Artikel Skripsi - Ashilah Salim 2019 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH KONSENTRASI UBI JALAR UNGU TERHADAP MUTU PUKIS Ashilah Salim di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Giyatmi, M.Si. Universitas Sahid Jakarta [email protected]



Abstract Purple fleshed sweet potato is a potential source as functional raw material. Pukis is one of popular Indonesian traditional food which can be processed with purple fleshed sweet potato. The aim of this research was to know the effect of purple fleshed sweet potato with different concentration (0%; 15%; 30%; 45% and 60%) on pukis quality. Data analysis technique used Analysis of Variance (ANOVA) which continued with Duncan’s test with level α=0,05 and α=0,01 if treatment is different real. The results showed that the purple fleshed sweet potato usage is significantly effect on the physical (degree of swelling) and chemical quality of fat (α = 0,05). Significant effect of hedonic test and hedonic quality test was showed on parameters of color, flavor, texture and taste. However, no significant effect in the chemical quality of water content, ash content, protein and carbohidrate. The best of maximum concentration of purple fleshed sweet potato in pukis quality is 60% which has degree of swelling -2,08%, water content 38,05%, ash content 0,93%, protein content 4,30%, fat 5,57%, carbohidrate 51,0% and antioxidant (antosianin) 46,33ppb. Keyword : Purple Fleshed Sweet Potato, Pukis



Abstrak Ubi ungu merupakan sumber yang berpotensi sebagai bahan pangan fungsional. Pukis adalah salah satu kue tradisional Indonesia yang dapat diolah dengan ubi ungu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan ubi ungu yang berbeda (0%; 15%; 30%; 45% and 60%)



terhadap mutu pukis. Teknik analisis data menggunakan analsis sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf α=0,05 and α=0,01 jika perlakuan berbeda nyata. Hasil uji menunjukkan penggunaan ubi ungu berpengaruh signifikan pada mutu fisik (derajat pengembangan) dan kimia kadar lemak (α=0,05). Pada uji hedonik dan mutu hedonik yang berpengaruh signifikan yaitu pada parameter warna, aroma, tekstur dan rasa. Namun, tidak berpengaruh signifikan pada mutu kimia kadar air, abu, protein dan karbohidrat. Konsentrasi tertinggi ubi ungu yang terbaik pada mutu pukis adalah 60% dengan derajat pengembangan -2,08%, kadar air 38,05%, abu 0,93%, protein 4,30%, lemak 5,57%, karbohidrat 51,00% and antioksidan (antosianin) 46,33ppb. Kata kunci : Ubi ungu, Pukis



I.



LATAR BELAKANG



Ubi ungu (Ipomoea batatas var ayamurazaki) memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki antosianin, pigmen yang menyebabkan daging umbi berwarna ungu, yang mempunyai aktivitas antioksidan. Antosianin bersifat larut dalam air dan rentan terhadap perubahan suhu, pH, cahaya, oksidator, ion logam, aktivitas enzim glikosidase dan polifenol oksidase sehingga dapat rusak atau hilang selama proses pengolahan. Proses pengolahan menurunkan kandungan antosianin ubi ungu segar, tetapi produk yang dihasilkan tetap menyisakan kandungan antosianin sebagai sumber antioksidan. Produk olahan yang paling efektif mempertahankan kandungan antosianin adalah ubi yang dikukus yaitu 34,14% (ungu pekat) dan 42,16% (ungu muda) (Husna et al, 2011).



Upaya diversifikasi pengolahan ubi jalar dapat dilakukan melalui pemanfaatan dalam bentuk segar, kukus, tepung dan pati. Beragam kue dapat diolah dari ubi jalar kukus seperti kue mangkok, ondeonde dan bolu gulung dengan tingkat substitusi tepung terigu yaitu 30-80% (Ginting et al.,2008). Salah satu produk kue basah tradisional yang dapat ditambahkan ubi ungu adalah kue pukis. Pukis adalah salah satu jenis kue basah khas Indonesia dengan bahan dasar tepung terigu yang menggunakan bahan tambahan (ragi) sebagai pengembang volume adonan yang selanjutnya dipanggang dalam cetakan (Widowati, 2003). Pukis dipilih sebagai produk dalam penelitian ini karena merupakan kue yang cukup populer dan disukai oleh masyarakat terutama anak-anak. Rasanya yang gurih dan manis menjadi salah satu daya tarik dari kue tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diteliti mengenai pengaruh penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda terhadap mutu pukis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik serta mengetahui konsentrasi maksimum ubi ungu yang masih bisa diterima mutunya.



Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan lima taraf dan tiga kali pengulangan. Faktor perbandingan jumlah ubi ungu dengan tepung terigu (A) yaitu A1 = 0 : 100; A2 = 15 : 85; A3 = 30 : 70; A4 = 45 : 55; dan A5 = 60 : 40. Proses pembuatan pukis ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 1. B.



Gula, telur



Pencampuran I hingga homogen



ragi



Ubi ungu 0; 15; 30; 45; 60% Tepung terigu, santan Garam, vanilli



II.



Pencampuran II hingga homogen



Pencampuran III hingga homogen Pencampuran IV hingga homogen



Pencampuran V hingga homogen



METODOLOGI



Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan pukis yaitu ubi ungu, tepung terigu (protein tinggi) merk Cakra Kembar, santan, garam, gula, vanili, margarin. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sampel adalah aquades, campuran selen, H3BO3 2%, HCl 0,01 N, NaOH 30%, heksana, metanol, pereaksi folin dan natrium karbonat. Alat yang digunakan dalam pembuatan pukis antara lain mixer, timbangan digital, mangkok, cetakan pukis. Alat yang dibutuhkan untuk analisis adalah neraca analitik, oven, desikator, tanur, labu kjeldahl 100 mL, alat penyulingan, pemanas listrik, alat ekstraksi soxhlet, alat destilasi, labu didih, alat sentrifus dan alat-alat gelas lainnya serta HPLC.



Fermentasi 60 menit



A.



Margari n



Pemanggangan ± 7 menit



Pukis Ubi Ungu



Gambar 1. Diagram alir pembuatan pukis ubi ungu Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan teknik Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf 1% dan 5% untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda.



HASIL DAN PEMBAHASAN Pukis ubi ungu diuji untuk mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi antara penggunaan ubi ungu terhadap mutu fisik, kimia dan organoleptik. Uji fisik yaitu derajat pengembangan pukis, uji kimia yaitu kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat serta uji organoleptik yaitu uji hedonik dan mutu hedonik (parameter warna, aroma, tekstur dan rasa). Pada produk terbaik dari hasil uji hedonik dilakukan uji penunjang yaitu kadar antioksidan (antosianin). III.



Uji fisik: derajat pengembangan Derajat pengembangan pukis dinyatakan dalam persen perubahan volume (bertambah atau berkurang) terhadap volume adonan awal. Hasil uji derajat pengembangan (%) dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 77,08; 64,58; 37,50; 22,92; dan -2,08. A.



dilakukan uji Duncan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi mutu derajat pengembangan pukis yang dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil uji Duncan menunjukkan nilai rata-rata derajat pengembangan (%) pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu perlakuan A5 berbeda nyata dengan perlakuan A4, A3, A2 dan A1. Perlakuan A4 berbeda tidak nyata dengan A3, tetapi berbeda nyata dengan A2 dan A1. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan A2 dan A1, tetapi A2 berbeda tidak nyata dengan A1. Tabel 1. Hasil uji Duncan uji fisik derajat pengembangan Perlakuan



Rata - rata



A5 (60%) A4 (45%) A3 (30%) A2 (15%) A1 (0%)



-2.0833 22.9167 37.5000 64.5833 77.0833



α=0,05 a



α=0,01 a a



b b c c



b b



c c



d d



Pada hasil uji Duncan pada α = 0,01 perlakuan A5 tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda sangat nyata dengan A3, A2 dan A1. Perlakuan A4 tidak berbeda sangat nyata dengan A3, tetapi berbeda sangat nyata dengan A2 dan A1. Perlakuan A3 tidak berbeda sangat nyata dengan A2, tetapi berbeda sangat nyata dengan A1. Perlakuan A2 tidak berbeda sangat nyata dengan A1. Gamar 2. Grafik hasil uji derajat pengembangan



Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ubi ungu yang ditambahkan, maka pengembangan volume pukis semakin menurun. Penurunan volume ini dapat disebabkan kandungan gluten yang semakin menurun seiring dengan menurunnya jumlah tepung terigu. Selain itu, karakteristik ubi ungu yang tidak mengandung gluten menjadi faktor pengembangan pukis dengan konsentrasi tertinggi yaitu 60% sulit mengembang. Berdasarkan hasil uji ANOVA didapatkan nilai signifikansi derajat pengembangan pukis ubi ungu sebesar 0.000 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi derajat pengembangan pukis ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Selanjutnya



B.



