Referat Ludwig Angina [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL



REFERAT



Fakultas kedokteran Universitas



MEI 2019



Hasanuddin



ANGINA LUDWIG



OLEH: B. Ayu Adhitya Asys



C014172187



Muhammad Fakhri Marzuki



C014172188



Nurul Fatimah Binti Ramli



C014172190



Pembimbing residen dr. Subari Mokoagow



DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS HASANUDDIN 2019



LEMBAR PENGESAHAN



Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa: Nama



: B. AYU ADHITYA ASYS



C014172187



MUHAMMAD FAKHRI MARZUKI



C014172188



NURUL FATIMAH BINTI RAMLI



C014172190



Judul Referat



: ANGINA LUDWIG



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada waktu yang telah ditentukan.



Makassar, 23 Mei 2019



Pembimbing Residen,



dr. Subari Mokoagow



Pembimbing Supervisor,



Dr. dr. Muhammad Amsyar Akil. Sp. THT-KL (K)



2



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3 2.1 DEFINISI ....................................................................................................3 2.2 ANATOMI ..................................................................................................3 2.3 ETIOLOGI ..................................................................................................9 2.4 PATOGENESIS ........................................................................................10 2.5 GEJALA KLINIS .....................................................................................11 2.6 DIAGNOSIS .............................................................................................13 2.7 DIAGNOSIS BANDING ..........................................................................15 2.8 PENATALAKSANAAN ..........................................................................17 2.9 KOMPLIKASI ..........................................................................................18 BAB III KESIMPULAN .................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................21



3



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Potongan Axial Leher ........................................................................... 5 Gambar 2. Lapisan fascia servikalis profunda dari carotid sheath.......................... 5 Gambar 3. Potongan sagittal leher .......................................................................... 10 Gambar 4. Ruang submandibula ............................................................................. 12 Gambar 5. Ruang Submental ................................................................................. 12 Gambar 6. ruang visceral anterior .......................................................................... 13 Gambar 7. potongan axial dan batas abses leher dalam ......................................... 13 Gambar 8. Angina Ludwig...................................................................................... 16 Gambar 9. Foto polos lateral submandibular .......................................................... 19



4



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, adalah selulitis yang serius, berpotensi mengancam jiwa, atau infeksi jaringan ikat, dari dasar mulut, biasanya terjadi pada orang dewasa dengan infeksi gigi yang dibiarkan tidak diobati. Kondisi ini dapat menyebabkan obstruksi udara, sehingga memerlukan jalan udara yakni dengan trakeotomi.1 Angina Ludwig awalnya diberi nama oleh seorang dokter yang berasal dari Jerman, Wilhelm Friedrich von Ludwig yang pertama kali menggambarkan tentang kondisi penyakit ini di tahun 1836. Nama-nama lain dari penyakit ini adalah “Angina Maligna” dan “Morbus Strangularis”. Angina Ludwig sendiri tidak dapat disamakan dengan angina pectoris, yang juga dikenal dengan nama “angina”. Kata “angina” berasal dari kata ankhon, yang berarti mencekik, dimana angina Ludwig mengacu pada perasaan mencekik, bukan perasaan nyeri dada, meskipun mungkin ada nyeri dada pada angina Ludwig jika infeksi menyebar ke ruang retrosternal.1 Angina Ludwig merupakan infeksi bakteri yang berdifusi pada ruang sublingual, submandibular, dan submental, ditandai oleh kecenderungannya untuk menyebar dengan cepat ke jaringan yang berdekatan. Angina Ludwig menyebab sepanjang struktur wajah dan dapat meluas ke saraf, pembuluh darah, dan jaringan otot sekitarnya. Pada kebanyakan pasien dengan angina Ludwig, sumber asli infeksinya berupa odontogenik, umumnya abses gigi yang tidak terdiagnosis, otitis media,



sialadenitis,



penindikan



lidah,



atau



sialolithiasis



dari



kelenjar



submandibular. Beberapa artikel menyebutkan pada pasien pediatri dengan angina Ludwig berevolusi dari karies gigi multipel kronis.2



