Askep Addison FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Jurnal Addison’s Disease (Ayling Sanjaya, 2012) Penyakit Addison atau Addison’s disease adalah suatu kelainan hormonal yang disebabkan oleh kurangnya produksi hormon kortisol oleh korteks kelenjar adrenal dan hormon aldosteron pada beberapa kasus. Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh gangguan di kelenjar itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau gangguan sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis (insufisiensi adrenal sekunder). Penyakit Addison ini disebut juga chronic adrenal insufficiency atau hypocorticolism.                      Penyakit Addison pertama kali dipaparkan oleh Dr. Thomas Addison dari Inggris pada tahun 1855 dan ditandai dengan berat badan yang turun, kelemahan otot, kelelahan, kulit yang gelap/hiperpigmentasi kulit menjadi gelap di bagian yang tertutup pakaian maupun terbuka. Lipatan tangan, bagian dalam mulit, siku, puting, aksila dilaporkan mengalami hiperpigmentasi. Menurut (Soumya Brata Sarkar, dkk., 2013) Dasar dari penyakit Addison telah berubah dari yang disebabkan infeksi menjadi patologi autoimun. Akan tetapi, tuberculosis masih menjadi penyebab utama penyakit Addison di negara berkembang Penyakit Addison ini sangat jarang terjadi terutama pada anak-anak. Penyakit Addison dapat terjadi baik pada pria maupun wanita di semua usia. Frekuensi penyakit Addison pada populasi manusia diperkirakan 1 dari 100.000 Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui gambaran klinis dan keluhan penderita, pemeriksaan kadar hormon kortisol serta pemeriksaan radiologis seperti CT Scan dan MRI dapat membantu menganalisa kelenjar adrenal dan kelenjar hipofisis sehingga dapat diketahui penyebab insufisiensi kortisol yang terjadi pada penderita. Terapi penyakit Addison dengan penggantian atau substitusi hormon glukokortikoid sintetik. Apabila terdapat insufisiensi hormon aldosteron dapat diberikan preparat hormon mineralokortikoid sintetik. Krisis Addison sebagai komplikasi penyakit 1



Addison yang terjadi apabila kadar kortisol turun secara mendadak dan dapat berakibat fatal sampai pada kematian apabila terlambat dalam penanganannya. Halhal yang dikemukakan diatas menjadi sebuah alasan mengapa penulis memilih topik penyakit ini. Penyakit yang sangat jarang terjadi dan sedikitnya jurnal yang membahas penyakit Addison merupakan faktor yang mempengaruhi penulis melakukan analisis kasus penyakit Addison. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui segala aspek mengenai penyakit Addison. 2.



Sebagai sumber referensi dalam pembelajaran.



3. Memahami pola pikir ilmiah melalui analisis kasus. 4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Keperawatan 1.3 Manfaat 1. Supaya mahasiswa dapat mengetahui segala aspek mengenai penyakit Addison 2. Supaya mahasiswa banyak mengetahui sumber referensi dalam pembelajaran penyakit Addison 3. Supaya mahasiswa berpola pikir ilmiah melalui asuhan keperawatan 4. Supaya mahasiswa dapat memenuhi tugas mata kuliah teknologii keperawatan



2



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar. Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang



3



ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis. Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari: 1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam 2. Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein 3. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid 4. Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :  Medula Adrenal Medulla adrenal berfungsi sebagai bagian dari sistem syaraf otonom. Stimulasi serabut syaraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung kedalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormone katekolamin yaitu epinephirin dan nerepinephirin. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehigga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi. Efek utama pelepasan epinephirin terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan. Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas,meneingkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan kenaikan kadar gula.  Korteks Adrenal Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glumerulosa,zona fasikulata,dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormone steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormone: a. Glukokortikoid Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal. 4



Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif. b. Mineralokortikoid Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka panjang. c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen) Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.



