8 0 503 KB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik, yang ditandai dengan peninggian kadar glukosa darah akibat berkurangnya kualitas insulin, sekresi insulin atau keduanya. Penderita diabetes (diabetisi) semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Rangkuman laporan Mc.Carthy dan Zimmet (1994), Tattersal (1996) dan Askandar (1994-1998) diperkirakan akan terjadi peningkatan lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu 24 tahun ke depan (1996-2020) di dunia 150 juta dan di Indonesia 12,4 juta. Telah diketahui diabetes melitus akan berhubungan dengan berbagai komplikasi baik mikroangiopati maupun makroangiopati, terjadinya komplikasi ini sangat erat berhubungan dengan kontrol glukosa darah, dimana sampai saat ini meskipun telah ditemukan insulin dan obat hipoglikemik oral, tetapi untuk mengontrol kadar glukosa darah, diet masih merupakan lini pertama upaya yang dilakukan secara berkepanjangan untuk mencapai target kadar glukosa darah yang diharapkan, sehingga progresifitas penyakit bisa terkendali. Diabetes mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terusmenerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Bilous, 2002). Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun dari waktu ke waktu karena usia atau pilihan gaya hidup. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit akibat dari pola hidup modern dimana orang lebih suka makan makanan siap saji, kurangnya aktivitas fisik karena lebih memanfaatkan teknologi seperti penggunaan kendaraan bermotor dibandingkan dengan berjalan kaki (Nurhasan 2000).
Diet pada penderita diabetes melitus (diabetesi) meliputi pengaturan kalori, dan pemberian makan karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam ketujuh kelompok penggolongan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling dahulu digunakan sebelum protein dan lemak. Komposisi karbohidrat yang dianjurkan di Indonesia saat ini pada diabetesi terdiri dari 60-70% karbohidrat. Melihat komposisi diet yang dianjurkan selama ini tampak bahwa persentase yang dianjurkan makin tinggi dan makin mendekati menu rata-rata bangsa Indonesia yang terdari 81% karbohidrat. Tahun 1983 Jenkins D.J.A dan kawan-kawan menganjurkan indeks glikemik sebagai dasar yang pasti dalam menentukan respons glukosa darah tubuh. Jumlah penderita diabetes mellitus secara global terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data yang dipublikasikan oleh World Health Organization (WHO) angka kejadian diabetes mellitus di dunia berkembang dari 30 juta pada tahun 1985 menjadi 194 juta pada tahun 2006. Pada tahun 2025 diperkirakan angka ini terus meningkat mencapai 333 juta. Penderita diabetes mellitus di Indonesia jumlahnya cukup fantastis, pada tahun 2006 ditemukan 14 juta diabetes melitus, WHO memperkirakan pada 2030 nanti sekitar 21,3 juta orang Indonesia akan terkena penyakit diabetes mellitus (Depkes RI, 2000).
B. Tujuan 1.
Tujuan Umum Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
2.
Tujuan Khusus a.
Mendeskripsikan / menjelaskan tentang konsep dasar diabetes melitus.
b.
Mendeskripsikan / menjelaskan tentang pengkajian keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
c.
Mendeskripsikan / menjelaskan tentang diagnosa keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
d.
Mendeskripsikan / menjelaskan tentang intervensi keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
e.
Mendeskripsikan / menjelaskan tentang implementasi keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
f.
Mendeskripsikan / menjelaskan tentang evaluasi keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
BAB II TINJAUAN TEORI
TEORI MENUA
1. Proses Menua Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan
jaringan untuk
memperbaiki
diri
atau mengganti
dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Contantinides, 1994 yang dikutip oleh Wahjudi Nugroho, 2000). Aging process dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu. Secara individu, pada usia di atas 60 tahun tejadi proses penuaan secara ilmiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular atau akibat penuaan (degeneratif). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lansia.
2. Teori-Teori Proses Menua a. Teori biologi. 1. Teori genetic dan mutasi Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokima yang diprogram oleh molekul/ DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2. Pemakaian dan rusak Kelebihan usaha dapat menimbulkan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai). 3. Auto immune theory Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tertentu sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. 4. Teori stress Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tubuh tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel lelah terpakai. 5. Teori radikal bebas Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organic yang selanjutnya menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi. 6. Teori rantai silang Sel-sel yang tua reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen yang selanjutnya menyebabkan kurang elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi. 7. Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah sel setelah sel-sel tersebut mati. b. Teori kejiwaan sosial 1. Aktivitas atau kegiatan (activity theory) Pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social dan mempertahankan hubungan antara system social dan individu agar stabil dari usia pertengahan hingga usia tua. 2. Kepribadian berlanjut Merupakan gabungan teori di atas dimana perubahan yang terjadi pada seseroang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimilikinya. 3. Teori pembebasan Putusnya
pergaulan
atau
hubungan
dengan
masyarakat
dan
kemunduran individu dengan individu lainnya. Dengan bertambahnya usia, seorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda: kehilangan peran, hambatan kontak social, berkurangnya komitmen.
