Annisa Febri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SERAT LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis jacq) MENGGUNAKAN SEL RAGI AMOBIL



PROPOSAL



HABIBAH G 301 18 081



PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO AGUSTUS 2021



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan bertambahnya penduduk, serta menipisnya cadangan minyak bumi, masyarakat mencari sumber energi alteratif untuk memenuhi kebutuhan energi. Salah satunya adalah konversi biomassa menjadi bioetanol. Indonesia memiliki sumber daya hayati yang melimpah, termaksud mikroorganisme, dan sangat memungkinkan untuk mengkonversi biomassa atau lignoselulosa menjadi bioetanol, namun selama ini belum dikembangkan secara optimal (Anindyawati, 2009). Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) merupakan kelompok yang dapat menghasilkan minyak dengan baik di daerah tropis. Kelapa sawit berasal dari iklim tropis afrika barat, dan dibawa oleh inggris dan portugis ke amerika serikat (Simanjuntak, 1998). Di Indonesia kelapa sawit banyak terdapat di daerah Sumetera utara, Aceh, Lampung, Jawa Barat, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Timur, serta Irian Jaya namun yang paling menonjol terdapat di pulau Sumatera. Limbah padat serat yang dihasilkan setiap pengolahan 1 ton TBS yaitu sebanyak 130 kg (Susanto dkk., 2017). Serat buah kelapa sawit mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber energi alternatif yaitu bioetanol karena kadar lignoselulosanya yang cukup tinggi (Ni’mah dkk., 2016). Bioetanol (C2H5OH) merupakan produk dari proses fermentasi gula menggunakan bantuan mikroorganis me. Berdasarkan bahan bakunya, maka dikenal bioetanol generasi pertama yang banyak menggunakan bahan kaya sukrosa seperti tebu, gula bit, sorgum dan buah-buahan serta bahan yang kaya karbohidrat seperti jagung, beras, kentang, dan ubi jalar. Diikuti generasi



kedua dengan bahan kaya lignoselulosa seperti kayu, jerami serta limbah kelapa sawit. Generasi ketiga mulai menggunakan alga termasuk mikro alga dan makro alga (Nigam dan Sigh, 2011).



Teknik immobilisasi sel menyebabkan sel terjerat dalam suatu matriks atau membran. Immobilisasi sel bertujuan untuk membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan substrat yang diberikan hanya digunakan untuk menghasilkan produk. Sel juga dapat digunakan kembali setelah fermentasi selesai dengan cara memisahkan sel dari produk yang hanya menggunakan kertas saring (Azizah, 2014). Menurut Youseff, dkk (1989) dalam Elevri dan Putra (2006) sel Saccharomyces cerevisiae yang teramobilisasi dalam matriks Ca-alginat masih mampu mengubah 85% gula menjadi etanol selama 28 hari fermentasi sistem batch. penggunaan sel amobil dalam pembentukan etanol dengan pengulangan sampai lima kali akan terjadi penurunan etanol sebesar 20,05%. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu adanya upaya pemanfaatan serat limbah kelapa sawit untuk memproduksi bioetanol menggunakan sel ragi amobil. Dengan upaya tersebut, dua hal tertangani, yaitu akan pemanfaatan limbah dan pemenuhi energi terbarukan dengan cara yang efisien.



