Angina Ludwig [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



ANGINA LUDWIG



Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMH Palembang



Oleh: Alma Pradifta, S.Ked



04084822225188



Pembimbing: dr. Vidi Orba Busro, SpPD, K-GEH



DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2022



HALAMAN PENGESAHAN



Judul Telaah Ilmiah



Angina Ludwig



Oleh:



Alma Pradifta, S.Ked 04084822225188



Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 28 Februari 2022 – 21 Mei 2022



Palembang, April 2022 Pembimbing



dr. Vidi Orba Busro, SpPD, K-GEH



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Angina Ludwig” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian referat ini, terutama kepada yang terhormat dr.Vidi Orba Busro, SpPD, K-GEH atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam pembuatan referat. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan. Akhir kata, semoga referat ini membawa manfaat bagi banyak pihak dan semoga Tuhan senantiasa memberkati segala usaha kita.



Palembang, Maret 2022



Penulis



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................



i



HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................



ii



KATA PENGANTAR .........................................................................................



iii



DAFTAR ISI ........................................................................................................



iv



DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................



v



BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................



2



2.1 Definisi ................................................................................................



2



2.2 anatomi dan fisiologi ..........................................................................



2



2.3 epidemiologi.....................................................................



4



2.4 Etiologi dan Faktor Risiko ...................................................................



5



2.5 Patofisiologi .........................................................................................



6



2.6 Gejala Klinis ........................................................................................



5



2.7 Diagnosis .............................................................................................



7



2.8 diagnosis banding ................................................................................



10



2.9 Komplikasi...........................................................................................



13



2.10 Pencegahan ........................................................................................



14



2.9 tatalaksana............................................................................................



13



2.9 komplikasi............................................................................................



14



2.10 Prognosis ...........................................................................................



11



2.11 Kompetensi ........................................................................................



12



BAB III KESIMPULAN .....................................................................................



13



DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................



15



iv



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m. stylossus ............................................................................................................................ 3 Gambar 2. Anatomi dari ruang submandibular ................................................................ 4 Gambar 3. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik.2 ..................... 8 Gambar 4. Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig. .................................. 9



BAB I PENDAHULUAN Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici merupakan selulitis diffusa yang potensial mengancam nyawa yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan menyebabkan obstruksi progresif dari jalan



nafas.



1



Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hiod dan milohiodeus.2 Angina



Ludwig



ditandai



dengan



demam,



dispnea,



disfagia



akibat



pembengkakan pada lantai mulut dan leher. Pada beberapa instansi, angina ini berkembang akibat komplikasi dari infeksi odontogenik dari gigi molar kedua dan ketiga.



Pada



pemeriksaan



mikrobiologi,



angina



Ludwig



diakibatkan



oleh polimikroba, baik gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob. Biasanya angina ini disebabkan oleh Streptokokus spp, Stafilokokus aureus, Prevotella spp, dan Porfirimonas spp.2 Angina Ludwig banyak terjadi pada pasien imunokompromise,namun dapat terjadi pada orang yang sehat. Faktor predisposisinya berupa karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah. Selain itu penyakit



sistemik



seperti diabetes



melitus,



neutropenia,



aplastik



anemia,



glomerulositis, dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina Ludwig. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada usia 12 hari –84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1 sampai 4:1). Angka kematian akibat angina Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%.3,4 Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, pencegahan dan tatalaksana angina ludwig.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Angina Ludwig atau phlegmon dasar mulut merupakan selulitis diffusa yang potensial mengancam nyawa yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan menyebabkan obstruksi progresif dari jalan nafas. penyakit ini termasuk dalam kelompok penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris).1,2 Istilah "angina" berasal dari kata Latin untuk tersedak (angere) dan kata Yunani untuk mencekik (ankhone). Dalam kasus angina Ludwig mengacu pada perasaan tercekik dan tersedak sekunder untuk obstruksi jalan napas lingual, yang merupakan komplikasi potensial yang paling serius dari ini angina Ludwig.3 Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar



mulut



serta



kedua



ruang



submandibularis



(sublingualis



dan



submaksilaris).ditandai dengan area pembengkakan di dasar mulut, lidah, dan daerah submandibular, yang memiliki komplikasi dapat menyebabkan hingga kematian pasien.2



