Ankle Sprain Tinjauan Pustaka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

laporan kasus



Ankle Sprain



Dokter Muda Stase Rehabilitasi Medik Periode 8 oktober – 14 Oktober 2020



Oleh: Mohamad Fiqih Arrachman S.Ked



04084821921031



Nanda Florencia S.Ked



04084821921052



Pembimbing: Dr. Ernie, Sp.KFR DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2020



HALAMAN PENGESAHAN



Laporan Kasus



Ankle Sprain Oleh: Mohamad Fiqih Arrachman S.Ked



04084821921031



Nanda Florencia S.Ked



04084821921052



Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 8 oktober – 14 Oktober 2020.



Palembang, Oktober 2020 Pembimbing



dr. Ernie, Sp.KFR



2



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Ankle Sprain”. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Rehabilitasi Medik di RSMH Palembang. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ernie, Sp.KFR atas bimbingan yang telah diberikan. Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.



Palembang, Oktober 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN Sendi pergelangan kaki (ankle) adalah sendi yang paling utama bagi tubuh untuk menjaga keseimbangan saat berjalan dipermukaan yang tidak rata. Sendi ini tersusun dari tulang, ligamen, tendon, dan seikat jaringan penghubung. Salah satu anggota tubuh yang sering terjadi cedera adalah pada bagian sendi pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki mudah sekali mengalami cedera karena kurang mampu melawan kekuatan medial, lateral, tekanan, dan rotasi. Ankle sprain adalah cedera pada ligamen kompleks lateral karena overstretch dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu dengan sempurna sehingga menyebabkan terganggunya aktifitas fungsional. Pada sendi pergelangan kaki terdapat banyak ligamentum, dan ligamentum tersebut bisa terkena sprain dengan berbagai tingkatan diantaranya tingkat I (terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus), tingkat II (lebih banyak serabut otot dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separoh serabut ligamentum masih utuh), tingkat III (seluruh ligamentum putus sehingga kedua ujungnya terpisah). Cedera sprain pada pergelangan kaki merupakan cedera yang sering terjadi pada saat melakukan latihan fisik. Angka cedera tercatat lebih tinggi pada olahraga yang berintensitas tinggi, berkecepatan tinggi dan jenis olahraga yang pergerakannya dinamis. Didapatkan bahwa sekitar 28% atlet pelajar mengalami cedera sprain pergelangan kaki berulang. Persentase ini lebih besar jika dibandingan dengan cedera yang lain. Sekitar 74%, yang mengalami cedera berulang ini nampak menyerah dan tidak melanjutkan terapi hingga tuntas. Cedera sprain pada pergelangan kaki dapat menyebabkan kerusakan pada struktur ligamen di sekitarnya. Kejadian cedera sprain pergelangan kaki yang kerap kali terjadi dapat berujung pada perburukan dan dikenal sebagai instabilitas pergelangan kaki kronis/chronic ankle instability. Pengelolaan cedera sprain pada pergelangan kaki diperlukan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot dan mobilitas pada sendi ankle.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Anatomi Tulang Kaki dan Ankle Sendi ankle adalah sendi yang paling utama bagi tubuh untuk menjaga



keseimbangan saat berjalan dipermukaan yang tidak rata. Sendi ini tersusun dari tulang, ligamen, tendon, dan seikat jaringan penghubung. Sendi ankle dibentuk oleh empat tulang yaitu tibia, fibula, talus, dan calcaneus. Pergerakan utama dari sendi ankle terjadi pada tulang tibia, talus, dan calcaneus.1 Seperti pada gambar di bawah ini:



Gambar 2.1 Ankle Joint1 Struktur sendi ankle sangatlah kompleks dan kuat karena sendi ankle tersusun atas ligamen-ligamen yang kuat dan banyak. Ligament yang terdapat pada sendi engkel (ankle) berfungsi sebagai struktur yang mempertahankan stabilitas sendi ankle dalam berbagai posisi. Secara anatomi struktur ligament dari sendi ankle adalah sebagai berikut2: 1) Posterior talofibular ligament adalah ligamen yang melekat pada posterior tulang talus dan fibula.



