Askeb Sibling Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI A DENGAN SIBLING RIVALRY DI PUSKESMAS DEMAK Laporan studi kasus disusun untuk memenuhi target pada stase “Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah”



Disusun Oleh : M.A. Wulanda Wardani 32101800006



PRODI KEBIDANAN SARJANA DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN



Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Alamat: Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang 50112 PO Box 1054



Telepon. (024) 6583584 Faksimile: (024) 6581278 Tahun 2020 BAB I TIJAUAN TEORI



A. Sibling rivalry 1. Pengertian Sibling rivalry adalah kecemburuan persaingan antar saudara. Pola asuh yang diajarkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari akan mempengaruhi kecenderungan anak terhadap persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry). Adler mengatakan bahwa urutan kelahiran berpengaruh pada tahap perkem- bangan dan kehidupan seorang anak nantinya, karena baik si sulung, tengah, maupun bungsu dibesarkan oleh pengasuhan yang relatif berbeda yang mereka terima dari orang tua. Pola pengasuhan yang berbeda tersebut akhirnya menyebabkan masing-masing anak memiliki tumbuh dengan persepsinya sendiri pada orang tua dan saudara kandungnya. Adler juga menekankan bahwa sibling rivalry dapat terjadi pada anak pertama, anak kedua, dan anak bungsu. Anak sulung cenderung menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian. Pengalaman kehilangan perhatian orang tua ini bisa membuat anak sulung bertingkah laku macam-macam, seperti membenci orang lain, melindungi diri terhadap perubahan nasib yang terjadi secara mendadak, dan merasa tidak aman. Lain halnya pada anak kedua dan anak bungsu, mereka akan selalu berusaha untuk melebihi kakaknya dan mereka menjadi sering termotivasi untuk melampaui kakaknya (Alwisol, 2010). 2. Aspek-aspek Sibling Rivalry a. Konflik Konflik adalah peristiwa sosial yang melibatkan oposisi dan adanya perbedaan pendapat. Perilaku tersebut seperti melawan, menolak dan memprotes. Konflik terjadi apabila dua atau lebih individu berhubungan dalam perilaku yang berlawanan. b. Cemburu pada saudara kandung muncul ketika terjadi ketidakpuasan pada salah satu anak kepada oreangn tuanya yang memperlakukan anak-anaknya berbeda satu sama lain. Karena anak-anak sangat tergantung pada orang tua dalam hal kasih sayang, perhatian dan pemenuhan kebutuhan-kebuituhannya sehingga anak-anak tidak suka bila harus membagi kasih saying orangtuanya dengan siapapun. Perilaku tersebut seperti iri hati dan dengki. c. Kekesalan Terkadang perasaan kesal seperti sebal dan marah pada orang tua dilampiaskan kepada saudaranya (adik/kakak). Hal tersebut terjadi karena ketidak berdayaan melawan orang tuanya. Jika hal tersebut berkenaan dengan perlakuan orang tua yang menurutnya memberikan



posisi spesial pada saudaranya. Dilain hal, kekesalan dapat tertumpah pada saudaranya apabila ia mendapat dirinya sebagai pihak yang tidak memiliki hal yang sama dengan saudaranya. 3. Faktor-faktor Sibling Rivalry Woolfson (2004), munculnya Sibling Rivalry yaitu rasa iri hati antara saudara, biasanya terjadi pada usia 5 tahun pertama. Ketika posisi si kakak sebagai pusat perhatian digantikan oleh adiknya, saat itu lah kebencian dan iri hati dimulai. Sebelum adiknya lahir, si kakak memiliki kasih sayang sepenuhnya, tapi sekarang dia merasa adiknya mengambil banyak waktu dan perhatian orang tuanya itu. Penelitian psikologi menunjukkan bahwa anak kedua dan ketiga bisa merasa benci kepada adik mereka dan anak-anak yang lebih muda cenderung merasa iri hati juga, khususnya apabila meraka menganggap kakaknya diberi lebih banyak kebebasan. Novairi dan Bayu (2012), Faktor eksternal, meliputi sikap orang tua yang salah, misalnya sebagai berikut: a. Sikap membanding-bandingkan. b. Adanya favoritisme (anak emas) Faktor internal, yaitu faktor dari diri anak itu sendiri, misalnya sebagai berikut: a. Temperamen Sifat dan watak anak mempengaruhi pertengkaran antar saudara atau sibling rivalry. Bagi anak yang terlalu sensitif, gampang tersinggung dan cepat marah akan membuat anak cepat sekali merasa marah karena perbuatan saudaranya. Dan juga dapat dengan mudah tersinggung ketika orang-orang di sekitarnya membanding-bandingkannya dengan saudaranya. b. Sikap anak (mencari perhatian atau saling mengganggu) c. Sikap anak yang mencari perhatian dari orangtua dan orang-orang disekitarnya membuat saudaranya akan merasa tersingkir jika ia tidak melakukan hal yang sama sehingga mereka bersaing untuk mencari perhatian dari orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini akan membuat anak berselisih dan salingmengganggu agar anak lain tidak mendapat perhatian dari orangtua dan orang-orang disekitarnya. d. Perbedaan usia dan jenis kelamin Perbedaan usia yang terlalu dekat membuat anak berselisih untuk mencari perhatian. Anak yang lebih besar merasa adiknya telah merebut perhatian orangtua dari dirinya. Jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya perselisihan dalam kombinasi sibling rivalry perempuan-perempuan terdapat lebih banyak perasaan iri hati, sedangkan kombinasi laki-laki akan terjadi perkelahian. e. Posisi dalam keluarga



Santrock (1995) menyebutkan bahwa urutan kelahiran diasosiasikan dengan variasi-variasi dalam relasi saudara kandung. Dimana ketika saudara yang lebih tua iri atau menunjukkan rasa permusuhan, orang tua seringkali melindungi saudara yang lebih muda. f.



Usia Hopson (2002) menyatakan bahwa berapapun perbedaan umur antara kedua saudara tersebut itu bisa saja mengarah pada persaingan.



4. Dampak Negatif Sibling Rivalry Hurlock (2007), Dampak Sibling Rivalry setidaknya ada 2 macam reaksi, yaitu sebagai berikut: a. Bersifat langsung yang dimunculkan dalam bentuk perilaku agresif mengarah ke fisik seperti menggigit, memukul, mencakar, melukai, dan menendang atau usaha yang dapat diterima secara sosial untuk mengalahkan saingannya. b. Reaksi tidak langsung yang dimunculkan bersifat lebih halus sehingga sulit untuk dikenali seperti: mengompol, pura-pura sakit, menangis, dan menjadi nakal. Dan dalam Novairi dan Bayu (2012), dampak negatif dari sibling rivalry adalah sebagai berikut: a. Anak merasa tidak memiliki harga diri di mata orangtuanya karena merasa terus menerus di salahkan Hal ini biasanya terjadi pada sang kakak, ketika bertengkar dan adiknya menangis, biasanya orang tua selalu menyalahkan kakaknya. b. Anak tidak pernah mengetahui mana hal yang benar Ketika kakakadik bertengkar orangtua hanya diam, maka anak-anak menganggap bahwa melakukan hal yang benar. lama kelamaan kebiasaan dan pemahaman itu akan melekat dalam jiwa mereka hingga dewasa, lebih parah mereka bisa saja bersifat agresif dan menekan terhadap saudaranya sebab sedari kecil sudah terbiasa dengan kondisi yang demikian. c. Kakak akan menyimpan dendam kepada sang adik karena orangtua selalu membela adiknya ataupun sebaliknya Apabila rasa benci telah tertanam sejak kecil terhadap saudarnya, maka tidaklah sulit baginya untuk berkembang menjadi suatu hal yang mengerikan lagi di masa datang. Bisa-bisa ia menyimpan keinginan untuk membalas dendam kepada saudaranya suatu saat nanti. d. ada rasa dendam dan kebencian terhadap saudaranya yang bisa terus tertanam hingga mereka dewasa Ada kisah mengenai orangtua yang hingga ia memiliki anak dan hidup terpisah dari saudara dan keluarga yang lain. Dia tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan saudara sendiri. Hal itu di karenakan sejak kecil tidak pernah akur, sehingga merasa canggung untuk berdekatan lagi.