3. Peran dan hubungan antar manusia bagi usia lanjut a. Peran dan Hubungan Antar Manusia Yang Normal Peran dan hubungan menggambarkan tanggung jawab individu dalam keluarga, pekerjaan dan keadaan social. Secara alamiah peran itu sesuai dengan budaya namun ada perbedaan dari setiap individu. Orang cenderung memperlihatkan identitas dan menggambarkan kemampuan dalam berperan. Setiap orang mempunyai perannya masing-masing misalnya; sebagai seorang lakilaki, wanita, suami, istri, orang dewasa, remaja, orang tua, anak, saudara, pelajar, guru, dokter, perawat dan lain-lain. Peran dilakukan orang selama hidupnya dan ia sering berusaha sesuai dengan peran yang dimiliki. Peran memberikan nilai dan status social bagi seseorang. Setiap kelompok social mempelajari status, perilaku, symbol, dan hubungan yang dapat diterima oleh setiap peran. Perilaku, symbol dan pola hubungan setiap orang berbeda tergantung nilai dan norma social di mana individu itu berada. b. Peran, Hubungan dan Usia Perubahan peran dan hubungan disesuaikan dengan perkembangan usia baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan itu meliputi pengunduran diri, merasa kehilangan misalnya perubahan posisi dalam rumah atau kehilangan orang penting lainnya seperti suami atau istri yang meninggal. Semuanya ini dapat menimbulkan potensial trauma bagi lanjut usia. Dalam kehidupan nyata banyak orang tua marah atau merasa tersinggung karena kekuatan social mereka diberhentikan (pensiun). Menurut American Society menggambarkan bahwa peran orang tua sudah tidak berdaya, lemah atau lekas marah dan tidak bermanfaat (sia – sia). Beberapa orang tua menerima peran ini dan melakukan sebagai tindakan. Namun banyak orang yang tidak puas menerima stereotype ini dan secara kontinyu mengembangkan peran dan hubungan sampai usia 80 – 90 tahun.
KONSEP NYERI
1. Pengertian Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Menurut McCaffery (1980) menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan merasakan nyeri.
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Faktor penyebab
Contoh
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, Meningitis, orkitis, neuritis dll). Kimia
Tersiram air keras
Tumor
Ca mamae
Iskemi jaringan
Jaringan miokard
Listrik
Terkena sengatan listrik
Spasme
Spasme otot
Obstruksi
Batu ginjal, batu ureter, obstruksi usus
Panas
Luka bakar
Fraktur
Fraktur femur, fraktur cruris
Psikologis
Berduka, konflik, dll.
3. KLASIFIKASI Karakteristik
Nyeri akut
Tujuan
Memperingatkan terhadap cidera/masalah
Nyeri kronis klien Memberikan
alasan
pada
adanya klen untuk mencari informasi berkaitan dengn perawatan
dirinya. Awitan
Mendadak
Terus menerus/intermittent
Durasi
Durasi singkat (dari beberapa Durasi lebih dari 6 bulan detik sampai 6 bulan
Intensitas
Ringan samapi berat
Ringan sampai berat
Respon otonom
Frekuensi jantung meningkat
Tidak
Volume sekuncup meningkat
otonom
TD meningkat
Vital
Dilatasi pupil meningkat
normal.
terdapat
sign
dalam
respon
batas
Tegangan otot meningkat Motilitas
gastrointestinal
menurun Alira saliva menurun Respon psikologis
Ansietas
Depresi Keputus asaan Mudah tersinggung/marah Menarik diri
Respon fisik
Menangis/mengerang
Keterbatasan gerak
Waspada
Kelesuan
Mengerutkan dahi
Penurunan libido
Menyeringai
Kelelahan/kelemahan
Mengeluh sakit
Mengeluh sakit hanya ketika dikaji, ditanyakan
4. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri a. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
b. Jenis kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). c. Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. d. Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri bagaimana mengatasinya. e. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri. f. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. g. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. h. Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. i. Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa rinagn, sedang atau bisa jadi merupakn nyeri yang hebat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar. (Sigit Nian, 2010)
5. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Tindakan perawat yang perlu dilakuan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah : a.
Mengkaji perasaan pasien (respon psikologis yang muncul).
b.
Menetapkan respon fisiologis pasien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
c.
Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri. Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik
adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif. Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami pasien, diantaranya : a.
Penentuan ada tidaknya nyeri Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh pasien adalah nyata.
b.
Karakteristik nyeri -
Faktor Pencetus (P : Provocate) Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan apa yang mencetuskan nyeri.
-
Kualitas (Q: quality) Sering kali pasien mengungkapkan nyeri dengan kalimatkalimat : tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah seperti tertindih, perih, tertusuk, dan lain-lain dimana tiap pasien mungkin berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
-
Lokasi (region) Mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pasien menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien.
-
Keparahan (S: serve) Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.
Skala deskriptif Verbal (VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objetif. Skala ini merupakn sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskrispsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis.
Skala Numerik (NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.
Skala Analog Visual (VAS) merupakan garis lurus yang mewakili alat pendeskripsi kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan. VAS merupakn pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
-
Durasi (Time) Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri.