2) Calcaneofibular ligament adalah ligamen yang melekat pada tulang calcaneus dan fibula. 3) Anterior talofibular ligament adalah ligamen yang melekat pada anterior tulang talus dan fibula. 4) Posterior tibiotalar ligament adalah ligamen pada posterior tulang tibia. 5) Tibiocalcaneal ligament adalah ligamen yang melekat pada tulang tibia dan calcaneus. 6) Tibionavicular ligament adalah ligamen yang melekat pada tulang tibia dan navicular. 7) Anterior tibiotalar ligament adalah ligament yang melekat pada anterior tulang tibia dan talus. Sendi engkel merupakan sendi engsel, gerakan utama yang dapat dilakukan oleh sendi tersebut adalah dorsofleksi (ekstensi) kaki dan gerakan plantofleksi (fleksi kaki). Gerakan tersebut terjadi karena sendi engkel memiliki sumbu melintang (aksis transversal). Otot penyusun sendi ankle adalah otot gastrocnemius, otot soleus, otot fleksor hallucis longus, otot fleksor digitorum longus, otot tibialis posterior, otot tibialis anterior, otot proneus longus, otot proneus brevis, otot popliteus, otot plantaris disatukan oleh tendon Achilles. Tulang penyusun sendi ankle terdiri atas: tulang fibula, tibia, talus dan calcaneus.3 Sesuai dengan gambar di bawah ini:



Gambar 2.3. Struktur Tulang Ankle3



Berdasarkan keterangan yang diuraikan di atas dari gambar tulang, otot, ligamen tersebut, sendi ankle mampu melakukan gerakan dorsi fleksi yakni gerakan ke arah atas dan plantar fleksi gerakan ke arah bawah. Ankle merupakan persendian yang menghubungkan antara tungkai bawah dengan kaki, sehingga sendi ankle sering mengalami cedera oleh karena sendi ankle menjadi bagian pertama dari rantai gerak tubuh untuk menahan dampak berjalan, berlari, memutar, mendorong.2 Menurut Ali Satia Graha cedera ligamen pada sendi ankle itu sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan berat ringannya tingkat cedera yang terjadi, yaitu:2,4 1) Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) Merupakan cedera yang tidak diikuti oleh kerusakan dari jaringan tubuh, misalnya kekuatan dari otot dan kelelahan. Pada cedera ini biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan akan sembuh dengan sendirinya setelah istirahat beberapa waktu. Seperti pada gambar di bawah ini:



Gambar 2.4. Ankle Sprain Tingkat I4 2) Cedera Tingkat II (Cedera Sedang) Merupakan cedera dengan tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, dan berpengaruh pada reformance. Keluhan biasanya berupa nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi atau robeknya ligament. Seperti pada gambar di bawah ini:



Gambar 2.5. Ankle Sprain Tingkat II4 3) Cedera Tingkat III (Cedera Berat) Merupakan cedera yang serius, yang ditandai akan adanya kerusakan pada jaringan tubuh, seperti robek otot, ligament maupun fraktur atau bahkan patah tulang. Seperti pada gambar di bawah ini:



Gambar 2.6. Ankle Sprain Tingkat III4 2.2



Biomekanik Ankle Joint 2.2.1



Osteokinematika



Gerakan yang terjadi pada ankle joint adalah plantar fleksi, dorsal fleksi, eversi dan inversi.5



Gambar 2.7. ROM plantar fleksi dan dorso fleksi ankle5



Gambar 2.8. ROM plantar fleksi dan dorso fleksi, eversi dan inversi ankle5 2.2.2



Arthrokinematika



Sendi ankle terdiri atas sendi talocrularis dan sendi talotarsalis. Sendi talocrularis merupakan sendi engsel. Secara gerakan sendi ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi dan eversi. Range of Motion (luas gerak sendi) dalam keadaan normal untuk dorsofleksi adalah 200, plantarfleksi adalah 500, gerakan eversi adalah 200, dan gerakan inversi adalah 400. Penulisan yang disesuaikan dengan standar ISOM (Internaional Standard Orthopaedic Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan plantarfleksi akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0-40. Berdasarkan dari bentuk persendiannya, Pieter dan Gino mengklasifikasikan sendi ankle sebagai sendi ginglimus dengan gerakan yang mungkin terjadi adalah dorsofleksi (fleksi) dan plantarfleksi (ekstensi) dengan jangkauan gerakan yang bervariasi untuk dorsofleksi antara 13-330 dan plantar fleksi 23-560. Sementara Christy Cael menggambarkan jangakauan gerak sendi ankle adalah dorso fleksi 200 dan plantar fleksi 500.6



