Askep Angina Pectoris [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bagian Keperawatan Gawat Darurat Program Pendidikan Profesi Ners LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PECTORIS



Disusun Oleh: RAHMANIA 19. 04. 051



CI LAHAN



(



CI INSTITUSI



)



(



YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PROGRAM STUDI PROFESI NERS T.A 2019-2020 BAB I



1



)



KONSEP MEDIS A. Defenisi Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan tertekan di depan dada coroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat. (Yuli Aspiani, 2015) Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler) B. Klasifikasi Menurut Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000 klasifikasi angina pectoris dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu : 1. Stable Angina Juga disebut angina klasik. Terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktifitas fisik seperti berolah raga, naiktangga, atau bekerja keras. Pajanan dingin, terutama bila disertai bekerja seperti menyekop salju. Stres mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah serta tugas mental seperti berhitung, dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri pada angina jenis ini, biasanya menghilang, apabila individu yang bersangkutan menghentikan aktivitasnya.



2. Angina Variant (Prinzmetal)



2



Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering terjadi pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu arteri koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemik jantung. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tiak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina variant 3. Unstable Angina Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera. Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi spasme sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan. Seiring dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu beresiko mengalami kerusakan jantung irreversible. Unstableangina dapat juga dikarenakan kondisi kurang darah (anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri koroner sebelumnya Tidak seperti stable angina, angina jenis ini tidak memiliki pola dan dapat timbul tanpa aktivitas fisik berat sebelumnya serta tidak menurun dengan minum obat ataupun istirahat. Angina tidak stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner akut.



C. Etiologi



3



Menurut Yuli Aspiani, 2015ada beberapa etiologi/penyebab terjadinya angina pektoris, yaitu : a. Faktor penyebab : 1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh tiga faktor :  Faktor pembuluh darah :  Aterosklerosis  Spasme  Arteritis  Faktor sirkulasi :  Hipotensi  Stenosis aorta  Insufisiensi  Faktor darah :  Anemia  Hipoksemia  Polisitemia 2) Curah jantung yang meningkat :  Aktivitas yang berlebihan  Makan terlalu banyak  Emosi  Hipertiroidisme 3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada :  Kerusakan miokard  Hipertropimiokard  Hipertensi diastolik b. Faktor predisposisi 1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah:  Umur lebih dari 40 tahun



4



 Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause  Hereditas  Ras: insiden pada kulit hitam lebih tinggi 2) Faktor resiko yang dapat dirubah:  Mayor:  Hipertensi  Hiperlipidemia  Obesitas  Diabetes  Merokok  Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori  Minor :  Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif)  Stress psikologis berlebihan  Inaktifitas fisik D.



Tanda Dan Gejala a. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri. b. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort). c. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit. d. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin. e. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines. f. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik. g. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.



5



E. Tipe serangan a. Angina Pektoris Stabil 



Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.







Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.







Durasi nyeri 3 – 15 menit.



b. Angina Pektoris Tidak Stabil 



Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.







Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.







Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.







Kurang responsif terhadap nitrat.







Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.







Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.



c. Angina Prinzmental (Angina Varian). 



Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.







Nyeri



disebabkan



karena



spasmus



pembuluh



koroneraterosklerotik. 



EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.







Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.



F. Patofisiologi Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner).



Tidak



diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak



6



ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. (Lynda Juall Carpenito 2001) Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri.



Apabila kenutuhan energi sel-sel



jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.



Proses ini tidak



menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.



