkak, basah, dan berwarna merah. Vulva pada sapi terletak diluar tubuh sebagai outer lips (labia) dari sistem urogenital. Fungsi dari vulva adalah sebagai tempat keluaranya urine, feses, mucus saat beranak serta sebagai lubang masuknya penis saat kawin. Klitoris. Kiltoris homolog dengan penis pada organ reproduksi jantan, tetapi lebih kecil dan tidak memilki mulut urethra. Klitoris terdiri dari dua kruka (akar), satu batang (badan), dan satu glans klitoris bundar yang banyak mengandung dua korpora karvenosum yang tersusun dari jaringan erektil. Saat menggembung dengan darah selama eksitasi seksual, bagian ini bertanggung jawab untuk ereksi klitoris (Sloane, 1995). Siklus estrus. Siklus estrus pada terdiri dari 4 fase utama, yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Fase proestrus ditandai dengan sel epitel yang berbentuk oval, berwarna biru dengan inti sel berwarna merah muda pada hasil apus vagina. Hasil apus vagina pada fase estrus ditandai dengan sel-sel epitel yang mengalami penandukan (kornifikasi), tanpa inti dan terwarna pucat. Fase metestrus ditandai dengan hasil apus



vagina berupa sel epitel terkornifikasi dan keberadaan leukosit. Hasil apus vagina fase diestrus menunjukkan sel epitel berinti, leukosit serta adanya lendir. Perubahan struktur epitel penyusun dinding vagina merupakan hasil regulasi hormone reproduksi yang terjadi selama satu siklus estrus, terutama hormon estrogen (Sitasiwi, 2005).



Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang di gunakan pada praktikum alat reproduksi betina adalah pita ukur, kamera dan kertas kerja. Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum reproduksi ternak betina adalah preparat basah berupa organ reproduksi sapi betina jenis sapi jawa yang berumur 1,5 tahun dengan berat badan 185 kg meliputi ovarium, oviduk, uterus, serviks, vagina, vulva dan klitoris. Metode Metode yang dilakukan pada saat kegiatan praktikum adalah preparat organ reproduksi betina diamati lalu diketahui fungsi, dibedakan, dan diukur dengan seksama dengan pita ukur bagian-bagian alat reproduksi betina. Setelah pengukuran selesai, yang telah dikerjakan selama pengamatan dan pengukuran dipresentasikan oleh praktikan.



Hasil dan Pembahasan Reproduksi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk dapat menjaga eksistensi spesies mereka dengan cara beregenerasi. Organ reproduksi pada sapi betina akan lebih kompleks daripada organ reproduksi sapi jantan, karena selain untuk pembentukan ovum juga berfungsi untuk perkembangan embrio yang menjadi bakal anak. Ismaya (2014) menjelaskan bahwa bagian-bagian organ (alat) reproduksi ternak betina (dari bagian luar ke bagian dalam ) adalah vulva, vagina, uterus, (cervix utery, corpus utery, cornua utery). Oviduct (isthmus, ampula, dan fimbrae), dan ovarium. Tabel 1. Hasil Pengukuran organ reproduksi betina Nama organ Vulva Vestibulum Portio vaginalis cervices Portio uteri Cervix uteri Corpus uteri Cornue uteri Oviduk Mesovarium Ovarium



Panjang 7cm 7cm 15cm



Lebar -



Tinggi -



Ket -



6cm 9,5cm 19cm 19cm 2,5cm 3,5cm



3cm 2cm



1cm



Tertutup -



Ovarium. Ovarium adalah organ reproduksi primer pada betina. Ovarium dilapisi oleh satu lapisan epitel yang disebut epitel germinativum yang berbentuk pipih hingga kuboid (Hamny et al, 2010). Ovarium berfungsi menghasilkan gamet betina, sel telur (ovum), dan memproduksi hormon seks kelamin betina, yaitu estrogen dan progresteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel yang telah masak, sedangkan progresteron dihasilkan oleh corpus luteum. Spesies mamalia berdasarkan jumlah keturunan per kelahiran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu monotocous dan polytocous. Monotocous merupakan hewan yang memiliki jumlah anak satu tiap satu kali kelahiran. Politocous merupakan hewan yang memiliki jumlah anak