Gambar 2.9. ROM plantar fleksi dan dorso fleksi ankle5 Dilihat dari aspek arthrokinematika selama dorsi fleksi ankle, talus akan sliding kearah posterior dan fibula bergerak ke arah proksimal dan lateral, selama plantar fleksi ankle talus sliding kearah anterior dan fibula bergerak ke arah distal dan sedikit ke anterior. Saat inversi calcaneus sliding kearah lateral dan pada saat eversi calcaneus sliding ke medial.6 2.2.3 System Otot dan Saraf Otot pengerak pergelangan kaki gerak utama dorsi fleksi, adalah tibialis anterior disarafi oleh n. peroneus profundus otot pengerak plantar fleksi adalah otot gastroknemius yang disarafi oleh n. tibialis dan otot soleus disarafi juga oleh n. tibialis. Sedang penggerak eversi adalah otot peroneus longus dan peroneus brevis yang keduanya disarafi n. peroneus superficialis.6 2.3. Ankle Sprain A. Definisi Ankle sprain merupakan salah satu cedera akut yang sering di alami para atlet. Sendi pergelangan kaki rentan mengalami cedera karena kurang mampu melawan kekuatan medial,lateral,tekanan dan rotasi. Pada kasus ankle sprain tidak sama seperti cedera lainnya yang disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang dalam jangka waktu lama.7 Cedera akut ini ditimbulkan oleh karena adanya penekanan dan melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Ankle sprain tidak hanya terjadi pada bagian sisi pergelangan kaki tetapi biasanya dapat juga merusak bagian luar (lateral) ligament. Hal



ini terjadi pada saat kaki melakukan gerakan memutar pada tungkai kaki, meregangkan pergelangan pada titik dimana akan dapat merobek.8,9 Cedera ankle sprain dapat terjadi karena overstretch pada ligamen complex lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, di mana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. Sedangkan ligamen pada lateral ankle antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi. Ligamen calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi.7 Ankle sprain terjadi karena adanya cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi, adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan kerterbatasan gerak.10 B.



Etiologi Ankle sprain disebabkan trauma inversi yang dapat menimbulkan cedera ligament



kompleks lateral, kadang di ikuti cedera tendon. Faktor – faktor yang mempermudah terjadinya ankle sprain kronis antara lain, faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor ekstrinsik termasuk dalam kesalahan pelatihan, kinerja yang buruk , teknik yang salah dan menapak pada permukaan yang tidak rata, faktor intrinsik termasuk kerusakan jaringan penyangga, ketidakstabilan aktif oleh otototot penggerak foot and ankle (muscle weaknes), poor proprioceptive, hypermobile foot and ankle. Faktor risiko cedera ankle sprain kronis bisa di sebabkan abnormal foot posture yaitu : pes planus dinamis, pes cavus, flat foot.8,9,10



C.



Klasifikasi



Cedera ligament pada sendi ankle itu sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan berat ringannya tingkat cedera yang terjadi, yaitu7,9,11: 1. Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) Biasanya hanya terjadi pada ligament talofibula anterior, yang dapat mengakibatkan retak pada tulang tertentu. merupakan cedera yang tidak diikuti oleh kerusakan dari jaringan tubuh, misalnya kekuatan dari otot dan kelelahan. Pada cedera ini biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan akan sembuh dengan sendirinya setelah istirahat beberapa waktu. 2. Cedera tingkat II (cedera sedang) Merupakan cedera dengan tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, terjadi pada talofibula anterior dan calcaneo fibula ligament, dapat memperparah terjadinya kerusakan pada struktur ligament dan berpengaruh pada reformance. Keluhan biasanya berupa nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi atau robeknya ligament. 3. Cedera tingkat III (cedera berat) Merupakan cedera yang serius, meliputi kedua ligament seperti pada posterior talo fibula ligament



yang ditandai akan adanya kerusakan pada jaringan tubuh,



seperti robek otot, ligament maupun fraktur. D.



Manifestasi Klinis



1. Adanya bengkak Dikarenakan benturan, pada kondisi ini biasa juga terdapat pendarahan dalam jaringan (hematom) dalam waktu singkat, range of moption terbatas, nyeri gerak, inflamasi dan spasme otot.7 2. Strain Dikarenakan overstretch tendon atau otot,pada kondisi ini biasa terdapat nyeri, bengkak, keterbatasan range of motion.9 3. Dislokasi Dikarenakan trauma yang mengakibatkan salah satu komponen pembentuk sendi berpindah tempat atau tidak berada di posisi yang seharusnya.pada kondisi ini



biasanya terdapat nyeri, robekan, deformitas sendiri, keterbatasan ROM. Penurunan fungsi,spasme otot.8 4. Fraktur Dikarenakan karena trauma yang mengakibatkan hilangnya kontinuitas jaringan tulang, dimana besarnya trauma /beban melebihi kekuatan kekuatan tulang untuk menahannya. Pada kondisi ini biasanya terdapat nyeri, penurunan fungsi, pembengkakan dan deformitas.7 E.