Uji Kimia  Kadar Air Kadar air dalam suatu produk dapat memengaruhi penampakan, cita rasa, tekstur dan kestabilan penyim-panannya. Hasil uji kadar air pukis ubi ungu (%) dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 37,52; 37,25; 36,75; 36,71; dan 38,05. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi penggunaan ubi ungu, maka kadar airnya cenderung semakin menurun. Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi 0.440 lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima. Dengan demikian, adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda tidak memengaruhi kadar air pukis ubi ungu secara nyata pada taraf signifikansi 0,05.



Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi 0,824 lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima. Dengan demikian, adanya penggu naan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda tidak memengaruhi kadar abu pukis ubi ungu secara nyata pada taraf signifikansi 0,05. Hasil uji kadar abu pukis ubi ungu pada penelitian ini berkisar 0,84-0,93%. Kadar abu ini memenuhi syarat mutu roti manis SNI 013840-1995 yaitu makismal 1%. Gambar 2. Grafik hasil uji kadar air Hasil uji kadar air pukis ubi ungu pada penelitian ini berkisar 36,71-38,05%. Kadar air ini memenuhi syarat mutu roti manis SNI 013840-1995 yaitu makismal 40%. 



Kadar Abu



Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan pemanasan sampel pada suhu tinggi atau dengan pendestruksian komponenkomponen organik dengan asam-asam kuat. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut.







Kadar Protein



Pengujian kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein dalam suatu contoh bahan makanan. Kandungan jumlah dan jenis protein dalam suatu bahan makanan bervariasi bergatung pada bahan baku dan proses pembuatannya. Hasil uji kadar protein pukis ubi ungu (%) dengan konsentarsi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 4,53; 4,93; 5,03; 4,97; dan 4,30. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa kadar protein cenderung naik dan mulai menurun pada perlakuan A4.



Gambar 5. Grafik hasil uji kadar protein



Gambar 4. Grafik hasil uji kadar abu pukis ubi ungu Hasil uji kadar abu pukis ubi ungu (%) dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 0,85; 0,84; 0,89; 0,88; dan 0,93. Pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa semakin tinggi penggunaan ubi ungu, maka kadar abunya cenderung meningkat.



Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi 0,254 lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima. Dengan demikian, adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda tidak memengaruhi kadar protein pukis ubi ungu secara nyata pada taraf signifikansi 0,05. Hasil uji kadar protein pukis ubi ungu pada penelitian ini berkisar 4,30-5,03%. Menurut Aliem (1995) kadar protein kasar pada kue pukis yaitu 4,9%. Penurunan kadar protein pada perlakuan A4-A5 dimungkinkan karena



penggunaan ubi ungu yang kandungan proteinnya 0,77% lebih rendah dari tepung terigu yang digunakan yaitu 11-12%. Namun pada perlakuan A2-A3 ada kenaikan kadar protein dari A1 yang dimungkinkan berasal dari penggunaan telur yang juga mengandung protein. 



Perlakuan



Rata - rata



A5 (60%) A3 (30%) A4 (45%) A1 (0%) A2 (15%)



5.5700 5.7333 5.7700 5.8333 5.8433



α= 0,05 a a b b b b



α= 0,01 a a a a a



Kadar Lemak



Pengujian kadar lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah lemak dalam suatu bahan makanan. Lemak merupakan salah satu komponen gizi utama sebagai penyumbang energi dalam tubuh. Hasil uji kadar lemak pukis ubi ungu (%) dengan konsentarsi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 5,83; 5,84; 5,73; 5,77; dan 5,57. Pada Gambar 6, dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ubi ungu, maka kadar lemaknya cenderung semakin menurun.