e. Jika terjadi perkelahian, sang adik biasanya mengandalkan tangisan untuk mengadu kepada ibu dan meminta pembelaan darinya. Sering kali orang tua selalu menasehati sang kakak tanpa mengetahui duduk permasalahanya Padahal masalah itu belum tentu di buat sang kakak. Berdasakan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sibling rivalry dapat berdampak dengan hilangnya harga diri pada anak, Anak tidak pernah mengetahui mana hal yang benar jika orang tua tidak ikut campur dalam perselisihanya, kakak akan menyimpan dendam kepada sang adik karena orang tua selalu membela adiknya ataupun sebaliknya sehingga hal tersebut dapat memunculkan rasa dendam dan kebencian terhadap saudaranya yang bisa terus tertanam hingga mereka dewasa, selain itu munculnya regresi pada anak, jika terjadi pertengkaran ia pasti akan menangis. 5. Manfaat Adanya Sibling Rivalry Persaingan diantara saudara kandung (sibling rivalry) dalam sebuah keluarga tidak selalu berdampak negatif karena ada manfaat yang bisa dipetik. Manfaat itu akan lebih nyata jika dibandingkan dengan seseorang yang dilahirkan sebagai anak tunggal. Priatna dan Yulia (2006), bahwa dalam kenyataannya, didalam hidup kita menemui konflik yang tidak bisa dihindari, baik konflik dengan teman, rekan kerja, maupun pasangan hidup. Kita bisa mempersiapkan anak-anak kita untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik itu di rumah. Konflik yang bisa diatasi dirumah mereka, sibling lebih tegar ketika menghadapi konflik diluar rumah jika anak sudah terlatih untuk mengatasi konflik dengan saudaranya dengan cara yang baik dan bijaksana. Samalin (2003), permusuhan punya segi positif dalam hidup anak karena permusuhan memberi jalan mereka, didalam rumah mereka yang aman untuk menguji batas-batas mereka, mempertahankan diri mereka, dan belajar bernegosiasi untuk hal yang mereka inginkan dan butuhkan. Itu juga yang membuat mereka lebih dekat. 6. Cara Untuk Mengatasi Sibling Rivalry Priatna dan Yulia (2006), berikut beberapa cara untuk mengatasi masalah persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry). a. Doronglah anak untuk saling mengungkapkan rasa sayang dan menanamkan rasa saling memiliki. Anak tidak bisa hanya disuruh menyayangi tapi mereka harus diajarkan dan dikondisikan bagaimana cara menyayangi. Selain itu tanamkan rasa saling memiliki. Misalnya kakak membantu adik membereskan mainan atau adik membantu kakak mencuci sepeda, dan lain sebagainya. Sehingga menimbulkan rasa saling memiliki antara kakak dan adik, bukannya rasa persaingan. Ingatkan bahwa saudara kandung adalah teman yang mereka miliki selamanya. Hal tersebut juga



dapat menimbulkan rasa aman dan rasa diterima dalam diri mereka sehingga hal tersebu juga dapat menumbuhkan rasa persaudaraan diantara mereka. b. Jangan membanding-bandingkan namun hargai keunikan anak. Minimalkan perbedaan antara anak, jangan dibandingkan kelebihan atau kekurangan anak yang satu dengan yang lainnya. Seringkali orang tua melakukan hal ini tanpa sadar. Tiap anak mempunyai kelebihan, kekurangan dan keunikannya masing-masing. Hargailah perbedaan itu dan jangan membanding-bandingkannya. Selain itu, tiap anak memiliki keunikan tersendiri. Mereka mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing oleh karena itu tidak suka dibandingkan dengan anak yang lain Syarqawi (2003), Anak akan lebih menghargai dan mau bersikap terbuka karena dia tidak dipermalukan di depan saudaranya. Secara sederhana, orang tua harus bijak dalam membagi pujian dan kritikan bagi anak-anaknya dengan menganggap bahwa semuanya memiliki posisi yang sama besar. Adapun cara untuk menghargai keunikan dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi masing-masing anak sesuai kemampuan masing-masing. c. Pupuklah harga diri anak. Tingkatkan terus harga diri anak dengan bakat atau kelebihan masingmasing. Anak-anak bisa menjadi iri jika kakak atau adiknya lebih berhasil atau disukai orang lain. Untuk menaikkan harga diri anak, yang dapat dilakukan adalah menggali potensi atau kelebihan masingmasing anak sehingga tidak ada anak yang iri dan berkecil hati karena tidak merasa memiliki suatu kelebihan yang patut dipuji-puji orang lain. d. Kenali tempramen anak. Tidak semua anak mudah ditangani. Ada anak sangat penurut dan mudah diatur, dilain pihak ada anak yang cenderung memberontak. Oleh karena itu orang tua perlu menggali tempramen masingmasing anak. e. Ajarkan anak untuk mengatasi konflik Konflik bukan ditiadakan, namun sebagai sarana berdamai kembali, saling memaafkan, dan menyelesaikan masalah. Anak-anak harus diajarkan untuk mengatasi konflik tidak harus saling bertengkar. f.



Buatlah peraturan yang jelas untuk ditaati. Anak harus mengetahui dan mematuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga. Misalnya : 1) Tidak boleh saling memukul saat bertengkar. 2) Tidak boleh saling mengejek atau mengeluarkan kata-kata kasar. 3) Jika meminjam barang milik orang lain harus seijin si empunya dan mengembalikan ketempat semula setelah selesi meminjam.



g. Bersikap adil terhadap setiap anak. Usahakan supaya orang tua bersikap adil terhadap masing-masing anak karena rasa cemburu atau iri sangat mudah dipicu dari rasa diperlakukan tidak adil oleh orang tua. Jika memang orang tua merasa harus membedakan perlakuan kepada anak yang berkebutuhan khusus misalnya maka orang tua harus memberikan penjelasan yang masuk akal kepada anak bahwa dia tidak dibedakan. Yang perlu diingat disini adalah bahwa adil tidak selalu harus sama banyak, tapi harus sesuai kebutuhan. 7. Alquran dan hadist a. Q.S. Yusuf Jauh sebelum Freud dan para psikolog memperdebatkan isu ini, Alquran telah menjelaskan dua konsep sibling rivalry melalui tuturan kisah Yusuf dan saudara-saudaranya yang terekam dalam satu surah utuh menggunakan nama sang Nabi, yaitu Q.S. Yusuf (12). Disebut-sebut sebagai ahsan al-



Qashash (Sebaik-baik kisah), surah ini tidak hanya mengandung pembelajaran khusus untuk Nabi Muhammad (Q.S. Yusuf: 3), namun juga mengandung pengajaran yang indah tentang human nature (Q.S. Yusuf: 7). Kisah ini dibuka dengan percakapan Yusuf dengan ayahnya terkait mimpi yang didapatkannya. Ibn Katsir menjelaskan nama ayah Yusuf adalah Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Jadi jelas bahwa Yusuf memiliki garis keturunan langsung nabi sekaligus rasul Allah.



Dal am ayat ini, Ya’qub melarang Yusuf menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya karena dikhawatirkan mereka akan membuat rencana jahat untuk Yusuf. Di satu sisi, tindakan ini merupakan langkah bijaksana seorang ayah guna menghindari kecemburuan anak lainnya, namun di sisi lain perbuatan sang ayah memilih sikap diam ini cukup mengherankan mengingat mimpi tersebut merupakan titik awal karir Yusuf sebagai Nabi (Q.S. Yusuf: 6) yang seharusnya mendapat pengakuan dari sekitarnya. Nampak favoritisme Ya’qub lebih memilih menutupi hal tersebut. Seandainya Ya’qub sebagai kepala keluarga berbincang secara terbuka dan memberikan pemahaman yang baik kepada anak-anaknya terkait mimpi ini dan sikapnya pada Yusuf, mungkin saja muslihat anak-anaknya terhadap Yusuf tidak terjadi dan rasa persaingan yang timbul antar anak dapat dihindari. Terlebih dalam ayat di atas, Ya’qub nampak yakin bahwa anak-anaknya akan berkolaborasi membuat rencana melawan Yusuf.