5



Infeksi leher dalam biasa ditemui pada anak maupun orang dewasa. Namun presentasi, progresifitas dan penatalaksanaannya sangat berbeda dalam dua kelompok usia tersebut. Keterlambatan dalam diagnosis, atau lebih buruk lagi, kesalahan diagnosis, dapat mengakibatkan terjadinya mediastinitis dan kematian. Bahkan di era antibiotic modern, telah dilaporkan angka kematian mencapai 40%.3 Obstruksi jalan napas dan penyebaran infeksi ke mediastinum adalah komplikasi yang paling sulit penanganannya dari infeksi ruang submandibular. Insisi dan drainase secara dini harus selalu dipertimbangkan pada pasien, bahkan dalam kasus-kasus yang tampaknya tidak kritis. Abses leher dalam masih dihubungkan dalam angka kesakitan dan kematian yang tinggi bila disertai komplikasi.3 Walaupun



biasanya



penyebaran



yang



luas



terjadi



pada



pasien



imunokompromise, angina Ludwig juga bisa berkembang pada orang yang sehat Faktor predisposisinya berupa karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah. Selain itu penyakit sistemik seperti



diabetes



melitus,



neutropenia,



aplastik



anemia,



glomerulositis,



dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina Ludwig. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada usia 12 hari - 84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada lakilaki (3:1 sampai 4:1). Angka kematian akibat angina Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik,serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%.3



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 DEFINISI Angina Ludwig adalah selulitis yang disebabkan oleh bakteri di dasar mulut yang dengan cepat menyebar ke struktur yang berdekatan di luar otot mylohyoid. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral). Penyakit ini membutuhkan perawatan segera dengan manajemen jalan napas, antibiotik intravena dan, kadang-kadang, drainase bedah. Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena edema dari jaringan suprahyoid.4 2.2 ANATOMI Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial diantara fascia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus paranasalis, telinga tengah, leher dan lainnya. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici (Ludwig’s Angina). Angina Ludwig terjadi akibat infeksi di ruang sublingual, submaksilar dan submental.5 Anatomi fascia leher dalam dan ruang-ruang potensial leher penting untuk menilai penjalaran infeksi dan menentukan penanganan yang tepat. Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fascia servikalis. Fascia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrosus yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial.5,6 Fascia servikalis terbagi menjadi; 5,6,7 1. Fascia servikalis superfisialis, terletak tepat di bawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan



7



berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Fascia servikalis superfisialis dan profunda dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. 2. Fascia servikalis profunda, mengelilingi daerah leher dalam dan terdiri dari tiga lapisan yaitu: a. Lapisan superfisial, lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebarkan ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus m. sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior. b. Lapisan media (pretrakea), terbelah dari lapisan selubung (superficial layer) ke m.sternocleidomastoideus. Lapisan ini berjalan dari superior ke anterior menuju laring, trakea dan hipofaring turun ke pangkal leher dan mediastinum untuk bergabung dengan aorta dan perikardium. Disebelah lateral membungkus m.omohyoideus, m sternohyoideus dan m.sternothyroideus serta membentuk sarung karotis. c. Lapisan profunda (prevertebra) terletak di posterior esophagus dan pembuluh darah besar leher membungkus korpus vertebra dan otototot prevertebra. Terbagi mejadi dua lapisan yaitu lapisan prevertebra yang terletak di anterior korpus vertebra mulai dari dasar tengkorak sampai coccygeus, dan lapisan alar yang terletak antara lapisan prevertebra dan lapisan viscera dari fascia servikalis media serta meluas dari dasar tengkorak sampai mediastinum. Ketiga lapisan fascia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks



8



Gambar 1. potongan axial leher



Gambar 2. lapisan fascia servikalis profunda dari carotid sheath



Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.6,7,8 1. Ruang yang terbentuk sepanjang leher:6,7,8



9







Ruang retrofaring, berada di antara faring, esophagus bagian depan dan lapisan alar bagian posterior







The danger space, terletak di posterior ruang retrofaring. Berisi jaringan ikat longgar sehingga resistensinya kecil terhadap penyebaran infeksi dan berjalan mulai dari dasar tengkorak hingga ke diafragma.







Ruang prevertebral, terletak diantara otot-otot prevertebral dan fascia prevertebral. Infeksi di sini dapat menerobos ke lateral atau inferior ke dalam mediastinum posterior.







Ruang visceral vascular, adalah ruang potensial dalam carotid sheath merupakan ruangan yang cukup tertutup, mengandung sedikit jaringan ikat dan resisten terhadap penyebaran infeksi. Ruangan ini berada mulai dari dasar tengkorak hingga ke medistinum dan menerima kontribusi dari seluruh tiga lapisan fascia profunda dan dapat menjadi tempat infeksi sekunder yang menyebar langsung dari ruang-ruang lain di leher.