1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Berapa konsentrasi sel ragi amobil yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol tertinggi? 2. Berapa lama waktu fermentasi glukosa hasil dari hidrolisis yang diperlukan untuk menghasilkan bioetanol dengan rendemen tertinggi? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Berapa konsentrasi sel ragi amobil yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol tertinggi. 2. Untuk mengetahui Berapa lama waktu fermentasi glukosa hasil dari hidrolisis yang diperlukan untuk menghasilkan bioetanol dengan rendemen tertinggi 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah serat limbah kelapa sawit dan memberikan informasi mengenai konsentrasi HCl yang dapat menghasilkan glukosa tertinggi serta lama waktu fermentasi yang menghasilkan bioetanol tertinggi. 1.5 Hipotesis Penelitian Semakin banyak konsetrasi sel ragi amobil yang digunakan makan semakin tinggi pula konsentrasi kadar bioetanol yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar bioetanol yang dihasilkan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri sebagai bahan baku penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Kelapa sawit ini memiliki peranan yang penting dalam industri minyak yaitu dapat menggantikan kelapa sebagai sumber bahan bakunya. Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Terdapat beberapa spesies kelapa sawit yaitu E. guineensis Jacq., E. oleifera, dan E. odora. Varietas atau tipe kelapa sawit digolongkan berdasarkan dua karakteristik yaitu ketebalan endokarp dan warna buah. Berdsarkn ketebalan endokarpnya, kelapa sawit digolongkan menjadi tiga varietas yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera, sedangkan menurut warna buahnya, kelapa sawit digolongkan menjadi tiga varietas yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Secara umum, kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian yaitu akar, batang, daun, bunga dan buah. Bagian dari kelapa sawit yang dilolah menjadi minyak adalah buah. Tumbuhan ini digunakan untuk usaha pertanian komersial dalam produksi minyak sawit. Kelapa sawit Afrika Elaeis guineensis (nama spesies guineensis mengacu pada negara asalnya) adalah sumber utama minyak kelapa sawit (Sastrosayono, 2003). Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, karena terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat (Sastrosayono,



2003).



Kebun dan industri kelapa sawit menyerap lebih dari 4,5 juta petani dan tenaga kerja dan menyumbang sekitar 4,5 persen dari total nilai ekspor nasional (Suharto, 2007). Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di seluruh dunia yang menghasilkan 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia dengan total produksi mencapai 33.500.000 ton. Hal ini didukung oleh jumlah total luas area perkebunan sawit di Indonesia yang mencapai 8 juta hektar dan direncanakan akan meningkat menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020 (Priyambada, 2014). Tabel 2.1. Produksi minyak kelapa sawit No



Negara



1.



Indonesia



Total Produksi (Ton) 33.500.000



2.



Malaysia



20.350.000



3.



Thailand



2250.000



4.



Kolombia



1025.000



5.



Nigeria



930.000



Sumber : United state department of Agriculture, 2014 Berdasarakan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, tanaman kelapa sawit tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau pada Tahun 2014 dengan luas areal seluas 2,30 juta Ha merupakan provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturut-turut Provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Provinsi Kalimantan Tengah seluas 1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. (Sastrosayono, 2003). 2.2 Serat Kelapa Sawit Serat kelapa sawit merupakan salah satu bentuk limbah padat dari hasil



pengolahan kelapa sawit yang mengandung 39,9% selulosa, 28,9% hemiselulosa, 20,3% lignin, dan 3,6% abu (Tong, 1989). Untuk satu ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah serabut (Fiber) 13% atau 130 kg (Sunarwan, 2013). Serat kelapa sawit mempunyai efektifitas yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan batu bara dalam penggunaanya sebagai pembangkit listrik. PLTU dengan asumsi daya 10 MWh membutuhkan 1,3 ton batubara, sementara menggunakan serabut kelapa sawit membutuhkan 1,4 ton (Syafriuddin & Hanesya, 2012). Limbah padat sawit terdiri dari batang sawit, pelepah sawit, tandan kosong, serat buah sawit dan cangkang sawit, merupakan bahan baku dengan lignoselulosa yang tinggi. Limbah serat buah sawit merupakan salah satu limbah padat pabrik kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) dengan jumlah 19,25% (Kurniawan, 2008). Kandungan pada serat buah sawit yaitu : 33,9 % selulosa, 26,1% hemiselulosa, 27,7% lignin, 3,5% abu, 6,9% zat ekstraktif (Kong dkk, 2014). Sehingga sangat potensial untuk dijadikan sumber energi bioetanol generasi kedua. Total potensi energi serat buah sawit di Indonesia adalah sekitar 19,06 MJ/kg (Kurniawan dkk, 2017). 2.3 Bioetanol Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang bahan bakunya diperoleh dari tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan umbi-umbian yang sangat mudah diperoleh di Indonesia. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang berperan penting dalam mengurangi dampak negatif pada pemakaian bahan bakar fosil (Cardona dan Sanchez, 2007). Bioetanol telah banyak digunakan dalam bidang transportasi menggantikan bahan bakar fosil yang semakin berkurang. Bioetanol mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak. Salah satunya adalah kandungan oksigennya yang lebih besar yaitu mencapai 35%.