lebih dari satu tiap satu kali kelahiran (Ahn, 2014). Sjahfirdi et al., (2013) Estrogen berpengaruh terhadap siklus ovulasi. Saat terjadi masa subur hormone estrogen mencapai kadar maksimal dan menurun drastis kemudiaan saat itu hormon proresteron akan naik. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil bahwa panjang ovarium adalah 6 cm. Sjahfirdi et al., (2013) ovarium memiliki ukuran panjang 4 cm, lebar 3 cm dan tinggi 2 cm. Panjang ovarium hasil pengukuran saat praktikum berada diatas kisaran normal panjang ovarium yang disebutkan dalam literature. Sjahfirdi et al., (2013) panjang ovarium sapi dipengaruhi oleh umur dan bangsa sapi. Sapi yang umurnya lebih dari 4 tahun ovariumnya lebih panjang dibanding dengan umur yang lebih muda. Tebal ovarium dipengaruhi oleh bangsa dan umur ternak dan juga status reproduksi induk (Ismaya, 2014).



Ovariu



Gambar 1. Ovarium Oviduk. Oviduk merupakan saluran yang menghubungkan antara ovarium dengan cornue uteri. Oviduk berfungsi untuk menghantarkan sperma menuju tempat fertilisasi. Oviduk pada sapi berjumlah sepasang (kanan dan kiri). Oviduk terbagi menjadi infundibulum, ampulla, isthmus dan uterie tubal junction (Mondejar, 2012). Infundibulum merupakan silia (rambut getar) yang berfungsi untuk menangkap sel telur yang diovulasikan dari ovarium menuju oviduk (Campbell, 2002).



Infundibulum berhubungan langsung dengan bagian oviduk yang menebal disebut ampulla. Panjang ampulla setengah dari oviduk, dengan diameter relatif cukup besar dan mukosa epitel bersilia seperti pakis. Ampulla bergabung dengan istmus yang disebut dengan ampulla istmus junction. Hubungan ini berfungsi untuk mengontrol ovum yang telah dibuahi saja. Istmus berhubungan langsung dengan cornue uteri dan memiliki diameter yang lebih kecil dengan dinding muscular yang lebih tebal disbanding ampulla. Titik penghubung antara istmus dan cornue uteri disebut uteri tubal junction. Oviduk mempunyai penggantung yang disebut mesosalpink (Campbell, 2004). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh panjang oviduk adalah 19 cm. Ismaya, (2014) menyatakan oviduk berkelok-kelok dari area ovarium sampai pada ujung uterus dengan panjang 15 sampai 25 cm dan digantung oleh broad ligament. Hal ini menunjukkan bahwa panjang oviduk pada saat praktikum termasuk kedalam kisaran normal yang telah disebutkan literature. Panjang oviduk menurut Ismaya (2014) dipengaruhi oleh umur ternaknya. Sedangkan menurut Manurung et al., (2013) panjang oviduk dipengaruhi oleh pemberian pakan dan dapat dipengaruhi oleh frekuensi produksi telur relatif cepat. Ovidu



Gambar 2. Oviduk Uterus. Uterus adalah organ tebal dan berotot yang dapat mengembang selama kehamilan untuk menampung fetus. Lapisan bagian dalam uterus, endometrium, dialiri oleh sangat banyak pembuluh darah



(Campbell,



2002).