7



Pathway



Aterosklerosis Trombosis Konstriksi arteri koronaria



Aliran darah ke jantung menurun



Oksigen dan nutrisi turun



Jaringan Miocard Iskemik Nekrose lebih dari 30 menit



Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang



Supply Oksigen ke Miocard turun



Metabolisme an aerob



Gangguan pertukaran gas



Timbunan asam laktat



Seluler hipoksia Nyeri akut



Integritas membran sel berubah



meningkat



Kontraktilitas Fatique



Intoleransi aktifitas



turun



Penurunan curah jantung



8



G. Pemeriksaan diagnostic 1. Elektrokardiogram (EKG)  Gambaran EKG yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan pada waktu serangan angina seringkali masih normal. Gambaran EKG terkadang menunjukkan bahwa klien pernah mendapat infark moikard pada masa lampau, menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada klien hipertensi dan angina, dan menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada waktu serangan angina, EKG akan menunjukkan adanya depresi segmen ST dan gelombang T menjadi negatif. Pada angina prinzmental, menjnjukan adanya elevasi segmen ST yang mejadi kunci diagnosis, pada beberapa penderita dapat didahului depresi semen ST sebelum akhirnya elevasi, terkadang juga didapatkan perubahan gelombang T (gelombang T alternan) serta tidak jarang disertai dengan aritmia jantung. 2. Enzim Jantung : CPKMB, LDH, AST 3. Elektrolit Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi. 4. Sel darah putih Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi. 5. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi. 6. Kimia Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis 7. GDA Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. 8. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.



9



9. Foto dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. 10. Ekokardiogram, dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. 11. Angiografi koroner Arteriografi koroner merupakan satu-satunya teknik yang memungkinkan untuk melihat penyempitan pada koroner. Suaru kateter dimasukkan lewat arteri femoralis ataupun brakhialis dan diterusakan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan dan kiri. Media kontras radiografik



kemudian



disuntikkan



dan cineroentgenogram   akan



memperlihatkan kontur arteri serta daerah penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ke ventrikel kiri dan disuntikkan lebih banyak media kontras untuk menentukan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. Bila ada stenosis aorta, maka derajat keparahannya akan dapat dinilai, demikian juga kita dapat mengetahui penyakit arteri koroner.  H. Penatalaksanaan medis Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang menderita angina pektoris adalah sebagai berikut : 1) Tirah baring, posisi semi fowler. 2) Monitor EKG 3) Infus D5% 10 – 12 tetes / menit 4) Oksigen 2 – 4 liter / menit 5) Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg 6) Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg 7) Bowel care : laksadin 8) Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam / infus 9)



10



Diet rendah kalori dan mudah dicerna



BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian a. Pengkajian Primer 1) Airway dan Kontrol Servikal Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas, benda asing di jalan nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, 2) Breathing Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot bantu nafas, kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas trauma), bunyi nafas, hembusan nafas, kongesti vaskuler pulmonal a) Dispnea, di karakteristikan dengan pernapasan cepat, dangkal dan



keadaan



yang



menunjukkan



bahwa



klien



sulit



mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan yang di sebabkan oleh dispnea. b) Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Perawat harus menentukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai contoh, bila klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur tetapi perawat harus menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai ortopnea.



c) Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang di kenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal di perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang hari, saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatisk vena meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume cairan, dan peningkatan tonus sismpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun dengan posisi telentang tekanan pada kapiler – kapiler dependen menurun dan cairan di serap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan sejumlah tambahan darah yang di alirkan ke jantung untuk di pompa tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar vaskuler pulmonal yang telah mengalami kongesti. Mengingat bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja, klien harus di berikan tirah baring selama perawatan akut di rumah sakit. d) Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini di hubungkan dengan kongesti mukosa bronchial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus. e) Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di hubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di



dalam saluran vaskuler ( kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi transduksi ciran ke dalam alveoli, namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk transport normal oksigen dan karbon dioksida dari darah dalam kapiler pulmonal. f) Edema pulmonal akut di cirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang keluar dari mulut. Hal ini memerlukan kedaruratan medis dan harus di tangani dengan cepat dan tepat. 3) Circulation Keadaan



sirkulasi



:



tingkat



kesadaran,



perdarahan



(internal/eksternal), kapilari refill, nadi radial/carotis, akral perifer. a) B2 ( Blood ) - Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik,dan adanya edema ekstremitas - Palpasi : Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di temukan. - Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya di temukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup. - Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi ( kardiomegali ) b) Penuranan curah jantung Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vaskuler pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh



lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, deficit memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering di anggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan pemeiksaan psikologis klien yang



akan



memberikan



informasi



untuk



menentukan



penatalaksanaan yang tepat. c) Bunyi jantung dan crackle Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat di kenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga dan keempat (S3, S4) dan crackles pada paruparu. S4 atau gallop atrium, di hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien di minta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama ( S1 ) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongesti, tetapi dapat menunjukan adanya penurunan komplians ( peningkatan kekakuan ) miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya di temukan pada klien dengan



infark



miokardium



akut



dan mumgkin



tidak



mempunyai proknosis bermakna,tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hamper tidak pernah di temukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal kongestif di indikasikan



dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal diastolik setelah bunyi jantung ke dua ( S2 ) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal paling baik dengan bell stetoskop yang di letakkan tepat di apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri,dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles di tetakan sebagai kegagalan pompa jantung,klien harus di instruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan



membuka



alveoli



basilaris



yang



mungkin



mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma. Crackles yang tidak menghilang setelah batuk ( pasca batuk rejan ) perlu di evaluasi sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting. Perawat harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai area paru yang cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi bila tidak di temukan bunyi crackles pada paru – paru. d) Disritmia Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksismal, dan denyut ventrikel prematu. Kapanpun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus berupaya



untuk



menemukan



mekanisme



dasar



patofisiologisnya, kemudian terapi dapat di rencanakan dan di berikan dengan tepat e) Ditensi vena jugularis Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi di latasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena kava dan dapat di ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada vena-vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Klien di instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala di tempat tidur di tinggikan antara 30-60 derajat, kolom darah di vena – vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1-2 cm. f) Kulit dingin Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.



g) Perubahan nadi Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah -



Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatik.



-



Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi ( perbedaan antara tekanan sistolik dan diasolik ) dan menghasilkan denyut yang lemah atau thread pulse.



-



Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih berat.



-



Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus altenans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri. Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungus mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume sekuncup.



4) Disability Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis, kekuatan otot. b. Pengkajian Sekunder / Survey Sekunder a. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan menanyakan apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes mellitus dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di



masa lalu, alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST,yaitu : a) Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung (lihat klasifikasi gagal jantung). b) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktifitas yang di rasakan atau di gambarkan klien biasanya tetap beraktivitas klien merasakan sesak nafas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan). c) Region : radiation, relif : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan system otot rangka dan apakah di sertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. d) Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari - hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang di alami organ. e) Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas biasanya yimbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktifitas. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematianya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.



4) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe) a. Kepala : Kulit kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan gigi, Wajah b. Leher : pembesaran tiroid c. Dada/ thoraks : Keadaan paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) d. Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) dan Pola Makan e. Pelvis (inspeksi dan palpasi) f. Perineum dan rektum g. Genitalia h. Ekstremitas : Status sirkulasi dan Keadaan injury i. Neurologis : Fungsi sensorik dan motorik j. Integritas ego k. Eliminasi B. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perusi c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung C. Intervensi Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama berhubungan dengan perubahan … x … jam diharapkan Penurunan curah irama jantung jantung dapat teratasi dengan criteria hasil : Curah Jantung 1. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Gambaran EKG tidak aritmia 3. Tidak terdapat sianosis 4. Tekanan Darah dalam batas normal 5. Pernapasan irama tidak dispneu 6. CRT < 2 detik



Peraw 1. I p k 2. I s ( r b 3. M 4. M



Status Sirkulasi 5. M 1. Kekuatan nadi normal 6. P 2. Tidak terdengar suara nafas tambahan 3. Tekanan MAP dalam bats normal 4. Tekanan darah systole dan diastole normal Nyeri akut yang berhubungan Nyeri akut yang berhubungan dengan ruptur Pain Ma tuba falopi, pendarahan intraperitonial. 1. La dengan Kriteria hasil: ko ruptur tuba falopi, pendarahan a. Mampu mengontrol nyeri (tau penyebab ka nyeri, mampu menggunakan tehnik non ku intraperitonial farmakologi untuk mengurangi nyeri). 2. G b.Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan un menggunakan manajemen nyeri pa c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 3. K tanda nyeri). re d.Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri 4. Ev berkurang. la 5. Ev m Contr 1. K m r 2. P n f 3. K m 4. A n 5. B m 6. E n 7. T 8. M t 9. O k 10.  M t d Gangguan berhubungan



Pertukaran



Gas dengan



Setelah dilakukan tindakan …x… jam diharapkan gangguan pertukaran gas



Peman



ketidakseimbangan ventilasi-perusi



tidak terjadi dengan kriteria hasil : Pertukaran gas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Tidak terjadi dyspnea Tidak terdapat bunyi napas tambahan PCO2 membaik PO2 membaik Pola napas membaik Warna kulit tidak pucat Tidak terjadi sianosis



Observ 1. 2.



3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



M k M b k a M M M n P A M M M



Terapeutik 1. 2.