Gambar 3. potongan sagittal; ruang potensial daerah sepanjang leher.



10



2. Ruang suprahioid (ruang yang berada di atas tulang hyoid):6,7,8 



Ruang parafaring, digambarkan berbentuk corong terbalik dengan dasarnya berada di dasar tengkorak dan apeksnya di hioid. Ruang parafaring berhubungan dengan beberapa ruang leher dalam termasuk submandibular, retrofaringeal, ruang parotis dan ruang mastikator.







Ruang peritonsil, dibentuk oleh kapsul dari tonsil palatina di medial, oleh otot konstriktor faring superior di sisi lateral dan pilar anterior tonsil di superior serta pilar posterior tonsil di inferior. Ruang ini mengandung jaringan ikat longgar terutama yang dekat dengan palatum mole yang menjelaskan mengapa mayoritas abses peritonsil berlokasi di pole posterior dari tonsil.







Ruang mastikator, dibentuk oleh lapisan superfisial dari fascia servikalis profunda dan membungkus masseter dibagian lateral dan m. pterigoid di medial. Ruang mastikator berhubungan langsung dengan ruang temporal di bagian superior di bawah zigoma







Ruang temporal, dibatasi di lateral oleh lapisan superfisial fasia servikalis yang melekat ke zigoma dan temporal ridge serta batas medialnya adalah periosteum tulang temporal. Ruang ini dibagi menjadi ruang superfisial dan profunda oleh m. temporalis.







Ruang parotis, berisi kelenjar parotis, kelenjar limfe parotis, nervus facialis dan vena fasialis posterior. Lapisan pembungkus memiliki bagian paling lemah di permukaan supero-medial menyebabkan adanya hubungan langsung ruangan ini dengan ruang parafaring







Ruang submandibula, terdiri dari ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksila. Ruang sublingual di anterolateral dibatasi oleh mandibula, superior oleh lidah, dan inferior oleh m. milohyoideus. Dalamnya terdapat kelenjar liur sublingual beserta duktusnya. Ruang submental di anterior berbatasan dengan fascia leher dalam dan kulit dagu, di superior berbatasan dengan m. milohyoideus anterior, inferior dengan os.hyoid dan di lateral berbatasan dengan m.digastrikus anterior. Di dalam ruang submental terdapat kelenjar limfe submental.



11



Ruang submaksila dibatasi di superior oleh m.milohyoideus dan m. hipoglossus, di inferior berbatasan dengan lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu, di medial dibatasi oleh m. digastrikus venter anterior, dan di posterior berbatasan dengan m. digastrikus venter posterior.



Gambar 4. ruang submandibula dibagi menjadi ruang suprahyoid dan infrahyoid oleh otot mylohyoid7



Gambar 5. ruang submental7



3. Ruang infrahyoid (ruang yang terletak di bawah tulang hyoid)6,7,8



12



Ruang visceral anterior, dibungkus oleh lapisan media dari fascia servikalis profunda dan mengandung kelenjar tiroid, esofagus dan trakea. Ruang potensial ini mulai dari kartilago tiroid hingga ke anterior dari mediastinum superior dan arkus aorta.



Gambar 6. ruang visceral anterior7



Gambar 7. potongan axial dan batas abses leher dalam7



13



2.3 ETIOLOGI Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan kasus angina Ludwig terbanyak disebabkan oleh odontogenik baik melalui infeksi dental primer, post ekstrasi gigi maupul oral hygiene yang kurang sebesar 90%. Sedang penyebab non-odontogenik meliputi sialadenitis, cedera mulut akibat serangan hebat, abses peritonsillar, limfadenitis, fraktur mandibula yang terinfeksi, gigitan serangga yang terinfeksi ke dagu, luka cukur yang terinfeksi, ranula yang terinfeksi, dan kista sebaceous yang terinfeksi pada dagu. Dari beberapa hasil penelitian juga menyebutkan beberapa kasus angina Ludwig penyebabnya tidak diketahui.9 Organisme penyebab yang lazim ditemukan seperti Streptococcus viridans, Staphylococcus epidermidis, Staphylococ- cus aureus, grup A betahemolytic Streptococcus (Streptococcus pyogenes), Bac- teroides, Fusobacterium, dan Peptostrepttococcus spesies. Hasil kultur kadang-kadang menunjukkan suatu Neisseria, Pseudomonas, Escherichia dan Haemophi- lus sp. Proporsi MethicillinResistant Staphylococcus Aureus atau MRSA terkait infeksi ruang leher dalam secara signifikan meningkat di beberapa wilayah Amerika Serikat. Suatu tinjauan retrospektif menyimpulkan bahwa MRSA lebih cenderung menginfeksi pasien dengan usia yang lebih muda, tapi abses dengan lokasi medial sangat kecil kemungkinannya untuk infeksi MRSA dan methicillin-sensitive Staphylococcus aureus.3