Otot



uterus



terdiri



dari



jaringan



ikat



dan



glycosaminoglycans, pada bagian fundus dan corpus uterus jumlah dominan



sedangkan



semakin



kearah



serviks



jumlahnya



semakin



berkurang. Pertumbuhan dan perkembangan otot uterus pada saat hamil akan dikendalikan oleh hormon estrogen dan prostaglandin, namun dihambat oleh progesteron dan prostaglandin inhibitor, disamping itu perkembangannya



dikendalikan



oleh



pembesaran



uterus



yang



mempunyai sifat elastis, sehingga saat uterus bertambah besar tidak akan terjadi peningkatan tekanan intrauteri, dengan demikian tumbuh kembang uterus saat hamil tidak akan menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim (Manuaba, 2003). Uterus digantung oleh ligamentum (mesometrium) yang bertaut pada dinding ruang abdomen dan ruang pelvis. Berdasarkan bentuknya, uterus dibagi menjadi uterus bicornus, uterus bipartidus, uterus simplex dan uterus duplex. Uterus bicornus mempunyai bentuk cornu uterus sangat panjang tetapi corpus sangat pendek, uterus jenis ini terdapat pada babi. Uterus bipartitus mempunyai bentuk terdapat satu dinding penyekat yang memisahkan kedua cornu dan corpus uteri cukup panjang. Uterus jenis ini terdapat pada sapi. Uterus duplex mempunyai bentuk terdapat dinding penyekat pada serviksnya. Uterus jenis ini terdapat pada tikus, kelinci marmot dan binatang kecil lainnya. Uterus simplex berbentuk seperti buah pir. Uterus jenis ini terdapat pada manusia dan primata (Hardjoprajantoto, 1995).



Gambar 3. Macam-macam uterus Plasenta adalah sistem yang terdiri dua komponen, yatu selaput ekstra embrionik dan selaput lendir rahim yang berintegrasi menjadi satu kesatuan untuk keperluan pertukaran timbal balik faali antara induk dan fetus. Berdasarkan bentuknya, plasenta dibagi menjadi plasenta difusa, plasenta kotiledonaria, plasenta zonaria, dan plasenta diskoidalis. Plasenta difusa merupakan plasenta yang vili-vilinya tersebar secara merata diseluruh



permukaan



chorion. Vili-vili tidak begitu dalam



menembus endometrium yang bersifat nondesiduata. Plasenta jenis ini terdapat pada babi dan kuda. Plasenta kotiledonaria adalah plasenta yang pada beberapa tempat permukaan endometrium terdapat pori-pori halus yang menyerupai bunga karang. Ruminansia merupaka hewan yang memiliki jenis plasenta seperti ini. Plasenta zonaria adalah plasenta yang memiliki chorion yang mirip seperti ikat pinggang. Contoh plasenta yang memiliki jenis plasenta seperti ini adalah pada golongan karnivora. Plasenta diskoidalis adalah tipe plasenta yang memiliki vili-vili yang berbentuk cakram dan terdapat pada rodentia dan primata (Sulaiman et al., 2003).



Gambar 4. Macam-macam plasenta Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh data panjang corpus utery adalah 9,5 cm dan panjang cornue utery 19 cm. Uterus menurut Ismaya (2014) terdiri dari 3 bagian, yaitu cevix utery, corpus utery, dan cornua utery. Corpus utery mempunyai dua cabang disebut koruna kanan dan kiri. Peters dan Ball (1995) menambahkan bahwa uterus mempunyai ukuran panjang 25 sampai 35 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2,5 cm. Corpus utery memiliki panjang sekitar 5 cm. Cornue utery panjangnya 20 sampai 40 cm (Peters dan Ball, 1995) cit.,(Ismaya, 2014). Hal ini menunjukan bahwa panjang corpus utery dan cornue utery tidak sesuai dengan literature. Panjang corpus utery berada diatas kisaran normal, sedangkan cornue utery dibawah kisaran normal. Perbedaan panjang cornue dipengaruhi oleh umur induk dan bangsa sapi (Peters dan Ball, 1995).