-
Faktor yang memperberat/memperingan
Perlu mengkaji faktor-faktor yang memperberat nyeri pasien untuk memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan respon nyeri pada pasien. c.
Respon perilaku
d.
Respon afektif Respon afektif juga perlu diperhatikan misalnya cemas, depresi, dll.
e.
Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia membantu dalam program aktivitas pasien.
f.
Persepsi klien tentang nyeri Perawat perlu mengkaji persepsi pasien terhadap nyeri, bagaimana pasien menghubungkan antara nyeri yang dialami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri atau lingkungan sekitarnya.
g.
Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri Perlu mengkaji cara-cara yang biasa pasien gunakan untuk menurunkan nyeri agar dapat memasukkannya dalam rencana keperawatan.(Sigit Nian, 2010)
DIABETES MELLITUS
A. PENGERTIAN
1.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth. 2002)
2.
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, dimana hiperglikemia berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan berbagai organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. (American Diabetes Association, 1998)
B. TIPE DM
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) 2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) 3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya 4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
C. ETIOLOGI
1. Diabetes tipe I Dirumuskan bahwa kerusakan sel beta terjadi diakibatkan karena infeksi , biasanya virus dan atau respon autoimun secara genetik pada orang yang terkena. Awitan dimulai pada saat usia kurang dari 30 tahun. a. Faktor genetik b. Faktor-faktor imunologi c. Faktor lingkungan : virus/toksin d. Penurunan sel beta : Proses radang, keganasan pankreas, pembedahan. e. Kehamilan f. Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor-faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas c. Riwayat keluarga d. Gaya hidup (Brunner & Suddarth, Tucker Susan Martin)
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Poliuria
g. Kesemutan, rasa baal
b. Polifagia
h. Pruritus, bisul
c. Polidipsi
i. Mata kabur
d.
j. Impotensi pada pria
Kelemahan
e. Berat badan turun
k. Pruritus vulva / keputihan
f. Infeksi Saluran Kencing
l. Luka yang lama sembuhnya
(PAPDI, IPD, 2000)
E. PATOFISIOLOGI/PATHWAY a. Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl. 2. Peningkatan
mobilisasi
lemak
dari
daerah
penyimpanan
lemak
yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama
akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah
ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga
faktor
angiopati
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
dan
infeksi
berpengaruh
terhdap
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO). Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul. Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi Cpeptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas. Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP. Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida,fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase. Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated
hemoglobin,
fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan
HbA1C, serta
khususnya
fruktosamin
saat
ini
jarang
pemeriksaan
dilakukan
karena
7
pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai selfassessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin. Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance
liquid
chromatography),
Electroforesis,
Immunoassay,
Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri. Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi. Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
Metode Immunoassay (EIA):
hanya
mengukur
HbA1C, tidak
mengukur
HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik. Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC. Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil.
Kerugiannya
waktu
lama,
sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L. Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai
yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi,
HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis. Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20200 mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat. Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID),
Radio
Immunoassay
(RIA),
Enzym-linked
Immunosorbent
assay
(ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin. Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan). Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM.
Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.
G. PENATALAKSANAAN Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : 1.
Diet Diet dan pengendalian beratbadan merupakan dasar dari penatalaksanaan DM dengan tujuan :
2.
Memberikan semua unsur makanan essensial
Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai
Memenuhi kebutuhan energi
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
Menurunkan kadar kemak darah jika meningkat. Latihan
Efek latihan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler.
3. Pemantauan Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita DM dapat mengukur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia lainnya. 4. Terapi (jika diperlukan) Pada DM tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Dengan demikian insulin eksogeneus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM tipe II, insulin myngkin diperlukan terapi jangka panjang untuk mengendalikna kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. 5. Pendidikan Pendidikan mengenai penyuntikan insulin perlu diberikan kepada klien dan keluarganya. (Brunner & Suddarth)
H. KOMPLIKASI
Koomplikasi akut DM : 1. Hipoglikemia 2. Hiperglikemia 3. Ketoasidosis Diabetik Komplikasi kronis DM : 1. Mata : retinopati diabetik, katarak 2. Ginjal : glomerulosklerosis intra kapiler, infeksi 3. Saraf : Neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom. 4. Kulit : dermopati diabetik, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, kandidiasis, tukak kaki dan tungkai 5. Sistem kardiovaskuler : penyakit jantung dan gangren pada kaki 6. Infeksi tak lazim : fasilitis dan miositis nekrotikans, meningitis mucor, kolesistitis emfisematosa, otitis eksterna maligna.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK - Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih -
Aseton plasma : Positif secara mencolok
-
Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat
-
Osmolalitas serum : meningkat
-
Elektrolit : Natrium : mungkin normal meningkat/menurun Kalium : Normal, peningkatan semu selanjutnya akan menurun Fosfor : lebih sering menurun ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/normal Insulin darah : mungkin menurun Urine : gula dan aseton positif Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih
LUKA GANGRENE
I. PENGERTIAN Luka didefinisikan
sebagai
suatu
kelainan
dimana
terjadi
gangguan
keseimbangan terhadap imtegritas kulit baik kehilangan ataupun kerussakan sebagian struktur jaringan utuh, akibat trauma mekanik, termal, radiasi, fisik, pembedahan dan zat kimia. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada klien diabetik. Neuropati menyebabkan hilangnya rasa pada kondisi terpotong kaki. Gangrene atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh akarena adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti, dapat terjadi akibat proses inflamasi yang memanjang perlukaan bisa akibat digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar, proses degeneratif/ateriosklerosis atau ganggaun metabolik / diabetes mellitus.