2.4 PATOGENESIS Angina Ludwig biasanya berawal dari selulitis di ruang submandibula yang kemudian menjadi fasciitis dan setelah itu menjadi infeksi supuratif. Hal ini terjadi akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Lebih 90% kasus adalah odontogenik, biasanya berasal dari infeksi pada gigi molar kedua dan ketiga. Akar dari gigi-gigi tersebut yang berpenetrasi ke garis mylohyoid (contohnya adalah abses atau infeksi gigi), memiliki akses langsung ke ruang submandibular yang merupakan tempat infeksi primer pada kebanyakan kasus.6,10,11



14



Sumber lain terjadinya infeksi adalah termasuk penyebaran lokal dari abses peritonsilar atau parotitis supuratif. Infeksi menyebar secara medial dibanding lateral karena sisi medial dari tulang periondotal lebih tipis. Ruang submandibula dibagi menjadi ruang sublingual di bagian superior dan ruang submaksila di bagian inferior oleh otot mylohyoid. Ketika terjadi infeksi di sini, penyebarannya berlaku dengan cepat karena terhubungnya kedua ruangan ini. Penyebaran infeksi awalnya ke ruang sublingual kemudian berlanjutan ke ruang submaksila. Hal ini menyebabkan



Angina



Ludwig



umumnya



ditemukan



bilateral



karena



penyebarannya bukan melalui sistem limfe. Infeksi juga dapat menjalar ke ruang parafaring dan ruang retrofaring.6,10,11 Infeksi biasanya adalah polimikrobial yang melibatkan flora mulut, organisme aerob dan anaerob. Mikroorganisme yang sering didapatkan adalah Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Enterococcus, Escherichia coli, Bacteroides, Actinomyces spp dan Pseudomonas. Dari hasil kultur, yang sering ditemukan adalah Streptococcus. Penyebab lain yang jarang adalah termasuk iatrogenic yaitu disebabkan tindakan frenuloplasty, fraktur mandibular, infeksi pada dasar mulut yang berasal dari keganasan pada mulut dan bisa juga pada kasus seperti migrasi tulang ikan.10, 11 Kebanyakan



kasus



Angina



Ludwig



terjadi



pada



pasien



yang



immunokompeten, namun ada beberapa faktor predisposisi penyakit ini seperti Diabetes Mellitus, HIV dan hipertensi. Diabetes adalah faktor predisposisi yang sering didapatkan pada kasus angina Ludwig. Selain itu terdapat juga faktor immunosupresi akibat dari penggunaan steroid lama dan malnutrisi.10,11,12



2.5 GEJALA KLINIS Pasien dengan Angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Daerah yang terinfeksi membengkak dengan cepat. Hal ini dapat menghalangi jalan napas atau mencegah dari menelan air liur. Gejala pertama dan paling penting yang akan ditunjukkan oleh pasien yang menderita Angina Ludwig adalah bahwa ia akan