Cornue



Corpu



Serviks



Gb. 5 Uterus Serviks. Seviks dikenal pula sebagai leher serviks. Serviks adalah suatu bulatan urat yang kuat yang menghubungkan vagina dan uterus. Jamalia (2006) menyatakan bahawa fungsi serviks adalah mengisolasi uterus dari lingkungan luar selama kebuntingan dengan membentuk barrier berupa mucus yang sangat kental. Serviks terletak dibelakang corpus uteri. Serviks pada sapi dan domba berfungsi sebagai barrier transport sperma, namun tidak halnya pada kuda dan babi. Perubahan serviks pada kuda sangat mencolok dibandingkan dengan hewan lainnya. Serviks atau leher uterus berdinding tebal karena berotot dan banyak mengandung serabut elastik. Mukosa-submukosa membentuk lipatan primer tinggi dan berlanjut dengan lipatan sekunder dan tersier. Serviks pada sapi betina terdapat empat lipatan melingkar dan 15 sampai 25 lipatan memanjang, masing-masing mengandung lipatan sekunder dan tersier. Lipatan tersebut sering memberikan kesan salah pada struktur kelenjar. Kelenjar uterus tidak menjulur dalam Serviks pada kebanyakan spesies, dan elemen kelenjar yang terdapat pada serviks kebanyakan bersifat musigen. Ismaya (2014) serviks membuka saat terjadi berahi. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh data serviks uteri memiliki panjang 6 cm dengan lebar 3 cm. Ismaya (2014) menyatakan bahwa serviks pada ternak sapi jumlahnya adalah satu buah, strukturnya adalah tebal, kenyal berbentuk bulat memanjang berukuran



panjang 8 sampai 10 cm , lebar 3 sampai 5 cm dengan tebal 2 sampai 3 cm. Hal ini menunjukkan bahwa panajng dan lebar serviks sesuai dengan literature. (Ismaya, 2014). Besarnya ukuran tersebut dipengaruhi oleh bangsa, umur, dan status reproduksinya



Servik



Gambar 6. Serviks Vagina. Vagina merupakan alat reproduksi paling belakang setelah vulva. Vagina bagian anterior merupakan tempat deposisi sperma saat kawin secara alami pada sapi dan kerbau. Keadaan didalam vagina adalah dalam suasana asam, sehingga apabila spermatozoa yang segera masuk ke serviks akan aman dan mampu hidup lebih aman dan lebih lama. Vagina memiliki bentuk tubulus, dengan dinding yang tipis dan relatif elastik. Vagina berfungsi sebagai organ kopulasi. Vagina merupakan tubulo-muskulo membran yang terbentang mulai dari vulva ke arah uterus dan berada antara vesika urinaria dan rektum. Secara embrional, bagian atas vagina dibentuk oleh duktus muller sedangkan bagian bawahnya berasal dari sinus urogenitalis yang menjadi tempat permuaraan uretra yang disebut vestibulum. Dinding depanya langsung berhubungan dengan vesika urinaria dan uretra, hanya dipidahkan oleh jaringan ikat (Manuaba, 2003). Betina yang masih dara dapat ditemukan sebuah lipatan yang membentuk batas antara bagian depan vagina dengan vestibulum yang disebut hymen. Diverticulum suburethralis merupakan merupakan kantong



buntu yang terletak pada bagian bawah dari permuaraan uretra. Batas antara vagina dan vestibulum vaginae ditandai dengan jelas oleh permukaan uretra yang disebut dengan orificium urethra externum. Vagina dibagi kedalam dua bagian, yaitu portio vaginalis cervices dan vestibulum (Hardjoprajantoto, 1995). Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh panjang vagina adalah 22 cm. yang terdiri dari panjang vestibulum 7 cm dan panjang



portio



vaginalis



cervices



15



cm.