J. PENATALAKSANAAN LUKA DIABETIK (GANGRENE) 1. Tujuan perawatan luka
2.
a.
Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b.
Optimalisasi suasana luka dalam kondisi lembab
c.
Dukungan / kondisi klien termasuk nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyebab.
d.
Tingkatkan edukasi klien dan kelluarganya.
Perawatan luka diabetik a.
Mencuci luka Mencuci luka merupakan hal yang pokok unutk memperbaiki, meningkatkan dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
Tujuan mencuci luka adalah menghilangkan jaaringan
neksrosis, menghilangkan cairan luka yang berlebihan, dan menghilangkan sisa metabolisme tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik untuk mencuci luka adalah cairan non toksik misalnya normal saline / NaCl 0.9 %. Cairan anti septik sebaiknya digunakan ketika luka mengalami infeksi atau tubuh dalam keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan normal saline.
b.
Debridement Merupakan upaya untuk membuang jaringan nekrosis / slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan peningkatan jumlah bakteri.
c.
Perawatan kulit sekitar luka Melindungi kulit di sekitar luka merupakan hal penting untuk mencegah timbulnya luka baru.
Penggunaan Zinc-oxide salep cukup efektif untuk
melindungi kulit sekitar luka dari cairan atau eksudat berlebihan. d.
Penggunaan balutan pada luka Penggunaan balutan bertujuan untuk mempertahakan daaerah luka agar selalu lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50 %, absorpsi eksudat dan cairan luka yang berlebihan, membuang jaaringan nekrosis, kontrol terhadap infeksi dan menurunkan rasa sakit serta menurunkan biaya selama perawatan. 1.
Absorbent dressing Jenis balutan yang paling banyak menyerap cairan pada luka, juga berfungsi sebagai homeostasis tubuh jika terdapat perdarahan dan brter terhadap kontaminasi pseudomonas. Contoh balutan : aliginate, kaltostaat, sorbsan, alevyn.
2.
Hydrocoloid Jenis balutan yang berfungsi untuk mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari kontaminasi, digunakan pada keadaan luka berwarna merah. Contoh balutan : cuntinovahydro, duoderm CGF, comfell. Kedua jenis balutan diatas disebut occlusive dressing, merupakan jenis balutan yang mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan optimal, saat penggantian balutan akan tampak peluruhan jaringan nekrotik dengan dasar luka bersih.
e.
Topikal terapi
Hydroactive gel merupakan jenis terapi topicl yang membnatu peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolisis debridement). Contoh : intrasit gel, duoderm-gel. f.
Balutan untuk mengontrol terjadinya edema Kontrol edema diperlukan guna membantu proses penyembuhan luka diabetik, seringkali ditemukan edema pada ekstremitas. Kontrol edema dapat dilakukan dengan cara memberikan kompresi atau penekanan dengan menggunakan elastic bandage (elastis stoking), dengan penekanan kurang lebih sekitar 18 mmHg atau kekuatan 50% tarikan.
K. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
Identitas klien
Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
a. Aktivitas / istirahat Gejala :
lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur.
Tanda : Takikardia dan takipneu, letargi dan disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot. b. Sirkulasi Gejala : Adanya riwayaat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,penyembuhan yang lama. Tanda
: Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, mata cekung
c. Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah keuangan. Tanda
: Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi Gejala :
Perubahan pola berkemih (poliuria/nokturia), rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih, ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda :
Urine encer, pucat, kuning, poluria dapat berkembang menjadi oligouria/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare)
e. Makanan/Cairan Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, peningkatan masukkan glukosa dan karbohidrat, penurunan BB, haus, penggunaan diuretik. Tanda : Kulit kering, bersisik, turgor jelek, muntah, bau halitosis, nafas bau aseton. f. Neurosensori Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia, ganguan penglihatan. Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, gangguan memori, aktifitas kejang. g. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Abdomen tegang/nyeri. Tanda : Wajah meringis. h. Pernapasan Gejala : Merasa kekuranagn oksigen, batuk Tanda : Lapar udara, batuk i. Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak / ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang gerak, parestesia / paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam. j. Seksualitas Gejala : Impotensi, kesulitan orgasme pada wanita, luka / lecet pada vagina. (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengkajian luka Diabetes Mellitus (gangrene) adalah : 1. Lokasi / letak luka Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka sehingga luka dapat diminimalkan. 2. Stadium luka Dibedakan atas ; a. Anatomi kulit (Pressure Ulcers Panel, 1990) 1). Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis yang paling atas. 2). Full thicknes : hilangya lapisan epidermis hingga lapisan sub kutan. Stadium I
: Kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis.