15



menghadapi kesulitan bernafas. Hal ini terutama disebabkan oleh penyumbatan jalan nafas setelah infeksi menyebar sampai menginfeksi pipa angina.1 Pada orang yang mengalami Angina Ludwig selalunya mempunyai gejala klinis seperti odinofagia (nyeri saat menelan), dan disfagia (susah menelan). Pasien akan mengeluh sakit leher yang parah. Selain itu, trismus (sukar membuka mulut) juga bisa terjadi pada pasien Angina Ludwig. Angina Ludwig juga adalah terdapatnya selulitis pada ruang sublingual, submandibular dan submental. Apabila berlakunya infeksi lokal pada sekitar ruang sublingual, ini akan menyebabkan lantai mulut membengkak dan lidah mulai didorong ke atas dan belakang dan akan kelihatan benjolan atau massa pada bagian submandibullar dan sublingual.13,14 Apabila keadaan memburuk, lidah akan terdorong keatas dan belakang yang mampu menggangu jalan nafas pasien. Walaupun jarang terjadi, Angina Ludwig dapat menyebabkan gangguan jalan nafas. Dan jika berlaku gangguan jalan nafas, tindakan perubatan dan operasi secara cepat harus dilakukan. Gejala klinis ini harus diwaspadai adalah akan adanya gangguan berat pada jalan nafas. Suara pasien terdengar sangat tidak biasa dan menyerupai suara seseorang yang memiliki "hot potatoes" di mulut. Pasien juga akan lemah secara genetis dan menderita kelelahan yang berlebihan dan sering demam.13,14 Melalui pemeriksaan palpasi leher, kita mendeteksi sifat benjolan yang terdapat pada leher pasien. Infeksi leher dalam adalah sukar ditegakkan jika hanya diinspeksi dan dipalpasi secara eksternal. Ini karena terdapat jaringan lunak yang membaluti ruang leher. Pemeriksaan pada telinga penting untuk menyingkirkan penyebab lain. Nasofaringoskopi dapat digunakan untuk assesmen jalan nafas pada pasien. Dalam beberapa kasus Angina LUdwig, pasien juga ada mengeluh terdapat gangguan pedengaran. Hal ini mungkin karena infeksi telah menyebar ke bagian telinga.1,13,15



16



Gambar 8. Angina Ludwig 16 2.6 DIAGNOSIS Untuk mendiagnosis angina Ludwig dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 2.6.1



Anamnesis Pertanyaan yang penting ditanyakan pada pasien yang diduga Angina



Ludwig adalah memiliki riwayat ekstraksi gigi sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Pada pasien angina Ludwig biasanya datang dengan keluhan demam, bengkak pada leher, odinofagia, disfagia, sakit tenggorokan, dan penurunan intake oral. Gejala-gejala ini biasanya muncul selama kurang lebih 3-5 hari. Kadang disertai agitasi, batuk, dehidrasi, drooling, stridor, tortikolis, dan leher kaku. Hal penting yang perlu ditanyakan dalam riwayat penyakit termasuk durasi dan perkembangan gejala, infeksi saluran pernapasan atas yang terjadi sebelumnya, tindakan yang melibatkan leher misalnya: tindakan pada gigi, intubasi, terapi antibiotik sebelumnya, faktor risiko MRSA, dan kemungkinan immunocompromise.3 2.6.2



Pemeriksaan Fisik Dalam pemeriksaan fisik, pasien biasanya menunjukkan peningkatan



volume palpasi yang keras di daerah sublingual, submandibular secara bilateral dan submental, yang dapat meluas berkali-kali ke daerah suprahyoid, yang mengarah hingga ke dasar mulut dan jatuhnya lidah ke arah posterior dengan risiko penyumbatan saluran udara.3



17



2.6.3



Pemeriksaan Penunjang Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa



dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.17 2.6.3.1 Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. Selain itu, pemeriksaan kultur dan sensitivitas juga perlu dilakukan untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukanpemilihan antibiotik dalam terapi.17 2.6.3.2 Pemeriksaan Radiologi Sebelum adanya CT scan, infeksi leher dalam sukar untuk ditegakan dan sering didapat apabila sudah di stadium akhir. Dengan adanya radiografi, infeksi leher dalam dapat didiagnosis pada stadium awal dan memudahkan tatalaksana pengobatan pada pasien. Menurut Kalmovich et al. menyatakan gejala klinis pada pasien yang mempunyai abses dan mereka yang mempunyai selulitis tidak terlalu berbeda, dan memerlukan radiografi untuk menegakkan diagnosis. CT scan dengan kontras pada leher merupakan modalitas pengimejan standar untuk menilai adanya abses pada infeksi leher dalam.14 Pada kasus Angina Ludwig, terdapat cellulitis pada ruang submandibular dan sublingual. Modalitas radiografi yang dapat membantu untuk membedakan antara sellulitis dan abses adalah ultrasound dan juga CT scan. Ultrasound dan CT scan juga dapat membantu dalam mengenal pasti lokasi untuk jarum untuk pengambilan cairan dalam ruang submandibular dan sublingual. Untuk pengambilan cairan abses yang melibatkan lebih dari satu ruang, disarankan menggunakan CT scan.14 Pemeriksaan radiologi juga dievaluasi oleh ahli bedah atau dokter yang bertugas di Instalasi Gawat daruat untuk mengetahui tahap penyakit