Hardjopranjoto



(1995)



menjelaskan bahwa panjang vagina berkisar antara 17 sampai 25 cm bila tidak bunting, dan terbagi ke dalam 12 sampai 18 cm portio vaginalis cervices dan 5 sampai 7 cm vestibulum. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang di peroleh saat praktikum telah sesuai dengan literatur. Ismaya (2014) perbedaan ukuran panjang vagina dipengaruhi oleh umur/berat tubuhnya, bangsa, berapa kali melahirkan, dan status reproduksinya.



Portio vaginalis Vestibulu m



Gambar 7. Vagina Vulva. Vulva menurut Ismaya (2014) merupakan bagian terluar dari alat reproduksi betina. Saat berahi vulva tampak bengkak, basah, dan berwarna merah. Vulva pada sapi terletak diluar tubuh sebagai outer lips (labia) dari sistem urogenital. Vulva terdiri dari labia mayor dan labia minor. Labia mayor berada pada bagian dalam sedangnkan labia minor berwarna hitam dan di tumbuhi bulu. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, di peroleh data panjang vulva 7 cm. Ismaya (2014) ukuran vulva pada sapi dewasa



adalah 8 sampai 12 cm. Hal ini menunjukkan bahwa hasil praktikum berada dibawah kisaran normal panjang vulva yang disebutkan oleh literature. Perbedaan ukuran pada vulva dipengaruhi oleh umur, bangsa, dan status reproduksinya.



Labia Labia



Gambar 8. Vulva Klitoris. Klitoris adalah organ reproduksi betina untuk mencapai orgasme (Mangku, 2008). Klitoris terletak pada ujung depan vestibula yang terdiri atas batang pendek yang menyokong sebuah glans atau kepala yang bundar, dan ditutupi oleh tudung kulit kecil yaitu preputium. Selama proses rangsangan seksual klitoris, vagina dan labia minora dipenuhi dengan darah dan membesar. Tubuh klitoris sebagian besar terdiri dari jaringan erektil. Klitoris merupakan salah satu titik paling sensitif dalam perangsangan seksual (Campbell, 2004).



klitori



Gambar 9. Klitoris



Siklus Estrus. Siklus estrus adalah siklus pemasakan telur yang terjadi pada kebanyakan mamalia. Hewan yang mengalami siklus estrus, selama satu siklus hewan betina siap menerima hewan jantan untuk kawin hanya dalam waktu yang singkat, yaitu pada masa ovulasi. Dinding saluran reproduksi pada akhir siklus estrus tidak mengalami disintegrasi dan tidak luruh sehingga tidak ada pendarahan. Siklus estrus terdiri dari proestrus, estrus, menestrus dan diestrus. Proestrus adalah siklus dimana terjadi perubahan tingkah laku betina menjadi sedikit gelisah, alat kelamin luar mulai memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan peredaran darah didaerah ini. Serviks mulai merelaks dan kelenjarkelenjar lumen serviks mulai memproduksi lendir. Betina masih menolak pejantan yang datang. Saat proestrus, estrogen diproduksi seiring dengan perkembangan folikel di ovarium. Karena aktivitas estrogen menyebabkan proliferasi sel-sel epitel vagina, maka gambaran ulasan vagina pada fase ini ditandai dengan keberadaan sel-sel epitel berinti (Busman et al., 2013). Estrus adalah siklus dimana sapi betina siap menerima pejantan untuk dikawini. Betina juga menunjukkan perubahan tingkah laku seperti gelisah, pangkal ekor terangkat sedikit atau digerak-gerakkan, sapi betina sering kali memperlihatkan perubahan warna pada vulva, seperti bengkak, kemerahan dan sedikit lebih panas. Hormon estrogen menyebabkan peningkatan mitosis dan proliferasi sel-sel epitel dan proses pertandukan pada sel-sel epitel permukaan. Konsentrasi estrogen yang tinggi pada saat estrus mengakibatkan penebalan dinding vagina dan mengakibatkan sel-sel epitel mengalami pertandukan dan terlepas dari dinding epitel vagina. Sel-sel pertandukan terlihat dominan pada hasil ulas vagina (Busman et al., 2013). Menestrus adalah fase dari siklus estrus yang berlangsung selama 1 sampai 2 hari, saat dimana uterus mempersiapkan diri untuk kebuntingan dan corpus luteum terbentuk, serta mulai menghasilkan progesteron, didalam ovarium terjadi pembentukan corpus hemoragikum pada folikel de Graaf yang baru saja melepaskan ovum. Banyak leukosit