Stadium II
: Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis paling atas.
Stadium III
: Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan sub kutan.
Stadium IV
: Rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan tulang.
b. Warna dasar luka (Nedherlands Woundcare Consultant Society, 1984) Merah
: (pink, merah, merah tua) disebut jaringan sehat, granulasi / epitelisasi / vaskularisasi.
Kuning
: (kuning muda, kuning kehijauan, kuning tua, kuning kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak, fibrionilitik, slough, avaskularisasi.
Hitam
: Jaringan nekrosis, avaskularisasi.
c. Stadium Wagner untuk luka diabetik 1). Superficial ulcer Stadium 0 : Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot arthropathies) Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadangkadang tampak menonjol. 2). Deep Ulcers Stadium II
: Lesi terbuka dengan penetrasi tulang atau tendon (dengan goa).
Stadium III
: Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyartrosis, plantar abses atau infeksi hingga ke tendon.
3). Gangrene Stadium IV
: Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrrene lembab atau kering.
Stadium V
: Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau gangrene.
3. Bentuk dan ukuran luka Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi atau mengambil foto untuk mengevaluasi kemajuan proses
penyembuhan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran adalah dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan berulang kali, hindari terjadinya infeksi silang (nosokomial). Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit selitar luka untuk mengetahui apakah pada luka terdapat selulitis, edema, benda asing, dermatitis kontak atau maserasi. a. Pengukuran tiga dimensi Dilakukan dengan mengkaji panjang-lebar-kedalaman dan dengan menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa (sinus track/undermining0 dengan mengukur berputar searah jarum jam. b. Photography c. Serial foto dapat memberikan gambaran proses penyembuhan luka secara komprehensif, (catatan berikan inform consent sebelum pengambilan foto). 4. Status Vaskuler Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel dan merupakan unsur penting dalam proses penyembuhan luka.
Pengkajian status vaskuler meliputi
perlakuan palpasi, capillaryrefill, edema dan temperatur kulit. a. Palpasi b. Langkah pertama dalam pengkajian status perkusi jaringan adalah palpasi pada daerah tibia dan dorsal pedis untuk menilai ada tidaknya denyut nadi. Klien usia lanjut kadang sulit diraba denyut nadinya dan dapat menggunakan stetoskop ultrasonic doppler. Tingkatan denyut nadi : 0
: Nadi tidak teraba
1
: Ada denyut nadi sebentar
2
: Teraba tapi kemudian hilang
3
: Normal
4
Sangat jelas kemudian ada bendungan (aneurysm)
c. Capillary Refill
Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberikan tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan segera lepasksna dan lihatlah apakah ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi menurunnya atau hilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari tipis dan rambut yang tidak tumbuh merupakan indikasi iskemik (arterrial insufficiency) dengan capillary refill labih dari 40 detik. Capillary Refill Time Normal
: 10 – 15 detik
Iskemik Sedang
: 15 – 25 detik : 25 – 40 detik
Iskemik berat
Iskemik sangat berat : lebih dari 40 detik d. Edema Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada midealf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari kaki pada tulang menonjol di tibia atau maleolus. Kulit yang edema akan tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya ganguan darah balik vena. Tingkatan udema : Tingkatan edema : 0 – ¼ inchi
: 1 + (mild)
¼ - ½ inchi : 2 + (moderate) ½ - 1 inchi
: 3 + (several)
e. Temperaturkulit Temperatu kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan.
Cara melakukan penilaian dengan menempelkan puggung tangan pada kulit sekitar luka, membandingkannya dengan kulit pada bagian lain yang sehat. 5. StatusNeurologik a. Fungsi Motorik Pengkajian fungsi motorik berhubungan dengan kelemahan otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk tubuh (terutama kaki), seperti jari0jari yang menekuk atau mencengkram dan telapak kai yang menonjol.
Penurunan fungsi motorik
menyebabkan pengguanaan sepatu atausandal berubah, biasanya akan terjadi penekanan terus menerus pada ujung-ujung tulang kaki sehingga menimbulkan kalus yang kemudian menjadi luka. b. Fungsi Sensorik Pengkajian fungsi ini berhubungan dengan cara penilaian terhadap kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien DM dengan neuropati sensori akan mengatakan bahwa lukanya barusaja terjadi namun kenyatannya terjadi beberapa waktu sebelumnya. c. Fungsi Autonom Dilakukan pada klien DM untuk melihat tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien mengatakan keringatnya berkurang dan kering kulitnya. Penurunan faktor kelembaban kulit akan mempermudah terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ektremitas) akibatnya akan timbul fisura yang akan diikuti oleh formasi luka. 6. Infeksi Merupakanmasalah
yang
paling
serius
pada
penderita
luka
DM.