5



2.2 Pengertian Addison Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon kortikal. (Brunner & Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 12. Jakarta : EGC). Penyakit Addison merupakan insufisiensi adrenal primer akibat atropi idiopatik atau destruksi kelenjar akibat proses autoimun atau penyakit lainnya. Thomas Addison menjelaskan penyakit ini pertama kali pada tahun 1849. (Black, Joyce M & Jane Hokanson H. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, buku 2. Singapura: Elsevier). Penyakit Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggunya fungsi dari kelenjar korteks adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua penting bahan kimia (hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol dan aldosteron (Liotta EA et all 2010). Penyakit Addison atau Addison’s disease adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan kelenjar adrenalis (korteks adrenalis) memproduksi hormon glukokortikoid (kortisol), pada beberapa kasus ditemukan ketidakmampuan memproduksi hormon mineralokortikoid (aldosteron) yang cukup bagi tubuh. Oleh karenanya, penyakit Addison ini disebut juga dengan chronic adrenal insuffiency  atau hypocorticolism. (Jurnal Addison’s Disease Vol.1 No.1 Eds. Juli 2012). Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria – pria dan wanita – wanita sama rata. Penyakit di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua – duanya yaitu bagian – bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka. Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal. Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. Penyakit Addison adalah kekurangan partikal sekresi hormon korteks adrenal. Keadaan seperti ini terlihat pada hipoado tironisme yang hanya mengenal zona 6



glomeruluna dan sakresi aldosteron pada sindrom adrenogenetal dimana gangguan enzim menghambat sekresi steoid (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296). Dari beberapa pengertian diatas, bisa disimpulkan bahwa Addison’s disease adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan kelenjar korteks adrenal sehingga terjadi penurunan produksi hormon kortisol dan aldosteron. Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi (kerusakan) jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan. (Doenges, 1993). Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal. (Doenges, 1993). 2.3 Etiologi 



Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer : a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur b. Sel-sel kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal c. Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai organ) d. pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi







Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder : a. Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area b. Kehilangan aliran darah ke pituitary c.



Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary



d. operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus e. operasi pengangkatan kelenjar pituitary Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali. Pada satu waktu, kebanyakan kasus 7



penyakit addison adalah merupakan komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik menyerang  jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik. Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan menyerang baik laki-laki maupun perempuan. Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75% penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal umumnya terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma, atau lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid). Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitaryhipotalamus. Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark, dan radiasi. 2.4 Klasifikasi Klasifikasi Addison desease di antaranya menurut (Patrick davey, 2006) a. Kegagalan adrenal primer Jarang terjadi, kerusakan ini terjadi akibat sistem autoimun.Untuk alasan yang tidak diketahui, sistem kekebalan tubuh memandang korteks adrenal sebagai asing.Penyebab lain kegagalan kelenjar adrenal mungkin termasuk : Tuberkulosis, infeksi lain dari kelenjar adrenal, penyebaran kanker ke kelenjar adrenal, perdarahan ke kelenjar adrenal.



b. Kegagalan adrenal sekunder 8



Sering terjadi, terapi streroid jangka panjang men ekan kadar ACTH yang menyebabkan atrofi korteks adrenal-stress fisik atau pengehentian terapi steroid yang terlalu cepat kemudian akan memicu terjadinya kegagalan adrenal. c. Addisonian crisis Jika Addison’s disease tidak diobati, krisis addisonian dapat terjadi karena stres fisik, seperti cedera, infeksi atau penyakit. Klasifikasi menurut (Rubeinstein, David, dkk. 2007. Kedokteran klinis. Jakarta: EGC). Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua, yaitu: 1. Akut Krisis adrenal. Terjadi apatis, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula darah rendah. Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat dan sepsis. Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang sebelumnya (dalam waktu 1-1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat pengobatan kortikosteroid dimana terdapat trauma, pembedahan atau infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid. Bisa timbul setelah pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cushing, atau pada pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian yang adekuat. 2. Kronis Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan disertai gejala gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan dan diare. Hipotensi sering kali postural, dan takikardia timbul pada tahap lanjut dari penyakit. Hiperpigmentasi terjadi pada tempat yang terpapar matahari, daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan mukosa bukal. Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi dan yang termasuk penyebabnya adalah : distruksi adrenal autoimun; infiltrasi adrenal dengan kanker



sekunder,



hodgkin,



atau



jaringan



leukimik;



destruksi



TB,



hemokromatosis, amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa berhubungan dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya tiroiditis hasimoto (sindrom schmidt). Keadaan ini bisa timbul sekunder 9



akibat hipopituitarisme selama pengobatan TB adrenal (atau renal) dan pada sindrom adreno genital. 2.5 Manifestasi Klinis 1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi. 2.



Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih



3. Hiperpigmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku 4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan 5.



Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)



6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal Gejala penyakit Addison dapat berkembang secara perlahan dalam waktu beberapa bulan. Gejala tersebut antara lain: 



Warna kulit menjadi lebih hitam (hiperpigmentasi).







Kadar gula darah menurun (hipoglikemia).







Mual, muntah, atau diare.







Nyeri pada perut.







Tekanan darah rendah.







Rambut rontok.







Depresi.







Disfungsi seksual pada wanita.







Siklus menstruasi kacau atau tidak mendapat haid, serta keterlambatan pubertas pada remaja perempuan.



Gejala lebih buruk dapat muncul jika penyakit Addison tidak diatasi dengan baik, sehingga memicu terjadinya krisis Addison atau gagal adrenal akut. Gejala krisis Addison meliputi: 



Ruam kulit.







Rasa nyeri pada punggung, perut, atau kaki. 10







Muntah dan diare parah yang memicu dehidrasi.







Kadar kalium darah tinggi (hiperkalemia) dengan kadar natrium darah rendah (hiponatremia).







Tekanan darah yang sangat rendah.







Berkeringat.







Detak jantung menjadi lebih cepat.







Kulit menjadi pucat, dingin, dan basah,







Kelemahan otot.







Napas menjadi cepat dan pendek.







Penurunan kesadaran.



2.6 Pathofisiologi Defisit produksi glukokortikoid atau mineralkortikoid pada glandula adrenal menghasilkan adrenokortikal insufisiensi, yang mana disebabkan oleh salah satu konsekuensi dari destruksi atau disfungsi dari korteks adrenal (insufisiensi adrenokortikal primer, atau penyakit addison’s) atau akibat sekunder dari defisit sekresi adrenocorticotropin (ACTH) pituitary (insufisiensi adrenokortikal sekunder). Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit.Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na+) dan mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi air meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi, penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya beban kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian. Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, dan menyebabkan penurunan natrium, mempertahankan kelebihan potassium dan menyebabkan peningkatan kalium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan terjadinya kardiak arrest.



11



Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan metabolic. Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek anti-insulin. Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun, hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Pembedahan, kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat menyebabkan krisis Addison (insufisiensi adrenal akut). Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan pigmentasi kulit dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan penyakit Addison memiliki warna keperakan atau kecokelatan. Gejala Addison dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal, oleh sebab itu kemungkinan penyakit Addison harus diantisipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kostikosteroid. (Wicaksono, 2013).



12



2.7 WOC



2.8 Komplikasi 1. Hiponatremia Hiponatremia (natrium dalam serum rendah) merupakan akibat logis dari gangguan reabsorbsi natrium dalam tubulus ginjal (Guyton & hall. 2008). Pada penyakit Addison kelenjar adrenal, hiponatremia diakibatkan oleh  hilangnya natrium ke dalam urin (akibat defisiensi aldosteron) dan gerakan menuju kompartemen intraseluler (Isselbacher, 2000).



13



2. Hiperkalemia Hiperkalemia diakibatkan oleh kombinasi defisiensi aldosteron, gangguan filtrasi glomeruler, dan asidosis (Isselbacher, 2000). Kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup sehingga  sering menyebabkan hiperkalemia (Guyton & hall. 2008). 3. Diabetes mellitus Terapi glukokortikoid yang lama dapat menunjukkan atau memperburuk diabetes mellitus. Adanya diabetes mellitus atau gangguan toleransi glukosa dapat mempengaruhi keputusan untuk memberikan terapi hormon adrenal (Isselbacher, 2000). 4. Syok hipovolemik Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal, kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan syok hipovolemik (Guyton & hall. 2008). 2.9 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium  Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)  Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)  Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)  Penurunan kadar kortisol serum  Kadar kortisol plasma rendah 2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi diadrenal



14



3.



CT Scan Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal



4. Gambaran EKG Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik 5. Tes stimulating ACTH Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin. 6. Tes Stimulating CRH Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab. 2.10Penatalaksanaan Medis 1) Medik  Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr  Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV



15



 Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol  Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline  Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral 2) Keperawatan  Pengukuran TTV  Memberikan rasa nyaman dengan mengatur / menyediakan waktu istirahat pasien  Meniempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan  Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam  Fallow up : mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis  Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison.