Hasil uji Duncan pada Tabel 24 menunjukkan rata-rata kadar lemak pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu perlakuan A5 dan A3 tidak berbeda nyata, tetapi A5 dengan A4, A1 dan A2 berbeda nyata. Perlakuan A3, A4, A1 dan A2 tidak berbeda nyata. Pada hasil uji Duncan α = 0,01 semua perlakuan tidak berbeda sangat nyata. Hasil uji kadar lemak pukis ubi ungu pada penelitian ini berkisar 5,57-5,84%. Kadar lemak yang dihasilkan belum memenuhi syarat mutu roti manis SNI 01-3840-1995 yaitu makismal 3%. 



Gambar 6. Grafik hasil uji kadar lemak Berdasarkan hasil uji ANOVA, diperoleh nilai signifikansi kadar lemak pukis ubi ungu sebesar 0,040 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi kadar lemak pukis ubi ungu secara nyata pada taraf signifikansi 0,05. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji beda rata-rata (uji Duncan) lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi kadar lemak produk yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil uji Duncan uji kadar lemak pukis ubi ungu



Kadar Karbohidrat



Karbohidrat merupakan komponen bahan pangan yang menjadi sumber energi utama dalam tubuh. Hasil uji kadar karbohidrat pukis ubi ungu (%) dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 51,04; 50,98; 51,44; 51,47; dan 51,00. Gambar 7 menujukkan kadar karbohidrat pukis ubi ungu cenderung fluktuatif.



Gambar 7. Grafik hasil uji kadar karbohidrat Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,748 lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima. Dengan demikian, adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang



berbeda tidak memengaruhi kadar karbohidrat pukis ubi ungu secara nyata pada taraf signifikansi 0,05. Hasil uji kadar karbohdrat pukis ubi ungu pada penelitian ini yaitu berkisar 50,98-51,47%.



C.



Uji Organoleptik  Uji Hedonik Uji hedonik dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan dari tiap sampel produk. Pengujian dilakukan pada 25 panelis terhadap parameter warna, aroma, tekstur dan rasa pukis ubi ungu dengan memberikan skor dalam skala hedonik yang sudah ditentukan. a. Warna Hasil uji hedonik warna pukis dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 70,7%; 32,0%; 58,7%; 89,3%; dan 90,7%. Pada Gambar 8, grafik batang persentase ratarata panelis yang suka sampai sangat suka terhadap warna pukis ubi ungu menunjukkan bahwa perlakuan A5 (ubi ungu 60%) adalah yang paling disukai oleh panelis.



ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian, perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi kesukaan panelis terhadap warna pukis ubi ungu. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji Duncan uji hedonik warna Perlakua Rata α = 0,05 α = 0,01 n rata A2 32.0000 a a A3 58.6667 b b A1 70.6667 b c b c A4 82.6667 c d c A5 90.6667 d c Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada α = 0,05 perlakuan A2 berbeda nyata dengan A3, A1, A4 dan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan A1, tetapi berbeda nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A4, tetapi berbeda nyata dengan A5 serta perlakuan A4 dengan A5 tidak berbeda nyata. Pada hasil uji Duncan α = 0,01 perlakuan A2 berbeda sangat nyata dengan A3, A1, A4 dan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda sangat nyata dengan A1, tetapi berbeda sangat nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A1, A4 dan A5 tidak berbeda sangat nyata. b. Aroma



Gambar 8. Grafik hasil uji hedonik warna Berdasarkan hasil uji ANOVA dipeoleh nilai signifikansi 0.001 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan bahwa adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap warna pukis



Hasil uji hedonik terhadap parameter aroma pukis dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturutturut sebesar 56,0%; 65,3%; 73,3%; 81,3%; dan 88,0%. Pada Gambar 9, grafik batang persentase rata-rata panelis yang suka sampai sangat suka terhadap aroma pukis ubi ungu menunjukkan bahwa perlakuan A5 (ubi ungu 60%) adalah yang paling disukai oleh panelis.



nyata dengan A3, A4 dan A5. Perlakuan A2 tidak berbeda sangat nyata dengan A3, tetapi berbeda sangat nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A3, A4 dan A5 saling tidak berbeda sangat nyata. c. Tekstur



