Makalah Sprain Ankle Profesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kaki adalah salah satu bagian anggota gerak tubuh yang sering digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Apabila fungsi kaki terjadi gangguan atau disfungsi yang menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-hari seperti dalam lingkup pekerjaan sehingga mampu menurunkan produktifitas seseorang. Foot and ankle dibentuk oleh 3 persendian yaitu articulation talocruralis, articulation subtalaris dan articulation tibiofibularis distal. Foot and ankle merupakan struktur sendi yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak tulang, ligamen, otot dan tendon yang berfungsi sebagai stabilisasi dan penggerak tubuh. Otot dan ligamen merupakan stabilisator sendi, termasuk dalam sensorimotor (Kisner dan Colby, 2012). Pada komponen sendi foot and ankle ini akan terjadi pergerakan plantar fleksi, dorso fleksi, inversi dan eversi. Fungsi ankle sebagai penyangga berat badan memungkinkan terjadinya cedera pada ankle Salah satu kasus yang sering terjadi pada kaki yaitu, terkilir. Terkilir dapat terjadi oleh beberapa faktor seperti, jatuh tersandung atau gerakan yang terjadi secara tibatiba sehingga kaki belum siap untuk menerima tumpuan. Dan salah satu gangguan maupun penyakit pada kaki adalah Sprain Ankle. Cedera sprain ankle dapat terjadi karena overstretch pada ligamen complex lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, di mana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. Ligamen pada lateral ankle antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi. Ligamen calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi (Chan, 2011). Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya cedera sprain ankle yaitu kelemahan otot terutama otot-otot disekitar sendi foot and ankle. Kelemahan atau longgarnya ligamen-ligamen pada sendi foot and ankle, balance ability yang buruk, permukaan lapangan olah raga yang tidak rata, sepatu atau alas kaki yang tidak tepat



dan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, berolahraga, berjalan dan lainlain (Farquhar, 2013). Cedera sprain ankle memiliki 4 fase: fase initial akut berlangsung 3 hari setelah cedera, respons inflamasi (fase akut) berlangsung 1-6 hari, fibroblastic repair (fase sub akut) berlangsung hari ke 4-10 setelah cedera, fase kronis (maturation remodeling) berlangsung lebih dari 7 hari setelah cedera (Chan keith et al., 2011). Sprain ankle kronis adalah cedera pada ligamen kompleks lateral yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cedera dengan keluhan nyeri, inflamasi kronis dan ketidakstabilan dalam melakukan aktivitas yang disebabkan terjadinya kelemahan ligamen dan penurunan fungsi termasuk defisit sensorimotor yang dapat menimbulkan terjadinya kelemahan otot sehingga tonus postural dan kekuatan otot menurun dan menurunnya propioceptive, fleksibilitas menurun, stabilitas dan keseimbangan menurun (Catalayud et al., 2014). B. Rumusan masalah Pada penulisan makalah ini, masalah yang ditimbulkan adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan sprain ankle kronis? 2. Bagaimana dengan anatomi dan fisiologi sprain ankle kronis? 3. Bagaimana dengan biomekanik sprain ankle kronis? 4. Bagaimana dengan tanda dan gejala dari sprain ankle kronis? 5. Bagaimana dengan patofisiologi sprain ankle kronis ? C. Tujuan makalah Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pergertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala sprain ankle kronis. D. Manfaat Penyusun menharapakan makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa agar nantinya dapat mengaplikasikan ilmu tersebut atau menerapkan pada pasien sprain ankle kronis dengan baik dan benar.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian sprain ankle kronis Sprain ankle kronis merupakan penguluran dan kerobekan (overstrech) trauma pada ligamen kompleks lateral, oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tibatiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata. Ligamen-ligamen yang terkena adalah ligamen



talofibular



anterior,



ligamen



talofibular



posterior,



ligamen



calcaneocuboideum, ligamen talocalcaneus, dan ligamen calcaneofibular (Kisner dan Colby, 2012) . Sprain ankle kronis akan menimbulkan nyeri, nyeri akibat inflamasi akan meningkat karena kelemahan ligamen sebagai stabilitas pasif (ligamen laxity) dan ketidakseimbangan otot (muscle imbalance) sebagai stabilitas aktif pada ankle and foot, sehingga kemampuan untuk menyangga tubuh menurun,