Mekanisme cedera Ankle sprain biasanya disebabkan karena gerakan medadak pada sisi lateral atau



medial. Cedera yang sering kali ditemukan biasanya karena gerakan mendadak pada posisi inversi yaitu kaki berbelok atau membengkok ke dalam dan juga sebaliknya yang mengakibakan tekanan pada kaki terbalik. Jika kekuatan/beban tesebut cukup besar, pembengkokan dari pergelangan kaki terjadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu untuk mengembalian posisi pergelangan kaki.7,9,12 Ketika serabut otot ligament eversi tidak cukup kuat untuk menahan atau melawan kekuatan inversi maka akan terjadi robekan pada ligament calcanae fibular. Pada posisi inversi dengan tekanan kuat pada calcaneus sangant besar beresiko untuk terkena cedera ankle sprain bagian lateral. Sebaliknya pada posisi pronasi dengan penekanan berlebihan dari sisi medial (eversi) secara longitudinal lebih memungkinkan ntuk terjadi ankle sprain.akan tetapi biasanya cedera ankle sprain dengan posisi eversi lebih jarang terjadi di bandingkan dengan posisi inversi.7,9,12 Mekanisme yang biasa terjadi yaitu pada olahragawan yang tiba-tiba menapakkan kakinya di lapangan dengan permukaan yang tidak rata atau berlubang sehingga menyebakan kaki tergerak eksternal dengan paksa atau penekanan pada kaki secara tibatiba sehingga menyebabkan robeknya ligament anterior tibiofibular, ligamentum interosseus dan ligamentum deltoid. Robeknya ligament tersebut mengakibatkan talus bererak ke arah lateral dan juga degenerasi pada persendian yang menyebabkan adanya celah abnormal antara medial malleolus dan talus. Gerakan inversi secara tiba-tiba dapat meyebakan berbagai cedera seperti fraktur pada kaki bagian bawah, perputaran yang



tidak diinginkan pada ligament bagian lateral dan juga dapat menebabkan bagian tulang menjadi avulse dari mallelus. Satu situasi yang khusus adalah ketika lateral malleolus teravulsi oleh tulang cacaneo fibula, dan talus melawan mallelus medial sehigga mengakibatkan fraktur berulang (bimalleolar fraktur). 8,10



Gambar 2.10. Mekanisme ankle sprain9 Proses penyembuhan ligamen sama dengan jaringan tubuh lainnya. Ligamen tidak dapat pulih dengan cepat karena darah yang tersuplai sedikit, berikut merupakan fase penyembuhan ligamen : a. Fase I Hemoragik Setelah terjadinya kerusakan jaringan, celah yang ada di area kerusakan akan diisi oleh gumpalan darah (hematoma). Leukosit dan limfosit akan muncul yang dipicu oleh lepasnya sitokinin pada gumpalan darah. Kemudian leukosit dan limfosit merespon sinyal autrokin dan parakrin untuk diterjemahkan sebagai respon inflamasi karena adanya luka. b. Fase II Inflamasi Makrofag akan muncul 24-48 jam dan menjadi sel utama dalam beberapa hari. Makrofag akan memfagositosis jaringan yang nekrosis dan menyebabkan neovaskularisasi. Setelah hari ketiga area yang rusak akan mengandung makrofag, PMN leukosit, limfosit dan sel mesensimal, faktor pertumbuhan dan platelet. Faktor



pertumbuhan akan menstimulasi fibroblas untuk berpoliferasi dan sintesis kolagen tipe I, III dan V sebagai protein non kolagen. c. Fase III Proliferasi Sel terakhir yang terdapat pada jaringan yang rusak adalah fibroblast. Fibroblas memiliki reticulum endoplasma yang berlimpah dan memproduksi kolagen dan protein lain dalam satu minggu masa cedera. Setelah minggu kedua baru terbentuk jaringan baru dan serabut kapiler pembulu darah. d. Fase IV Remodelling dan Maturasi Merupakan fase yang ditandai dengan penurunan bertahap di dalam seluler pada jaringan yang mengalami proses penyembuhan. Ligamen sudah mengalami remodeling, jaringan menjadi kuat tapi tidak seperti morfologi normalnya. Cedera ligamen dapat pulih kembali selama tiga tahun untuk mengembalikan kekuatannya. Biasanya ligamen dapat pulih 50% selama 6 bulan pasca cedera, 80% setelah 1 tahun dan 100% setelah 1-3 tahun. F.



