7 0 422 KB
KEANEKARAGAMAN KEPITING AIR TAWAR (ORDO DECAPODA) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAMAN NASIONAL MERU BETIRI Muhammad Nailul Abror, Suratno, Vendi Eko Susilo Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember 68121 Email: [email protected]
Abstrak Kelimpahan flora dan fauna hutan tropis di Indonesia sangat tinggi. Fauna Indonesia menunjukkan keanekaragamannya dari segi ekologi yang terdapat di berbagai jenis tipe ekosistem, salah satunya ekosistem air tawar. Kepiting air tawar mempunyai distribusi habitat yang luas sehingga dapat ditemukan pada berbagai bentuk perairan tawar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman dan mengetahui kondisi abiotik habitat kepiting air tawar. Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan secara purposive kemudian dilanjutkan dengan road sampling. Alat yang digunakan untuk menangkap kepiting air tawar yaitu bubu dan handnet. Hasil yang diperoleh di Taman Nasional Meru Betiri khususnya di Resort Andongrejo dan Bandealit ditemukan lima spesies kepiting air tawar yang terdiri dari tiga family. Indeks keanekaragaman kepiting air tawar di kedua Resort tersebut tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar spesies kepiting air tawar adalah hewan endemik karena kemampuan penyebarannya yang terbatas, fekunditas yang relatif rendah, dan kebiasaan stenotopik. Taman Nasional Meru Betiri memiliki kondisi abiotik yang ideal bagi kehidupan kepiting air tawar. Kata Kunci: Kepiting, Keanekaragaman, Abiotik, Resort Andongrejo, Resort Bandealit
PENDAHULUAN Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia setelah Brazil di benua Amerika Selatan dan Kongo di benua Afrika. Kelimpahan flora dan fauna hutan tropis di Indonesia sangat tinggi dan masih banyak yang belum teridentifikasi (Purba et al., 2014). Fauna Indonesia menunjukkan keanekaragamannya dari segi ekologi yang terdapat di berbagai jenis tipe ekosistem baik alami maupun buatan (Sastrapadja, 1989). Keanekaragaman ekosistem ini tentu telah menyediakan kondisi ekologi yang beraneka ragam pula (Adisoemarto, 2006), termasuk ekosistem air tawar. Ekosistem air tawar banyak dihuni oleh hewan bentos, salah satunya adalah kepiting air tawar. Kepiting air tawar merupakan anggota kelompok Ordo Decapoda. Kata Decapoda berasal dari kata Yunani, Deca berarti “sepuluh” dan pous artinya “kaki”. Kepiting termasuk infra ordo Brachyura, yang sama-sama mempunyai karakteristik lima pasang kaki dada atau thoracic legs (Pereopod). Pada kepiting air tawar, pereopod pertama termodifikasi sebagai capit (cheliped), dan empat pasang kaki sisanya termodifikasi sebagai kaki jalan (walking
legs). Bagian tubuh kepiting air tawar terdiri atas kepala, thoraks dan abdomen (Ng, 1988). Menurut Riady (2014), kepiting air tawar mempunyai distribusi habitat yang luas sehingga dapat ditemukan pada berbagai bentuk perairan mulai dari perairan yang berarus seperti aliran air di pengunungan dan sungai, hingga kondisi perairan yang relatif tenang seperti danau, kolam, rawa, kanal dan parit. Menurut Ng (2004), Banyak spesies kepiting air tawar yang beradaptasi menjadi organisme semi-terestrial, menggali lubang, hingga memanjat pohon. Selama ruang insang mereka lembab atau memiliki gelembung air yang terperangkap di dalamnya, mereka dapat bernafas dan bergerak di daratan. Gua dengan kondisi lingkungan yang lembab juga dapat menjadi habitat yang ideal bagi kepiting air tawar. Di seluruh dunia lebih dari 6.700 spesies kepiting brachyuran yang diketahui. Terdapat total 238 genera dan 1.476 spesies kepiting air tawar dari 14 family (termasuk 1.306 spesies kepiting air tawar sejati dari delapan family: Pseudothelphusidae, Trichodactylidae, Potamonautidae, Deckeniidae, Platythelphusidae, Potamidae, Gecarcinucidae dan Parathelphusidae) (Yeo et al., 2008). Di Indonesia sendiri jumlah kepiting air tawar yang telah ditemukan ada 120 spesies (BAPPENAS, 2016).