Selanjutnya, scene berganti dengan percakapan saudara-saudara Yusuf mengeluhkan sikap favoritisasi sang ayah terhadap Yusuf dan saudara seibunya, Binyamin.



Para saudara Yusuf menggerutu bahwa ayah mereka lebih mengutamakan dan menyayangi Yusuf dan Binyamin ketimbang mereka yang banyak dan menganggap sikap ayah mereka tersebut sungguh salah. Ketidakpuasan tersebut membawa pada sebuah rencana menyingkirkan Yusuf dari hadapan ayahnya, entah dengan membunuh atau membuangnya ke suatu tempat. Dalam pikiran mereka, jika Yusuf tiada, perhatian dan kasih sayang sang ayah akan tercurah sepenuhnya untuk mereka. Setelah rencana dan harapan mereka terlaksana, barulah mereka akan bertaubat. Keinginan saudara-saudara Yusuf ini merupakan manifestasi dari sibling rivalry Dalam kisah Yusuf di atas, perasaan sibling rivalry itu membawa pada bahaya yang tidak bisa disepelekan, sebuah kejahatan terencana menghilangkan nyawa seseorang. Dalam banyak kasus di lapangan, betapa banyak konflik antar saudara berawal dari rasa iri dan sibling rivalry berujung pada kematian salah satu saudara. Oleh karena itu, beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kelompok ayat Q.S. Yusuf (12: 3-9) ini adalah (1) Orang tua harus berhati-hati dalam mengekspresikan kasih sayang mereka terhadap anakanaknya, termasuk menghindari berlaku favoritism, agar tidak timbul rasa cemburu dan iri antar saudara di hati mereka, (2) Iri merupakan emosi yang sangat destruktif karena mampu memutus bahkan ikatan keluarga sekalipun. (HM) b. Hadist



Dari



Abu



Hurairah



radhiyallahu



‘anhu dia



berkata,



Rasulullah



shallallahu



‘alaihi



wa



sallam bersabda:”Janganlah kalian saling dengki, melakukan najasy, saling membenci, saling membelakangi dan sebagian dari kalian menjual apa yang dijual saudaranya. Jadilah kalian semua hamba–hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, sehingga dia tidak boleh menzhaliminya, menghinanya, mendustakannya dan merendahkannya.Takwa itu letaknya di sini sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali cukuplah seseorang itudalam



kejelekan selama dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim)



8. Perkembangan Anak usia 3 tahun



a. Kemampuan Bahasa dan Komunikasi Anak usia 3 tahun sudah mulai mengembangkan keterampilan berbahasa dan berkomunikasi, seperti:  Mengikuti 2-3 perintah, misalnya "Ayo, adik pakai piyama lalu gosok gigi ya"  Bisa berbincang menggunakan 2-3 kalimat sekaligus  Mampu menggunakan kata ganti, seperti “Aku”, “Kamu”, “Kita”, dan lain-lain



 Mengenali nama teman  Menyebutkan namanya, usia, dan jenis kelaminnya  Mampu berbicara jelas dengan 3-4 kata



b. Keterampilan Fisik dan Motorik Sedangkan, dari keterampilan fisik dan motorik, dapat dilihat perkembangan anak usia 3 tahun menunjukkan kemampuan:  Bisa berjalan dengan baik  Mampu menaiki tangga atau jalan yang landai  Bisa melompat dengan satu kaki  Bisa naik turun tangga dengan satu kaki di setiap langkah



c. Keterampilan Sosial dan Emosional Dari segi keterampilan sosial dan emosional, orangtua sudah sepatutnya lebih jeli dalam mengamati perkembangan anak usia 3 tahun. Mereka umumnya sudah bisa melakukan:  Menirukan apa yang dilakukan orang dewasa atau temannya  Bersikap mandiri atau tidak menangis saat ditinggal ibunya  Bisa berpakaian tanpa bantuan  Suka membantu tugas rumah tangga  Menunjukkan berbagai perasaan  Mau bergiliran saat bermain.



d. Keterampilan Mental dan Berpikir Kemampuan mental dan berpikir anak sangat berkembang pesat dalam usia ini. Amati apakah dalam perkembangan anak usia 3 tahun, anak Anda sudah bisa:  Membuat lingkaran  Menyelesaikan 3-4 potongan puzzle  Membuat cerita dengan boneka  Mengenal warna-warna  Memutar gagang pintu  Menumpuk 6 balok  Membuka halaman buku per lembarnya  Menggunakan tombol, tuas, atau mainan yang bergerak



9. Cara Mendukung Perkembangan Anak Usia 3 Tahun Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung perkembangan anak yaitu: a. Memberikan anak banyak waktu untuk bermain di luar rumah. Misalnya berlarian, melompat, bermain kejar-kejaran, perosotan, dan lain-lain.



b. Minta anak untuk menceritakan pengalamannya atau apa yang ia lihat saat berjalan-jalan. c. Membentuk rutinitas tidur. d. Memberikan anak banyak waktu bermain. e. Memberikan anak banyak waktu bermain f. Melakukan kegiatan seperti mewarnai, menggambar, membuat seni dengan krayon, pita, spidol, kertas, gunting, dan sebagainya. g. Berbicara dan dengarkan anak tentang kegiatan mereka bermain atau apa yang terjadi di sekolah dengan teman–temannya (Kemenkes RI 2017)



B. Deteksi Dini Penyimpangan Perilaku Emosional Deteksi dini penyimpangan perilaku emosional adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah perilaku emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan perilaku emoslonal terlambat diketahui, maka lntervenslnya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Deteksi yang dilakukan menggunakan: 1. Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) bagi anak umur 36 bulan sampai 72 buIan. a. Tujuannya adalah mendeteksi secara dini adanya penyimpangan/masalah perilaku emosional pada anak pra sekolah. b. Jadwal deteksi dini masalah perilaku emosional adalah rutin setiap 6 bulan pada anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. Jadwal ini sesuai dengan jadwal pelayanan SDIDTK. c. Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) yang terdiri dari 14 pertanyaan untuk mengenali problem perilaku emosional anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. d. Cara melakukan : 1) Tanyakan setiap pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada KMPE kepada orang tua/pengasuh anak. 2) Catat jawaban YA, kemudian hitung jumlah jawaban YA. e. lnterpretasi : Bila ada jawaban YA, maka kemungkinan anak mengalami masalah perilaku emosional. f.



lntervensi : 1) Bila jawaban YA hanya 1 (satu) : a) Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku Pedoman Pola Asuh Yang Mendukung Perkembangan Anak. b) Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila tidak ada perubahan rujuk ke Rumah Sakit yang memberi pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. 2) Bila jawaban YA ditemukan 2 (dua) atau lebih : Rujuk ke Rumah Sakit yang memberi pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. R



2. Ceklis autis anak prasekolah (Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) bagi anak umur 18 bulan sampai 36 bulan. a. Tujuannya adalah mendeteksi secara dini adanya autis pada anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.



b. Dilaksanakan atas indikasi atau bila ada keluhan dari ibu/pengasuh atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini: 1) Keterlambatan berbicara. 2) Gangguan komunikasi/ interaksi sosial. 3) Perilaku yang berulang-ulang. 



Alat yang digunakan adalah M-CHAT (Modified-Checklist for Autism in Toddlers)







Ada 23 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/pengasuh anak.







Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan kepada orangtua untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.



c. Cara menggunakan M-CHAT. 1) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jellas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tetulis pada MCHAT kepada orang tua atau pengasuh anak. 2) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas pada Modified-Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) 3) Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan hasil pengamatan kemampuan anak, YA atau TIDAK. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab. d. Interpretasi: 1) Enam pertanyaan No. 2, 7, 9, 13, 14, dan 15 adalah pertanyaan penting (crirical item) jika dijawab tidak berarti pasien mempunyai risiko ringgi autism. Jawaban tidak pada dua atau lebih critical item atau tiga pernyaan lain yang dijawab tidak sesuai (misalnya seharusnya dijawab ya, orang tua menjawab tidak) maka anak tersebut mempunyai risiko autism 2) Jika perilaku itu jarang dikerjakan (misal anda melihat satu atau 2 kali) , mohon dijawab anak tersebut tidak melakukannya. e. Intervensi: Bila anak memiliki risiko tinggi autism atau risiko autism, Rujuk ke Rumah Sakit yang memberi layanan rujukan tumbuh kembang anak. C. Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktifitas (Gpph) Pada Anak. 1. Tujuannya adalah mengetahui secara dini anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas. 2. Dilaksanakan atas indikasi bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini: a. Anak tidak bisa duduk tenang



b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah c. Perubahan suasana hati yang mendadak/impulsive 3. Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale), Formulir ini terdiri 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orang tua/pengasuh anak/guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa. 4. Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH: a.



Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua/pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.



b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH. c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak berada, misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dll);setiap saat dan ketika anak dengan siapa saja. d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan. e. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab. 5. lnterpretasi: Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan "bobot nilai" berikut ini, dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total a) Nilai 0: jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak. b) Nilai 1:jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak. - Nilai 2: jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak. c) Nilai 3: jika keadaan tersebut selalu ada pada anak. Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH. 6. lntervensi: a. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit yang member pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki fasilitas kesehatan jiwa untuk konsultasi dan lebih lanjut. b. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek, guru, dsb). D. Masa perkembangan anak Para pendidik atau orangtua harus mengenali perkembangan dan pertumbuhan anak secara alami sehingga mampu menentukan langkah dan kebijakan proses pendidikan secara benar maka hendaklah memperhatikan hal-hal dibawah ini: 1. Fase balita adalah masa menyusui dan menyapih yaitu setelah anak berumur 2 tahun. Beberapa ciri dibawah ini merupakan manifestasi dari adanya proses pekembangan pada bayi yaitu



: Adanya perkembangan fisik nampak dari makin bertambahnya ukuran panjang dan berat badan bayi. Perkembangan motorik nampak dari adanya respon bayi terhadap rangsang berupa gerakan seluruh tubuh dan refleks-refleks. Perkembangan berpikir (kognitif) pada bayi di tandai oleh persyaratan rasa ingin tahu. 2. Fase balita antara umur 3 hingga 5 tahun yaitu masa pendidikan pra sekolah dan play group. Beberapa ciri perkembangan pada masa ini adalah: a. Perkembangan motorik: dengan bertambah matangnya perkembangan otak yang mengatur system syaraf otot (neuromuskuler) memungkinkan anak-anak usia ini lebih lincah dan aktip berrgerak. b. Perkembangan bahasa dan berfikir: Kemampuan berbicara lisan pada anak akan berkambang karena terjadi selain oleh pematangan dari organ – organ bicara dan berpikir,juga karena lingkunga ikut membantu mengembangkannya 3. Fase kanak-kanak yaitu antara umur 6 hingga 8 tahun yaitu fase anak mulai masuk sekolah dasar. Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gangage), di mana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga ke kerjasama antar teman dan sikapsikap terhadap kerja atau belajar. Dengan memasuki S.D. salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak adalah kematangan sekolah. Pada masa anak sekolah ini ,anak –anak membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana ia mudah sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman, bila pada masa ini ia sering gagal dan merasa cemas akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya dan ia berhasil mengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi sekolahnya ,akan timbul motivasi yang tinggi terhadap karya dengan lain perkataan terpupuklah “industry” 4. Fase peralihan yaitu umur 9 hingga 12 tahun yaitu akhir anak memperoleh pendidikan dasar. Dimulai dengan tumbuhnya gigi baru sampai timbulnya gejala berfungsinya kelenjar-kelenjar kelamin (seksual). 5. Fase remaja atau baligh yaitu umur 12 hinga 15 tahun yaitu umur pertumbuhan anggota tubuh dan kematangan secara psikologi atau kewajiban bagi anak laki-laki dan anak perempuan. 6. Fase puberitas usia 15 hingga 18 tahun yaitu fase anak sudah duduk di bangku SMU. 7. Masa produktif umur 18 hingga 30 tahun. 8. Masa dewasa yaitu masa peralihan dari produktif hingga umur enam puluh tahun.Masa manula yaitu masa mulai umur enam puluh. Disini penulis mengambil fase balita hingga fase kanak-kanak, yaitu antara anak umur 0 tahun hingga anak masuk sekolah dasar. E. Langkah-langkah mengasuh anak Proses pembentukan tingkah laku atau kepribadian hendaklah dimulai dari masa kanak-kanak, yaitu sejak selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitive bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya, terjadi



proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pentingnya pendidikan Islam oleh para orang tua terhadap anak-anak mereka didasarkan oleh sabda Rasulullah SAW yang menegaskan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak-anak itu Nasrani, Yahudi atau



Majusi.



Hal



tersebut



juga



didukung oleh teori psikologi perkembangan yang menegaskan bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan “Tabularasa”, yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, ia akan menerima pengaruh dari luar lewat indera yang dimiliki. Tentang pentingnya peranan orangtua dalam pendidikan anak di lingkungan keluarga ini, Allah swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya



api neraka yang bahan



malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak



mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim/22: 6) Ada beberapa aspek pendidikan yang perlu diterapkan oleh para orangtua dalam hal membentuk tingkah laku atau kepribadian anak mereka sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan hadist. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak, dan lain sebagainya. Memang usaha orangtua dalam mendidik anak tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Orangtua harus memiliki kesabaran dan kreativitas yang tinggi. Secara umum ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh para orangtua muslim dalam mendidik anak. Berikut beberapa langkah tersebut: 1. Memahami tentang konsep dan tujuan pendidikan anak. 2. Banyak menggali tentang pendidikan anak. 3. Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian, setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat. Cara mudah mengasuh anak dengan nilai-nilai yang baik antara lain orangtua harus terlebih dahulu mempraktikannya sebelum nilai tersebut ditransfer kepada anak. Orangtua harus menjamin lingkungan anak sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu orangtua harus menjalankan fungsinya masing-masing (…) F. Materi Pengasuhan Anak Usia Dini Materi pendidikan harus mengacu kepada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada suatu materi, oleh karenanya materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri terlepas dari kontrok tujuannya. Materi atau isi pelajaran yang disusun sebelumnya harus ditentukan dahulu tujuan yang hendak dicapai dengan mempertimbangkan skil-skil atau keterampilanketerampilan, para pelajar itu akan gagal manakala



pemikiran kritis dan imajinatif hanya mampu mencapai taraf rendah. Oleh karena itu sulit kiranya untuk menerima pandangan, bahwa materi atau isi pendidikan itu akan mencapai tujuan maksimal hanya dengan mempertimbangkan materi pelajaran yang lain Orang tua wajib mengajarkan syariat sebagai pendorong bagi anak-anak untuk berperangai luhur dan mulia, di samping mengajarkan kepandaian dan keterampilan untuk membuka pintu nafkah hidup mereka di masa depannya.Untuk mengarungi lautan kehidupan keduniawian dan keakhiratan, anak perlu mendapatkan tiga kelompok materi, yaitu : 1. Tarbiyah Jismiyah Dengan materi tarbiyah jismiyah, anak akan mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan dari orangtuanya berupa fasilitas untuk menyehatkan, menumbuhkan, dan menyegarkan tubuhnya. Mereka berhak tumbuh dengan tegar, sehingga mampu mamdiri dalam menghadapi tantangan kehidupan dan kesulitan fisik yang dialami demi kesempurnaan hidupnya. Untuk kebutuhan fisik anak, orangtua harus selektif dalam memberikan pemenuhannya agar ada keseimbangan kebutuhan duniawi dan akhiratnya. Pemberian makanan harus dengan pertimbangan dapat meninggikan akhlaknya, yaitu menjaga mereka dari sifat berlebihan. Demikian pula dengan pakaian, harus menunjukan akhlakul karimah sesuai dengan syariat, menghindari hidup bermewah-mewahan, dan budaya anti keselamatan dunia dan akhirat. Orangtua berkewajiban membantu perkembangan fisik anak, sekaligus memenuhinya dengan doa dan nilai-nilai keagamaan, sehingga mendapatkan barakah dari Allah swt sepenuhnya. Selain itu perlu ditanamkan rasa malu agar anak tidak tumbuh dan berkembang menjadi anak liar, tidak pandai bersukur, tamak dan sombong. Hindarkan mereka dari segala sesuatu yang merugikan kepentingan dunia akhiratnya melalui teladan yang baik dari seluruh anggota keluarganya yang ada disekelilingnya.