18



tersebut. Berdasarkan ultrasound, jangkaan tahap gangguan jalan nafas pasien sewaktu pemberian anestesi. Pada anak-anak, ultrsound dapat digunakan untuk mengukur diameter subglotik dengan lebih tepat.18 Foto polos x-ray dari leher tidak terlalu membantu dalam menegakkan diagnosis Angina Ludwig. Tetapi jika tidak modalitas CTscan, foto polos dapat menunjukkan pembengkakan jaringan lunak di bagian leher. Foto polos juga membantu menentukan luas, lokasi abses dan struktur tulang yang terinfeksi.1



Gambar 9. A) Foto polos lateral menunjukkan pembengkakan pada submandibular dan panah menunjukkan cairan dan udara. (B) Gambaran CT scan aksial dengan kontras menunjukan cairan dan udara (*)19 2.6.3.3 Pemeriksaan Mikrobiologi Pada pasien yang diduga Angina Ludwig, akan dilakukan pemeriksaan kultur pus. Organisma penyebab utama terjadinya Angina Ludwig antaranya adalah streptococci, staphylococci, and anaerobies (Prevotella, Peptostreptococcus and Bacteroides). Infeksi yang berlaku karena faktor trauma odontologi bisa disebabkan oleh keduanya, anaerob dan aerob bakteri. Spesies Streptococcal adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi hingga terjadinya Angina Ludwig. Tatalaksana dengan menggunakan agen anti-bakteri seperti ampicilin-sulbaktam yang sesuai dengan staphylococci. Vanomycin bisa ditambahkan jika MRSA



19



dipertimbangkan



dan



peggunaan



antibakteri



spektrum



luas



mau



digunakan.14



2.7 DIAGNOSIS BANDING 2.7.1



Abses Parafaring Abses parafaring yaitu peradangan yang disertai pembentukan pus pada ruang parafaring. Ruang parafaring dapat mengalami infeksi secara langsung akibat tusukan saat tonsilektomi, limfogen dan hematogen. Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe, masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kalenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah.20 Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak rewel dan tidak mau makan dan minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri leher. Dapat timbul juga sesak nafas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat menimbulkan stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara. Pada dinding belakang faring tampak, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis.20



2.7.2



Abses Peritonsilar Abses peritonsilar merupakan penumpukan pus pada ruang peritonsil dan biasanya bersifat unilateral dan terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumberkan dari kalenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dan dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.20 Pada stadium permulaan, terdapat pembengkakan dan hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah itu menjadi lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akanmendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila berlanjutan , peradangan jaringan di sekitarnya akan



20



menyebabkan iritasi pada m. Pterigoid interna, menyebabkan timbulnya trismus.20 Gejala utama abses peritonsilar ialah nyeri tenggorokan. Selain itu, terdapat juga odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, otalgia (nyeri telinga), muntah, mulut berbau dan trismus (sukar membuka mulut). Selain itu, pasien juga mengalami pembengkakan pada kalenjar submandibula disertai nyeri tekan.20



2.7.3



Abses Retrofaring Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kalenjar limfa, masing- masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kalenjar ini menampung aliran limfa dan hidung, sinus paranasal nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahun, kalenjar limfa akan mengalami atrofi.18 Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus dan tidak mau makan atau minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak nafas karena sumbatan jalan nafas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonasi suara sehingga terjadi perubahan suara. Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis.18



2.8 PENATALAKSANAAN Angina Ludwig adalah satu kondisi buruk yang sangat progresif hingga meletakkan nyawa pasien dalam risiko bisa berlakunya obstruksi pada jalan nafas pasien karena bengkak pada submadibular dan sublingual selain infeksi yang dapat menyebabkan mediastinitis, dan sepsis. Oleh karena itu, tatalaksana pada pasien Angina Ludwig melibatkan empat yaitu: perbaikan jalan nafas, insisi dan drainase, pemberian terapi antimikrobial dan eliminasi infeksius.21