Perubahan kualitas ekosistem perairan dan substrat akan mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman kepiting serta biota lainnya. Di sisi lain, kualitas ekosistem air tawar memiliki resiko gangguan yang lebih besar dibandingkan dengan ekosistem yang lain. Misalnya, aktivitas manusia, iklim, polusi, perubahan habitat dan introduksi invasif spesies. Kondisi tersebut menyababkan fauna ekosistem air tawar termasuk kepiting air tawar memiliki resiko kepunahan (Nillson et al., 2005). Data fauna yang ada di Taman Nasional Meru Betiri hanya menunjukan kelompok vertebrata saja, belum ada informasi tentang keberadaan kelompok invertebrata khususnya kepiting air tawar. Hal tersebut menjadi dasar untuk dilakukan eksplorasi kepiting air tawar di berbagai tipe habitat yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Taman Nasional meru Betiri.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Taman Nasional Meru Betiri pada resort Andongrejo dan Bandealit. Identifikasi secara morfologi dilakukan di Laboratorium Program Studi Pendidikan Biologi dan verifikasi sampel dikirim ke Laboraturium Crustacea LIPI Cibinong. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019. Pengambilan
sampel dilakukan secara bertahap, diambil pada pukul 08.00-14.00 WIB. Alat dan Bahan Alat yang digunakan yaitu handnet, bubu, toples plastik, kamera DSLR Canon, meteran, GPS, termometer air, Higrometer, currentmeter, dan pH meter. Bahan yang digunakan yaitu ethanol 70%, kertas kalkir dan plastik klip. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan preferensi habitat kepiting air tawar yaitu pada sungai yang melewati wilayah pemukiman, sungai yang melewati area perkebunan, sungai yang melewati hutan sekunder, dan sungai yang melewati hutan sekunder. Penentuan zona pengambilan sampel dilakukan secara purposive pada lokasi yang sudah ditentukan sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan road sampling. Alat yang digunakan untuk menangkap kepiting air tawar yang berada di dalam air berupa handnet dan bubu. Handnet diposisikan di dasar sungai kemudian menggesernya hingga ke tepi sehingga kepiting yang berada di depannya akan masuk ke dalam jaring. Penangkapan menggunakan bubu dilakukan dengan cara memasukkan umpan berupa ikan dan cacing ke dalam bubu kemudian meletakkannya di dalam air hingga semalam. Kepiting yang berada di daerah riparian diambil langsung menggunakan tangan kosong.
Gambar 1. Titik Lokasi Pengambilan Sampel Identifikasi Kepiting Sampel diambil dari toples kemudian morfologinya diamati menggunakan mikroskop
stereo. Identifikasi mengacu kepada Ng (2004) berdasarkan bentuk dan ciri-ciri morfologi pada tingkat spesies dari genus Parathelphusa, di mulai
dari pengamatan pada kaki yaitu ada tidaknya duri pada ambulatory meri, arah dari postorbital crista, bentuk dari carapace dan bentuk garis keempat dari abdomen. Karakter yang digunakan untuk menentukan spesies dari genus Geosesarma adalah bentuk dari chelipeds, jumlah dari tubercle di bagian atas dari dactylus dan bentuk terminal segment. Kepiting air tawar yang masih diragukan spesiesnya dibawa ke LIPI untuk diidentifikasi kembali.