A s D



Edukasi 1. 2.



J p I j



SKENARIO KASUS Pasien Laki-laki umur 52 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan



nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar ke punggung



belakang dengan skala nyeri 7. Nyeri muncul pada saat pasien miring kiri, nyeri di rasakan terus-menerus. Pasien juga mengeluh lelah, jika bergerak akan merasakan sesak ADL di bantu oleh keluarga dan perawat, pasien Nampak pucat. Keluarga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit jantung, pasien rutin mengkonsumsi obat akan tetapi sudah 2 bulan pasien tidak pernah kontrol di RS. Pemeriksaan TTV TD: 110/60 mmHg N: 72x/m RR: 28x/m S: 36ºC kesadaran Compos mentis GCS 15. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb: 12,2 gr/dL, Ht: 33,8%, MCV: 73,8 fl, GDS: 102 mg/dL, pemeriksaan EKG di dapatkan hasil lead II III avF gelombang T inverse (iskemik inferior)..



22



PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT



I. Data Pasien Nama Inisial



: Tn.W



Jenis Kelamin



: Laki-Laki



Tanggal Lahir/Umur



: 52 Tahun



Alamat



: Makassar



Rujukan:



-



Diagnosa



: Angina pektoris



Nama keluarga yang bisa dihubungi : Tn. S Alamat Transportasi waktu datang II. Keluhan utama



: Makassar : Mobil pribadi : Nyeri dada kiri



III. Alasan masuk Rumah sakit Pasien Laki-laki umur 52 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar ke punggung belakang dengan skala nyeri 7. Nyeri muncul pada saat pasien miring kiri, nyeri di rasakan terus-menerus. Pasien juga mengeluh lelah, jika bergerak akan merasakan sesak ADL di bantu oleh keluarga dan perawat, pasien Nampak pucat. Keluarga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit jantung, pasien rutin mengkonsumsi obat akan tetapi sudah 2 bulan pasien tidak pernah kontrol di RS. Pemeriksaan TTV TD: 110/60 mmHg N: 72x/m RR: 28x/m S: 36ºC kesadaran Compos mentis GCS 15. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb: 12,2 gr/dL, Ht: 33,8%, MCV: 73,8 fl, GDS: 102 mg/dL, pemeriksaan EKG di dapatkan hasil lead II III avF gelombang T inverse (iskemik inferior)..



PENGKAJIAN PRIMER A. Airway 1. Pengkajian jalan napas Bebas Tersumbat Suara nafas : Trachea di tengah : YaTidak 



Resusitasi



:-







Re-evaluasi



: -



2.



Masalah Keperawatan: -



3.



Intervensi/implementasi: -



4.



Evaluasi: -



B. Breathing 1. Fungsi pernapasan 



Dada simetris



:



Ya Tidak







Sesak nafas



:



Ya Tidak







Respirasi



:



28 x / mnt







Krepitasi



:



Ya Tidak







Suara nafas



:



-



2. Assesment



: Pasien mengatakan sesak nafas



3. Resusitasi : 4. Re-evaluasi



:-



5. Masalah Keperawatan: Pola nafas tidak efektif 6. ntervensi/implementasi: Evaluasi: -



Diagnosa Keperawatan Indonesia Pola napas tidak efektif Kategori : fisiologis Subkategori : Respirasi



Rencana tindakan Tujuan/ Kriteri hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan pola napas pasien efektif yang dibuktikan denganindicator sebagai berikut:dari membaik ke meningkat (4-5) Kriteria hasil : a. Pola napas normal (eupnea) 18-20 menit



Intervensi Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5.



Implementasi



Pemantauan Respirasi 1. Monitor Frekuensi, irama, dan usaha Monitor Frekuensi, irama, dan bernapas usaha bernapas Hasil: Pernapasan 28 x/menit, irama Monitor pola napas (bradipnea, regular, terdapat retraksi otot dada takipnea, hiperventilasi, 2. Mengobservasi penggunaan otot bantu kusmaul, cheyne stokes, biot) pernafasan Mengobservasi penggunaan otot Hasil: tidak ada penggunaan otot bantu bantu pernafasan pernafasan Memberikan posisi semi fowler 3. Memberikan posisi semi fowler jika jika tidak ada kontradiksi tidak ada kontradiksi Auskultasi bunyi napas Hasil: Head up 15O, Pasien merasa nyaman dengan posisi yang diberikan dan nampak rileks. 4. Auskultasi bunyi napas Hasil: tidak terdengar suara napas snoring dan gurgling 5. Kolaborasi pemberian oksigen Hasil: pasien di berikan nasal kanul oksigen 2 liter