2.2 Anatomi dan Fisiologi Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.2,4 Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar. Infeksi dari gigi molar dan premolar pertama sering berhubungan dengan ruang submandibular karena apeks akar dari gigi molar dan premolar berada



2



3 di superior otot mylohiod.5 Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal. 2



Gambar 1. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m. stylossus



Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan. 2,6 Struktur lain yang terletak diruang sublingual adalah saluran wharton, kelenjar ludah sublingual dan saraf hypoglossal, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa angina ludwig menyebabkan elevasi lantai mulut dan pembengkakan pada daerah submandibular dan submental 2,6



4



Gambar 2. Anatomi dari ruang submandibular



2.3 Epidemiologi Insiden angina Ludwig tidak diketahui secara pasti, namun ditemukan menunjukkan bahwa kejadian Angina Ludwig semakin menurun. Sebuah studi menunjukkan bahwa angka kejadian Angina Ludwig berkisar 4-8% dari seluruh infeksi jaringan lunak leher. Umunya, pasien berusia antara 20-60 tahun, tetapi ada yang melaporkan kasus ini terjadi pada rentang usia 12 hari sampai 84 tahun. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 3:1 atau 4:1. Angina Ludwig juga dapat terjadi pada anak tanpa faktor risiko yang jelas.



6,7,8



Mortalitas angina



Ludwig sebelum ditemukannya antibiotik, diperkirakan 50-60% pasien mengalami kematian akibat sepsis. Pasien juga bisa mengalami mortalitas akibat asfiksia karena obstruksi atau kompresi jalan napas. Dengan manajemen jalan napas yang cepat dan terapi antibiotik, bersama dengan pencitraan canggih dan prosedur bedah, angka kematian telah menurun menjadi sekitar 8%.7,9



5



2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi dari Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi yang berasal dari gigi geligi, tetapi dapat juga terjadi sebagai akibat proses supuratif nodi limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris. Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada di atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular. Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari gigi premolar pada umumnya terletak dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi yang berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular.2,6 Angina Ludwig yang paling sering ditemukan adalah gabungan dari bakteri aerob dan anaerob, termasuk flora normal rongga oral. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan Angina Ludwig adalah Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Pada frekuensi yang lebih rendah, sekitar 7%, dilaporkan terjadinya Angina Ludwig karena bakteri Group A Streptococcus beta hemolytic. Beberapa penyebab infeksi lain yang pernah dilaporkan menyebabkan Angina Ludwig adalah Bacteroides, Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus, dan Enterobacter aerogenes.7,9,10 Beberapa studi pernah melaporkan adanya Angina Ludwig yang disebabkan oleh organisme yang lebih jarang seperti Proteus, Pseudomonas, Escherichia coli, Haemophilus influenzae, Neisseria catarrhalis, Borrelia vincenti, dan Morganella morganii.6 Faktor risiko Angina Ludwig terutama adalah pada keadaan yang mudah menyebabkan



terjadinya infeksi seperti higienitas oral



yang buruk, karies



dentin, diabetes melitus, penyalahgunaan obat-obat intravena, dan alkoholisme. Higienitas oral yang buruk ditemukan pada 75-95% kasus. Pasien dengan imunokompromais



seperti



pengguna



steroid



jangka



panjang,



infeksi HIV dan malnutrisi juga dapat menyebabkan infeksi angina ludwig lebih mudah terjadi.7,11



6 2.5 Patofisiologi Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan sub mandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan flora normal pada mulut.2 Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig yaitu Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat, termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif lainnya yang berhasil



diisolasi



yaitu



Fusobacterium



nucleatum,



Aerobacter



aeruginosa,



spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium species. Bakteri gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species, Escherichia coli, Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp2.12 Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada di atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular.Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari gigi premolar pada umumnya terletak dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi yang berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular.8 Sebuah infeksi dengan cepat menyebar dari ruang submandibula,sublingual dan submental dan menyebabkan pembengkakan dan elevasi lidah dan indurasi berotot dari dasar mulut.Ruang potensial terjadinya peradangan selulitis atau Angina Ludwig adalah Ruang suprahiod yang berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hiod dan otot milohiodeus, peradangan pada ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah keatas dan belakang dan dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial. 13