Kandungan oksigen yang besar menyebabkan gas karbon monoksida (CO) yang dihasilkan dalam proses pembakaran yang menjadi polutan akan lebih sedikit. Emis i gas karbon monoksida mencapai 19-25% (Jannah dan Aziz, 2017).



Selama ini bioetanol diproduksi dengan proses fermentasi yang menggunakan sel bebas. Metode tersebut dilakukan dengan mencampurkan sel ragi (Saccharomyces cerevisiae) dengan substrat gula dalam gelas erlemeyer yang dihomogenisasi dalam shaker pada kondisi tertentu. Cara tersebut mempunyai kelemahan karena pemisahan produk lebih sulit dan sel ragi yang bercampur dengan produk sulit dipisahkan (Sebayang, 2006). Untuk mengatasinya maka dilakukan teknik immobilisasi sel untuk memproduksi bioetanol dengan menggunakan bahan baku serat klapa sawit. 2.4 Ragi Saccharomyces cereviceae Saccharomyces cereviceae merupakan bakteri yang termasuk dalam family Saccharomycetales dengan genus Saccharomyces bentuknya sel khamir bundar, memanjang seperti benang dan menghasilkan psedomiselium. Khamir ini hidup pada kondisi pH 3-6 dengan temperature maksimal 40-50°C dan minimal 0°C (Moeksin, 2012). Saccharomyces cerevicae lebih banyak digunakan untuk memproduksi bioetanol secara komersial bila dibandingkan dengan bakteri atau jamur. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cereviceae dapat memproduksi alcohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alcohol yang tinggi. Kadar alcohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae (ragi roti). Kelebihan dari ragi roti ini adalah harganya murah dan mudah didapat. Widyanti dan Moehadi (2016) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisea amobil dapat digunakan sebagai bio-katalis dalam menghasilkan etanol. Penggunaan sel amobil sebagai bio-



katalis perlu mendapat perhatian, mengingat keuntungan dari sel amobil, yaitu dapat digunakan lebih dari sekali, disamping kemurnian produk lebih tinggi. Widyastuti (2019)



2.5 Imobilisasi sel Imobilisasi sel adalah sel yang terjerap dalam matriks tertentu, bahan yang digunakan sebagai matriks tidak larut dalam substrat, bertujuan membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan substrat yang diberikan hanya digunakan untuk menghasilkan produk. Material pendukung berupa sistem matriks, membran atau permukaan zat padat tertentu, biasa digunakan sebagai carrier dalam amobilisasi sel. Sistem matriks untuk amobilisasi sel biasanya menggunakan gel polimer hidrofilik molekular tinggi seperti alginat, carragenan dan agarosa. Dengan bahan ini, sel-sel diamobilisasi dengan cara penjebakan dalam gel yang bersangkutan (Prakasham dan Ramakrishna, 1998). Ada tiga metode imobilisasi, yaitu pengikatan dengan pembawa (carier), ikatan silang dan penjeratan (Palondongan, 2009). Imobilisasi sel secara penjeratan hanya dapat dilakukan jika substrat bermolekul kecil, karena molekul tersebut harus masuk ke dalam gel. Molekul substrat yang besar seperti protein dan pati akan mengalami hambatan masuk ke dalam gel disebabkan ukuran pori gel yang sangat terbatas. Bahan pembentuk gel cukup banyak jumlahnya, namun untuk sel mikroba yang paling umum digunakan adalah polimer alam yang dapat membentuk gel seperti karaginan, agar-agar dan alginat (Mappiratu, 1993). 2.6 Hidrolisis Hidrolisis merupakan proses pemecahan atau pemutusan ikatan suatu molekul secara kimiawi disebabkan oleh pengikatan air dan menghasilkan molekul yang lebih kecil. Tujuan dari hidrolisis adalah untuk mengkonversi



polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Hidrolisis selulosa bisa dilakukan menggunakan asam, larutan basa, enzimatik, serta termal,masingmasing metode hidrolisis tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya (Alvira et al., 2008).



