Artikel Populer FKM UI Kesling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Artikel Populer Program Take Back Untuk Mengatasi Darurat E-Waste di Indonesia Arsi Fatin Amani, Inneza Rahmelia, Yosi Purnama Sari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2017



Electronic waste (e-waste) merupakan kumpulan barang-barang elektronik yang sudah rusak atau memang sudah tidak dipakai lagi oleh pemiliknya. Jika keberadaan limbah elektronik tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pasalnya, limbah elektronik mengandung sekitar 1000 material, dan sebagian besar dari material tersebut telah dikategorikan sebagai bahan berbahaya (B3) karena merupakan unsur berbahaya dan beracun seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, kadnium, arsenic, dan sebagainya), PVC, dan brominated flame-retardants. (Prasetiono, 2016) Unsur-unsur dari komponen sampah elektronik seperti kapasitor dan transformator yang mengandung brominated flame-retardent casing cable, PCB (polychlorinated biphenelys), kabel rumah dari bahan terisolasi lapisan plastik yang mengandung bromine, Unit pendingin dan insulasi busa yang mengandung CFC, motherboard komputer yang mengandung timbal oksida dan barium serta kadmium, baterai komputer yang mengandung polychlorinated biphenyls (PCB), lampu listrik yang mengandung Hg, Pb, Cu, Zn, Ni, baterai yang mengandung As, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Ni, Pb, Sb, Zn, dan khusus aki mengandung asam sulfat. (Sadah, dkk. 2015) Adapun dampak kandungan bahan toksik dari sampah elektronik yang dihasilkan ke kesehatan manusia yaitu berilium yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru, brom dapat berdampak pada fungsi otak dan masalah tiroid, kadmium dapat menyebabkan kerusakan ginjal serta kanker paru-paru atau masalah pernapasan, timbal dapat mempengaruhi perkembangan otak, kerusakan ginjal, dan penyakit pernapasan, merkuri dapat mempengaruhi perkembangan otak, kerusakan ginjal, dan bahaya untuk saraf pusat, PVC dapat menyebabkan



gangguan paru-paru. (Waste Management, n.d). Sedangkan dampak ke lingkungan yaitu ketika limbah B3 masuk ke lingkungan (udara, air, ataupun tanah) maka akan mencemari lingkungan yang nantinya akan menyebabkan dampak negatif pada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Ketika hujan dan air hujan mengandung zat berbahaya (akibat pencemaran limbah b3 ke udara) turun maka akan mencemari tanah dan air sungai sehingga air tanah nantinya akan berdampak negatif kepada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Limbah B3 bisa juga merusak tanah sehingga tanah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam dan dijadikan tempat hunian manusia atau tempat hidup hewan. (DLH, 2017) Untuk pengelolaan sistem E-waste ini sendiri, negara pertama di dunia yang memiliki peraturan mengenai pengelolaan e-waste, memperkenalkan kebijakan pengelolaan e-waste yang disebut sebagai “The Return, the Taking Back and the Disposal of Electrical and Electronic Equipment (ORDEE) oleh Swiss Federal Office for the Environment (FOEN) adalah Switzerland yaitu pada tahun 1998. Sebelum kebijakan ORDEE dibentuk, pengelolaan e-waste telah dilakukan oleh organisasi industri yang bertanggung jawab untuk membiayai, mengumpulkan, dan mendaur ulang e-waste yang diproduksi. Dalam pengelolaan e-waste di Switzerland, biaya daur ulang e-waste dimasukkan ke dalam harga alat elektronik yang dijual. Sistem finansial dalam pembiayaan daur ulang e-waste merupakan tanggung jawab pihak produsen. (Nindyapuspa, N.d). Sedangkan di Indonesia sendiri sampai saat ini masih belum memiliki kebijakan yang spesifik mengatur pengelolaan limbah elektronik. Di Indonesia, pengelolaan e-waste dilakukan oleh sektor formal dan informal. E-waste yang ditangani oleh sektor informal berasal dari peralatan elektronik yang sudah rusak. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh pemulung, lalu dibawa ke agen sampah (toko service dan toko pengumpul sampah skala menengah). Kemudian, alat elektronik yang berada di agen sampah akan diperbaiki jika masih bisa diperbaiki. Selain itu akan dibongkar, dan didaur ulang atau dilebur. E-waste yang telah ditangani oleh agen sampah tersebut, yang semula tidak memiliki nilai jual, menjadi memiliki nilai jual. Hasil penanganan e-waste yang dilakukan oleh agen sampah tersebut diserahkan ke toko pengumpul sampah skala besar dan dijual ke



konsumen, sedangkan e-waste yang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang ke landfill lalu dikirim ke luar kota atau diekspor (Nindyapuspa, N.d). “Take-back” merupakan gagasan bahwa perusahaan yang membuat produk dan/atau