33



3. Tarbiyah Aqliyah Dalam materi tarbiyah aqliyah, anak diberi kesempatan memperoleh pendidikan dan pengajaran yang mencerdaskan dan menanjamkan akal. Perlu diingat bahwa orangtua mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan akhlak mulia, melalui pendidikan berhitung, fisika, kimia dan materi lainnya. Dengan menerapkan metode “integrated curricular”, para orangtua dapat membantu proses tumbuh-kembangkan kecerdasan anak, sekaligus meninggikan akhlaknya. Tanamkan keihklasan dalam menuntut ilmu dan kesabaran dalam mengikuti proses transfer ilmu pengetahuan. Tanamkan pada anak sifat hormat kepada para pendidiknya, menghargai prestasi.



G. Mengasuh Anak berdasarkan Al-Quran



a.



Jenis Pola Asuh Jenis pola asuh orang tua yang diterapkan oleh orang tua adalah sebagai berikut: 1)



Pola asuh otoriter Pengasuhan otoriter adalah gaya yang membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal, sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya. Anak dari orang tua otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder, tidak mampu memulai aktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah (Santrock, 2014; h. 77).



2)



Pola Asuh Permisif Menurut Santrock (2014; h. 78) mengatakan bahwa membagi pola asuh permisif menjadi dua, yaitu pola asuh yang mengabaikan dan pola asuh yang menuruti. Pola asuh yang mengabaikan adalah jenis pola mengasuh anak yang tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anakanak yang orang tuanya menggunakan pola asuh mengabaikan mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak cenderung tidak memiliki kemampuan sosial, pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Dalam masa remaja mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal.



Sedangkan pola asuh yang menuruti adalah merupakan gaya pengasuhan orang tua yang sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol anak. Orang tua membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan sehingga anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. 3)



Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua pada anak yang mendorong anak-anak agar mandiri namun masih menerapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Orang tua memperlihatkan sikap yang hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua yang demokratis sering kali ceria, bisa mengendalikan diri, mandiri, ramah dengan teman sebaya, dapat bekerja sama dan bisa mengatasi stress (Santrock, 2014; h. 79)



4)



Pola Asuh Berdasarkan Anjuran Rasulullah SAW\ Pada usia ini, orang tua mulailah sedikit demi sedikit mengenalkan sosok teladan dalam kehidupan mereka seperti Rasulullah Saw., Khulafaur Rasyidin. Tentunya dengan pendekatan yang sesuai dengan usianya. Misalnya makan pakai tangan tangan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Pemberian kasih sayang pada usia ini sangatlah dianjurkan oleh Islam. Kasih sayang yang diberikan orang tua dengan sepenuh hati, maka ia akan menerima kasih sayang dari anak-anak mereka. Rasulullah dalam banyak hal mempraktikkan dalam membimbing anak dengan kasih sayang. Pada suatu hari, ketika Rasul Saw. tengah mengucapkan khotbahnya, beliau melihat kedua cucunya berlari dengan mengenakan pakaian yang menarik, melihat hal itu Rasul menyempatkan diri turun dari mimbar, membawa keduanya ke mimbar dan melanjutkan khotbahnya dengan menyertakan cucu beliau berada dalam pangkuan. Demikian pula saat Rasul Saw. sedang mengerjakan salat. Saat sujud kedua cucu beliau Hasan dan Husein berada di punggung beliau. Rasul melamakan waktu sujud beliau. Dan setelah keduanya turun, barulah Rasul Saw. Menyelesaikan sujud beliau. Terlihat benar kasih sayang Rasul Saw. kepada keduanya. Bimbingan dan pendidikan yang didasarkan atas rasa kasih sayang anak\ membuat anak merasa tidak dikekang, kebebasan akan mendorong anak-anak berkreasi sejalan dengan kemampuan yang mereka miliki.



a)



Membimbing anak usia 7-14 tahun Pada tahap kedua, Rasul Saw. menyatakan bahwa bimbingan yang diberikan kepada anak dititikberatkan pada pembentukan disiplin dan akhlak (Addibuu). Pada tahap kedua ini, y aitu anak antara usia 7-14 tahun, memang memiliki ciri-ciri perkembangan yang berbeda dari tingkat usia sebelumnya. Ada beberapa aspek perkembangan yang dimiliki oleh anakanak dalam usia tersebut baik meliputi perkembangan intelektualnya, perasaan, bahasa,



minat, sosial, dan lainnya. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak. Menurut hasil penelitian Alfred Binet dan Simon dalam Jalaluddin (2002: 120), anak di usia tujuh tahun telah memiliki kemampuan menyebut kembali tiga bilangan dari lima angka; membedakan antara kiri dan kanan; menunjukkan apa yang kurang pada suatu gambar; pengetahuan tentang mata uang; dan menggambar belah ketupat berdasarkan contoh. Berdasarkan tingkat perkembangannya, anak-anak usia 7 tahun memang sudah memiliki kemampuan dasar untuk berdisiplin. Karenanya dalam batas-batas tertentu mereka pun sudah mampu meredam perasaan yang tidak menyenangkan dirinya, untuk berbuat patuh, menurut ketentuan yang dibebankan kepada mereka. Dalam konteks perkembangan ini pula tampaknya anjuran Rasul Saw. untuk membimbing anak dengan menggunakan addib sebagai kiat yang tepat, dan efektif. Menurut al-Attas (1987) dalam Jalaluddin (2002: 126-127), adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh; disiplin menegaskan pengenalan dan pengakuan dan potensi jasmaniyah, intelektual, dan rohaniyah, pengenalan dan pengakuan atas kenyataan ilmu dan wujud ditata secara hierarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajatnya. Salah satu yang ditekankan Rasul Saw. adalah salat. “Perintahkan anakmu salat ketika ia berumur tujuh tahun dan



pukullah apabila anak itu telah mencapai usia sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur mereka”. Kata “pukullah” dalam hadits ini, bukanlah bermakna “kekerasan” tetapi “diprioritaskan”. Mengajarkan anak tentang salat dimulai dari sedini mungkin, hal ini penting untuk membiasakan atau melatih anak dan juga sebagai identitas kemusliman anak. Selain itu, anak pada usia ini mulailah dididik untuk bangun pagi, membersihkan tempat tidur, mengenakan pakaian sendiri, puasa dan lainnya. Selanjutnya orang tua, mulai membuat aturan-aturan yang mendidik yang disertai dengan hukuman dan hadiah. Hadits di atas mengisyaratkan bahwa anak pada usia tersebut mulai terbiasa dengan hidup disiplin dan anak sangat mudah terpengaruh dari faktor lingkungan sehingga perlu dibuat tata tertib dalam keluarga dengan memberikan hadiah jika melakukan dan diberikan hukuman jika tidak melakukan atau lalai terhadap aturan. b.



Ciri-ciri Pola Asuh Menurut Yusuf (2011; h. 85), ciri masing-masing pola asuh orangtua antara lain : 1)



Ciri Pola asuh otoriter.



Sikap atau perilaku orang tua dengan gaya pengasuhan otoriter adalah sebagai berikut ; a)



Sikap acceptance rendah, namun kontrolnya tinggi.



b)



Suka menghukum secara fisik.



c)



Bersikap mengomando (mengharuskan/memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi)



2)



d)



Bersikap kaku (keras).



e)



Cenderung emosional dan bersikap menolak.