N H’
: Jumlah total Individu : Indeks keanekaragaman ShannonWienner Kriteria hasil keanekaragaman (H’) adalah sebagai berikut : H’ < 1 : Keanekaragaman rendah 1 < H’ ≤ 3 : Keanekaragaman sedang H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
Perhitungan Indeks Keanekaragaman Perhitungan keanekaragaman dan jumlah populasi kepiting menggunakan rumus indeks keanekaragaman menurut Shannon-Wienner (Magguran, 2004). H’ = ∑ рі ln pi, pi = ni / N Keterangan: Ni : Jumlah individu untuk spesies yang diamati
Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil identifikasi kepiting air tawar yang berhasil dikoleksi di DAS Taman Nasional Meru Betiri ditemukan 5 spesies yang terdiri dari 3 family (Tabel 1). Keberadaan masingmasing spesies kepiting air tawar tersebar di berbagai habitat yang berbeda.
Tabel 1. Hasil identifikasi spesies kepiting air tawar di Resort Andongrejo dan Bandealit No
Famili
Genus
Spesies
1
Parathelphusidae
Parathelphusa
Parathelphusa convexa
2
Parathelphusidae
Parathelphusa
Parathelphusa bogoriensis
3
Sesarmidae
Geosesarma
Geosesarma sp.
4
sesarmidae
Parasesarma
Parasesarma sp.
5
Varunidae
Varuna
Varuna litterata
Adapun deskripsi masing-masing spesies kepiting air tawar yang ditemukan adalah sebagai berikut. Parathelphusa convexa (De Man, 1897) Parathelphusa convexa hanya ditemukan di habitat pemukiman Resort Andongrejo. Kepiting ini ditemukan di balik bebatuan yang berada di bagian sungai yang dangkal. Parathelphusa convexa merupakan kepiting yang lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat yang lembab di bagian riparian, dan tepian sungai, namun terkadang mereka juga berada di dalam air. Spesies ini memiliki ciri pada merus pereiopoda pertama sampai kelima terdapat duri yang runcing. Karapaks berbentuk trapesium dengan sisi dan permukaan yang cembung. Menurut Eprilurahman (2015), Parathelphusa convexa memiliki karakteristik mata relatif kecil dibandingkan dengan ukuran tubuhnya dan tidak sampai pada bagian tepi samping karapas. Karapas Parathelphusa convexa berwarna kecoklatan dan terdapat tiga gigi anterolateral pada bagian tepinya. Maksiliped ketiganya tertutup rapat tanpa ada celah. Abdomen
pada individu jantan berbentuk seperti T. Menurut Nasokha (2012), meri ambulatory pada Parathelphusa convexa antara segmen merus dan karpus terdapat celah.
Gambar 2. Parathelpusa convexa dorsal (A) ventral (B) Parathelphusa bogoriensis (Bott, 1970) Parathelphusa bogoriensis ditemukan di habitat hutan primer dan Kebun-sawah Resort Andongrejo. Mereka bersembunyi di balik bebatuan yang berada di dalam air. Parathelphusa bogoriensis merupakan kepiting yang selalu berada di dalam air. Mereka memiliki ciri-ciri yang hampir mirip dengan Parathelphusa convexa. Ciri yang membedakannya yaitu pada Parathelphusa bogoriensis pada merus
pereiopoda pertama sampai kelima tidak terdapat duri. Menurut Nasokha (2012), Parathelphusa bogoriensis mempunyai karapaks lebih rata dibandingkan dengan Parathelphusa convexa dan segmen merus dan karpus dari meri ambulatorinya tidak memiliki celah. Eprilurahman et al. (2015), menyatakan bahwa Parathelphusa dapat dijumpai pada habitat dengan tipe substrat yang beragam seperti batuan, pasir dan lumpur.
Parasesarma sp. berada di perairan payau. Namun terkadang mereka juga ditemukan di perairan tawar yang dekat dengan muara. Mereka mempunyai karapaks berbentuk persegi, mata menonjol keluar, dan pleopod kedua hingga kelima berbentuk pipih.