Pseudomonas Aureginase dan staphylococcus aureus, keduanya merupaka organisme patogenik yang paling sering muncul saat perawatan luka. Penilaian ada tidaknya infeksi pada luka didasari pengertian bahwa seluruh jenis luka kronik adalah jenis luka yang terkontaminasi oleh adanya kolonisasi bakteri, tetapi tidak semuanya terinfeksi. terinfeksi akan memperlihatkan adanya :
Pada keadaan luka
a. Sistematik Tubuh Bertambahnya jumlah leukosit dan mekrofag melebihi batas normal yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh. b. Lokal Infeksi Jumlah eksudat yang bertambah banyak danmenjadi lebih kental, berbau tidak sedap dan disertai dengan penurunan panas dan nyeri. Infeksi dapat meluas dengan cepat hingga tulang (osteomyelitis dapat dilihat dengan X – rays) jika tidak dibatasi segera. Kultur merupakan rekomendasi yang dikerjakan untuk menentukan pemberian antibiotik.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi (Dm) c. Nyeri berhubungan dengan agens-agens yang menyebabkan cedera (fisik : gangrene diabetic) d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan
K. INTERVENSI No 1
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan NIC : keperawatan selama 3 x 24 a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif jam Pasien tidak mengalami
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri, dengan kriteria hasil:
kualitas dan faktor presipitasi
a. Mampu mengungkapkan b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan nyeri yang dirasakan b. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) c. Mampu mengontrol nyeri menggunakan
c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan d. Ajarkan tentang teknik manajemen nyeri: rileksasi napas dalam
tehnik e. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi
relaksasi napas dalam
nyeri
Ttd
d.
Melaporkan bahwa nyeri f. Tingkatkan istirahat berkurang dari skala 7 menjadi skala 2
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang f. Tidak
mengalami
gangguan
tidur
(pasien
tidur 6-8 jam/hari) 2
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan tindakan a. Memonitor terhadap tanda gejala infeksi keperawatan selama 3 x 24 b. Pertahankan teknik aseptif jam pasien tidak mengalami c. Batasi pengunjung bila perlu infeksi dengan kriteria hasil: a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Pasien kemampuan
baju,
sarung
tangan
sebagai
alat
pelindung
untuk f. Tingkatkan intake nutrisi timbulnya g. Kolaborasi pemberia antibiotik
infeksi c. Jumlah
keperawatan e. Gunakan
menunjukkan
mencegah
d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
h. Dorong istirahat leukosit
dalam i. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
batas normal (4.00-11.00
infeksi
ribu/mmk) 3
Setelah dilakukan tindakan
NIC :
keperawatan selama 14 x 24
Wound care
jam kerusakan integritas
a. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
jaringan pasien teratasi
b. Monitor status nutrisi pasien
dengan kriteria hasil:
c. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
a. Perfusi jaringan normal
karakteristik,warna
b. Tidak ada tanda-tanda
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
infeksi
cairan,
granulasi,
jaringan
d. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan
c. Menunjukkan
luka
pemahaman dalam proses e. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin perbaikan
kulit
dan f. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
mencegah
terjadinya
cidera berulang d. Menunjukkan
terjadinya
proses penyembuhan luka
4
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan tindakan
Exercise therapy : ambulation
keperawatan selama 3 x 24
a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
lihat respon pasien saat latihan b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan f. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. g. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. IDENTITAS Pengkajian dilakukan tanggal 24 Juni 2013 pukul 09.00 WIB Identitas Pasien Nama
: Tn K
Usia
: 60 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Status Pernikahan
: menikah
Agama
: islam
Alamat
: menoreh raya No. 85
Pekerjaan
: pensiunan
Dx. Medis
: Diabetes melitus dengan gangrene diabetik
No RM
: C425038
Tanggal Masuk
: 20-06-2013
Identitas Penanggung Jawab Nama
: Ny. Ku
Usia
: 56 tahun
Alamat
: menorah raya No. 85
Pekerjaan
: ibu rumah tangga
Hub dg pasien
: istri pasien
2. KELUHAN UTAMA Pasien mengatakan kakinya cekut-cekut/nyeri P
: nyeri akibat luka diabetes, luka terasa sakit saat berjalan dan pada saat ganti balut
Q
: nyeri serasa cekut-cekut
R
: kaki kanan
S
: skala nyeri 7
T
: nyeri terasa saat berjalan dan pada saat ganti balut
3. RIWAYAT KESEHATAN A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan luka di telapak kaki kanan sudah 1 bulan, pasien mengatakan aktifitas sepenuhnya di bantu keluarga. B. Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien mengatakan menderita Diabetes semenjak 6 tahun yang lalu. Satu bulan yang lalu jempol kaki kanan tertusuk benda tajam saat pasien sedang mancing di tambak. Awalnya luka dilakukan perawatan luka di rumah di bantu perawat. Luka semakin hari semakin besar sehingga pasien rawat jalan perawatan luka di RS. X. pasien kontrol perawatan luka di RS. X setiap 3 hari sekali. Luka di kaki kanan tidak menujukkan perbaikan dan malahan tambah parah sehingga pasien di rujuk ke RS. Dr. Kariadi. C. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien mengatakan keluarga tidak mempunyai riwayat DM, tidak mempunyai riwayat hipertensi, maupun alergi. Ayah pasien dulu mempunyai riwayat penyakit jantung. D. Genogram
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: meninggal
: tinggal dalam satu rumah 4. POLA PENGKAJIAN FUNGSIONAL A. Pola persepsi-managemen kesehatan Sebelum masuk RS
: pasien mengatakan semenjak mengetahui Dm 6 tahun lalu pasien jarang melakukan pemeriksaan gula darah, pasien mengatakan tidak minum obat untuk diabetes, pasien merokok.