Pemeriksaan Foot and ankle disability dapat diketahui dengan pengukuran prosedur tetap



pemeriksaan fisioterapi pada ankle and foot, dan untuk mengukur intensitas disabilitas dengan FADI (Foot/Ankle Disability index). FADI merupakan kuesioner yang berisi aktivitas pasien yang terdiri dari 26 item yang terdiri dari 4 intensitas nyeri dan 24 aktivitas sehari – hari.8,9 Tes spesifik 1) Ankle anterior drawer test 



Satu tangan memfiksasi tungkai bawah pasien pada lateral distal







Tangan lainnya menyaggah tumit dengan posisi sedikit plantar fleksi dan sedikit inverse







Lalu secara pasif tarik calcaneus dan talus pasien ke anterior



2) Inversion talar tilt test 



Satu tangan menggenggam calcaneus pada sisi lateral







Tangan satunya stabilisasi tungkai bawah pada sisi medial distal







Secara pasif geakkan calaneus ke arah varus stress



G.



Tatalaksana Tingkatan ankle sprain dapat menentukan perawatan yang diperlukan dan sampai



berapa lama perwatan tersebut dilakukan sebelum melakukan latihan-latihan tertentu. Meskipun beberapa ankle sprain tingkat ringan mungkin akan memperbolehkan untuk melakukan aktivitas latihan kembali dalam 2 sampai 3 hari, keseriusan dari ankle sprain sedang dan tingkat parah tidak boleh untuk diremehkan. Memberikan perawatan secara tidak tepat dapat menyebabkan pergelangan kaki menjadi tidak stabil yang kronis, yang dapat menyebabkan suatu saat dapat mengalami cedera kembali, keterbatasan menekan dalam melakukan aktivitas olahraga, mengakibatkan arthritis secara dini pada sendi pergelangan kaki, dan kadang-kadang perlu untuk dilakukan pembedahan. Para atlet yang ingin menghindari terjadinya komplikasi ini, setiap mengalami cedera ankle sprain seharusnya dievaluasi dan dirawat sebagaimana mestinya.10,11,12 1.



Ankle sprain tingkat ringan Anamnesis: ketidaknyamanan pada kaki, pembengakakan ringan, sedikit atau



tanpa adanya memar. Perawatan yang dilakukan sebaiknya meliputi: a) berhenti dari aktivitas b) pengompresan dengan es selama 20 sampai 30 menit c) kaki yang ankle sprain harus tetap terangkat (dinaikkan ke atas) sedapat mungkin d) jika terjadi pembengkakan, pengomperasan dengan es harus terus menerus diulang dalam satu hari. Perawatan yang digunakan tersebut dinamakan metode RICE, yaitu rest (istirahat), ice (pemakain es), compression (pengomperasan), dan elevation (elevasi). Pemakaian metode RICE untuk mengatasi ankle sprain ringan, biasanya berlanjut selama 2 sampai 3 hari, kemudian dapat diikuti dengan melakukan olahraga lari kembali secara bertahap.8,10 2.



Ankle sprain tingkat sedang Cedera ini dapat menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada sekitar pada bagian



luar pergelangan kaki disbanding pada ankle sprain ringan, seperti timbulnya pembengkakan dan memar selama 12 sampai 24 jam. Perawatan pada kasus ini: a) Sama seperti cedera ankle sprain ringan; yaitu penggunaan metode RICE.



b) Ankle sprain ini memerlukan perlindungan lebih, contohnya pemakaian pembalut yang halus untuk menyembuhkan ligament. c) Seseorang yang menderita ankle sprain tingkat sedang dengan rasa sakit yang parah sebaiknya mendapatkan perawatan yang professional, karena kemungkinan terjadi kerusakan ligament. d) Sebaiknya dilakukan penyinaran roentgen untuk memastikan kerusakan apa saja yang telah terjadi pada tulang tersebut. e) Penghentian aktivitas olahraga selama 2 sampai 3 minggu. f) Setelah kondisi ligament tersebut sembuh, latihan-latihan olahraga yang melibatkan pergelangan kaki dapat dilanjutkan program rehabilitasi 3)