Gambar 5. Parasesarma sp. dorsal (A) dan ventral (B)
Gambar 3. Parathelphusa bogoriensis dorsal (A) dan ventral (B) Geosesarma sp. (De Man, 1892) Geosesarma sp. hanya ditemukan di habitat hutan primer Resort Andongrejo. Mereka lebih banyak berada di daratan dengan kondisi yang lembab daripada di dalam air. Selain itu, bebatuan yang berada di tepi sungai merupakan habitat yang ideal bagi spesies ini. Menurut Nasokha (2012), Geosesarma sp. dicirikan dengan bentuk karapas yang cenderung segi empat, permukaan rata, mata relatif besar, abdomen berbentuk parabola, telson meruncing, tersusun atas 5 segmen, pleopod pertama terdapat celah di tengah, ada rambut-rambut di ujungnya. Pleopod kedua memiliki yang ukuran lebih besar dan panjang dibanding pleopod pertama yang tidak berambut diujungnya. Maksiliped ketiga berbentuk cembung, ada celah di tengah, ada flagellum yang membulat kebelakang, palpus mandibular memiliki satu lobus, berambut, meri ambulatory memiliki duri-duri halus, celah antara segmen merus dan karpus.
Varuna litterata (Fabricius, 1789) Varuna litterata ditemukan di semua lokasi pengambilan sampel. Mereka merupakan jenis kepiting yang memiliki rentang toleransi terhadap salinitas yang lebar. Varuna litterata selalu berada di dalam air dan tidak pernah naik ke daratan. Mereka memiliki karakteristik karapas cokelat cenderung persegi dengan permukaan yang halus dan pada bagian tepi depan lurus. Menurut Martin et al. (2009) Varuna litterata merupakan spesies kepiting katadromus yang stadium larvanya memerlukan air laut namun berkembang menjadi dewasa di air payau/tawar. Menurut Eprilurahman (2015), pada bagian sisi samping karapas terdapat tiga buah gigi antero-lateral pada setiap sisinya. Maksiliped ketiganya membentuk membentuk struktur celah rhomboidal. Abdomen pada individu jantan berbentuk memanjang. Ciri yang khas dari Varuna litterata adalah pada bagian dactylus/jari, propodus dan karpus pipih, pada bagian pinggirnya terdapat seta yang panjang dan rapat.
Gambar 6. Varuna litterata dorsal (A) dan ventral (B)
Gambar 4. Geosesarma sp. dorsal (A) dan ventral (B) Parasesarma sp. (De Man, 1895) Parasesarma sp. hanya ditemukan di habitat hutan pantai 1 Resort Bandealit. Mereka berada di daratan dengan substrat berupa lumpur. Kepiting ini biasanya membuat lubang pada lumpur atau tanah sebagai tempat untuk bersembunyi. Umumnya
Berdasarkan data hasil perhitungan, diperoleh nilai indeks keragaman kepiting air tawar di Resort Andongrejo dan Bandealit Taman Nasional Meru Betiri tergolong rendah. Nilai indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus menggunakan indeks keanekaragaman ShannonWiener (H’). Data hasil perhitungan keanekaragaman kepiting air tawar di DAS Resort Andongrejo dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 2. Perhitungan keanekaragaman kepiting air tawar di DAS Resort Andongrejo No
Spesies
Jumlah
Pi
n(n-1)/
LN Pi
H’
PiLNPi
N(N-1) 1
Varuna Litterata
10
0,156
88,593
-1,856
-0,290
0,290
8
0,125
55,125
-2,079
-0,259
0,259
42
0,656
1695,093
-0,421
-0,276
0,276
4
0,062
11,812
-2,772
-0,173
0,173
64
1
1850,625
-7,129
-0,999
0,999
Parathelphusa 2
convexa Parathelphusa
3
bogoriensis Geosesarma sp.
4 Total
Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui bahwa DAS Resort Andongrejo memiliki tingkat keanekaragaman kepiting air tawar yang rendah dengan nilai 0,999. Selanjutnya yaitu perhitungan
keanekaragaman kepiting air tawar di DAS Resort Bandealit yang dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Perhitungan keanekaragaman kepiting air tawar di DAS Resort Bandealit No
Spesies
Jumlah
Pi
n(n-1)/N(N-
LN Pi
H’
PiLNPi
1) 1
Varuna litterata
25
0,833
580
-0,182
-0,151
0,151
sp.