Saat ini
: Pasien mengatakan sangat memperhatikan kesehatannya saat ini. Saat kaki kanan pasien tertusuk benda tajam pasien langsung melakukan perawatan luka di bantu perawat. Saat luka tidak kunjung sembuh pasien mengatakan langsung setuju untuk di rujuk ke RS Kariadi.
B. Pola nutrisi-metabolik Sebelum masuk RS
: pasien mengatakan tidak mempunyai pantangan makanan, pasien makan besar lebih dari 3 kali. Pasien mengatakan mudah merasa lapar. Makanan kesukaan pasien adalah sup kaki kambing
Saat ini
: pasien mengatakan membatasi makanan yang manis. Pasien mengatakan saat ini mengikuti diet yang diberikan pihak RS yaitu diet Dm 1900 kkal rendah lemak jenuh. Makanan yang disediakan RS selalu dimakan habis supaya cepat sembuh.
C. Pola eliminasi Sebelum masuk RS
: Pasien mengatakan tidak ada keluhan. Pasien BAK > 4 x/hari. BAB 1 x/hari di pagi hari
Saat ini
: pasien mengatakan BAK > 4 x/hari warna urin kekuningkuningan,
bau
khas,
jumlah
500
cc.
Pasien
BAK
menggunakan pispot. BAB 2 hari sekali, konsistensi padat. D. Pola latihan-aktivitas Sebelum masuk RS
: semenjak terjadi luka pada kaki kanan aktifitas seperti mandi, dan ke kamar kecil dibantu keluarga. Indeks katz C
Saat ini
: pasien mengatakan seperti mandi, dan ke kamar kecil dibantu keluarga. Indeks katz C (kemandirian dalam semua hal kecuali mandi ke kamar kecil). Pasien mengatakan BAK
menggunakan pispot di atas tempat tidur. Pasien tampak hanya berbaring di tempat tidur. Pasien tampak selalu di dampingi keluarga E. Pola kognitif perceptual Sebelum masuk RS
: Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, maupun perasa.
Saat ini
: pasien mengatakan tidak ada keluhan. Orientasi pasien baik. Skor pengkajian fungsi kognitif 10 (tidak ada gangguan).
F. Pola istirahat-tidur Sebelum masuk RS
: Pasien mengatakan tidak mengalami masalah tidur, pasien tidur 6-8 jam per hari
Saat ini
: pasien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak karena kakinya sering terasa cekut-cekut. Pasien tidur 3-4 jam/hari
G. Pola konsep diri-persepsi diri Sebelum masuk RS
: pasien mengatakan mampu menapkahi keluarga dengan usaha rumah makan, pasien mengatakan dirinya adalah pribadi yang terbuka
Saat ini
: pasien mengatakan tidak ada keluhan. Meskipun pasien sakit tapi tetap saja pasien adalah kepala rumah tangga yang selalu membimbing anak dan cucunya
H. Pola peran dan hubungan Sebelum masuk RS
: Pasien mengatakan menikmati peran sebagai kepala keluarga. Pasien mengatakan menjalin hubungan baik dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat. Pasien mengatakan pensinan operator di sebuah RS. Saat ini pasien mengurusi warung makan.
Saat ini
: pasien mengatakan meskipun sakit pasien tetap sebagai kepala rumah tangga. Pasien mengatakan setiap hari selalu ditemani
istri,
anak,
dan
cucu.
Keluarga
senantiasa
memberikan dukungan. Beberapa kali tetangga menjenguk pasien ke RS I. Pola reproduksi/seksual Sebelum masuk RS
: pasien mengatakan tidak ada hernia skrotalis, maupun penyakit kelamin lainnya
Saat ini
: pasien mengatakan tidak ada keluhan
J. Pola pertahanan diri (coping-toleransi stress) Sebelum masuk RS
: Pasien mengatakan jika ada masalah diselesaikan dengan kekeluargaan
Saat ini
: pasien mengatakan memasrahkan kepada yang kuasa semoga cepat sembuh. Skala depresi 2 (normal)
K. Pola keyakinan dan nilai Sebelum masuk RS
: Pasien mengatakan dirinya beragama islam. Kurang aktif dalam kegiatan keagamaan di masyarakat karena terkendala kesibukan.