Hidrolisis secara kimiawi umumnya menggunakan asam. Asam yang sering digunakan adalah asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl) dan asam fosfat (H3PO4). Selain asam mineral, asam-asam organik seperti asam oksalat (C2H2O4), asam trikoloasetat (C2HCl3O2) dan asam flouroasetat (CH2FCOOH) juga



dimanfaatkan



sebagai



katalis



dalam



proses



hidrolisis



pati



(Tjokroadikoesoemo, 1986). 2.7 Fermentasi Fermentasi merupakan salah satu upaya untuk mengubah senyawa karbohidrat menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme. Selama ini proses fermentasi menggunakan cara yang konvensional, yaitu dengan mencampurkan sel ragi (Saccharomyces cerevisiae) dengan substrat gula dalam gelas erlenmeyer yang digoyang dalam shaker pada kondisi tertentu. Cara ini mempunyai kelemahan karena pemisahan produk lebih sulit dan sel ragi yang bercampur dengan produk sulit dipisahkan. Untuk mengatasinya dilakukan dengan teknik imobilisasi sel (Sebayang, 2006). Proses fermentasi yang umum dijalankan adalah proses fermentasi konvesional menggunakan sistem batch. Fermentasi ini mempunyai kendala bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan sangat rendah karena produksi etanol yang terakumulasi akan meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan serta produksi dari mikroorganisme (Minier dan Goma, 1982 dalam Mulyanto, dkk, 2009).



BAB III METODE PENELITIAN



3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako, Palu. 3.2 Bahan Dan Alat Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu serat sawit, Saccharomyces cerevisiae, HCl, NaOH 10%, CaCl2 1 M, Natrium Alginat 2%, Akuades, Kertas Saring, Aluminum foil dan Kapas. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu baskom plastik, neraca, penangas air, spoit (injektor), ayakan 60 mest, autoklaf, sakarometer, piknometer, kain saring, pH meter, blender, gelas kimia, batang pengaduk, erlenmenyer, cawan petrik, botol semprot, pipet tetes, selang dan gelas ukur. 3.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua variabel bebas yaitu variasi konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi dengan dua variabel terikat yaitu kadar glukosa serta kadar etanol yang dihasilkan



3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel Serat kelapa sawit dikeringkan dibawa sinar marahari. Kemudian dihaluskan menggunkan blender dan diayak dengan ayakan berukuran 60 mest.



3.4.2 Delignifikasi (Modifikasi Metode Ikbal, 2010) Serat kelapa sawit yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 1 Kg, dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian ditambahkan dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) 10% sebanyak 6 liter, lalu diaduk rata. Kemudian dilakukan perendaman selama 28 jam. Setelah itu, sampel disaring menggunakan kain saring. Endapan yang diperoleh dicuci dengan air sampai Ph netral (pH 7). Selanjutnya endapan dikeringkan pada suhu ruang. 3.4.3 Proses Hidrolisis (Modifikasi Metode Ikbal, 2010) Sampel yang telah didelignifikasi ditimbang sebanyak 15 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan larutan HCl sebanyak 150 mL. Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 100 0C selama 120 menit. Produk hasil hidrolisis disaring dan ditambahkan dengan natrium hirdoksida sampai pH 4,5. Parameter yang diamati adalah kadar glukosa, yang diukur menggunakan sakarometer. 3.4.4 Pembuatan Sel Amobil (Modifikasi Turah dkk, 2017) Natrium alginat ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmenyer dan ditambahkan dengan 100 ml akuades. Selanjutnya erlenmenyer ditutup dengan kapas, Dimasukkan ke dalam autoklaf selama 15 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan 15%, 20%, 25%, dan 30% ragi roti yang telah dilarutkan dalam 30 ml akuades dan diaduk hingga semuanya tercampur. Campuran dimasukkan ke



dalam larutan kalsium klorida 1 M dengan cara meneteskan campuran menggunakan spoit sambil diaduk hingga membentuk gel berupa manikmanik. Campuran didiamkan selama 2 jam sampai gel mengeras. Sel amobil yang dihasilkan disimpan dalam lemari pendingin sebelum digunakan.