C. Circulation 1. Keadaan sirkulasi 



Tensi



: 110/60 mmHg







Nadi



: 72x / mnt







Suhu Axilla



: 36ºCSuhu Rectal : -oC







Temperatur Kulit : Akral teraba hangat



2. Assesment



:



3. Re-evaluasi



:



4. Masalah keperawatan: 5. Intervensi/implementasi: 6. Evaluasi D. Disability 1. Penilaian fungsi neurologis Kesadaran compos mentis



dengan GCS 15



2. Assessment : 3. Masalah Keperawatan: 4. Intervensi Keperawatan: 5. Evaluasi: E. Exposure



Penilaian Hipothermia/hiperthermia Tidak Terjadi peningkatan suhu tubuh dengan suhu : 36oC Masalah Keperawatan : Intervensi / Implementasi Evaluasi: -



TRAUMA SCORE A.



Frekuensi Pernafasan



10 – 25



4



25 – 35



3



> 35 2 < 10



1



00 B.



Usaha bernafas



Normal



1



Dangkal



0



C.



Tekanan darah



> 89 mmHg



4



70 – 89 mmHg



3



50 – 69 mmHg



2



1 – 49 mmHg



1



0 0 D.



Pengisian kapiler



< 2 dtk



2



> 2 dtk



1



Tidak ada



0



E.



Glasgow Coma Score (GCS)



14 – 15



5



11 – 13



4



8 – 10



3



5 – 7



2



3 – 4



1



PENGKAJIAN SEKUNDER 1. Riwayat kesehatan a.



S: (sign and symptom)



Pasien mengatakan pasien mengalami nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar ke punggung b. A (allergies) Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi pada makanan maupun obat –obatan. c.



M: (medications)



Pasien mengatakan rajin mengkonsumsi obat akan tetapi sudah 2 bulan pasien tidak pernah kontrol di RS d.



P: past medical history)



Pasien memiliki riwayat penyakt jantung e.



L(last meal)



Sebelum masuk rumah sakit pasien mengkonsumsi nasi,sayur 2. Riwayat mekanisme trauma a. P : Provokatif (penyebab) Angina pectoris b.



Q : Quality (kualitas)



Seperti di tekan c. R : Radiation (paparan) Dada kiri d. S : Severity ( tingkat keparahan) Skala nyeri 7 (berat) e. T : Timing (waktu) Nyeri terus-menerus 3. Tanda-tanda Vital a. Keadaan Umum b. Kesadaran



: Lemah : compos mentis / GCS = 15 E4M5V46



c. Vital Sign 



28



TD



: 110/60 mmHg







Nadi



: 72 x/menit







RR



: 28 x/menit







Suhu



: 36 0C



4. Pemeriksaan head to to a. Kepala Inpeksi : Bentuk kepala normosefal, wajah simetris, distribusi rambut menyebar. Palpasi



: Tidak ada nyeri tekan



b. Mata Inspeksi



: Konjungtiva anemis Tidak ada perdarahan subkujungtiva, skelera tampak jernih,



tidak ada cedera pada kornea, dan



pupil isokor Palpasi



: Tidak teraba adanya massa



c. Hidung Inspeksi



: Terpasang nasal kanul



Palpasi



: Tidak teraba adanya massa



d. Telinga Inpeksi



: Telinga simetris kiri dan kanan, daun telinga lentur, tidak ada penumpukan serumen



Palpasi



: Tidak teraba massa



e. Mulut dan gigi Inspeksi



: Tidak terdapat stomatitis,mukosa bibir lembab,



f. Leher Inspeksi



: Tidak terdapat pembesaran tonsil



Palpasi



: Tidak terdapat lesi



g. Dada dan paru-paru Inspeksi



: Ada pengembangan dada, simetris antar kedua lapang paru, tidak ada penggunaan otot bantu nafas dada



Palpasi



: Frekuensi nafas : 28x/menit,



Auskultasi : tidak Terdengar suara nafas



29



h. Jantung Perkusi



: Suara pekak, batas atas interkostal 3 kiri, batas kanan linea paasteral kanan, batas kiri linea mid clavicularis kiri, batas bawah intercostals 6 kiri



Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak ada. i. Pelvis Inspeksi



: Tidak terdapat cedera maupun luka



Palpasi



: Tidak ada nyeri pada pelvis



j. Genetalia Tidak ada kelainan genetalia k. Integumen Akral teraba hangat , CRT >2 detik i. Eksremitas Pasien mengeluh lelah, jika bergerak akan sesak, ADl di bantu oleh perawat dan keluarga 5. Pemeriksaan laboratorium a.