5
0,166
19,333
-1,791
-0,298
0,298
Total
30
1
599,333
-1,974
-0,450
0,450
Parasesarma 2
Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukan bahwa keanekargaman kepiting air tawar di Resort Bandealit tergolong rendah dengan nilai 0,450. Resort Bandealit memiliki tingkat keanekaragaman kepiting air tawar yang lebih rendah dibandingkan
Resort Andongrejo. Setiap lokasi pengambilan sampel mempunyai kondisi abiotik yang berbeda baik yang berada di DAS Resort Andongrejo maupun Bandealit. Kondisi abiotik masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Kondisi abiotik lokasi pengambilan sampel Lokasi
Kec. Arus
Suhu air
Kelemb-aban
(m/s)
(⁰C)
udara (%)
pH air
Kedalaman
Substrat
(m)
1
0,24
27
75
7,5
0,25
Batu besar, pasir
2
0,48
27
81
6,7
0,8
Batu besar, kerikil, tanah
3
0,87
26
77
7,2
1,2
Batu besar, kerikil, tanah
4
0,93
26
78
7,4
1,3
Tanah, kerikil
5
0,37
26
81
6,8
0,4
Batu besar, pasir, tanah
Lokasi
Kec. Arus
Suhu air
Kelemb-aban
(m/s)
(⁰C)
udara (%)
pH air
Kedalaman
Substrat
(m)
6
1,1
25
82
6,9
1,2
Batu besar, pasir, tanah
7
0,41
26
82
6,7
1,3
Batu besar, tanah
8
0,79
27
70
6,9
0,5
Lumpur
9
0,73
26
71
7,1
1,4
Lumpur, serasah daun
Keterangan: Lokasi 1: Pemukiman Andongrejo Lokasi 2: Hutan primer Andongrejo Lokasi 3: Kebun & sawah Andongrejo Lokasi 4: Pemukiman Bandealit Lokasi 5: Hutan primer Bandealit Lokasi 6: Hutan sekunder Bandealit Lokasi 7: Hutan monokultur Bandealit Lokasi 8: Hutan pantai 1 Bandealit Lokasi 9: Hutan pantai 2 Bandealit Hasil Pengukuran keanekaragaman jenis dihitung menggunakan indeks Shannon-Wiener (Magguran, 2004). Hasil perhitungan indeks kenekaragaman (H’) kepiting air tawar di Resort Andongrejo sebesar 0,999 dan di Resort Bandealit sebesar 0,540. Keanekaragaman kepiting air tawar di kedua Resort tersebut tergolong rendah. Menurut Indriyanto (2006), keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk mengukur stabilitas suatu komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen komponennya. Yeo et al (2008) menggunakan dua metode untuk memperkirakan keanekaragaman global kepiting air tawar sejati. Metode pertama dengan berdasarkan ekstrapolasi. Hasil yang diperoleh dalam metode ini bahwa diperkirakan keanekaragaman global kepiting air tawar sejati sebesar 2.155 spesies. Metode yang kedua berdasarkan jumlah spesies yang belum terdeskripsi atau belum diketahui. Hasilnya yaitu bahwa diperkirakan keanekaragaman global kepiting air tawar sejati sebesar 1.430 spesies. Keanekaragaman kepiting air tawar khususnya di Indonesia telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Nasokha (2012) di aliran sungai yang berhulu dari Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat ditemukan tiga spesies kepiting air tawar. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2013) di Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sorolangun provinsi Jambi didapatkan 5 spesies kepiting air tawar. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
Eprilurahman et al. (2015) tentang keanekaragaman kepiting di sungai Opak, Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa ditemukan lima jenis kepiting yang tersebar di sepanjang sungai dengan kondisi komposisi jenis spesies di daerah muara lebih tinggi dari pada daerah hulu hingga hilir. Hasil dari penelitian Idola et al. (2018) di kawasan Cabang Panti Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat menyatakan Jumlah kepiting air tawar yang berhasil diperoleh terdiri atas dua family yaitu dengan tiga spesies. Berdasarkan hasil eksplorasi kepiting air tawar yang dilakukan di Resort Andongrejo dan Bandealit TNMB jika dibandingkan dengan trend penelitian kepiting air tawar di lokasi lain didapatkan hasil trend keanekaragaman cenderung rendah. Hal tersebut disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu karena sebagian besar spesies kepiting air tawar adalah hewan endemik karena kemampuan penyebarannya yang terbatas, fekunditas yang relatif rendah, dan kebiasaan stenotopik sehingga menyebabkan tingkat keanekaragaman menjadi rendah. Sedangkan factor eksternal yaitu disebabkan karena kualitas ekosistem air tawar memiliki resiko gangguan yang lebih besar dibandingkan dengan ekosistem yang lain sehingga biota air tawar termasuk kepiting air tawar terkena dampak atas perubahan kondisi perairan tersebut. DAS Resort Andongrejo dan Bandealit TNMB memiliki rentang pH air antara 6,7-7,5. Menurut Tatangin et al. (2013), pH yang ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,80-8,50.