16



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADDISON 3.1 Pengkajian a. Aktivitas / istirahat 



Gejala : lelah, nyeri / kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari ), tidak mampu beraktivitas  atau bekerja.







Tanda : peningkatan denyut jantung/ nadi pada aktivitas yang minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi. Depresi, gangguan konsentrasi, penurunan inisiatif / ide, letargi.



b. Sirkulasi Tanda : hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia, suara jantung melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang, exstemitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-abuan (peningkatan pigmentasi). c. Integritas ego  Gejala  : Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik pembedahan, perubahan gaya hidup,ketidakmampuan mengatasi stress.  Tanda : ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tak stabil. d. Eliminasi  Gejala : diare sampai dengan adanya konstipasi. Kram abdomen, perubahan frekuensi dan karakteristik urine.  Tanda : diuresis yang diikuti dengan oliguria. e. Makanan / cairan  Gejala : anoreksi berat (gejala utama), mual/ muntah, kekurangan zat garam, berat badan menurun dengan cepat.  Tanda : turgor kulit jelek, membran mukosa kering.



17



f. Neorusensori :  Gejala : pusing, sinkope (pingsan sejenak ),  gemetar, sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis. Kelemahan otot, penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stress. Kesemutan / baal/ lemah.  Tanda : disorientasi ( waktu , tempat, ruang ) karena kadar natrium rendah, letargi, kelelahan mental, peka rangsang, cemasa, koma( dalam keadaan krisis), parastesia, paralisis, astenia (pada keadaan krisis). Rasa kecap/ penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran juga meningkat. g. Nyeri / kenyamanan : Gejala : nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala. Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas ( pada keadaan krisis). h. Pernafasan  Gejala : dyspnea  Tanda : kecepatan pernafasan meningkat, takipnea, suara napas krakel, ronki ( pada keadaan infeksi) i. Keamanan  Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca panas.  Tanda : hiperpigmentasi kulit  yang menyeluruh atau hitam berbintikbintik. Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis). Otot menjadi kurus, gangguan atau tidak mampu berjalan. j. Seksualitas Gejala : adanya riwayat menopause dini, amenorea, hilangnya tanda-tanda seks sekunder, hilangnya libido. k. Pemnyuluhan / pembelajaran Gejala : adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker, tiroiditis, anemia pernisosa. 3.2 Diagnosa 18



1. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar       keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron) 2.  Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. faktor biologis 3. Intoleran aktivitas b.d. imobilitas 3.3 Intervensi Keperawatan N



Diagnosa



Tujuan Dan Kriteria



o 1.



Keperawatan Kekurangan



Hasil NOC



NIC



volume cairan



 Fluid balance



Fluid Management



b.d



 Hydration Nutritional



 Timbang popok/ pembalut



ketidakseimba



Status:



ngan input dan



 Food and Fluid



output



 Intake



Intervensi



jika diperlukan.  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat  Monitor status hidrasi



Kriteria Hasil :



(kelembaban membran



 Mempertahankan



mukosa, nadi adekuat,



urine



tekanan darah ortostatik), jika



 output sesuai dengan



diperlukan.



usia dan BB, BJ urine



 Monitor vital sign



normal, HT normal.



 Monitor masukan makanan/



 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi.



cairan dan hitung intake kalori harian  Kolaborisakan pemberian cairan IV  Monitor status nutrisi



 Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang 19



 Berikan penggantian nesogastrik sesuai output  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan



 Tawarkan snack (jus, buah,



berlebihan



segar )  Kolaborasikan dengan dokter  Atur kemungkinan tranfusi  Persiapan untuk tranfusi Hypovolemia management  Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan  Pelihara IV line  Monitor tingkat Hb dan Hematokrit  Monitor vital sign  Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan  Monitor berat badan  Dorong pasien untuk menambah intake  Pemberian cairan IV  monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan  Monitor adanya tanda gagal ginjal. 2.