Ciri Pola asuh permisif Sikap atau perilaku orang tua yang gaya pengasuhannya permisif antara lain :



3)



c.



a)



Sikap acceptance nya tinggi namun kontrolnya rendah.



b)



Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/ keinginannya.



Ciri Pola Asuh Demokratis a)



Sikap acceptance dan kontrolnya tinggi.



b)



Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak.



c)



Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan.



d)



Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.



Pengaruh Pola Asuh Terhadap Anak Yusuf (2011; h. 87) juga menjelaskan bahwa masing-masing pola asuh akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada anak. 1)



2)



Pengaruh Pola Asuh Otoriter terhadap Anak a)



Anak mudah tersinggung.



b)



Anak penakut .



c)



Pemurung, tidak bahagia.



d)



Mudah terpengaruh.



e)



Mudah stress.



f)



Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas.



g)



Tidak bersahabat.



Pengaruh Pola Asuh Permisif terhadap Anak a) Bersikap impulsif dan agresif.



3)



b)



Suka memberontak.



c)



Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri.



d)



Suka mendominasi.



e)



Tidak jelas arah hidupnya.



f)



Prestasinya rendah.



Pengaruh Pola Asuh Demokratis terhadap Anak



a) Bersikap bersahabat. b) Memiliki rasa percaya diri. c) Mampu mengendalikan diri. d) Bersikap sopan. e) Mau bekerja sama. f)



Memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi.



g)



Mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas.



h) Berorientasi terhadap prestasi. d.



Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak antara lain: 1)



Lingkungan tempat tinggal Suatu lingkungan tempat tinggal akan mempengaruhi cara orang tua dalam menerapkan gaya pengasuhan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya. Hal ini terlihat pada keluarga yang tinggal di kota-kota besar, maka kemungkinan orangtua akan banyak mengontrol perilaku anaknya, karena merasa khawatir akan banyaknya pengaruh-pengaruh pergaulan yang buruk bagi anaknya. Sedangkan pada keluarga yang tinggal di kota-kota kecil ataupun daerah pedesaan, orang tua akan lebih longgar kepada anak karena pengaruh pergaulan yang belum terlalu komplek seperti di kota-kota besar lainnya (Mussen, 2013; h. 148).



2)



Pendidikan orangtua pendidikan orangtua akan mempengaruhi cara pengasuhan orangtua terhadap anak. Pendidikan orang tua yang rendah cenderung lebih otoriter dibandingkan orang tua yang berpendidikan tinggi, yang lebih mengutamakan kehangatan, kasih sayang dengan tetap memberikan batas-batas pengendalian (Mussen, 2013; h. 150). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalaian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Depdiknas, 2014). Jenjang pendidikan adalah tahapan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan.



3)



Kelas sosial dan status ekonomi keluarga dari kelas sosial yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda dalam cara mengasuh anak. Menurut Sigelman & Shafefer dalam Yusuf (2011; h. 82) telah membandingkan orang tua kelas menengah dan kelas bawah atau pekerja. Hasilnya menunjukkan bahwa orangtua kelas bawah atau pekerja cenderung sangat menekankan kepatuhan, respek terhadap otoritas, lebih restriktif (keras) dan otoriter, kurang memberikan alasan kepada anak, kurang bersikap hangat dan memberikan kasih sayang kepada anak. Adapun pengaruh status ekonomi terhadap pengasuhan orangtua kepada anak adalah orangtua dari status ekonomi rendah cenderung lebih menekankan kepatuhan kepada figur-figur yang



mempunyai otoritas, kelas menengah dan atas cenderung menekankan kepada pengembangan inisiatif, keingintahuan dan kreatifitas anak. Sedangkan menurut Santrock (2007), orang dengan status ekonomi yang lebih rendah, maka cenderung (1) menggunakan hukuman fisik lebih banyak dalam mendisiplinkan anak mereka, (2) menciptakan suasana rumah dimana orang tua memiliki otoritas atas anak, (3) lebih mengatur serta kurang suka mengadakan percakapan dengan anak. Orang tua dengan status ekonomi yang lebih tinggi (1) lebih peduli pada pembentukan inisiatif anak, (2) anak diposisikan hampir setara dan aturan didiskusikan bukan ditetapkan secara otoriter, (3) lebih sedikit menggunakan hukuman fisik dan (4) tidak mengatur serta lebih membuka percakapan dengan anak. Sedangkan menurut Djamarah (2014; h. 52) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu : 1)



Tingkat sosial ekonomi Orang tua yang berasal dari tingkat sosial emosional menengah lebih bersikap hangat dibandingkan orangtua yang berasal dari sosial ekonomi rendah.



2)



Kepribadian Kepribadian orang dapat mempengaruhi pola asuh yang konservasif cenderung akan memperlakukan anaknya dengan otoriter.



3)



Jumlah Anak Orang tua yang memiliki anak berjumlah lebih dari lima orang sangat kurang memperoleh kesempatan untuk mengadakan kontrol secara inisiatif antara orang tua dan anak sehingga dapat berkurangnya perhatian pada anaknya.



H. Journal Reading



1) Latar belakang Menurut Millman dan Schaefer (dalam Setiawati, 2007), perasaan sibling rivalry biasanya terjadi antara dua anak atau lebih yang usianya berdekatan. Sibling rivalry biasanya lebih lazim terjadi ketika jarak usia pada anak antara 1 hingga 3 tahun.



Sibling rivalry akan lebih terlihat



ketika umur mereka 3 hingga 5 tahun pada anak-anak dan terjadi lagi pada umur 8 tahun hingga 12 tahun pada usia sekolah. Pada umumnya sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin sama dan khususnya perempuan. Sibling rivalry cenderung lebih sering ketika anak lebih tua (kakak) berusia antara 2 hingga 4 tahun ketika adik dilahirkan, karena pada usia ini anak menjadi sadar akan kasih sayang orang tuanya. 2) Rancangan penelitian ini adalah



Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variabel dan apabila ada berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu (Arikunto,2006). POPULASI SAMPEL Subyek penelitian ini adalah murid kelas 5 SD. Penentuan subyek penelitian menggunakan purposive sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan tertentu dalam pengambilan sebanyak 34 orang dari populasi yang berjumlah 66 orang. Kriteria dalam menentukan subyek penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: -



Murid kelas 5 SD



-



Berusia antara 10-12 tahun



-



Memiliki saudara kandung Alas an memilih sampel kelas 5 SD adalah untuk memudahkan pemahaman bagi anak kelas



5 SD dalam memahami dan mengerti alat ukur yang diberikan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik uji korelasi product



moment pearson. Uji korelasi product moment Pearson ini digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen (X) dengan satu variabel dependen (Y) yang menggunakan data interval atau rasio, serta merupakan data berdistribusi normal. Uji korelasi



product moment pearson ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 for Windows. 3) Hasil penelitian Hasil pengolahan datayang diperoleh pada sibling rivalry, diketahui bahwa 17 murid atau sebesar 50 % mempunyai tingkat sibling rivalry yang tinggi dan 17 murid atau sebesar 50 % mempunyai tingkat sibling rivalry yang rendah. Untuk stres, diketahui bahwa 20 murid atau sebesar 58,82 % mempunyai tingkat stres tinggi. Sedangkan 14 murid atau sebesar 41,17% mempunyai tingkat stres rendah. Sehingga sibling rivalry yang tinggi dapat mengakibatkan stres yang tinggi pula pada anak. 4) Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Muhamadiyah 15 Surabaya, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sibling rivarly dengan tingkat stres pada anak yang signifikan dengan nilai signifikansi 0,000 (>0,01). Hubungan antara sibling rivalry dan stres bersifat positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,778. Yang berarti bahwa tingkat keeratannya sangat kuat. Artinya, semakin tinggi sibing rivalry maka semakin tinggi pula tingkat stres. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah sibling rivalry pada anak, maka semakin rendah pula tingkat stres. Pada penelitian ini, sesuai dengan kedua skala yang ditetapkan, maka hubungan yang positif tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi sibling rivalry yang dalam penelitian ini adalah pada kasus ringan, maka semakin t inggi pula tin gkat stres



pada anak . Sebaliknya, semakin rendah sibling rivalry yang dalam penelitian ini adalah kasus ringan, maka semakin rendah pula kemungkinan anak mengalami stres. Hasil pengolahan datayang diperoleh pada sibling rivalry, diketahui bahwa 17 murid atau sebesar 50 % mempunyai tingkat sibling rivalry yang tinggi dan 17 murid atau sebesar 50 % mempunyai tingkat sibling rivalry yang rendah. Untuk stres, diketahui bahwa 20 murid atau sebesar 58,82 % mempunyai tingkat stres tinggi. Sedangkan 14 murid atau sebesar 41,17% mempunyai tingkat stres rendah. Sehingga sibling rivalry yang tinggi dapat mengakibatkan stres yang tinggi pula pada anak.