Ankle sprain tingkat parah Cedera ini merupakan jenis cedera yang serius, ditandai terjadinya suara robekan



atau pecah pada daerah yang mengalami ankle sprain seringkali kita rasakan atau kita dengar, akan terjadi rasa sakit secaa cepat dan asa nyeri selama 5 menit. Meskipun dimungkinkan untuk dapat berjalan secara cepat setelah terjadi ankle sprain, namun rasa sakit dan nyeri akan meningkat selama 30 menit, kemudian berlanjut dengan tidak dapat atau sulit untuk bejalan. Akan terjadi memar pada bagian luar pergelangan kaki, telapak kaki dan kaki bagian bawah. Berjalan atau berlari sesaat setelah terjadi ankle sprain akan lebih memperburuk pembengkakan, memar dan kerusakan yang terjadi di ligament. Perawatan awal dapat dilakukan, seperti pada cedera ankle sprain yang lebih ringan menggunakan metode RICE. Penggunaan crutch (tongkat ketiak) dapat juga digunakan untuk mengistirahatkan secara total bagian pergelangan yang kaki yang ankle sprain. Bila ligament pergelangan kaki benar-benar putus, dilakukan pembedahan. Apabila semua ligament telah rusak namun pergelangan kaki tetap stabil (dapat ditentukan dengan menekan pergelangan kaki sampil menyinarinya dengan sinar X), perlu dipergunakan pembalut dan gips selama 4 sampai 6 minggu. Setelah tahap penyembuhan selesai dilkaukan program rehabilitasi.11 Rehabilitasi dilakukan setelah ligament pergelangan benar-benar sembuh. Lamanya program ditentukan oleh tingkatan cedera ankle sprain. Pelaksanaan program rehabilitasi sebaiknya mulailah dengan latihan pertama dilakukan tanpa merasa sakit, baru kemudian bisa melanjutkan latihan berikutnya10,12.



a. Latihan jangkauan gerakan dengan tanpa melakukan perlawanan. Dilakukan sambil duduk, gerakkan kaki ke atas dan kebawah pada daerah pergelangan kaki 30 sampai 40 kali. Kemudian lakukan invert (gerakan kaki memutar kaki ke dalam) dan evert (gerakan memutar kaki keluar) 30 sampai 40 kali. Latihan ini sebaiknya diulangi 4 sampai 5 kali setiap hari. b. Latihan inversi-eversi, dilakukan sambil berdiri. Dengan berdiri tegak dengan jarak kaki antara 12 sampai 18 inchi, secara bergantian menaikkan bagian dalam dan bagian luar dari kaki sampai lutut sedikit dibengkokkan. Ulangi 20-30 kali, 3 sampai 4 kali sehari. c. Latihan menguatkan otot peroneal. Letakkan sebuah gelang karet yang besar, melingkari kedua kaki yang lurus sambil duduk dilantai dengan kedua kaki lurus. Dengan gelang karet tersebut untuk melakukan gerakan berlawanan, bentangkan kaki. Kedua pergerlangan sebaiknya berjarak 4 sampai 6 inchi. Perlahan-lahan biarkan kaki membalik (menelungkup). Latihan ini sebaiknya dilakukan 20-30 kali, tiga kali sehari. d. Berjalan jinjit dengan mengenakan sepatu. Berdiri pada jari-jari kaki dengan mengenakan sepatu dan berjalan mengeliling jarak semampunya atau selama 5 menit. Lakukan berulang 2 sampai 3 kali sehari. e. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki dengan menggunakan sepatu. f. Secara bertahap lakukan kembali aktivitas olahraga, setelah melakukan latihan peningkatan kekuatan pada pergelangan kaki anda dan rasa sakit berkurang, dapat melakukan aktivitas fisik/fitness dengan normal. Setelah berjalan terasa nyaman dapat melakukan jogging, berlari mengelilingi lintasan angka delapan yang memangjang, perlahan-lahan ikuti lintasan angka delapan, yang panjangnya sekitar 20 sampai 30 yard, dan memendek secara bertahap dan mempercepat pada saat belokan. Latihan ini akan membantu meningkatkan daerah gerakan dan menguatkan otot-otot sekitar dan dapat menstabilkan pegelangan kaki. Fisioterapi Modalitas atau intervensi fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan ankle sprain antara lain ultrasound (US), TENS, infra red, dan terapi latihan. Ultrasound adalah salah satu modalitas fisik yang paling banyak digunakan dalam pelayanan fisioterapi, ultrasound dapat menghasilkan efek thermal dan non thermal, penggunaan



ultrasound dalam proses rehabilitasi memiliki sejumlah kegunaan termasuk pengobatan gangguan muskuloskeletal seperti nyeri, cidera jaringan, dan kontraktur sendi. Terapi latihan adalah salah satu metode fisioterapi dengan menggunakan gerakan fungsi tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk memelihara, memperbaiki kekuatan, ketahanan, dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan kemampuan fungsional.9,11 1)