hal ini akan



menyebabkan ketidakmampuan aktivitas fungsional sehari-hari seperti berjalan, aktivitas naik turun tangga,



berdiri,



bekerja, melakukan pekerjaan rumah dan



halaman, rekreasi dan berolahraga, mengemudi mobil dan motor dan lain-lain. Ketidakmampuan aktivitas tersebut yang didefenisikan sebagai foot and ankle disability (Hale dan Hartel, 2005). B. Anatomi a) tulang ankle dan foot Ankle and foot merupakan anggota ekstremitas bawah yang berfungsi sebagai stabilisasi dan penggerak tubuh. Di mana terdiri dari 28 tulang dan paling sedikit 29 sendi, yang mana memiliki fungsi utama sebagai membentuk dasar penyangga, sebagai peredam kejut, dan sebagai penyesuaian mobilitas. Ankle dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula (yang kompleks terdiri dari 3 artikulasi: sendi talocrural, sendi subtalar, dan tibiofibular) yang bersendi langsung dengan: Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa. Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah (Bonnel et al.,2010). Pada ankle terdiri atas pengelompokan, diantaranya: a. Fore foot, terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea, pada anterior segmen.



b. Mid foot, terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa Cuneiforme, pada middle segmen. c. Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus (Subtalar joint/Talo calcanel joint), posterior segmen. b) Persendian kaki 1. Distal Tibio Fibular Joint Distal tibio fibular joint merupakan syndesmosis joint dengan satu kebebasan gerak kecil. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament dan interroseum membran. Arthokinematik dan osteokinematik adalah gerak geser dalam bidang sagital sangat kecil dan gerak angulasi dalam bidang frontal sebagai membuka dan menutup garpu (Kisner dan Colby, 2012). 2. Ankle Joint (Talo Crural Joint)/Rear Foot Talocrural, atau tibiotalar, secara fungsional talocrural joint dapat dianggap sebagai synovial hinge joint, dibentuk oleh cruris (tibia dan fibula) dan os. Talus, maleolus medial, dan maleolus lateral. Gerakan-gerakan yang terjadi fleksi dorsal dan fleksi plantar. Arthrokinematik dan osteokinematiknya adalah gerakan dari posisi netral terdiri dari gerakan bidang sagital 28°- 30° plantar fleksi atau (ROM: 40–500 ) loose –packed position, dorsal fleksi (ROM: 20–300) , close-packed position. Traksi terhadap talus selalu kearah distal. Translasi untuk gerak dorsal fleksi kearah posterior dan gerak plantar fleksi kearah anterior. 1° gerakan melintang (internal rotasi) 9° dan gerakan (rotasi eksternal), dan 4° gerakan bidang frontal (inversi) dan 2° gerak eversi (Kisner dan Colby, 2012). 3. Subtalar Joint (Talo Calcaneal Joint)/Rear Foot Subtalar joint merupakan jenis sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Arthrokinematik dan osteokinematik adalah gerakan yang terjadi berupa adduksi (valgus) dan abduksi (varus), yang ROM keduanya adalah hard end feel. Semakin besar posisi kaki dalam fleksi plantar, semakin besar kemiringan varusnya. Diperkuat oleh talocalcaneal ligamen. Biomekanik sendi subtalar sangat penting dalam stabilitas pergelangan kaki, terutama gerakan inversi dan eversi dalam upaya untuk menjaga kaki stabil di bawah pusat gravitasi (Kisner dan Colby, 2012) . 4. Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint terdiri dari:



a. Talo calcaneo navicular joint, memiliki cekungan permukaan sendi yang kompleks, termasuk jenis sendi plan joint. Diperkuat oleh plantar calcaneonavicular ligamen. b. Calcaneo cuboid joint, merupakan plan joint, bersama talonavicularis membentuk transverse tarsal (mid tarsal joint). Diperkuat ligamen spring, dorsal talo navicular ligamen, bifurcatum ligamen, Calcaneo cuboid ligamen, Plantar calcaneocuboid ligamen. c. Cuneo navicular joint, navikular bersendi dengan cuneiforme I, II, III , berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar berukuran lebih kecil, bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama; plantar – dorsal fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur cuneiform ke plantar. d. Cuboideocuneonavicular joint, sendi utamanya adalah cuneiform IIcuboid berupa plan joint. Gerak terpenting adalah inversi dan eversi. Saat inversi cuboid translasi ke plantar medial terhadap cuneiform III. e. Intercuneiforms joint, dengan navicular membentuk transverse arc saat inversieversi terjadi pengurangan-penambahan arc. Arthrokinematiknya berupa gerak translasi antar os. tarsal Joint. f. Cuneiforms I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid bersendi dengan metatarsal IV-V, Metatarsal II ke proximal sehingga bersendi juga dengan Cuneiforms I-III, sehingga sendi ini paling stabil dan gerakannya sangat kecil. Arthrokinematiknya berupa traksi gerak Metatrsal ke distal (Barr, 2005). 5. Metatarso phalangeal dan Inter phalangeal Joint (Fore Foot. a. Metatarso phalangeal Joint. Distal metatarsal berbentuk konveks membentuk sendi ovoid-hinge