1) Latar belakang



Sibling rivalry menjadi sumber masalah jika rasa permusuhan antar individu semakin dalam. Pertengkaran akan semakin membahayakan masing-masing individu, salah satunya anak merasa rendah diri dan mungkin akan melakukan tindakan yang menyakiti saudaranya (Nopijar, 2009). Sibling rivalry dapat di- pengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tua. Kadangkadang, orang tua hanya memihak kepada satu anak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sibling rivalry pada anak adalah selisih usia antar saudara, jenis kelamin, jumlah saudara, posisi dalam keluarga, dan temperamen individual (Oesterreich, 2014). Dampak sibling rivalry pada anak yaitu adanya tingkah laku re- gresi. Regresi yang dimaksud adalah kembali pada taraf perkembangan yang lebih dahulu. Tingkah laku anak ini biasanya terjadi supaya anak mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya. Bentuk regresi yang biasa ditunjukkan yaitu gangguan terhadap pengendalian buang air besar dan buang air kecil serta tendensi perilaku seperti bayi seperti memasukkan jari kedalam mulut. Sedangkan dampak pada saudaranya yaitu agresi. Agresi adalah setiap usaha yang disen- gaja untuk menyakiti saudaranya, baik secara fisik atau verbal. Agresi fisik tersebut seperti memukul, menendang, meludah, mencakar ter-



hadap adiknya. Sedangkan agresi verbal yaitu menyalahkan adiknya saat tidak nyaman terhadap sesuatu (Citra, Ayu 2013). 2) Rancangan penelitian ini adalah Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk menggambarkan pengetahuan ibu tentang sibling rivalry pada anak usia 5-11 tahun di Desa Pasirlanggu Kabupaten Bandung Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 5-11 tahun yang memiliki adik dengan jarak usia berdekatan di RW 03 De- sa Pasirlangu dengan jumlah 55 ibu. Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sam- pling yaitu sebanyak 48 orang ibu yang mempu- nyai anak usia 5-11 tahun, mempunyai adik dengan perbedaan usia 2-4 tahun. Hasil perhitungan proporsional responden bahwa di RW 03 Desa Pasirlangu terdapat 5 RT dengan proporsi sebagaimana disajikan pada table 1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berbentuk pertanyaan tertutup. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada sumber referensi yang sesuai dengan kajian. Data diolah dengan menggunakan analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi, frekuensi, dan proporsi dari variabel karakteristik ibu yaitu usia dan pendidikan serta menggunakan analisa tabulasi si- lang menggunakan perangkat lunak komputer. 3) Hasil penelitian



Menunjukkan bahwa responden memilki pengetahuan yang cukup tentang sib- ling rivalry (37,5%). Sebagian besar ibu masih beranggapan bahwa sibling rivalry adalah sesua- tu yang wajar dan sering terjadi pada anak-anak usia 5-11 tahun dan ibu beranggapan bahwa sib- ling rivalry muncul karena kesalahan orang tua sendiri karena orang tua terlalu tegas dalam menjalankan aturan kepada anak-anaknya.



Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada responden yang berusia 20-35 tahun terdapat 14 responden (29,2%) mempunyai pengetahuan baik, dan pada responden yang berusia >35 tahun terdapat 7 responden (14,6%) yang mempu- nyai pengetahuan yang kurang. Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian dari responden berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 35 orang (72,9%), dan pada usia tersebut banyak yang memiliki anak usia 5-11 tahun yang memiliki adik dengan jarak yang berdekatan (2-4 tahun). 4) Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disim- pulkan bahwa Tingkat pengetahuan ibu tentang sibling rivalry pada anak hampir setengahnya dari responden memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 18 responden (37,5%). Responden di RW 03 hampir setengahnya mem- iliki latar belakang pendidikan SD yaitu sebanyak 23 orang (47,9%).Responden di RW 03 sebagian besar berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 35 orang (72,9%).



BAB II TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI M DENGAN SIBLING DI PUSKESMAS DEMAK Pengkajian : Tanggal



: 3 Agustus 2020



Jam



: 09.00 WIB



Tempat



: Puskesmas Demak



A.



Data Subyektif 1. Identitas Bayi/Anak Nama



: By. K



Jenis Kelamin : Perempuan Umur



: 3 Tahun 7 Bulan



Anak Ke



: ke 2



2. Identitas Orang Tua Identitas Nama Umur Suku/Bangsa Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat



Ibu : Ny. L : tahun : Jawa/Indonesia : D3 : Ibu Rumah Tangga : Demak



Ayah : Tn. H : tahun : Jawa/Indonesia : S1 : Swasta : Demak



3. Keluhan Utama Ibu mengatakan anaknya terlalu aktif, sering cemburu terhadap adiknya dan mudah emosi terhadap orang-orang disekitarnya. 4. Riwayat Kesehatan a. Prenatal Ibu mengatakan HPHT : 15 Maret 2016, HPL : 22 Desember 2016 dan melahirkan tanggal 23 Desember 2016 pukul 05.00 WIB, usia kehamilannya yaitu 40 minggu, ibu sering datang memeriksakan kehamilannya dipelayanan kesehatan dan ibu juga telah mendapatkan suntikan TT, ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes millitus dan penyakit lainnya



1)



GPA



: G2P1A0



2)



Umur kehamilan



3)



ANC



: 40 mgg :



Frekuensi



: 4 kali, TM II 2 kali, TM III 2 kali



Tempat periksa



: PMB



4)



Keluhan hamil muda : Tidak ada



5)



Keluhan hamil tua



: Nyeri Pinggang



b. Natal 1) Jenis persalinan



: Normal



2) Penolong



: Bidan



3) Lama persalinan Kala I



: 11 jam, 0 menit



Kala II



: 1 jam, 35 menit



Kala III



: 15 menit



Kala IV



: 2 jam



4) Ketuban pecah Pecah jam



: 05.00 WIB, buka 10 cm



Jenis



: spontan



Warna



: jernih



Bau



: khas



Jumlah



: ±500 cc



c. Postnatal 1) Ibu : Ibu tidak ada komplikasi saat persalinan 2) Bayi : Bayi tidak ada komplikasi saat lahir 5. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar a. Nutrisi



: makan 3x sehari, minum 6-8 gelas sehari Jenis makanan : nasi, ikan,sayur Jenis minuman : air putih, susu



b. Eliminasi



: tadi pagi BAK 6 kali ± 80 cc



c. Personal Hygiene : mandi 2x sehari, sikat gigi 2x sehari,keramas 2 hari sekali, ganti baju 3x sehari, cara cebok dari depan kebelakang. d. Istirahat dan Tidur : malam : 10 jam Siang : 3 jam e. Imunisasi



:



 Anak sudah diberikan imunisasi HB-0 pada usia 1 hari.  Anak sudah diberikanimunisasi BCG dan Polio 1 pada usia 1 bulan  Anak sudah diberikan imunisasi DPT- HB – Hib 1, polio 2 pada usia 2 bulan  Anak sudah diberikan imunisasi DPT- HB- Hib 2, polio 3, pada saat usia 3 bulan  Anak sudah diberikan imunisasi DPT – HB- Hib 3, polio 4, IPV atau polio suntik pada usia 4 bulan  Anak sudah diberikan imunisasi Campak atau MR pada usia 9 bulan 6. Data Sosial Budaya Di dalam lingkungan ibu tidak ada kebudayaan yang membahayakan anaknya, seperti, pantangan makanan kcuali alergi, sunat pada bayi perempuan ketika bayi, pengobatan ke paranormal atau paraji. B.