Gambar 9. Grafik hasil uji hedonik aroma Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma pukis pada taraf siginifikasi α = 0,05. Dengan demikian, perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma pukis ubi ungu. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji Duncan uji hedonik aroma Perlakuan A1 A2 A3 A4 A5



Rata rata 56.0000 65.3333 73.3333 81.3333 88.0000



α = 0,05



α = 0,01



a a a b a b b c b c c d c d c



Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa pada α = 0,05 perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A2, tetapi berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan A3, tetapi berbeda nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan A4, tetapi berbeda nyata dengan A5. Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan A5. Pada hasil uji Duncan α = 0,01 perlakuan A1 tidak berbeda sangat nyata dengan A2, tetapi berbeda sangat



Hasil uji hedonik tekstur pukis dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 44,0%; 60,0%; 78,7%; 86,7%; dan 88,0%. Pada Gambar 10, grafik batang persentase rata-rata panelis yang suka sampai sangat suka terhadap tekstur pukis ubi ungu menunjukkan bahwa perlakuan A5 (ubi ungu 60%) adalah yang paling disukai oleh panelis.



Gambar 10. Grafik hasil uji hedonik tekstur Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pukis ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian, perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi kesukaan terhadap tekstur pukis ubi ungu. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil uji Duncan uji hedonik tekstur



Perlakuan A1 A2 A3 A4 A5



Rata rata 44.0000 60.0000 78.6667 86.6667 88.0000



α= 0,05



α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa pukis pada taraf siginifikasi α = 0,05. Dengan demikian, perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa pukis ubi ungu. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil uji Duncan uji hedonik rasa Rata α= Perlakuan α = 0,05 rata 0,01 A2 54.6667 a a A1 61.3333 a b a b A3 69.3333 a b c a b A4 77.3333 b c a b A5 81.3333 c b



α = 0,01



a



a a



b c c c



b b b



Hasil uji Duncan pada Tabel 5 menunjukkan persen rata-rata panelis yang menyatakan suka sampai sangat suka sekali terhadap parameter tekstur pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu perlakuan A1 berbeda nyata dengan A2, A3, A4 dan A5. Perlakuan A2 berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5 serta perlakuan A3, A4 dan A5 tidak berbeda nyata. Pada hasil uji Duncan α = 0,01 perlakuan A1 tidak berbeda sangat nyata dengan A2, tetapi berbeda sangat nyata dengan A3, A4 dan A5. Perlakuan A3, A4 dan A5 tidak berbeda sangat nyata.



Hasil uji Duncan pada Tabel 6 menunjukkan persen rata-rata panelis yang menyatakan suka sampai sangat suka sekali terhadap parameter rasa pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu perlakuan A2, A1 dan A3 tidak berbeda nyata, tetapi A2 berbeda nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A1, A3 dan A4 tidak berbeda nyata, tetapi A1 berbeda nyata dengan A5. Perlakuan A3, A4 dan A5 tidak berbeda nyata. Hasil uji Duncan pada α = 0,01 perlakuan A2, A1, A3 dan A4 tidak berbeda sangat nyata, tetapi A2 berbeda sangat nyata dengan A5. Perlakuan A1, A3, A4 dan A5 tidak berbeda sangat nyata.



d. Rasa Hasil uji hedonik rasa pukis dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut sebesar 61,3%; 54,7%; 69,3%; 77,3%; dan 81,3%. Pada Gambar 13, grafik batang persentase ratarata panelis yang suka sampai sangat suka terhadap rasa pukis ubi ungu menunjukkan bahwa perlakuan A5 (ubi ungu 60%) adalah yang paling disukai oleh panelis.







Gambar 11. Grafik hasil uji hedonik rasa Berdasarkan hasil ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,020 lebih kecil dari



Uji Mutu Hedonik Mutu hedonik suatu produk dapat diketahui dengan pengujian inderawi. Salah satu uji yang dapat digunakan adalah uji penerimaan. Pada uji penerimaan seorang panelis mengungkapkan tanggapan pribadi berupa kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang tidaknya sifat sensori dari produk yang dinilai (Sarastani, 2012).



a.