3.4.5 Fermentasi (Mappiratu, 1993) Proses fermentasi pada penelitian ini menggunakan seperangkat alat fermentasi dengan proses anaerob. Larutan glukosa hasil hidrolisis serat kelapa sawit ditambahkan sel ragi amobil sesuai dengan perlakuan dan dimasukkan kedalam fermentor. Kemudian difermentasi dengan variasi waktu fermentasi yaitu 1, 3, 5, dan 7 hari. Parameter yang diamati adalah kadar bioetanol tertinggi selama fermentasi, yang diukur dengan menggunakan metode densitas. 3.4.6 Pengujian Kadar Etanol dengan Analisa Densitas (Miskah dkk, 2016) Analisis densitas dilakukan dengan penggunaan alat piknometer, piknometer yang digunakan adalah piknometer 5 mL pada suhu kamar. Prosedur perhitungan densitas menggunakan piknometer yaitu dengan menimbang berat piknometer kosong pada suhu kamar diperoleh a gram. Kemudian menimbang berat piknometer yang telah berisi akuades penuh pada suhu kamar diperoleh b gram. Selanjutnya, menghitung volume piknometer dengan menggunakan rumus :



Volume Piknometer=



b−a =c mL 0,995797



Selanjutnya, menimbang berat piknometer yang telah diisi penuh dengan zat (etanol) yang akan ditentukan densitasnya pada suhu kamar diperoleh



d gram. Penentuan densitas dengan rumus :



Density=



d−a c



DAFTAR PUSTAKA



Anindyawati, T. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa Untuk Produksi Bioetanol. Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI. Cibinong. Azizah, Rezita. 2014. Kajian Penggunaan Tween 80TM Dan Sel Amobil Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari Nira Nipah Kental. Skripsi. Universitas Riau Cardona A. and Sanchez OJ, 2007 Feul ethanol production. Process design trends and integration opportunities. Biores Technol 98(12);2415-57 Elevri, P.A. dan Putra, S.R., 2006, Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang Diamobilisasi dengan Agar Batang, Akta Kimia Indonesia Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya. Ikbal, Moh. (2010). Produksi Bioetanol Dari Jerami Padi (Oryza sativa) Secara Fermentasi Menggunakan Inokulum Ragi Roti Amobil. Skripsi. Palu : Universitas Tadulako. Jannah, A.M., Aziz, T. (2017). Pemanfaatan sabut kelapa menjadi bioetanol dengan proses delignifikasi acid-pretreatment. Jurnal Teknik Kimia. 4(23). Kong, S. H., Loh, S. K., Bachmann, R. T., Rahim, S. A., & Salimon, J. (2014). Kurniawan, E. W., Amirta, R., Budiarso, E., & Arung, E. T. (2017, June). Mixing of Acacia Bark and Palm Shells to Increase Caloric Value of Palm Shells White Charcoal Briquette. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1854, No. 1, p. 020021). AIP Publishing LLC.



Kurniawan, E. W. (2008). Optimasi Produksi White Charcoal Dari Arang Limbah Cangkang Kelapa Sawit (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Mappiratu, N. Alam dan Muhardi. (1993). Alkohol dan Obat Nyamuk Koil dari Limbah Serbuk Gergaji. Palu : Universitas Tadulako. Miskah, Siti. Nisa’ul Istiqomah dan Sella Malami. (2016). Pengaruh Konsentrasi Asam pada Proses Hidrolisis dan Waktu Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Buah Sukun. Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol 22. Palembang : Universitas Sriwijaya.