Data Obyektif a. Keadaan Umum



: Baik



b. Kesadaran



: Composmentis



c. Tanda-Tanda Vital 1. Nadi



: 40x/menit



2. Pernafasan



: 100x/menit



3. Suhu



: 36,50 C



d. Antropometri 1. Berat Badan



: 17 kg



2. Tinggi Badan



:100 cm



3. Lingkar Kepala



: 47 cm



4. Lingkar Dada



: 48 cm



5. LiLA



: 17 cm



e. Pemeriksaan Fisik Head to Thoe 1. Kulit



: putih bersih



2. Kepala



: simetris, sutura bersentuhan, UUB datar tidak ada caput succedaneum, tidak ada tanda infeksi, rambut hitam, tidak mudah dicabut



3. Muka



: simetris, warna kemarahan, tidak ada moon face



4. Mata



: Simetris, tidak ada tanda infeksi, tidak ada perdarahan, konjungtiva kemerahan, tidak ada strabismus, tidak ada glaucoma kongenital, tidak ada katarak kongenital, tidak ada trauma, tidak ada secret berlebihan



5. Hidung



: Simetris, lubang hidung ada 2, tampak jelas bentuknya, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada secret dan tanda infeksi.



6. Mulut



: Simetris, tidak ada labiskizis dan labiopalatoskiziz, reflek hisap baik, lidah normal.



7. Telinga



: Simetris, ada lubang telinga, tulang rawan matang, letak mata dan telinga sejajar, tidak ada tanda infeksi, tidak ada serumen.



8. Leher



: Simetris, tidak ada pembesaran tiroid dan vena jugularis, pergerakan leher baik, tidak ada lipatan berlebihan belakang leher.



9. Dada



: Simetris, tidak ikterik, tidak ada ronchi, tidak ada stridor, tidak ada wheezing, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada retraksi dinding dada, puting susu simetris dan sudah terbentuk.



10. Perut



: Simetris, tidak ada hepato-splenomegali, tidak ada kembung, tidak ada omphalokel, tidak ada hernia diafragmatika.



11. Genitalia



: Simetris, labia mayora menutupi labia minora. Tidak ada tanda infeksi.



12. Anus



: Terdapat lubang anus



13. Ekstremitas a) Atas



: Simetris,cappilary refill normal (kembali < 2 detik), tidak ikterik, tidak ada polydactili dan syndactili, pergerakan simetris dan aktif



b) Bawah



: Simetris,cappilary refill normal (kembali < 2 detik), tidak ikterik, tidak ada polydactili dan syndactili, pergerakan simetris dan aktif.



f. Pemeriksaan Perkembangan (usia diatas 3 bulan) 1. Motorik Halus



: baik



2. Motorik Kasar



: baik



3. Bahasa



: baik



4. Personal sosial



: baik



g. Pemeriksaan Penunjang 1. Telah dilakukan pemeriksaan KMPE Hasil : 1 2. Telah dilakukan GPPH pukul Hasil : 4



V V V V V V V V V V



V VV V VV



V V V V V V V



VV V V V V V V VV VV V V V



V



V



C.



Assesment 1. Diagnosa Kebidanan Anak K umur 3 tahun 7 bulan dengan keadaan normal 2. Masalah Sibling Rivalry 3. Kebutuhan Konseling 4. Diagnosa Potensial Tidak ada 5. Antisipasi Tindakan Segera Tidak ada



D.



Planning 1. Beri tahu hasil pemeriksaan pada ibu tentang keadaan anak 2. Beri tahu masalah anak 3. Memberitahu orang tua untuk memperhatikan anaknya dengan memberikan sesuatu yang menjadi kesukaan anak, memahami keinginanya, dan ikut menyertakan anak dalam mengasuh sang adik. 4. Beri KIE ibu tentang sibling rivalry 5. Beritahu kunjungan ulang 3 bulan lagi



jam Implementasi 09.15 1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu tentang keadaan WIB anak Berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa anak ibu dalam keadaan sehat, pertumbuhannya sesuai dan dalam keadaan normal. Berdasarkan kwesioner yg sudah di berikan tadi anak ibu terdapat masalah pada emosi tetapi masih bisa di toleransi. 09.18 2. Memberitahu masalah anak bahwa anak ibu mengalami WIB kecemburuan (sibling rivalry) terhadap saudaranya. Yang mana anak ibu merasa ibu membanding-bandingkan dirinya dengan kakak atau adiknya sehingga dia memcari perhatian dengan cara hiperaktif dan sebagainya, namun hal tersebut normal. 09.19 3. Memberitahu orang tua untuk memperhatikan anaknya WIB dengan memberikan sesuatu yang menjadi kesukaan anak, memahami keinginanya, dan ikut menyertakan anak dalam mengasuh sang adik. 09.21 4. Memberikan KIE ibu tentang sibling rivalry WIB a. Pengertian sibling rivalry dapat terjadi pada anak pertama, anak



Jam 09.18 WIB



Evaluasi 1.Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan



09.19 WIB



2.ibu mengerti masalah yang saat ini terjadi pada anaknya



09.20 WIB



3.ibu bersedia untuk memperhatikan anaknya dan juga akan mengikutsertakan dalam mengasuh adiknya. 4.ibu mengerti dan paham serta harus menerapkan apa saja yg harus dilakukan ibunya



09.30 WIB



09.30 5. WIB



kedua, dan anak bungsu. Anak sulung cenderung menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian sehingga terdapat persaingan antar saudara. Pola asuh yang diajarkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari b. Dampak negatif Berperilaku agresif (menggigit, memukul, melukai, menendang) mengompol, pura-pura sakit, menangis, dan menjadi nakal Anak merasa tidak memiliki harga diri di mata orangtuanya Anak tidak pernah mengetahui mana hal yang benar Kakak akan menyimpan dendam kepada sang adik karena orangtua selalu membela adiknya ataupun sebaliknya Jika terjadi perkelahian, sang adik biasanya mengandalkan tangisan untuk mengadu kepada ibu dan meminta pembelaan darinya c. Manfaat sibling bisa mempersiapkan anak-anak kita untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik itu di rumah. d. Cara Mengatasi Doronglah anak untuk saling mengungkapkan rasa sayang dan menanamkan rasa saling memiliki Jangan membanding-bandingkan namun hargai keunikan anak Pupuklah harga diri anak. Kenali tempramen anak Ajarkan anak untuk mengatasi konflik Buatlah peraturan yang jelas untuk ditaati. Memberitahu kunjungan ulang 3 bulan lagi untuk tes KMPE atau mengalami masalah lainnya



09.31 WIB



4.ibu bersedia untuk kunjungan 3bulan lagi atau jika memnagalami masalah



DAFTAR PUSTAKA Al-Khalidy, Shalah, Kisah-Kisah Al-Qur’an: Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2010 Al-Maroghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maroghi, Kairo: Musthofa Al-Bab Al Halab, 1946 Al-Rasyid, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005 Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,2014 Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka Pelajar,2011 Bin as-Said al-Maghribi, Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Jakarta: Darul Haq Bin Muhammad alGhazali, Imam Abu Hamid Muhammad, ihya ‘ulumuddin Jilid 3, Darul Fikri Bin Muhammad Al-Hanafi, Ishomuddin Ismail, Hasyiah Al-Qunawi ala Tafsiri Al-Imam AlBaidhawi Juz 15, Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2011 Chulsum, Ummi, windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kashiko, 2006 Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996 Departemen Agama, Al-Qura’an dan Tafsirnya Jilid VII, Semarang: Departemen Agama Republik Indonesia, 1990 Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama, 2012 Hafizh, Abdul, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: al-Bayan, 2010 Hasan, Maimunah, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Yogyakarta, Diva Press, 2015