dengan



gerak: fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi. Maximally lose pack position (MLPP) = Ekstensi 110, close pack position (CPP ) = full ekstensi. Gerak translasi searah gerak angular, traksi selalu kearah distal searah sumbu longitudinal phalang. Kaki bagian depan berfungsi untuk mobilitas, terutama untuk proses meletakkan kaki saat berjalan. Pada saat berjalan kemungkinan terjadi gerak fleksi dan ekstensi, seperti halnya pada persendian jari kaki (interphalangeal) yang lain.



b. Proximal dan Distal Interphalangeal Joint Caput proximal phalang berbentuk konveks dan basis distal phalang berbentuk konkav membentuk sendi hinge. Gerakannya adalah fleksiekstensi. Maximally lose pack position (MLPP) = Fleksi 100, close pack position (CPP) = full ekstensi Gerak translasi searah gerak angular, traksi selalu ke arah distal searah axis sumbu longitudinal phalang. c) Arcus kaki Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc: 1. Longitudinal Arc: merupakan kontinum dari calcaneus dan caput metatarsal. 2. Transverse Arc: bagian proxikmal dibatasi os. Cuboideum, lateral cuneiforme, mid cuneiforme dan medial cuneiforme lebih cekung dan pada bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar (Bonnel et al., 2010). d) facia Ankle and foot terdapat fascia superficialis dorsum pedis yang terletak di bagian distal retinaculum musculorum extensoren inferius. Fascia ini membentuk fascia cruris dan terbentang ke distal masuk ke dalam aponeurosis extensoris jarijari. Pada bagian proksimal melekat pada retinaculum musculorum extensor superior dan membentuk penyilangan dengan retinaculum musculorum extensorum inferius hanya dapat dilihat pada diseksi perlahan-lahan dan bagian lateralnya crus proksimal sering tidak ada. Disebelah dalam tendon-tendon musculus extensor digitorum longus yang merupakan lapisan jaringan penyambung fascia profunda dorsum pedis yang padat, kaku dan juga melekat pada batas-batas kaki (Kisner dan Colby, 2012). e) Struktur ligament ankle Ligamen merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif pada ankle and foot joint. Ligamen yang sering mengalami cedera yaitu ligament kompleks lateral kaki antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi, ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inverse, ligamen calcaneocuboideum yang berfunsgsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi, ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi membuat sendi kaki terkunci pada batas tertentu sehingga tebentuknya stabilitas pada kaki dan ligamen cervical. Selain itu juga terdapat ligamen cuneonavicular plantar, ligamen cuboideonavicular plantar, ligamen intercuneiform plantar, ligamen cuneocuboid plantar dan ligamen interrosea



