Askep Anak Autisme & Retardasi Mental [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PADA ANAK: AUTISME DAN RETARDASI MENTAL



disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik VIII



oleh: Ria Rohmawati Dini Dian Flowerenty Melida Puspitasari Reza Riyady Pragita



NIM 112310101015 NIM 102310101022 NIM 112310101025 NIM 112310101042



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.....................................................................................



i



DAFTAR ISI.................................................................................................



ii



BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................



1



1.1 Latar Belakang...............................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah..........................................................................



1



1.3 Tujuan..............................................................................................



1



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2.1



Pengertian......................................................................................



3



2.2



Psikopatologi.................................................................................



3



2.3



Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis..............................



4



2.4



Penatalaksanaan keperawatan dan medis ................................



5



BAB 3. PENUTUP........................................................................................ 3.1 Kesimpulan....................................................................................... 36 3.2 Saran................................................................................................. 36 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 37



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Setiap anak yang terlahir di dunia ini rentan mengalami masalah yang berkaitan



dengan proses pertumbuhan, bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka akan berkelanjutan pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak sekolah, gangguan tersebut dapat menghambat proses perkembangan anak secara optimal. Adanya berbagai masalah tersebut maka penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat. Memiliki anak merupakan anugerah terindah yang dirasakan suami istri dalam rumah tangga dan harapan orang tua menginginkan kondisi anaknya sempurna atau normal. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anaknya menderita gangguan seperti autisme dan retardasi mental. Sebagian masyarakat memang masih menganggap tabu terhadap penderita autisme. Tidak sedikit sekolah yang menolak anak autis berada di lingkungannya. Jumlah anak pengidap autisme di Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya, sehingga diperlukan semacam sosialisasi edukasi deteksi dini pada orangtua, supaya bisa memperhatikan perkembangan anaknya dengan lebih baik. Hal yag sama juga terjadi pada kejadian anak dengan retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Beberapa fenomena menunjukkan bahwa kejadian anak yang mengalami autisme dan redartasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah autisme dan retardasi mental yang terjadi pada anak. 1.2



Tujuan Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan



penulisan dari makalah ini, di antaranya:



1.2.1 untuk mengetahui pengertian autisme; 1.2.2 untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika autisme; 1.2.3 untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari autisme; 1.2.4 untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari autisme; 1.2.5 untuk mengetahui pengertian retardasi mental; 1.2.6 untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika retardasi mental; 1.2.7 untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari retardasi mental; 1.2.8 untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari retardasi mental.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.2.1 Autisme Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham atau aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengertian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut. 1. Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain namun pada bayi tidak terlihat tanda dan gejalanya.(Sacharin, R. M., 1996). 2. Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999). 3. Autisme menurut Rutter dalam Sacharin (1996) adalah gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif. 4. Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun ( Yatim, Faisal., 2002). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita sekitar usia 2-3 tahun yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. 2.2.2 Retardasi mental Istilah retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi kognitif dan adaptif. Retardasi mental merupakan kelemahan mental yang tidak mencukupi sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Adapun definisi retardasi mental dari beberapa sumber antara lain.



1.



Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005 dalam Kuntjojo, 2009).



2.



Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Carter CH, Toback C. dalam Soetjiningsih, 1995).



3.



Retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan (Crocker AC, 1983 dalam Soetjiningsih, 1995).



4.



Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan /dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (Muttaqin, 2008). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retardasi mental



adalah suatu keadaan kelemahan mental dengan inteligensi yang kurang (subnormal) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat karena adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan timbul pada masa perkembangan /dibawah usia 18 tahun. 2.2 Psikopatologi 2.2.1 Autisme Etiologi autisme adalah virus, zat beracun, kelainan imunonologi, abnormalitas SSP, cedera otak, kerusakan otak, faktor genetik. Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor predisposisi terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu: 1. Faktor Genetik Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).



2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi) Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection. 3. Faktor Kelahiran dan Persalinan Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom). Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu 1. Faktor keluarga dan psikologi Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan. 2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf) Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada penderita 3. Faktor genetik Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga menderita penyakit yang sama.



4. Faktor kekebalan tubuh Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak (Betz and Sowden, 2002). Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan (Hamid, 2008). Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran



sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori). 2.2.2 Retardasi mental Etiologi dari retardasi mental adalah infeksi pada kandungan, gangguan metabolisme pada anak usia kurang dari 6 tahun, bayi prematur, depresi berat, penyakit otak, keracunan/intoksikasi saat ibu hamil, kelainan kromosom, genetik, dan trauma otak. Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan disertai keterbatasanketerbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif: berbicara dan berbahasa, kemampuan/ketrampilan



merawat



diri,



kerumahtanggaan,



ketrampilan



sosial,



penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak (Lusmilasari, 2002). 2.3 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis 2.3.1 Autisme A. Diagnosa medis Diagnosa medis yang dapat ditegakkan yaitu autisme. Autisme sebaiknya didiagnosa oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tim bisa terdiri dari Ahli perkembangan anak, Dokter, Ahli wicara, dan Psikolog. Biasanya anak dengan autisme dibawa ke ahli medis terlebih dulu, lalu dokter akan membawa kasus temuannya untuk didiskusikan dengan berbagai ahli klinis kesehatan anak. Idealnya semua ahli harus sepakat untuk menentukan suatu diagnosa (Hands-out Workshop on Autism, August 2013). Perlu dipahami bahwa gejala autisme tidak sama dengan keterlambatan perkembangan. Karena secara khas gangguan komunikasi, interaksi sosial, perilaku