muncul dalam lumen vagina dengan sedikit sel-sel superfisial (Karlina, 2003). Fase ini gejala estrus masih terlihat tetapi hewan betina menolak pejantan untuk kopulasi. Tanda-tanda yang muncul pada fase ini adalah ovum telah diovulasikan dan telah berada dalam tuba fallopi, serviks telah menutup dan sekresi cairan serviks berubah jadi cair menjadi lebih kental. Diestrus adalah fase akhir dari siklus estrus dan berlangsung selama 15 sampai 17 hari. Permulaan fase diestrus korpus hemoragikum mengkerut karena dibawah lapisan hemoragik ini tumbuh sel-sel kuning yang disebut luteum. Fase ini ternak terlihat tenang, kelenjar endometrium berdegradasi tinggal kelenjar permukaan yang pendek (Isnaeni, 2006). Fase diestrus ini terjadi penurunan jumlah sel-sel superfisial pada preparat vaginal smear dan mulai munculnya sel-sel parabasal yaitu sel epitel terkecil yang dapat ditemukan pada vaginal smear dengan bentuk bulat atau agak bulat. Sel-sel parabasal mempunyai inti yang besar, selain itu juga dapat ditemukan adanya sel-sel intermediet yang mempunyai bentuk beragam dan ukurannya biasanya dua sampai tiga kali lebih besar dari sel parabasal (Karlina, 2003).



Gambar 10. Siklus estrus (Indira, 2014) Penyakit pada reproduksi betina. Gangguan yang terjadi pada organ reproduksi betina adalah infeksi. Infeksi merupakan gangguan pada sistem reproduksi yang disebabkan oleh bakteri. Salah satunya adalah endometritis,



merupakan



peradangan



pada



endometrium



karena



kontaminasi bakteri saat puerpurium. Gejala yang ditimbulkan adalah keluarnya lendir jernih keputihan hingga kuning yang berlebihan. Uterus mengalami



pembesaran



dan



dalam



jangka



waktu



pendek



akan



menurunkan kesuburan (Mulyadi et al., 2007). Piometra merupakan penggumpalan sejumlah eksudat purulen dalam lumen uterus (rongga rahim) dan adanya korpus luteum persisten pada salah satu ovariumnya. Korpus luteum mengalami persistensi mungkin karena adanya isi uterus abnormal, menyebabkan hambatan pelepasan prostaglandin dari endometrium atau menahan prostaglandin dalam lumen uterus. Gejala yang timbul meliputi leleran vagina puluren (kekuningan), sape anestrus. Penanganan medisnya yaitu dengan kombinasi pemberian antibiotik dan hormon prostaglandin (Ratnawati, 2007). Vaginitis merupakan peradangan pada vagina, biasanya sebagai penjalaran dari metritis dan pneumovagina atau dapat disebabkan oleh tindakan penanganan masalah reproduksi yang tidak tepat seperti tarikan paksa/fetetomi. Penyebab vaginitis diantaranya virus IBR-IPV dan penyakit-penyakit kelamin. Tanda-tanda vaginitis bervariasi, mulai dari leleran lendir keruh dan hiperemia mukosa (mukosa kemerahan) vagina disertai pengejanan terus menerus dan septikema. Penanganan kasus vaginitis ini ditujukan untuk menghilangi iritasi, menghentikan pengejanan dengan anestesi epidural, koreksi operatif dari defek vulva dan urovagina serta pengobatan antibiotik sistemik (Ratnawati, 2007). Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidaak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. Keadaan anesrus dapat disebabkan karena gangguan hormon, kekurangan nutrisi, genetik dam ovulasi yang tertunda (Ratnawati, 2007).



KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa alat reproduksi betina secara anatomi terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina, dan vulva. Hasil menunjukkan ada dua ukuran alat reproduksi yang bersifat korelasi terhadap literature. Organ reproduksi yang sesuai dengan literature adalah oviduk dan seriviks. Sedangkan organ yang tidak sesuai adalah ovarium, corpus, cornue, vulva. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran organ reproduksi adalah umur ternak, faktor genetik, dan faktor lingkungan.



Daftar Pustaka Ahn Hyeonju, Kyu Won Kim, Hyeon Jeong Kim, Seoae Cho, and Heebal Kim. 2014. Differential evolution between monotocous and polytocous specie. Seoul National University. Korea Selatan. Bearden,



H.Joe;John W. Fuquay;Scott T.Willrad. Applied Animal Reproduction. 2004. Mississippi State University. New Jersey.



Busman, H dan Biomed M,. 2013. Histologi ulas vagina dan waktu siklus estrus masa subur mencit betina setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki. Universitas Lampung. Lampung Campbell J.R., Douglas M. K., Karen L.C. 2003. Animal Science. Wafeland Press. America Hamny, S. Agungpriyono, I. Djuwita, W.E.Prasetyaningtyas, dan I. Nasution. 2010. Karakteristik Histologi Perkembangan Folikel Ovarium Fase Luteal pada Kancil (Tragulus javanicus). Vol 11. No 1. Hardjoprajantoto, Soehartojo. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya. Indira P.N., Kustono and Ismaya. 2014. The profile of vaginal temperature and cytological of vaginal smear in Bali cattle during estrus eyclus phase. Gadjah Mada University. Yogyakarta Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi dan Kerbau. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jamalia, Rifka. 2006. Anatomi dan Morfologi Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia. IPB. Bogor. Karlina Yeni. 2003. Siklus estrus dan struktur histologi ovarium tikus putih setelah pemberian alprazolam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Manuaba, I. B. G. 2007. Pengantar Kuliah Obstertetri. EGC. Jakarta Manurung, Tridesfia Lestari; Koen Praseno; Tyas Rini Saraswati. 2013.Panjang Dan Bobot Oviduck Setelah Pemberian Tepung Kunyit Dan Tepung Ikan Pada Puyuh ( Cortunix cortunix japonica). Mondejar, I., OS Acun a, MJ Izquierdo-Rico, P Coy and M Avile´. 2012. The Oviduct: Functional Genomic and Proteomic Approach. Peters,A.R; PJ.H. Ball. 1995. Reproduction In Cattle. Ratnawati, D., W C Pratiwi., L. Affandy. S., 2007. Petunjuk teknis penanggulangan gangguan reproduksi pada Sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.



Sitasiwi, Agung Janika. 2003. Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17-β dan Tebal Endometrium Uterus Mencit (Mus musculus l.) selama Satu Siklus Estrus. Sjahfirdi,Luthfiralda, Putri Krida Gita P, Pudji Astuti, dan Hera Maheshwari. 2013. Pemeriksaan Profil Hormon Progesteron Selama Siklus Estrus Tikus (Rattus Norvegicus) Betina Menggunakan Perangkat Inframerah The Examination Of Progesterone Hormone Profile On Female Rats (Rattus Norvegicus) Throughout Estrous Cycle By Infrared Spectroscopy. Sulaiman, S., D Martaadisoebrata, F F, Wirakusuman. 2003. Obsteri Patologi. Penerbit Buku Kedikteran EGC. Jakarta