yaitu ligamen cuneocuboideum interossum dan ligamen intercuneiform interrosea. Pada ligamen antara tarsal dan metatarsal terdapat ligamen tarsometatarso dorsal, ligamen tarsometatarso plantar dan ligamen cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat ligamen metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada basis metatarsal (Chook dan Hegedus, 2013). f) Struktur otot dan tendon ankle and foot Otot berperan sebagai penggerak sendi, juga berfungsi sebagai komponen stabilisator aktif yang menjaga integritas sendi dan tulang saat pergerakan. Tendon adalah ujung otot yang melekat ada tulang. fungsinya untuk menghubungkan berbagai organ tubuh seperti otot dengan tulang-tulang, tulang dengan tulang, juga memberikan perlindungan terhadap organ tubuh (2006). M. soleus dan M. gastrocnemius, fungsinya untuk plantar fleksi pedis, otot ini di innevasi oleh N. tibialis L4-L5. fungsinya untuk supinasi (adduksi dan inverse) dan plantar fleksi pedis. M.tibialis anterior dan M.tibialis posterior,otot ini di innevasi oleh N. peroneus (fibularis) profundus L4-L5, fungsinya untuk dorsal fleksi dan supinasi (adduksi dan inverse) pedis. M. peroneus longus dan M. peroneus brevis, merupakan pronator yang paling kuat untuk mencegah terjadinya sprain ankle lateral, otot ini di innervasi oleh N. peroneus (fibularis) superficialis L5-S1. Fungsinya untuk pronasi (abduksi dan eversi) dan plantar fleksi pedis, tidak hanya pada ligamen, jaringan lain seperti tendon dapat mengalami cedera, tendon yang sering mengalami cedera pada ankle sprain adalah tendon peroneus longus dan brevis yang berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki (Farquhar, et al 2013). C. patofisiologi Sprain



ankle



terjadi



adanya



cedera



berlebihan



(overstreching



dan



hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks lateral dan ligamen-ligamen yang terkena yaitu: Ligamenligamen yang terkena adalah ligamen talofibular anterior, ligamen talofibular posterior, ligamen calcaneocuboideum, ligamen talocalcaneus, dan ligamen calcaneofibular dan ligamen deltoid yang berfungi sebagai posisi eversi, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi,



adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan kerterbatasan gerak (Calatayud, et al., 2014). D. Tanda dan gejala Sprain ankle terjadinya inflamasi akut, sub akut dan kronis. Sprain ankle kronis setelah pasca cedera 4 sampai 7 hari atau lebih yang di tandai: Memar, bengkak disekitar persendian tulang yang terkena, nyeri bila digerakkan atau diberi beban, fungsi persendian terganggu, kelemahan ligamen atau ketidakstabilan fungsional, dan penurunan proprioseptive. Gejala-gejala menyebabkan ketidakmampuan (foot and ankle disability) yang di tandai terjadinya cedera ulang (Chan, 2011). E. Etiologi Sprain ankle disebabkan trauma inversi yang dapat



menimbulkan cedera



ligament kompleks lateral, kadang di ikuti cedera tendon. Faktor – faktor mempermudah terjadinya sprain ankle kronis antara lain,



yang



faktor intrinsik dan



ekstrinsik, faktor ekstrinsik termasuk dalam kesalahan pelatihan, kinerja yang buruk , teknik yang salah dan menapak pada permukaan yang tidak rata, faktor intrinsik termasuk kerusakan jaringan penyangga, ketidakstabilan aktif oleh otototot penggerak foot and ankle (muscle weaknes), poor proprioceptive, hypermobile foot and ankle. Faktor risiko cedera sprain ankle kronis bisa di sebabkan abnormal foot posture yaitu : pes planus dinamis, pes cavus, flat foot ( Kisner dan Colby, 2012). F. Penalaksanaan fisioterapi a) Ultrasound (US) Pemilihan Ultrasound sebagai modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle adalah tepat karena efek mekanik dan terapeutik yang dihasilkan oleh Ultrasound. Ultrasound merupakan modalitas fisioterapi yang menghasilkan gelombang suara dengan frekeunsi antara 1 – 3 MHz. Ultrasound dapat menghasilkan efek mekanik, termal dan microtissue damage. Adanya efek mekanik dan ultrasound menghasilkan panas dijaringan sehingga terjadi peningkatan metabolisme dan sirkulasi darah. Disamping itu, efek mekanik yang continue dapat menghasilkan microtissue damage didalam jaringan sehingga memicu terjadinya reaksi radang baru secara fisiologis yang akhirnya terjadi proses penyembuhan jaringan. b) TENS suatu modalitas fisioterapi dengan tujuan dari alat ini untuk mengurangi nyerI



c) Terapi Latihan (exercise) Latihan stabilisasi ankle dilakukan dengan kontraksi otot statik (isometrik). Karena ini akan meberikan suatu reaksi tidak terjadi perubahan panjang dari otot, tonus otot meningkat. Penerapan latihan stabilisasi dapat membantu melindungi serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau nyeri yang diakibatkan oleh kelemahan. Nyeri dan ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot. Otot-otot ini merupakan komponen yang penting dalam membantu