Derajat keasaman (pH) yang sangat rendah dapat menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air makin besar yang bersifat toksik bagi organisme air sebaliknya pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amonia dalam air yang juga bersifat toksik bagi organisme air. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kondisi abotik menunjukan bahwa di DAS Taman Nasional Meru Betiri memiliki nilai pH terendah sebesar 6,7 yaitu di tipe habitat hutan primer Andongrejo dan hutan monokultur Bandealit dan pH tertinggi sebesar 7,5 yang terdapat di tipe habitat pemukiman Andongrejo. Kondisi tersebut menunjukan bahwa kepiting air tawar masih memiliki toleransi dengan pH 6,7-7,5. pH yang rendah disebabkan oleh tingginya kadar karbondioksida yang disebabkan oleh respirasi biota perairan. Suhu air di di DAS Resort Andongrejo dan Bandealit TNMB berkisar antara 25-27⁰C. Menurut Fuad (2005), suhu air mempunyai peran dalam kehidupan kepiting atau organisme aquatik lain diantaranya untuk respirasi, kestabilan konsumsi pakan, metabolisme, pertumbuhan, tingkah laku, reproduksi dan mempertahankan kehidupan. Suhu air terendah dengan nilai 25⁰C terdapat di tipe habitat hutan sekunder Bandealit yang memiliki vegetasi yang rapat, sedangkan nilai suhu air tertinggi yaitu 27⁰C terdapat di tipe habitat hutan primer dan pemukiman Resort Andongrejo serta pantai 1 Resort Bandealit karena Kondisi tersebut menunjukan bahwa kepiting air tawar masih memiliki toleransi dengan suhu air antara 25-27⁰C. Kecepatan arus di DAS Andongrejo dan Bandealit bervariasi. Mason (1981) mengklasifikasi sungai berdasarkan kecepatan arusnya ke dalam lima kategori yaitu arus yang sangat cepat (> 100 cm/detik), cepat (50-100 cm/detik), sedang (25-50 cm/detik), lambat (10-25 cm/detik), dan sangat lambat (< 10 cm/detik). Berdasarkan data yang diperoleh kecepatan arus yang terdapat di DAS Resort Bandealit dan Andongrejo masuk ke dalam kategori lambat hingga sangat cepat. Whitton (1975) juga berpendapat bahwa kecepatan arus yang besar (> 5 m/detik) dapat mengurangi jenis organisme yang tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang melekat saja yang bertahan terhadap arus. Kepiting air tawar lebih banyak ditemukan di perairan yang kecepatan arusnya cenderung lebih rendah, karena secara umum kepiting air tawar tidak memiliki kaki renang. Kelembaban udara tidak berpengaruh bagi sebagian besar spesies kepiting air tawar karena secara umum kepiting air tawar berada di dalam air. Namun ada sebagian spesies kepiting air tawar yang lebih banyak menghabiskan waktunya di daratan, salah satunya yaitu Geosesarma sp. yang ditemukan
di tipe habitat hutan primer Andongrejo. Supaya dapat bertahan di luar air, Geosesarma sp. harus berada di tempat yang lembab. Kondisi DAS hutan primer Andongrejo memiliki nilai kelembaban udara sebesar 81%. Kondisi tersebut ideal bagi kehidupan Geosesarma sp.