Laboratorium Tanggal : 29/10/2020 Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Hematologi Rutin Hematokrit HGB Leukosit MCV MCH MCHC PLT limfosit monosit Kalium Creatinin



30



Hasil



Nilai Normal



Satuan



31,8



L( 40-54) P(3747) 12.00-14.00 5000-10.000 37.0-48.0 80-97.0 26.5-33.5 31.5-35.0 18-55 135-145 3,5-5,5 0,9-1,30



% % g/dl uL fL Pg gr/dl 10^3/ul 10^3/ul 10^3/ul Meq/L Meq/L



12,2 5,100 73,8 23,6 32.2 217 3,75 0,79 3,8 0,58



b.



6.



Pemeriksaan EKG Lead II III avF gelombnag T inverse (iskemik inferior) Terapi



Nama obat Inf. NaCL 0.9%



Dosis 16 tpm



Oksigen



2 liter



ranitidin



2x50 mg/iv



furosemid



1x20 mg/iv



simvastatin



1x10 mg/oral



Aspilet



1x80 mg/oral



Manfaat Menggantikan cairan tubuh yang hilang, mengeroksi keseimbangan elektrolit, menjaga tubuh agar tetap terhodrasi dengan baik Membantu pasien memenuhi kebutuhan pasokan oksigen di dalam tubuh golongan obat histamine yeng bermanfaat untuk menangani gejala atau penyakit yang berkaitan dengan asam lambung Golongan obat diuretic yang bermanfaat untuk mengeluarkan cairan dari dalam tubuh Obat yang di gunakan untuk mengeluarkan kadar kolesterol dalam darah Menurunkan resiko thrombosis koroner lebih lanjut selama fase pemulihan infark miokard



KLASIFIKASI DATA 1.



2. 3. 4.



Data subjektif Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar ke pungung P: Angina pectoris Q: seperti ditekan R: dada kiri S: skala nyeri 7 (berat) T: nyeri terus-menerus Pasien mengatakan sesak nafas Pasien mengatakan nyeri seperti tertekan di bagian dada Pasien mengatakan lelah dan lemah



31



1. 2.



3. 4. 5. 6. 7.



Data objektif Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : compos menti / GCS 15 TTV  TD : 110/60 mmHg  Nadi : 72 x/menit  RR : 28 x/menit  Suhu : 36 0C Akral teraba hangat Terpsang nasal kanul 2 liter Pasien Nampak merigis ADl di bantu oleh perawat dan keluarga Hasil laboratorium



5. Pasien mengatakan jika bergerak akan sesak



Hb: 12,2 gr/dL, Ht: 33,8%, MCV: 73,8 fl, GDS: 102 mg/dL 8. Pemeriksaan EKG Lead II III avF gelombnag T inverse (iskemik inferior)



ANALISA DATA No. 1.



DATA FOKUS Ds: 1. pasien mengatakan sesak nafas 2. pasien mengatakan jika bergerak akan sesak Do: 1. Terpasang nasal kanul 2 liter 2. TTV  TD : 110/60 mmHg  Nadi : 72 x/menit  RR : 28 x/menit  Suhu : 36 0C 3. Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : Compos mentis / GCS 15



2.



Ds: 1. Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar ke pungung P: Angina pectoris Q: seperti ditekan R: dada kiri S: skala nyeri 7 (berat) T: nyeri terus-menerus 2 Pasien mengatakan nyeri seperti tertekan di bagian



32



DIAGNOSA



Pola nafas nafas tidak efektif



Nyeri akut



dada Do: 1 pasien Nampak meringis 2 Pemeriksaan EKG Lead II III avF gelombnag T inverse (iskemik inferior) 3. TTV  TD : 110/60 mmHg  Nadi : 72 x/menit  RR : 28 x/menit  Suhu : 36 0C Ds: 1 pasien mengatakan lelah dan lemah Do: 1. ADL di bantu oleh keluarga dan perawat 2 . Keadaan Umum : Lemah 3. Pemeriksaan EKG Lead II III avF gelombang T inverse (iskemik inferior)



3.