menstabilisir



persendian,



sedang



kelemahan



otot-otot



dapat



mengakibatkan semakin parahnya cidera. Dengan latihan stabilisasi akan terjadi penguatan otot-otot sehingga dapat membantu serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau nyeri yang diakibatkan oleh kelemahan. Akibat dari latihan stabilisasi, maka otot-otot stabilisator aktif pada ankle dapat memperbaiki kekuatan, ukuran serta mencegah peradangan. Pengaruh dari latihan stabilisasi juga akan meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi tulang disamping karena memperbaiki kekuatan dan fungsi resiko terluka atau cidera kronik pada persendian. Latihan stabilisasi juga memperbaiki system peredaran darah oleh adanya pumping sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu gerak dan fungsi sendi dan mampu mengurangi nyeri pada level sensorik. Dengan berkurangnya nyeri akan menimbulkan peningkatan kemampuan menyangga beban tubuh sehingga meningkatkan kemampuan fungsional.



BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan Sprain ankle kronis merupakan penguluran dan kerobekan (overstrech) trauma pada ligamen kompleks lateral, oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tibatiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata. Ligamen-ligamen yang terkena adalah ligamen



talofibular



anterior,



ligamen



talofibular



posterior,



ligamen



calcaneocuboideum, ligamen talocalcaneus, dan ligamen calcaneofibular (Kisner dan Colby, 2012) . Sprain ankle terjadinya inflamasi akut, sub akut dan kronis. Sprain ankle kronis setelah pasca cedera 4 sampai 7 hari atau lebih yang di tandai: Memar, bengkak disekitar persendian tulang yang terkena, nyeri bila digerakkan atau diberi beban, fungsi persendian terganggu, kelemahan ligamen atau ketidakstabilan fungsional, dan penurunan proprioseptive. Gejala-gejala menyebabkan ketidakmampuan (foot and ankle disability) yang di tandai terjadinya cedera ulang (Chan, 2011). Penalaksanaan fisioterapi pada sprain ankle kronik menggunakan ultrasound, TENS, terapi latihan. B. Saran Saran dari pembaca agar dapat member kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah sprain ankle kronik saya dari kelompok juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu referensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil referensi dari beberapa sumber saja.



DAFTAR PUSTAKA Atner J. 2002. Atlas of Human Skeletal Anatomy. From : http://jurajatner.com



21



January 2015. Barr K dan Harrast M 2005. Evidence-Based Treatment of Foot and Ankle Injuries in Runners. Phys Med Rehabil Clin N Am 16 (2005) 779–799 Department of Rehabilitation Medicine, Box 356490, University of Washington, Seattle, WA 98195 Dale B. 2006. Functional Rehabilitation After Lateral Ankle Injury . 2006 Human Kinetics · ATT 11(3), pp. 52-55 Fong D, 2009. Understanding acute ankle ligamenous sprain injury in sports. Sports Medicine, Arthroscopy, Rehabilitation, Therapy & Technology 2009, 1:14 doi:10.1186/1758-2555-1-14 Received: 9 July 2009,Accepted: 30 July 2009 from: http://www.smarttjournal.com/content/1/1/14© 2009 Fong et al; licensee BioMed Central Ltd. Farquhar W, 2013. Muscle Spindle Traffic in Functionally Unstable Ankles During Ligamenous Stress. Journal of Athletic Training 2013;48(2):192– 202, doi: 10.4085/1062-6050-48.1.09, by the National Athletic Trainers’ Association, Inc, from: http://www.natajournals.org Hartel J. 2000. Functional Instability Following Lateral Ankle Sprain. Department of Kinesiology, Pennsylvania State University, University Park, Pennsylvania, USA. Injury Clinic Sports Med 2000 May; 29 (5): 361-371. Hertel, J. (2002). Functional Anatomy, Pathomechanics, and Pathophysiology of Lateral Ankle Instability. Journal of Athletic Training , 37 (4), 364-75 Kisner C dan Colby L Alen.2012.Therapeutic Exercise Foundations and Techniques. Sixth Edition. F.A Davis Company.America. hal 850-859 Thompson C, dan Page P .2009. Treating Chronic Ankle Sprains in Sports Founding Member



of



the



Christian



Sports



Medicine



From:http://www.aiasportsperformance.org March 2009.



Association.