2.6 Gejala Klinis Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, nyeri leher yang berat dan bengkak, demam, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot



7 potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi, kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria). Faktor predisposisi berupa karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah.2,14



2.7 Diagnosis Penegakan diagnosis angina ludwig berdasarkan manifestasi klinis. Pada pemeriksaan oral, elevasi dari lidah, terdapat indurasi besar di dasar mulut dan di anterior lidah, dan pembengkakan suprahioid. Biasanya terdapat edema submandibular bilateral. Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering disebut dengan bull’s neck appearance.2 Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius ini 2,3. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina Ludwig, yaitu:2 - Keterlibatan bilateral atau lebih ruang jaringan dalam - Gangrene yang



disertai



dengan



pus



serosanguinous,



putrid



infiltration tetapi sedikit atau tidak ada pus - Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar - Penyebaran melalui ruang fasial lebih jarang daripada melalui sistem limfatik



8



Gambar 3. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik.2



Adanya brawny induration di dasar mulut merupakan gejala klinis sugestif bagi klinisi



untuk melakukan



tindakan



stabilisasi jalan



nafas



dengan secepatnyadiikuti dengan konfirmasi diagnostik selanjutnya. Foto polos leher dan dada sering menunjukkan pembengkakan soft-tissue , adanya udara, dan adanya penyempitan saluran nafas. Sonografi telah digunakan untuk mengidentifikasi penumpukan cairan di dalam soft-tissue. Foto panorama dari rahang menunjukkan focus infeksi pada gigi.2



9



Gambar 4. Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig.



10 2.8 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik, karsinoma lingual, hematoma sublingual, abses kelenjar saliva, limfadenitis, selulitis, dan abses peritonsil..2



2.9 Tata Laksana Angina Ludwig pada kondisi yang parah memiliki dampak yang dapat berisiko mengancam jiwa pasien karena obstruksi saluran nafas akibat dari pembengkakkan sublingual dan submandibular atau pada tahap terakhir dari proses, penyebaran infeksi yang dapat menyebabkan mediastinitis, fasciitis nekrotikans atau sepsis. Dengan demikian, perawatan terfokus pada empat: pemeliharaan saluran napas, insisi dan drainase sesuai indikasi, terapi antimikroba.10,15 Angina Ludwig adalah infeksi polimikrobial campuran (aerob dan anaerob), pada orofaring sangat sering ditemukan streptokokus, stafilokokus, bacteroids, pseudomonas, B melaninogenicus dan peptostreptococcus. Penatalaksanaan Angina Ludwig yang paling utama adalah pemberian antibiotik spektrum luas untuk mengobati angina ludwig. Penisilin G 1,2 gram 4 kali sehari dengan metronidazol 400 mg intravena 3 kali sehari umumnya menjadi pilihan terapi antimikroba dalam pengobatan angina Ludwig. Dapat menggunakan sefalosporin, eritromisin atau klindamisin untuk terapi antimikroba alternatif untuk pasien alergi terhadap penisilin, dan antimikroba ini harus digunakan untuk mikroorganisme spesifik yang ada dalam infeksi. Selain itu pada kondisi tertentu diberikan kortikosteroid yang bertujuan untuk mengurangi pembengkakan saluran udara bagian atas.16,15,17 Pasien dengan Angina Ludwig seringnya membutuhkan bantuan untuk menjaga patensi jalan napas.Tatalaksana jalan nafas harus menjadi prioritas dalam tatalaksana pasien, karena penyebab utama kematian pada pasien angina ludwig adalah asfiksia karena obstruksi. pasien harus diperhatikan secara intensif pada tanda dan gejala obstruksi jalan napas. Kontrol saluran nafas dapat dilakukan melalui intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Intubasi endotrakeal pada pasien angina ludwig tidak dianjurkan karena karena terjadi perubahan anatomi, terutama akibat efek pendorongan. Selain itu, intubasi juga memiliki risiko perdarahan yang tinggi dan dapat menyebabkan edema jaringan lebih lanjut. Teknik intubasi nasal dengan serat optik fleksibel merupakan pilihan yang disarankan. Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang



11 tinggi karena dapat memvisualisasi pita suara dengan baik. Kelemahan teknik ini adalah terbatasnya visualisasi bila terdapat sekret pada rongga mulut. Bila intubasi dengan serat optik fleksibel tidak memungkinkan, pilihan lain adalah trakeostomi elektif dengan persiapan krikotiroidektomi atau trakeostomi emergensi bila ada indikasi.3,13 Terapi suportif pada angina ludwig dengan abses atau pasien yang tidak respons dengan pemberian antibiotik, dapat dipertimbangkan untuk menjalani tindakan pembedahan dan drainase abses. Tindakan pembedahan dilakukan oleh dokter bedah mulut atau dokter THT. Tahap insisi dan drainase diindikasikan untuk dekompresi ruang fasia dan evakuasi nanah. Pada beberapa kasus angina ludwig mungkin dibutuhkan eksekusi dari beberapa sayatan. Lokasinya dan ukuran sayatan akan tergantung pada anatomi ruang yang terlibat oleh infeksi. Biasanya, itu adalah diperlukan pemisahan lobus superfisial kelenjar submandibular dan divulsi dari otot milo-hyoid untuk dekompresi ruang fasia. Pembedahan sebaiknya hanya dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi konservatif 6,18,19 2.8 Komplikasi Angina Ludwig adalah selulitis progresif cepat yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang memerlukan intervensi segera. Setiap gejala saluran napas atau ketidakmampuan untuk menangani sekresi oral merupakan indikasi untuk intubasi elektif untuk mencegah kematian. Selain itu, pemantauan ketat diperlukan untuk menghindari perluasan selulitis ke area yang berdekatan, yang dapat menyebabkan mediastinitis atau selulitis leher. Ini juga dapat berkembang menjadi pneumonia aspirasi. Komplikasi yang paling berat dari Angina Ludwig adalah gagal napas akibat ketidakmampuan mempertahankan patensi jalan napas. Selain itu, komplikasi yang dapat



terjadi



adalah



infeksi



yang



meluas



menyebabkan



mediastinitis



dan selulitis nekrotikans pada leher. Pada beberapa kasus dilaporkan terjadinya pneumonia aspirasi, ruptur arteri karotis, tromboflebitis vena jugular internal, empiema, efusi perikardial, osteomielitis, abses subfrenik, dan efusi pleura. Terdapat juga laporan kasus bahwa pembengkakan yang terjadi pada leher menyebabkan hipersensitivitas reseptor sinus karotis.7,8



12 2.9 Pencegahan Edukasi dan promosi kesehatan mengenai Angina Ludwig perlu dilakukan termasuk mengenai kebersihan rongga rongga mulut. Infeksi gigi molar adalah penyebab paling sering dari Angina Ludwig, maka penyakit ini dapat dicegah dengan higienitas rongga mulut yang baik. Selain dari itu, pengendalian terhadap faktor risiko Angina Ludwig juga dapat mencegah timbulnya penyakit ini. Faktor risiko ini mencakup diabetes melitus, penyalahgunaan obat-obat intravena, dan alkoholisme.2,12 2.10



Prognosis



Prognosis angina ludwig sangat bergantung kepada proteksi segera jalan nafas dan pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. kematian melebihi 50% sebelum pengembangan antibiotik. Setelah perkembangan yang lebih baik dari terapi antibiotik, modalitas pencitraan, dan teknik bedah, angka kematian menurun hingga sekitar 8%. 20,21



2.11



Kompetensi



3A Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.22



BAB III KESIMPULAN Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat, potensial



menyebabkan



kematian,



yang



mengenai



ruang



sublingual



submandibular.2Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi



dan



odontogenik,



khususnya dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik oleh gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob.2,12 Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, disfagia, odinofagia, drooling , trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement , sianosis, dan “sniffing” position2. Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius



2, 3



. Foto polos leher dan



dada, sonografi, foto panorama, CT scan, dan MRI dapat membantu mendiagnosis angina Ludwig. Proteksi dari jalan nafas merupakan prioritas utama dalam tatalaksana awal pasien ini.2



13



DAFTAR PUSTAKA 1.