Warna



Hasil uji mutu hedonik warna dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut adalah 1,0; 2,3; 3,1; 3;8 dan 4,6. Pada Gambar 12, grafik batang mutu hedonik warna menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ubi ungu yang digunakan, maka mutu hedonik warnanya semakin tinggi. Mutu hedonik pada produk yang paling disukai panelis yaitu perlakuan A5 (ubi ungu 60%) dengan kriteria berwarna ungu tua.



Gambar 12. Grafik hasil uji mutu hedonik warna Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan bahwa adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi mutu hedonik warna pukis ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian, perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi mutu hedonik warna produk. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji Duncan pada Tabel 7 menunjukkan rata-rata mutu hedonik warna pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu pada semua perlakuan saling berbeda nyata. Pada α = 0,01 hasil serupa pada semua perlakuan yaitu saling berbeda sangat nyata. Tabel 7. Hasil uji Duncan uji mutu hedonik warna Rata Perlakuan α = 0,05 α = 0,01 rata



A1 A2 A3 A4 A5



1.0000 a a 2.3000 b b 3.0667 c c 3.8000 d d 4.6000 e e



Warna merupakan mutu sensori pertama yang dapat langsung diamati panelis. Oleh karena itu, warna merupakan faktor sensori yang memegang peranan penting dan mempengaruhi sifat sensori yang lain (Winarno, 2004). Dalam penelitian ini warna pukis semakin meningkat ke ungu tua seiring meningkatnya konsentrasi ubi jalar ungu yang digunakan. Pada saat pemanggangan pukis terjadi reaksi pencoklatan (karamelisasi) yang berlangsung antara protein dengan gula dalam adonan yang menimbulkan warna coklat pada permukaan kue (Winarno, 2004). b.



Aroma



Hasil uji mutu hedonik aroma dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut adalah 2,1; 2,5; 3,0; 3,3; dan 4,0. Pada Gambar 13, grafik batang mutu hedonik aroma pukis ubi ungu menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ubi ungu yang digunakan, maka mutu hedonik aromanya semakin tinggi.



Gambar 13. Grafik hasil uji mutu hedonik aroma Mutu hedonik pada produk yang paling disukai panelis yaitu perlakuan A5 (ubi ungu 60%) dengan kriteria beraroma ubi.



Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan bahwa adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi mutu hedonik aroma pukis ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji ANOVA, maka perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi mutu hedonik aroma produk. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil uji Duncan uji mutu hedonik aroma Rata Perlakuan α = 0,05 α = 0,01 rata A1 2.1000 a a A2 2.5333 b b A3 2.9667 c c A4 3.2667 d c A5 4.0000 e d Hasil uji Duncan pada Tabel 8 menunjukkan rata-rata mutu hedonik aroma pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu semua perlakuan saling berbeda nyata. Pada hasil uji Duncan pada α = 0,01 perlakuan A1 dan A2 sangat berbeda nyata. Perlakuan A3 tidak berbeda sangat nyata dengan A4, tetapi berbeda sangat nyata A5. Perlakuan A4 dan A5 berbeda sangat nyata. Aroma merupakan mutu sensori yang dinilai oleh indera pembau yang dapat memengaruhi penerimaan panelis terhadap suatu produk. Hal ini terjadi karena adanya proses pemanggangan yang menghasilkan aroma panggang antara gula dan asam amino (Mariana, 2007). c.



Tekstur



Hasil uji mutu hedonik tekstur dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut adalah 2,6; 2,9; 3,3; 3,5; dan 4,1. Pada Gambar 14, grafik batang hasil uji mutu hedonik tekstur pukis ubi ungu menunjukkan bahwa semakin tinggi



konsentrasi ubi ungu yang digunakan, maka mutu hedonik teksturnya semakin tinggi. Mutu hedonik pada produk yang paling disukai panelis yaitu perlakuan A5 (ubi ungu 60%) dengan kriteria bertekstur lembut.



Gambar 14. Grafik hasil uji mutu hedonik tekstur Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini menyatakan bahwa adanya penggunaa ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi mutu hedonik tekstur pukis ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji ANOVA, maka perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi mutu hedonik tekstur pukis ubi ungu. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji Duncan uji mutu hedonik tekstur Perlakuan A1 A2 A3 A4 A5



Rata rata 2.6333 2.8667 3.3333 3.5000 4.1667



α = 0,05 a a



α = 0,01 a a b b c c



b b c



d



Hasil uji Duncan pada Tabel 9 menunjukkan rata-rata mutu hedonik tekstur pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5. Perlakuan A3 dan A4 tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan A5.