Latihan isometric Kontraksi isometrik (kontraksi statik) merupakan kontraksi sekelompok otot



untuk mengangkat atau mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh dan panjang otot tidak berubah, seperti mengangkat, mendorong atau menarik suatu benda yang tidak bergerak. Pada permulaan latihan frekuensi latihan isometrik adalah 5 hari/minggu. Sebagai percobaan dapat dilakukan pula dengan frekuensi latihan 3 kali/minggu. Sedangkan lama latihannya paling sedikit 4-6 minggu. Latihan isometrik menekankan pada kekuatan dan stabilitas sendi dalam melakukan kontraksi maksimal dalam menerima beban, dimana untuk meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas sendi. Contoh dari latihan ini misalnya dengan menarik maupun mendorong obyek yang tidak dapat digerakkan dan mempertahankan posisi tubuh terhadap tekanan.8,9 2)



Pelatihan proprioceptive dengan Wobble Board Wobble board exercise adalah sebuah papan keseimbangan yang digunakan untuk



pengembalian keseimbangan, rehabilitasi, pencegahan cedera, dan terapi fisik baik secara statik maupun dinamik. Pelatihan ini merupakan latihan stabilisasi dinamik pada posisi tubuh statis, yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga stabilisasi pada posisi tetap dengan cara berdiri satu atau dua kaki di atas wobble board. Prinsip latihan ini ialah meningkatkan fungsi pengontrol keseimbangan tubuh yaitu system informasi sensorik, central processing, dan effector untuk bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Proprioceptive adalah suatu kemampuan untuk menyadari suatu posisi keberadaan anggota tubuh dan posisi persendian. Pada ankle sprain kronik terjadinya penurunan dari pada fungsi proprioceptive. Pelatihan dengan wobble board mengambalikan fungsi dari proprioceptive melalui serabut saraf afferen akan membawa respon ke sistem saraf pusat (SSP) yang berperan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh tetap dengan posisi stabil. Tujuan dari pelatihan propriocepitve dengan wobble board adalah :



a) Mengambalikan fungsi proprioceptive. b) Meningkatkan stabilitas dan keseimbangan. c) Mempertahankan kekuatan otot. d) Memelihara sistem sirkulasi. Tehnik latihan dengan wobble board. Dalam latihan menggunakan wobble board terdapat beberapa cara, diantaranya adalah10,11,12 : 1. Side-to-side Edge Taps Latihan ini dilakukan dengan cara meletakan kaki yang sakit cepat ditengah wobble board. Lalu setelah berdiri dengan stabil diatas wobble board dengan pelan-pelan gerakan wobble board kearah sisi kiri dan kanan (diawali dengan serong kiri, serong kanan, kekiri, kekanan, dan begitu seterusnya).



Gambar 2.11. Side-to-side Edge Taps 2. Front-to-back Edge Taps Latihan ini mirip dengan latihan diatas, tapi pada latihan ini wobble board digerakan kearah depan dan belakang wobble board menyentuh lantai. Latihan ini dilakukan selama satu menit.



Gambar 2.12. Front-to-back Edge Taps 3. Edge Circles



Pada latihan ini dilakukan dengan cara menempatkan kaki yang sakit di tengahtengah wobble board, lalu tempelkan sisi wobble board kelantai setelah itu lakukan gerakan memutar searah jarum jam dengan sisi wobble board tetap mnyentuh lantai. Lakukan gerakan ini secara perlahan-lahan dan tidak berhanti selama satu menit.



Gambar 2.13. Edge Circles 4. Counter-Clockwise Edge Circles Latihan ini sama dengan latihan edge circles, tapi pada latihan ini putarannya berlawanan dengan arah jarum jam.



Gambar 2.14. Counter-Clockwise Edge Circles 5. Latihan Berdiri Static a. Berdiri diatas wobble board b. Menggunakan satu kaki c. Tahan agar tetap statis selama 1 menit



Gambar 2.15. Berdiri statik 6. Latihan Partial Squat a. Berdiri diatas papan keseimbangan b. Menggunakan satu kaki atau dua kaki c. Lakukan partial squat 30-45 derajat d. Tahan agar tetap statis selama 1 menit



Gambar 2.16. Partial squat 3) Ankle Exercise Theraband



Salah satu bentuk terapi latihan yang digunakan untuk membantu proses penyembuhan serta berfungsi untuk memperkuat fungsi kerja otot. Pelatihan penguatan otot ankle menggunakan karet elastic resistance yang bertujuan untuk mempertahankan massa otot, merehabilitasi dan memulihkan otot dan fungsi tubuh, meningkatkan kekuatan dinamik, meningkatkan stabilitas, endurance dan power otot dengan