Ugboko V, Ndukwe K, Oginni F. Ludwig’s angina: an analysis of sixteen cases in a suburban Nigerian tertiary facility. African J Oral Heal. 2005;2(1–2).



2.



Lemonick DM. Ludwig’s angina: diagnosis and treatment. Hosp Physician. 2002;38(7):31–7.



3.



Nguyen VD, Potter JL, Hersh-Schick MR. Ludwig angina: an uncommon and potentially lethal neck infection. AJNR Am J Neuroradiol. 1992;13(1):215.



4.



Adams HB. Boies buku ajar penyakit THT. Rongga mulut dan faring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. 345–346 p.



5.



Roy WA. Atlas of Anatomy: General Anatomy and Musculoskeletal System. Phys Ther. 2006;86(6):891–891.



6.



Costain N, Marrie TJ. Ludwig’s angina. Am J Med [Internet]. 2011;124(2):115– 7. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2010.08.004



7.



Marcus BJ, Kaplan J, Collins KA. A case of Ludwig angina: a case report and review of the literature. Am J Forensic Med Pathol. 2008;29(3):255–9.



8.



Parker E, Mortimore G. Ludwig’s angina: a multidisciplinary concern. Br J Nurs. 2019;28(9):547–51.



9.



Kassam K, Messiha A, Heliotis M. Ludwig’s angina: the original angina. Case Rep Surg. 2013;2013.



10.



Jiménez Y, Bagán JV, Murillo J, Poveda R. Odontogenic infections. Complications. Systemic manifestations. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2004;9:143–7.



11.



Tami A, Othman S, Sudhakar A, McKinnon BJ. Ludwig’s angina and steroid use: a narrative review. Am J Otolaryngol. 2020;41(3):102411.



12.



Costain N, Marrie TJ. Ludwig’s angina. Am J Med. 2011;124(2):115–7.



13.



Chou Y-K, Lee C-Y, Chao H-H. An upper airway obstruction emergency: 14



15 Ludwig angina. Pediatr Emerg Care. 2007;23(12):892–6. 14.



Hartmann Jr RW. Ludwig’s angina in children. Am Fam Physician. 1999;60(1):109–12.



15.



Melo TAF de, Rücker T, Carmo MPD do, Irala LED, Salles AA. Ludwig’s angina: diagnosis and treatment. RSBO. 2013;10(2):172–5.



16.



Nogueira JSE, Silva CC, Brito KM. Angina de Ludwig: relato de casos clínicos. Rev Bras Cir Periodontia. 2004;2(5):6–14.



17.



Hutchison IL, James DR. New treatment for Ludwig’s angina. Br J Oral Maxillofac Surg. 1989;27(1):83–4.



18.



Zanini FD, Stefani E, Santos JC dos, Perito LS, Kruel NF. Angina de Ludwig: relato de caso e revisão do manejo terapêutico. Arq Catarin Med. 2003;32(4):21– 3.



19.



Freire Filho FWV, Freire ÉF, Melo MS de, Pinheiro DP, Cauby AF. Angina de Ludwig: relato de caso. RBC, Rev Bras Cir Periodontia. 2003;190–6.



20.



Moreland LW, Corey J, McKenzie R. Ludwig’s angina: report of a case and review of the literature. Arch Intern Med. 1988;148(2):461–6.



21.



Bansal A, Miskoff J, Lis RJ. Otolaryngologic critical care. Crit Care Clin. 2003;19(1):55–72.



22.



Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2019.