toko



yang



menjual



produk



memiliki



tanggungjawab



untuk



mengembalikan produk setelah konsumen selesai menggunakannya karena beberapa alasan seperti barang elektronik yang sudah rusak atau sudah ketinggalan jaman. Ketika perusahaan menerapkan system “Take-back” maka perusahaan harus mulai merancang pembongkaran dan daur ulang karena perusahaan tersebutlah yang melakukan pembongkaran dan daur ulang (UMN, n.d) Struktur atau prosedur sistem take back ini ada tiga yaitu fasilitas Drop-Off Permanen yaitu fasilitas yang diletakkan secara terus-menerus yang biasanya terdapat digerai-gerai toko elektronik, fasilitas Drop-Off Khusus yaitu fasilitas yang biasanya terdapat di kegiatan atau acara khusus elektronik saja dan bisa berlokasi dimana saja, tidak terpaku di toko gerai elektronik saja, fasilitas Penjemputan dari Pintu ke Pintu yaitu fasilitas yang dilakukan tergantung dari pihak pemerintahnya yang ingin melakukan penjemputan sampah elektronik di hari apa yang sudah terjadwal. Pada fasilitas ini biasanya dikenakan biaya penjemputan kepada konsumen yang ingin membuang sampah elektroniknya untuk jasa pengangkut sampah elektroniknya. Agar dapat berjalannya sistem take back ini, maka diperlukan koordinasi antara beberapa pihak seperti instantsi pemerintah bagian lingkungan yang bertugas mengatur, mengawasi dan menegakkan untuk mematuhi undang-undang terkait sistem take back ini dan pemiliki perusahaan elektronik yang dan menyediakan manajemen dan administrasi program daur ulang sampah elektronik tersebut. (StEP,2009) Dengan adanya sistem take back sampah elektronik ini, ada beberapa keuntungan yang dapat dirasakan dengan adanya program ini. Salah satu keuntungannya adalah dari sisi lingkungan. Karena, dengan adanya program ini maka logam-logam beracun yang terkandung didalam komponen elektronik tersebut tidak sampai mencemari lingkungan serta sudah dapat dipastikan bahwa sampah elektronik tersebut diolah dengan benar dan tepat.



Dengan adanya program take back yang sukarela dan wajib, produsen bertanggungjawab atas disposisi dan daur ulang produk elektronik yang tepat. Berdasarkan data perusahaan, secara signifikan mengurangi dampak lingkungan dari produk elektronik bekas melalui program take back. Program take back dan daur ulang seakan dirancang untuk memanen dan menggunakan kembali bahanbahan yang terkandung dalam peralatan yang dikumpulkan. Program take back dan daur ulang sebaiknya memungkinkan kostumer untuk membuang produk dengan benar yang dimana barang tersebut telah mencapai masa akhir dari kebermanfaatannya. Keuntungan dari program ini jika dijalankan ialah peralatan yang dikembalikan ke perusahaan akan diolah dengan cara yang ramah lingkungan, proses pembuangan yang sudah sesuai dengan semua peraturan yang berlaku sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengolahan yang menjadikan lingkungan tercemar (CISCO, n.d)



DAFTAR PUSTAKA StEP Initiative. 2009. E-Waste Take Back System Design and Policy Approaches. [Online]



http://www.step-



initiative.org/files/step/_documents/StEP_TF1_WPTakeBackSystems.pdf Accessed on 11 December 2017 Think Green Waste Management. [Online] https://www.wm.com/sustainabilityservices/documents/insights/Responsible%20EWaste%20Management%20Insight.pdf accessed on 12 December 2017 Prasetiono, (2016). Dampak Perilaku Green Computing Terhadap Upaya Meminimalkan E- Waste. IC-Tech Volume XI No. 2 [online]. Tersedia pada : https://jurnal.stmik-wp.ac.id/files/disk1/2/ictech--slametjoko-88-147-56jo-i.pdf. [diakses pada : 21 November 2017] Sadah dkk, (2015). Model Baru Dalam Penanganan Limbah Elektronik Di Indonesia Berbasis Integrasi Seni. Prosiding SENTIA 2015, Volume 7 – ISSN : 2085-2347, Politeknik Negeri Malang. [online]. Tersedia pada : https://www.researchgate.net/profile/Syifaul_Fuada/publication/29333748 1_MODEL_BARU_DALAM_PENANGANAN_LIMBAH_ELEKTRONI K_DI_INDONESIA_BERBASIS_INTEGRASI_SENI/links/56b7e01d08a e3c1b79b177aa/MODEL-BARU-DALAM-PENANGANAN-LIMBAHELEKTRONIK-DI-INDONESIA-BERBASIS-INTEGRASI-SENI.pdf. [diakses pada : 21 November 2017] Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 2017. Limbah Elektronik (EWaste).



[Online]



https://lingkunganhidup.jakarta.go.id/wp-



content/uploads/2017/08/Paparan-Ewaste.pdf Accessed on: 19 Nov 2017 CISCO,



N.d.



Takeback



and



Recycle



Program.



[online]



https://www.cisco.com/c/en/us/about/product-innovationstewardship/product-recycling/takeback-recycle-program.html



[diakses



pada : 19 Desember 2017] University



of



Minnesota,



N.d.



Product



Take-back.



[online]



http://www.me.umn.edu/dfe/takeback.html [diakses pada : 19 Desember 2017]