serta keunikan kognitif dan sensoris akan muncul pada anak yang mengalami autisme. Sedangkan pada keterlambatan perkembangan akan lebih spesifik pada hambatan perkembangan kemampuan tertentu pada anak. Lebih lanjut, gejala autisme juga harus ditunjukkan secara kontinyu selama masa perkembangan anak; atau bukan sekedar respon atas suatu stimulus atau kondisi medis sementara (misalkan gejala hanya muncul karena sakit dan setelah minum obat) (Hands-out Workshop on Autism, August 2013). Tidak ada satu cara atau satu tes untuk menentukan Autisme. Diagnosa juga perlu mempertimbangkan hasil pembicaraan dengan orang tua, untuk mengetahui riwayat anak, dan mengobservasi bagaimana perilaku dan gejala anak. Ketika anak sudah mendapatkan diagnosa, maka anak dapat memulai treatmentnya secara intensif untuk mengoptimalisasi perkembangannya (Hands-out Workshop on Autism, August 2013). B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien autisme diantaranya adalah a. Hambatan komunikasi b. Hambatan interaksi sosial c. Isolasi sosial (Carpenito-Moyet, 2006). 2.3.2 Retardasi mental A. Diagnosa medis Diagnosa medis yang dapat ditegakkan adalah retardasi mental. Diagnosa medis ditegakkan dengan melakukan skrining secara rutin misalnya dengan menggunankan DDST (Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapat segera dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya, sangat membantu dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur 6 tahun dapat dilakukan test IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak dapat diambl kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada kelainan pada sistem susunan saraf pusat, perlu, anamnesis yang teliti apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah lingkungan/factor nonorganic lainnya dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak. Biasanya Fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawah ratarata. IQ kira-kira 70 atau kurang (untuk bayi penilaian klinis dari fungsi fungsi intelektual dibawah rata-rata). Terjadi Kekurangan atau kerusakan fungsi adaptif yang



terjadi bersamaan misalnya efektifitas seseorang dalam memenuhi harapan kelompok budayanya terhadap orang seusianya dalam sedikitnya dua area yaitu komunikasi, perawatan diri, ketrampilan sosial dan interpersonal, penggunaan sarana-sarana masyarakat pengarahan diri, ketrampilan akademik fungsional, bekerja, bersantai, kesehatan dan keamanan. Awitan terjadinya sebelum usia 18 tahun (Mansjoer, 2000). B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien retardasi mental diantaranya adalah: a. Hambatan komunikasi verbal b. Hambatan interaksi sosial c. Isolasi sosial d. Defisit perawatan diri e. Resiko cedera (Carpenito-Moyet, 2006). 2.4 Penatalaksanaan keperawatan dan medis 2.4.1 Penatalaksanaan medis Menurut (Ginanjar, 2006), penatalaksanaan klien autisme secara medikamentosa diberikan karena adanya abnormalitas anatomi dan kimia otak pada penyandang autisme. Terapi obat ditujukan untuk mengurangi hiperaktifitas, stimulasi diri, menarik diri, agresifitas, gangguan tidur. Pemberian antipsikotik dalam dosis rendah dapat membantu. Menurut Sularyo dan Kadim (2000), obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA). 2.4.2 Penatalaksanaan keperawatan Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Terapi



harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda (Wahyudi, 2006). 1.



Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan possitive reinforcement (hadia atau pujian). Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.



2.



Terapi Wicara Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu austic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Terapi wicara sangat menolong karena klien dengan autis kurang mampu berinteraksi dengan orang lain.



3.



Terapi Okupasi Terapi okupasi untuk melatih mempergunakan otot-otot halus klien dengan benar.



4.



Terapi Fisik Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat menolong untuk menguatkan otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh.



Selain itu, terapi lain yang dapat dilakukan kepada klien dengan klien autisme antara lain: 1.



Terapi Sosial



2.



Terapi Bermain



3.



Terapi Perilaku



4.



Terapi Perkembangan



5.



Terapi Visual



Bagan Psikopatologi/Psikodinamika autisme Virus, zat beracun



Kelainan imunologi ibu



Tidak dapat berkomunikasi secara verbal maupun non verbal (terlambat bicara/tidak dapat berbicara, mimik muka datar)



Perilaku orang tua (emosional, kaku, obsesif)



Autisme



Hambatan komunikasi



Tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar



Abnormalitas SSP, cedera otak, kerusakan otak



Faktor genetik



Menolak/menghindar untuk bertatap muka, bila didekati menjauh, enggan berinteraksi dengan orang lain



Hambatan interaksi sosial



Isolasi sosial



Bagan Psikopatologi/Psikodinamika Retardasi Mental Riwayat Infeksi Gangguan pada kandungan (pada ibu saat metabolisme pada anak usia