Pada hasil uji Duncan pada α = 0,01 perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda sangat nyata, tetapi A1 berbeda sangat nyata dengan A3, A4 dan A5. Perlakuan A2 dan A3 tidak berbeda sangat nyata, tetapi A2 berbeda sangat nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A3 dan A4 tidak berbeda sangat nyata, tetapi keduanya berbeda sangat nyata dengan A5. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut (Winarno, 2004). Tekstur yang baik dari kue pukis adalah apabila mempunyai tingkat keempukan yang maksimal dan kondisi ini dapat dicapai ketika proses fermentasi oleh ragi adonan dapat mengembang maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan dan mutu gluten yang terdapat pada tepung terigu yang digunakan pada pembuatan kue pukis. d.



Rasa



Hasil uji mutu hedonik rasa dengan konsentrasi ubi ungu 0%; 15%; 30%; 45% dan 60% berturut-turut adalah 3,0; 2,9; 3,2; 3,5; dan 3,9. Pada Gambar 14, grafik batang hasil mutu hedonik rasa pukis ubi ungu menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ubi ungu yang digunakan, maka mutu hedonik rasanya semakin tinggi. Mutu hedonik pada produk yang paling disukai panelis yaitu perlakuan A5 (ubi ungu 60%) dengan kriteria berasa manis.



Gambar 17. Grafik hasil uji mutu hedonik rasa Berdasarkan hasil ANOVA diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil



ini meyatakan bahwa adanya penggunaan ubi ungu dengan konsentrasi yang berbeda memengaruhi mutu hedonik rasa pukis ubi ungu pada taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji ANOVA, maka perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan yang dapat memengaruhi mutu hedonik rasa pukis ubi ungu. Uji yang dilakukan yaitu uji beda rata-rata (uji Duncan) yang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji Duncan uji mutu hedonik rasa Rata Perlakuan α = 0,05 α = 0,01 rata A2 2.9667 a a A1 3.0000 a b a A3 3.2000 b a A4 3.5000 c b A5 3.9000 d c Hasil uji Duncan pada Tabel 10 menunjukkan rata-rata mutu hedonik rasa pukis ubi ungu pada α = 0,05 yaitu perlakuan A2 dan A1 tidak berbeda nyata, tetapi A2 berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5. Perlakuan A1 dan A3 tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A4 dan A5 saling berbeda nyata. Pada hasil uji Duncan pada α = 0,01 perlakuan A2, A1 dan A3 tidak berbeda sangat nyata, tetapi ketiganya berbeda sangat nyata dengan A4 dan A5. Perlakuan A4 dan A5 saling berbeda sangat nyata. Rasa merupakan sensasi sensori yang dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan pada lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sumber rasa manis terutama adalah gula, sedangkan rasa asin berasal dari garam-garam organik, yang umum adalah NaCl murni. Pada penelitian ini kandungan gula pada ubi ungu dan rasa gurih pada santan dapat memengaruhi sensasi rasa yang timbul. Suhu makanan akan mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa. Makanan yang terlalu panas



akan membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan, sedangkan makanan yang dingin dapat membius kuncup sehingga tidak peka lagi (Winarno, 2004). Uji Penunjang: Kadar Antioksidan Pengujian antioksidan dilakukan untuk mengetahui kadar antosianin dalam produk. Adanya kandungan antioksidan pada ubi ungu menjadi nilai tambah sehingga digunakan untuk membuat pukis dengan nilai gizi yang lebih baik. Metode yang digunakan dalam pengujian ini yaitu secara HPLC yang dinyatakan sebagai kadar antosianin dalam pukis ubi ungu. Uji kadar antioksidan dilakukan pada perlakuan terbaik dari hasil uji hedonik yaitu A5 dengan konsentrasi ubi ungu 60%. Hasil uji antioksidan kadar antosianin dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata kadar antosianin Ulangan Perlakuan A5 43,00 1 47,00 2 49,00 3 139,00 Jumlah 46,33 ± 3,06 Rataan (ppb) D.



Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa kadar antosianin pukis ubi ungu yaitu 46,33ppb atau setara dengan 0,046ppm. Pada penelitian Husna, dkk (2013) ubi ungu segar memiliki kadar antosianin 61,85mg/100gram atau setara dengan 618,50ppm. Dengan demikian, ada penurunan kandungan antosianin pada produk pukis ubi ungu yang dapat disebabkan adanya proses seperti pencucian dan pemanasan yang dapat merusak senyawa antosianin pada ubi ungu. IV.



KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hedonik perlakuan A5 dengan konsentrasi ubi ungu 60% adalah yang paling disukai dengan karakteristik berwarna ungu A.



tua, beraroma ubi, bertekstur lembut dan berasa manis. Perlakuan tersebut memiliki nilai derajat pengembangan -2,08%, kadar air 38,05%, kadar abu 0,93%, kadar protein 4,30%, kadar lemak 5,57% dan kadar karbohidrat 51,00% dan kadar antioksidan 46,33ppb. Dengan demikian, konsentrasi ubi jalar ungu maksimal yang masih memberikan mutu yag diterima panelis adalah 60% ubi ungu kukus. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan untuk ada penelitian lanjutan agar kadar lemak produk masuk syarat mutu SNI 01-3840-1995 yaitu makismal 3% dan derajat pengembangan pukis ubi ungu bernilai positif. DAFTAR PUSTAKA Aliem, I. M. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta: Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita. V.



Astawan, M. dan S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik ubi jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Penelitian RUSNAS, Bogor. Balitkabi. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balitkabi Malang. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh: H. Purnomo dan Adiono. Jakarta: UIPress. Desrosier. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. Jakarta: UI-Press. Faridah, A. 2008. Patiseri. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ginting, E., J. S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Jusuf. 2011. Potensi Ubi Jalar Ungu sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1.



Ginting, E., S.S. Antarlina, I. Sudaryono, A. Winarto, dan Sugiono. 2008. Resep Produk Olahan Umbi-umbian dan Kacang-kacangan. Malang: Balitkabi. Husna, N. E., M. Novita, dan S. Rohaya. 2013. Kandungan Antosianin dan Aktivitas Antioksidan ubi jalar Ungu Segar dan Produk Olahannya. Agritech Vol 33 No 3. Banda Aceh: UNSYIAH. Juanda, D., dan B. Cahyono. 2000. Ubi Jalar: Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius. Jusuf, M., Rahayuningsih, St. A. dan Ginting, E. (2008). Ubi jalar ungu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30: 13-14. Lestari, S.N. 2015. Karya Tulis Ilmiah: Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschatta Duch) Pada Tepung Terigu Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar β-Karoten Kue Pukis. Padang: Poltekes Kemenkes Padang. Mariana, L., 2007. Pembuatan Roti Manis. Diklat Pengolahan Serealia dan Kacang-Kacangan. Departemen Agroindustri Vedca. P4TK Cianjur. Mudjajanto, E. S. dan L. N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya. Nuroso, A. 2015. Studi Pembuatan Kue Pukis dari Tepung Kembang Tahu Terhadap Sifat Organoleptik yang Dihasilkan. http://agusnuroso81.blogspot.co.id/2015/12/kue -pukis-dari-tepung-kembang-tahu.html Novalinda, D. dan N. Asni. 2013. Teknologi Pengolahan Pangan Lokal. Jambi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.



Prasetyan, L. dan A. Bahar. 2014. Pengaruh Subtitusi Mocaf (Modified Cassava Flour) dan Penambahan Wortel (Daucus Carrota) terhadap Hasil Jadi Kue Pukis. Jurnal UNESA Vol 3 No 1. Sarastani, D. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Organoleptik. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sarwono, B. 2005. Ubi jalar: Cara Budi Daya yang Tepat, Efisien dan Ekonomis. Jakarta: Penebar Swadaya. Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius. Standar Nasional Indonesia 3751:2009. Syarat Mutu Tepung Terigu. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 01-3840-1995. Syarat Mutu Cake. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Trinity, 2009. 500 Resep Lezat Selera Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Anggrek Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam Upaya Menunjang Divertifikasi Pangan. Makalah Pribadi pengantar ke Falsafah Sains. Program Sarjana S3. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.