Intoleransi aktivitas



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1



Pola Nafas tidak efektif



2



Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis (infark miokard)



3



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen



33



INTERVENSI KEPERAWATAN



No



1. 2. 1 2



NamaPasien



: Tn. W



kamar



:-



Diagnose keperawatan Tujuan dan ktiteria hasil Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan keperawatan 1x6 jam hiperventilasi diharapkan pola napas pasien Ditandai dengan : efektif yang dibuktikan DS: denganindicator sebagai pasien mengatakan sesak nafas berikut:dari membaik ke pasien mengatakan jika bergerak meningkat (4-5) akan sesak Kriteria hasil : DO: a. Pola napas normal (eupnea) Terpasang nasal kanul O2 2 liter 18.20 menit Keadaan Umum : Lemah Kesadaran: Compos mentis / GCS 15 3 TTV TD : 110/60 mmHg Nadi : 72 x/menit RR : 28 x/menit Suhu : 36 0C Nyeri akut yang berhubungan Setelah dilakukan tindakan dengan agen cedera biologis keperawatan 3x24 jam nyeri dapat (infark miokard) berkurang dengan kriteria hasil : Di tandai dengan: a. Ekspresi wajah nampak rileks DS: b. Melaporkan nyeri berkurang



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Intervensi keperawatan Pemantauan pernafasan Monitor Frekuensi, irama, dan usaha bernapas Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kusmaul, cheyne stokes, biot) Mengobservasi penggunaan otot bantu pernafasan Memberikan posisi semi fowler jika tidak ada kontradiksi Auskultasi bunyi napas Kolaborasi pemberian oksigen



Manajemen Nyeri 1. Observasi TTV 2. Identifikasi Lokasi,Karateristik, Durasi, Frekuensi, Kualitas, Intensitas Nyeri



1



Pasien mengatakan nyeri pada c. Tanda-tanda vital dalam batas dada sebelah kiri menjalar ke normal punggung P: Angina pectoris Q: seperti ditekan R: dada kiri S: skala nyeri 7 (berat) T: nyeri terus-menerus DO: 1 pasien Nampak meringis 2 TTV  TD : 110/60 mmHg  Nadi : 72 x/menit  RR : 28 x/menit  Suhu : 36 0C Intoleransi aktivitas Setelah dilakuakan tindakan berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien ketidakseimbangan antara akan menunjukkan: suplai dan kebutuhan oksigen a. Mobilitas Ds: b. Status neurologis : Pengendalian 1 pasien mengatakan lelah dan pusat motorik lemah Dengan kriteria hasil : Do: a. Menunjukkan gerakan sendi 1. ADL di bantu oleh perawat dan (indikator sangat terganggu keluarga menjadi tidak terganggu) 2. keadaan umum: lemah b. Menunjukkan gerakan otot 4. Pemeriksaan EKG (indikator sangat terganggu Lead II III avF gelombang T menjadi tidak terganggu)



3. Identifikasi respon nonverbal 4. Berikan tehnik non faramkologi 5. Kolaborasi Pemberian Analgesik



1. 2. 3. 4. 5.



Mobilitas sendi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat serta tujuan latihan sendi Bantu dan ajarkan keluarga pasien untuk mendapatkan posisi optimal untuk pergerakan Ajarkan dan dukung pasien untuk latihan ROM aktif dan pasif Ajarkan tehnik ambulasi dan berpindah yang aman



inverse (iskemik inferior)



c. Menunjukkan gerakan bertujuan pada perintah (indikator dari banyak terganggu menjadi sedikit terganggu



IMPLEMENTASI KEPERAWATAN NamaPasien kamar



: Tn.W



:-



Diagnosis Hari / Jam Keperawatan Tanggal Pola nafasSelasa 10 08.00 tidak Novemb efektif er 2020 08.05