KESIMPULAN Tingkat keanekaragaman kepiting air tawar di DAS Taman Nasional Meru Betiri Tergolong rendah. Nilai indeks keanekaragaman di Resort Andongrejo dan Bandealit masing-masing sebesar 0,999 dan 0,450. Keanekargaman kepiting air tawar di Resort Bandealit lebih rendah dibangdingkan Resort Andongrejo. Kondisi abiotik di TNMB termasuk ideal untuk kehidupan kepiting air tawar. Suhu air berkisar antara 25-27⁰C, kecepatan arus berkisar antara 0,24-1,1 m/s dan masuk dalam kategori lambat hingga sangat cepat, pH air berkisar antara 6,7-7,5, kelembaban udara berkisar antara 70-82%, serta kedalaman berkisar antara 0,25-1,4 meter.
DAFTAR PUSTAKA Adisoemarto, Soenartono. 2006. Penerapan dan Pemanfaatan Taksonomi untuk Mendayagunakan Fauna Daerah. Zoo Indonesia. Vol. 15 (2): 87 – 100. BAPPENAS. 2016. Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2015-2020. Indonesia: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. Eprilurahman, R.,Wahyu T.B., Trijoko. 2015. Keanekaragaman Jenis Kepiting (Decapoda: Brachyura) di Sungai Opak Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Biologi. Vol. 3 (2): 100-108. Fuad. 2005. Strategi dan Program Penelitian Agroindustri Perikanan. Jakarta: Puslibangkan. Idola, I., Junardi, T.R. Setyawati. 2018. Inventarisasi Kepiting Air Tawar (Brachyura) di Cabang Panti Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat. Protobiont. Vol. 7 (3): 135 –142. Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Jakarta :Penerbit PT Bumi Aksara
Magurran, A. E. 2004. Measuring Biological Diversity. United Kingdom: Blackwell Sciene Ltd. Martin, J.W., Crandall K.A. dan Felder D.L. 2009. Decapod Crustacean Phylogenetics. USA: Taylor & Francis Group. p 502. Mason, C.F. 1981. Biology of freshwater pollution. London: Longman Group Limited. Nasokha, A. 2012. “Keanekaragaman Ketam di Sungai yang Berhulu dari Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat”. Departemen Biologi. Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor: Bogor. Ng, P.K.L. 1988. The Freshwater Crabs of Peninsular Malaysia and Singapore. Singapore: Department of Zoology, National University of Singapore, Shinglee Press. Pp 1–156. Ng, P.K.L. 2004. Crustacea: Decapoda, Brachyura. Freshwater Invertebrates of The Malaysian Region. Kuala Lumpur, Academy of Science Malaysia: 311-336. Nillson, C., C.A. Reidy, Dynesius, dan Revenga M., C. 2005. Fragmentation and Flow Regulation of The World’s Large River Systems. Science. Vol. 308: 405-408. Purba, C. P., S. Nanggara, M. Ratriyono, I. Apriani, L. Rosalina, N. Sari, dan A. Meridian. 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia 2009 2013. Bogor: Forest Watch Indonesia. Riady,
R., Radith M., dan Windarti. 2014. Inventarisasi Kepiting Air Tawar di Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jom Fmipa. Vol. 1 (2): 471-479.
Sastrapadja, 1989. Keanekaragaman Hayati untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Bogor: Puslitbang Bioteknologi Lipi. Susilo, V.E. 2013. “Keanekaragaman Kepiting Air Tawar (Crustacea: Decapoda: Brachyura) di Propinsi Jambi”. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Tatangin, Frits, O. Kalesaran, R. Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Budidaya Perairan. Vol.1 (2): 8-19. Whitton, B.A. 1975. River Ecology. Blackwell Scientific Publications. London: Oxford Yeo, D.C.J., P.K.L. Ng, N. Cumberlidge, C. Magalhaes, S.R. Daniels, dan M.R. Campos. 2008. Global Diversity of Crabs (Crustacea: Decapoda: Brachyura) in Freshwater. Hydrobiologia. 595: 275-286.