menggunakan tahanan yang berasal dari external force. Intensitas yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan repetisi maksimal (RM), yaitu beban maksimal yang dapat dilakukan/diangkat selama satu kali gerakan atau kontraksi. Repetisi untuk meningkatkan kekuatan otot repetisi yang harus diberikan adalah 60% sampai 100% dari 1 RM.7,12 Prosedur penerapan pelatihan penguatan otot dengan karet elastic resistance pada ankle sprain kronis10,11,12 : 1. Teknik Aplikasi a. Sebelum dilakukan latihan pasien terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang cara melakukan latihan strengthening dengan karet elastic resistance. b. Selanjutnya posisikan pasien dalam posisi duduk rileks di bed dengan posisi tungkai lurus. c. Kemudian terapis berdiri di samping pasien. Lalu terapis mengintruksikan pada pasien untuk melawan tahanan karet elastic resisteanc kearah atasbawah (dorsal fleksi-plantar fleksi), medial-lateral (inverse-eversi) yang diikuti dengan rilaksasi. 2. Dosis a. Frekuensi : 3x seminggu b. Intensitas : 3 set latihan c. Time : 30 menit d. Repetisi : 10 kali e. Rest : 30 detik 1set latihan 3. Teknik Latihan penguatan otot dengan karet elastic resistance. a. Gerakan ankle ke dorsal dan tahanan dengan karet elastic resistance ke plantar fleksi, posisi duduk dengan kaki lurus, tempatkan karet elastic resistance pada telapak kaki (dililit 1 kali), tarik karet tersebut kearah dorsal fleksi. b. Gerakan ankle ke plantar fleksi dan tahanan karet elastic resistantce ke dorsal fleksi, posisi duduk dengan kaki lurus, tempatkan karet elastic resistantce pada telapak kaki (dililit 1 kali), tarik karet tersebut kearah plantar fleksi c. Gerakan ankle inversi dan tahanan karet elastic resistance eversi , posisi duduk dengan kaki lurus, tempatkan karet elastic resistance pada telapak kaki (dililit 1 kali), tarik karet tersebut kearah inverse



d. Gerakan ankle eversi dan tahanan karet elastic resistance inverse, posisi duduk dengan kaki lurus, tempatkan karet elastic resistantce pada telapak kaki (dililit 1 kali), tarik karet tersebut kearah eversi.



Gambar 2.16. Karet elastic resistance



Daftar Pustaka 1. Martin R, Daven P, Stephen P, Wukich D, Josep. 2013. Ankle Stability and Movement Coordination impairments: Ankle Ligamen Sprains. Clinical Practice Guidelines Linked to the International Classification of Functioning, Disability and Health From the Orthopaedic Sectionof the American Physical Therapy Association. J Orthop Sports Phys Ther. 2013;43(9):A1-A40. doi:10.2519/jospt.2013.0305 2. Chook E dan Hegedus Eric J. 2013. Orthopedic Physical Examination Test An Evidence-Based Approach. Second edition. Pearson Education. Canada. Hal 508 dan 529. 3. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6. Jakarta. 4. Sobotta. 2010. Atlas Anatomi Manusia. Di sunting oleh R. Putz dan R. Pabst. edisi 22. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 5. Hyeyoung K, Chung F, Hee Lee B 2013, A Comparison of the Foot and Ankle Condition between Elite Athletes and Non-athletes 2013 November 20. 25 (10) : 1269-1272 6. Andrews, J., Harrelson, G., & Wilk, K. (2012). Physical rehabilitation of the injured athlete. Phildelphia: Elvesier. 7. Chan K, Ding B, dan Mroczek K, 2011. Acute and chronic lateral ankle instability in the athlete. Bulletin of the Nyu Hospital for Joint Diseases 2011;69(1):17-26 17 8. Calatayud J, Borreani S, Colado J. C, Flandes J, Page P. 2014. exercise and ankle sprain injuries A Comprehensive Review. Hal 88- 93, vol 42 issue 1, februari 2014, ISNN- 0091-3847. From:http://www.physsportsmed.com 9. Bowker, S., et al. (2016). Neural excitability and joint laxity in chronic ankle instability, coper, and control groups. Journal of Athletic Training,51(4), 336-343. 10. Hall, E.A., et al. (2015) Strength-training protocols to improve deficits in participants with chronic ankle instability: a randomized controlled trial. Journal of Athletic Training, 50(1), 36-44. 11. Ktaiche, J., Bassal, A., & Kalach, A. (2015). Validity of proprioceptive rehabilitation for ankle instability based on freeman board training. European Scientific Journal, 7881(7), 370-388.



12. Terada, M., Pietrosimone, B.G., & Gribble, P.A. (2013). Therapeutic interventions



for increasing ankle dorsiflexion after ankle sprain: a systematic review. Journal of Athletic Training, 48(5), 696-709.