08.08



08.10



Implementasi dan Hasil



Evaluasi



1. Monitor Frekuensi, irama, dan usaha bernapas Selasa 10 November 2020 Hasil: Pernapasan 28 x/menit, irama regular, 2. Mengobservasi penggunaan otot bantu 1. pasien mengatakan pasien sesak nafas pernafasan 2. pasienmengatakan jika bergerak akan Hasil: tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan sesak 3. Memberikan posisi semi fowler jika tidak ada kontradiksi 1. Terpasang nasal kanul O2 2 liter O Hasil: Head up 15 , Pasien merasa nyaman dengan 2. RR 28x/m posisi yang diberikan dan nampak rileks. Pola nafas tidak efektif belum teratasi 4. Auskultasi bunyi napas lanjutkan intervensi Hasil: tidak terdengar suara napas tambahan 1. Memberikan posisi semi fowler jika 5. Kolaborasi pemberian oksigen tidak ada kontradiksi Hasil: pasien di berikan nasal kanul oksigen 2 liter 2. Kolaborasi pemberia oksigen



08.15 Nyeri akut Selasa 08.20 10 yang Novemb berhubun er 2020 gan dengan ruptur



1. Observasi TTV Hasil: TD : 110/60 mmHg Nadi : 72 x/menit RR : 28 x/menit Suhu : 36 0C



Selasa 10 November 2020 S: 1. mengatakan nyeri pada dada kiri yang menjalar ke punggung P: Angina pectoris Q: Seperti ditekan



tuba falopi, pendarah an intraperit onial



08.25



08.28 08.30



08.33 Intoleransi Selasa 10 08.35 aktivitas Novemb berhubun er 2020 gan 08.38 dengan ketidaksei mbangan antara 08.40



2. Identifikasi Lokasi,Karateristik, Durasi, R: dada kiri Frekuensi, Kualitas, Intensitas S: skala 7 (berat) Hasil: T: Nyeri terus-menerus P: Angina pectoris O: Q: Seperti ditekan - Klien Nampak meringis R: dada kiri - Klien Nampak lemah S: skala 7 (berat) A : Nyeri akut belum teratasi T: Nyeri terus-menerus P: lanjutkan intervensi 3. Identifikasi respon nonverbal 1 . Observasi TTV Hasil: 1. Identifikasi Lokasi,Karateristik, Pasien Nampak meringis Durasi, Frekuensi, Kualitas, 4. Berikan tehnik non faramkologi Intensitas Nyeri Hasil: 2. Identifikasi respon nonverbal Pasien di ajari tehnik relaksasi nafas dalam dengan 3. Berikan tehnik non faramkologi cara Tarik nafas dari hidung kemudian di 4. Kolaborasi Pemberian Analgesik hembuskan melalui mulut dilakukan selama 3 kali 5. Kolaborasi Pemberian Analgesik Hasil: Pasien di berikan obat 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Selasa 10 November 2020 Hasil : keluarga klien mengatakan sulit melakukan aktivitas mandiri. 1. Pasien mengatakan lelah dan lemah 2. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang O: manfaat serta tujuan latihan sendi 1. klien hanya berbaring di tempat tidur Hasil :keluarga klien bisa mengetahui manfaat latihan 2. Keadaan umum lemah sendi 3. ADL pasien dibantu oleh keluarga 3. Membantu dan mengajarkan keluarga pasien dan perawat



suplai dan kebutuha n oksigen



08.45 08.50



untuk mendapatkan posisi optimal untuk A : intoleransi aktivitas belum teratasi pergerakan P : Lanjutkan intervensi Hasil : keluarga klien bisa mempraktekkan yang 1. Kaji kemampuan pasien dalam sudah diajarkan untuk posisi pergerakkan yaitu mobilisasi kalau mau memiringkan posisi kaki ditekuk 2. Anjurkandan dukung pasien untuk kemudian memiringkan tubuh latihan ROM aktif dan pasif 4. Mengajarkan dan mendukung pasien untuk latihan ROM aktif dan pasif Hasil :klien dibantu untuk latihan ROM aktif 5. Mengajarkan tehnik ambulasi dan berpindah yang aman Hasil : Kelurga mengerti tehnik cara mengangkat klien yang baik dan benar



DAFTAR PUSTAKA Baughman, Diane ,C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan Suddart, alih Bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC. Lynda Juall Carpenito. 2001. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan. PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan. Setiadi. 2012. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.2000.Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC. Yuli Aspiani, Reni. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.