21



Perbaikan jalan nafas adalah perkara utama dalam tatalaksana Angina Ludwig, karena punca utama kematian pasien akibat dari Angina Ludwig adalah asfiksia. Pasien harus di follow up gejala obstruksi jalan nafas, seperti stridor dan penggunaan otot berlebihan untuk bernafas. Perbaikan jalan nafas bisa dilakukan dengan melakukan intubasi endotrakeal atau tracheostomi. Tracheostomi lebih disarankan berbanding intubasi endotrakeal. Ini karena intubasi endotrakeal mampu menyebabkan terjadinya infeksi ke tempat lain. Oleh itu, tracheostomi lebih diindikasikan pada kasus berat.21 Angina Ludwig adalah infeksi polimikrobial campuran (aerob dan anaerob). Oleh itu, pemberian terapi antimikrobial spektrum luas adalah penting untuk merawat penyakit. Penicillin G dalam dose tinggi ditambah metronidazole merupakan terapi antimikrobial yang sering pada kasus emergensi Angina Ludwig. Pemberian cefalosporin, eritromisisn atau klindamisisn adalah alternatif terapi antimikrobial untuk pasien yang alergi kepada penisilin, dan pemberian antimikrobial harusnya berdasarkan spesifikasi reaksi terhadap mikroorganisma yang ada pada infeksi. Selain itu, pemberian, kortikosteroid juga dilakukan untuk mengurangkan bengkak. 14,21 Insisi dan drainage diindikasikan karena untuk mengurangkan ruang yang menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien. Lokasi dan saiz insisi bergantung kepada ruang anatomi yang terjadi infeksi. Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.14,21



2.9 KOMPLIKASI Antara komplikasi bisa terjadi pada Angina Ludwig adalah obstruksi jalan nafas. infeksi pada ruang submadibular, submental dan sunlingual akan mengakibatkan bengkak. Bengkak ini akan menolak lidah keatas dan kebelakang.



22



Kedudukan lidah akan mengganggu jalan nafas pasien hingga dapat berlakunya asfiksia pada pasien dan tindakan emergensi perlu diambil secepat mungkin. Follow-up berterusan harus dilakukan dengan harapan selulitis tidak ruang yang lain.14 Selain itu, infeksi leher dalam dapat merebak melalui jaringan lunak pada servikal. Jika tidak dirawat dengan baik, infeksi akan merebak ke medistnum dan akan menyebabkan mediatinitis, komplikasi dari infeksi leher dalam yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan kajian yang telah dijalankan, didapatkan patogen berada di ruang leher dan di mediastinum. Ini menunjukkan infeksi telah merebak dari leher ke mediastinum. 17



23



BAB III KESIMPULAN Angina Ludwig merupakan infeksi bakteri yang berdifusi pada ruang sublingual, submandibular, dan submental, ditandai oleh kecenderungannya untuk menyebar dengan cepat ke jaringan yang berdekatan. Angina Ludwig menyebab sepanjang struktur wajah dan dapat meluas ke saraf, pembuluh darah, dan jaringan otot sekitarnya. Pada kebanyakan pasien dengan angina Ludwig, sumber asli infeksinya berupa odontogenik, umumnya abses gigi yang tidak terdiagnosis, otitis media,



sialadenitis,



penindikan



lidah,



atau



sialolithiasis



dari



kelenjar



submandibular. Beberapa artikel menyebutkan pada pasien pediatri dengan angina Ludwig berevolusi dari karies gigi multipel kronis. Lebih 90% kasus adalah odontogenik, biasanya berasal dari infeksi pada gigi mandibular kedua dan gigi molar ketiga. Akar dari gigi-gigi tersebut yang berpenetrasi ke garis mylohyoid (contohnya adalah abses atau infeksi gigi), memiliki akses langsung ke ruang submandibular yang merupakan tempat infeksi primer pada kebanyakan kasus. Pada orang yang mengalami Angina Ludwig selalunya mempunyai gejala klinis seperti odinofagia (nyeri saat menelan), nyeri leher dan disfagia (susah menelan). Selain itu, trismus (sukar membuka mulut) juga bisa terjadi pada pasien Angina Ludwig. Angina Ludwig juga adalah terdapatnya selulitis pada ruang sublingual, submandibular dan submental. Apabila berlakunya infeksi lokal pada sekitar ruang sublingual, ini akan menyebabkan lantai mulut membengkak dan lidah mulai didorong ke atas dan belakang dan akan kelihatan benjolan atau massa pada bagian submandibullar dan sublingual. Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis. Angina Ludwig adalah satu kondisi buruk yang sangat progresif hingga meletakkan nyawa pasien dalam risiko bisa berlakunya obstruksi pada jalan nafas