Mulyanto., Widjaja, T., Hakim M, A., dan Frastiawan, E., 2009, Produktivitas Etanol dari Molases dengan Proses Fermentasi Kontinyu Menggunakan Zymomonas Mobilis dengan Teknik Immobilisasi Sel KKaraginan dalam Bioreaktor Packed-Bed, Prosiding Seminar Nasional Xiv - Fti-Its, Jurusan Teknik Kimia Fti-Its Kampus Its Sukolilo, Surabaya. Ni’mah L, Ghofur A, Samlawi AK. Pemanfaatan serat kelapa sawit untuk pembuatan gasohol (premium-bioetanol) dengan pretreatment lignocelulotic material dan fermentasi dengan menggunakan ragi tape d an NPK. Prosiding Seminar Lahan Basah Jilid 2 2016; ISBN: 978-6026483034-5, 647–653. Nigam PS, Singh A. Production of liquid biofuels from renewable resources. Progress in Energy and Combustion Science 2011; 37: 52–68. Nur, S.M. 2014. Karakteristik Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Bioenergi. Kutai Timur: PT. Insan Fajar Mandiri Nusantara. Prakasham, R.S. & Ramakrishna, S.V. 1998. Microbial fermentations with immobilized Priyambudi, R.H. (2014). Penerapan Augmented Reality Untuk Katalog Produk Furniture Pada Tokoh Andalas Jaya. Skripsi. Sekolah Tinggi Menejemen Informatika Dan Computer. Yogyakarta: Amikom. Satrosayono, S. (2003). Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Sebayang, F. 2006. Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi Menggunakan Sel Saccharomyces cerevisiae yang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat. Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 68-74.



Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1989, “Mikrobiologi Pangan”, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada, Yogyakarta. Susanto JP, Santoso AD, Suwendi N. Perhitungan potensi limbah pabrik kelapa sawit untuk sumber energi terbaharukan dengan metode LCA. Jurnal Teknologi Lingkungan 2017; 18 (2): 165-172. Syafriuddin, & Hanesya, R. (2012). Perbandingan penggunaan energi alternatif bahan bakar serabut (fiber) dan cangkang kelapa sawit terhadap bahan bakar batubara dan solar pada pembangkit listrik. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III, 2, 162- 170.



Turah, N. Bahri, S dan Nur Akhirawati. (2017). Penentuan Waktu Paruh Enzim Amilase Amobil dari Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus aureus) pada Produksi Glukosa dari Maltodekstrin. Kovalen. 3(2). 150-157. Tjokroadikoesoemo, P. (1986). HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta : Gramedia. Tong, C.C., dan Hamzah, N.M. 1989. Delignification Pretreatment of Palm-Press Fibres by Chemical Method. Jurnal Pertanika, Vol. 3, No. 12 United States Departemen of Agriculture (USDA). (2014). National Nutrient Database for Standard Reference : Egg Yolk Dried. USA. Widyanti, E.M., Moehadi, B.I. (2016). Proses pembuatan etanol dari gula menggunakan Saccharomyces cerevisiae amobil. METANA, 12(2), 31-38. Widyastuti, P. (2019). Pengolahan limbah kulit singkong sebagai bahan bakar bioethanol melalui proses fermentasi. Jurnal Kompetensi Teknik, 11(1), 41-46



LAMPIRAN



Lampiran 1: Bagan Alir Pembuatan Sel Ragi Amobil



2 gram Natrium Alginat -



Ditambahkan 100 mL akuades Ditutup dengan kapas Disterilkan selama 15 menit Didinginkan



Larutan Alginat steril -



-



Ditambahkan suspensi ragi roti (15%, 20%, 25%, 30% ragi roti + 30 mL akuades) Dimasukkan ke dalam injektor Diteteskan ke dalam CaCl2 1 M sambil diaduk Didiamkan selama 2 jam



Sel ragi amobil



Lampiran 2: Bagan Alir Pembuatan Bioetanol dari Sabut Kelapa Serat Kelapa Sawit -



Dikeringkan dibawah sinar matahari Dihaluskan menggunakan blender Diayak menggunakan ayakan 60 mesh Ditambang



1 kg serat kelapa sawit -



Didelignifikasi menggunakan 6 liter NaOH 10% selama 28 jam Disaring



Filtrat



Endapan -



Dicuci dengan air sampai pH normal (pH 7) Dimasukkan ke dalam Wadah Dikeringkan pada suhu ruang Ditimbang



15 gram Produk Delignifikasi



-



Endapan



Dihidrolisis menggunakan HCl dengan 150 ml pada suhu 1000C selama 120 menit Disaring



Filtrat -



Ditambahkan NaOH 10% sampai pH 4,5



Glukosa -



Bioetaol



Ditambahkan sel ragi amobil Dimasukkan ke dalam fermentor Fermentasi dengan variasi waktu 1, 3, 5, dan 7 hari