Ketidakseimba



NOC



ngan nutrisi:



 Nutritional Status :



Kurang dari



 Nutritional



kebutuhan



NIC : Status:



food and Fluid Intake 20



Nutrition Management  Kaji adanya alergi makanan  Kolaborasi dengan ahli gizi



tubuh b.d. faktor biologis



 Nutritional



Status:



nutrient Intake



untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang



 Weight control



dibutuhkan pasien.  Anjurkan pasien untuk



Kriteria Hasil :  Adanya berat



meningkatkan intake Fe



peningkatan



badan



sesuai



dengan tujuan  Berat



ideal



sesuai dengan tinggi badan



 Berikan substansi gula  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat



 Mampu



untuk mencegah konstipasi



mengidentifikasi



 Berikan makanan yang



kebutuhan nutrisi



terpilih ( sudah



 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi



dikonsultasikan dengan ahli gizi)



 Menunjukkan



 Ajarkan pasien bagaimana



peningkatan



fungsi



pengecapan



dan



menelan penurunan



meningkatkan protein dan vitamin C



badan



 Tidak



 Anjurkan pasien untuk



membuat catatan makanan harian.  Monitor jumlah nutrisi dan



terjadi berat



badan yang berarti



kandungan kalori  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring  BB pasien dalam batas



21



normal  Monitor adanya penurunan berat badan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan  Monitor lingkungan selama makan  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi  Monitor turgor kulit  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah  Monitor mual dan muntah  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht  Monitor makanan kesukaan  Monitor pertumbuhan dan perkembangan  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva  Monitor kalori dan intake nuntrisi 22



 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 3.



Intoleransi aktivitas imobilitas



b.d.



NOC



NIC



 Energi conservasion



Activity therapy



 Activity Tolerance



 Kolaborasikan dengan tenaga



 Self Care : ADls



rehabilitasi



 Kriteria Hasil



merencanakan program terapi



 Berpartisipasi dalam



yang tepat



aktivitas fisik tanpa



 Bantu



medik



dalam



klien



untuk



disertai peningkatan



mengidentifikasi



tekanan darah, nadi,



yang mampu dilakukan



RR



 Bantu



 Mampu Melakukan Aktivitas Sehari hari  (ADLs) secara



untuk



aktivitas sesuai



aktivitas memilih



konsisten dengan



yang



kmampuan



fisik, psikologi dan sosial



mandiri



 Bantu untuk mengidentifikasi



 Tanda tanda vital



dan



normal energy



yang



psikomotor



aktivitas yang diinginkan



 Level kelemahan  Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat



mendapatkan



sumber



diperlukan



untuk



 Bantu untuk mendapat- kan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek  Bantu klien mengidentifikasi



 Status



aktivitas yang disukai



kardiopulmonari adekuat



 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.



23



 Sirkulasi status baik  Status respirasi



 Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan



pertukaran gas dan ventilasi adekuat



dalam beraktivitas  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas  Bantu



pasien



mengembangkan



untuk motivasi



diri dan penguatan  Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.



BAB IV PENUTUP 1.1 Kesimpulan 24



Penyakit Addison adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan korteks adrenal memproduksi hormon kortisol dan aldosteron. Keadaan tersebut dapat disebabkan insufisiensi adrenal primer dan sekunder. Penyakit Addison sangat jarang terutama pada anak-anak. Penyakit Addison dapat terjadi baik pada pria maupun wanita di semua usia. Frekuensi penyakit Addison pada populasi manusia diperkirakan 1 dari 100.000. Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui gambaran klinis dan keluhan penderita, pemeriksaan kadar hormon kortisol serta pemeriksaan radiologis seperti CT Scan dan MRI dapat membantu menganalisa kelenjar adrenal dan kelenjar hipofisis sehingga dapat diketahui penyebab insufisiensi kortisol yang terjadi pada penderita. Terapi penyakit Addison yaitu penggantian atau substitusi hormon kortisol memperbaiki defisiensi glukokortikoid. Defisiensi aldosteron dapat digantikan dengan mineralokortikoid. Prognosis penderita penyakit Addison pada umumnya baik selama mendapat kontrol dan perawatan yang teratur dan efektif. 1.2 Saran Disarankan kepada staf kesehatan untuk tetap mengawasi dan melakukan perawatan yang teratur terhadap pasien dengan kondisi penyakit Addison. Karena jika sudah memasuki komplikasi yang berlanjut akan memperparah keadaan pasien dan berujung pada kematian.       



25