24



pasien karena bengkak pada submadibular dan sublingual selain infeksi yang dapat menyebabkan mediastinitis, dan sepsis. Oleh itu, tatalaksana pada pasien Angina Ludwig melibatkan empat yaitu: perbaikan jalan nafas, insisi dan drainase, pemberian terapi antimikrobial dan eliminasi infeksius. Perbaikan jalan nafas adalah perkara utama dalam tatalaksana Angina Ludwig, karena punca utama kematian pasien akibat dari Angina Ludwig adalah asfiksia. Pasien harus di follow up gejala obstruksi jalan nafas, seperti stridor dan penggunaan otot berlebihan untuk bernafas. Perbaikan jalan nafas bisa dilakukan dengan melakukan intubasi endotrakeal atau tracheostomi. Tracheostomi lebih disarankan berbanding intubasi endotrakeal. Ini karena intubasi endotrakeal mampu menyebabkan terjadinya infeksi ke tempat lain. Oleh itu, tracheostomi lebih diindikasikan pada kasus berat.



25



DAFTAR PUSTAKA



1. Aishwarya Balakrishnan et al. Ludwig’s Angina : Causes Symptoms and Treatment. J. Pharm. Sci. & Res. Vol. 6(10), 2014, 328-330 2. Polat, G., & Sade, R. 2018. Radiologic Imaging of Ludwig Angina in a Pediatric Patient. Journal of Craniofacial Surgery: Department of Radiology, Faculty of Medicine, Ataturk University, Erzurum, Turkey. 3. Santosa A,. 2017. Abses Submandibula dengan Komplikasi Mediastinitis. WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.2, No.2, November 2017, p-ISSN 2527-4627 DOI: 10.22225/wmj.1.2.394.71-82. 4. Marina Kobayashi MD, Kenta Watanabe MD PhD. 2017. Practice, Clinical Images : Ludwig angina. CMA. Vol. 189, issue 6. [ 2017 February 13;189:E246. doi: 10.1503/cmaj.160279] 5. Fachruddin D. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 226-230. 6. Johnson, Jonas T. Rosen, Clark A. 2014. Bailey’s Head & Neck Surgery – Otolaryngology. Fifth Edition. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. pg 770-780. 7. Gillespie, Marian B. 2016. KJ’s Lee Essential Head & Neck Surgery Otolaryngology. Eleventh Edition. McGraw-Hill Education. pg 585-604. 8. Gujrathi, Atishkumar B. Ambulgekar V et al. 2016. Deep Neck Space infection – A Retrospective Study of 270 Cases at Tertiary Care Center. World Journal of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery. Vol. 2. pg 208-213. 9. Andrew B, Fred J., Corne. 2015. Retrospective analysis of etiology and comorbid disease associated with Ludwig’s Angina. US National Library of Medicine National Institutes of Health :Vol. 5. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4772555/ 10. An J. Singhal M. 2019. Ludwig Angina. StatPearls Publishing LLC. https://www.ncbi.mlm.nih.gov/books/NBK482354/#_NBK482354_pubdet_.



26



11. V N Okoje et al. 2018. Ludwig’s Angina: An Analysis of Cases Seen at the University College Hospital, Ibadan. Annals of Ibadan Postgraduate Medicine. Vol. 16 No. 1. 12. Dhingra P, Dhingra s. 2015. Diseases of Ear, Nose And Throat & Head And Neck Surgery. Sixth ed. pg.264-267, 291, 341 13. Osborn H.A. Deschler D.G. 2018. Infections of Ear, Nose Throat and Sinuses :Deep Neck Space Infections. Pg 329-340 14. Shakeel M. Hussain M.S 2016. Logan Turner’s Diseases of the Nose, Throat and Ear: Head and Neck Sugery : Neck Space Infections pg 277-279 15. Norton NS. Netter’s Head and Neck Anatomy for Dentistry. China: Saunders Elsevier; 2007: 27 16. Broftain e. Koyfman L. Saidel-Odes L. Borer A. Rafaely Y. Klein M. 2015. Deep Neck Infection and Descending Mediastinitis as a Complication of Propionibacterium acnes: Odontogenic Infection- case report in infectious Diseases 17. Yitzhak A. Azizi H. Solomonov M. Shemesh A. Ludwig Angina After First Aid Treatment: Possible Etiologies and Prevention – Case Report Article in Journal od Endodontic November 2018 18. Tsai S-, Chen H S-C, Chu S-J. Gas-forming Ludwig’s angina Emergency Medicine Journal 2008;25:50 19. Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI(6). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011 20. Rucker T. Fountura T.A. Salles A.A.Ludwig’s Angina: Diagnosis and Treatment. Department of Dentistry, São Leopoldo Mandic (Porto Alegre Unit).2015



27