Saat ini
: pasien mengatakan tidak ada keluhan
5. PEMERIKSAAN FISIK A. Tanda-tanda vital Keadaan umum : baik Kesadaran : composmentis GCS : E4 M6 V5 NO TANGGAL
1
2
3
TANDA-TANDA VITAL TD
NADI
RR
SUHU
24-06-2013
120/80
90
20
36,7
Jam 09.00
mmHg
x/menit
x/menit
0
25-06-2013
140/80
84
20
36,5 0C
Jam 11.00
mmHg
x/menit
26-06-2013
114/71
99
20
36,8 0C
Jam 06.00
mmHg
x/menit
x/menit
C
B. Pemeriksaan Head To Toe 1. Kepala Kepala tidak ada benjolan/massa, tidak ada bekas luka di kepala, tidak ada nyeri tekan, kulit kepala bersih, rambut bersih, rambut beruban 2. Mata Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. Pasien tidak memakai kaca mata 3. Hidung Hidung tidak ada nyeri tekan, tidak ada polif, tidak keluar cairan dari hidung. 4. Mulut dan tenggorokan Mulut bersih, tidak ada sariawan, tenggorokan tidak sakit, tidak ada nyeri tekan pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan. Pasien mengatakan semenjak di RS belum pernah sikat gigi 5. Telinga Telinga bersih, tidak ada keluar serumen 6. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP 7. Dada Pulmonal
I
: dada simetris antara dada kiri dan dada kanan, tidak ada bekas luka, tidak tampak pemakain otot bantu pernapasan
P : tidak ada nyeri tekan, taktil premitus antara dada kiri dan kanan teraba sama P : resonan A : suara napas vesikuler Kardio I
: Tidak tampak bekas luka operasi, IC tidak tampak
P : Teraba denyut di empat titik P : Tidak terdapat pembesaran jantung A : Tidak ada bunyi tambahan, BJ I dan II normal 8. Abdomen I
: tidak ditemukan distensi abdominal dan tidak ada pembesaran hepar dan bising usus normal
A : peristaltik usus normal 25 x/ menit Pa : tidak ada nyeri tekan Pe : tympani 9. Genetalia Tidak ada hernia scortalis, tidak ada penyakit genitalia lainnya 10. Integument Kulit sawo matang, kulit elastis, tidak ada lesi kecuali di kaki kanan 11. Ekstremitas a. Pemeriksaan kekuatan otot
4
4
4
4
b. Ekstremitas atas Kedua tangan sama bisa digerakkan, tidak ada penyakit kulit. Tangan kanan terpasang infus c. Ekstremitas bawah Kaki kanan, terdapat luka diabetes penetrasi sampai tulang pada telapak kaki bagian atas dan ada luka gangrene diabetic pada jari-jari kaki. Balutan luka tampak basah. Pasien mengeluh kaki kanan terasa cekut-cekut/nyeri P
: nyeri akibat luka diabetes, luka terasa sakit saat berjalan dan pada saat ganti balut
Q
: nyeri serasa cekut-cekut
R
: kaki kanan
S
: skala nyeri 7
T
: nyeri terasa saat berjalan dan pada saat ganti balut
-
Stadium luka Diabetes berdasarkan Wagner Scale stadium 4 (gangrene di 4 ruas jari kaki)
-
Warna luka mayoritas yellow dan black
-
Gangren pada t1, t3, t4
-
Luas luka + 48 cm (P: 6 cm, L: 8 cm)
-
Kedalaman sampai tulang
-
Eksudat jumlah sedang, warna eksudat kuning bercampur darah
6. DATA PENUNJANG a. Darah (tanggal 21-06-2013 pukul 11.00) PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI
KET
NORMAL ** KIMIA KLINIK ** Gula Darah + Reduksi Glukosa puasa
208.0
mg/dl
Pengelolaan DM 80-109 : baik 110-125 : sedang >= 126 : buruk GDP
dapat
terganggu bila 110 < = GDP < 126 dan GTT 2 jam < 140 Reduksi I Gula 2PP + Reduksi Glukosa PP 2 jam
162.0
mg/dl
Pengelolaan DM 80-140 : baik
145-179 : sedang >= 180 : buruk Reduksi II Asam urat
5.40
mg/dl
2.60-7.20
Cholesterol
211
mg/dl
50-200
H
Trigliserida
156
mg/dl
30-150
H
HDL cholesterol
23
mg/dl
35-60
L
LDL cholesterol
152
mg/dl
62-130
H
HbA1c
12.1
%
6.0-8.0
H
**SEKRESIEKSKRESI** *URINE
LENGKAP
ANALYZER* Warna
Kuning, jernih
Berat jenis
1.015
Ph
5.00
Protein
NEG
mg/dl
NEGATIF
*
Reduksi
50
mg/dl
NEGATIF
*
Urobilinogen
NEG
mg/dl
NEGATIF
*
Bilirubin
NEG
mg/dl
NEGATIF
*
Aseton
NEG
mg/dl
NEGATIF
*
b. Darah (tanggal 22-06-2013 pukul 19.19) PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
KETERANGAN
**HEMATOLOGI** Hematologi paket Hemoglobin
11.25
gr%
13.00-16.00
L
Hematokrit
34.2
%
40.0-54.0
L
Eritrosit
4.15
Juta/mmk
4.50-6.50
L
MCH
27.09
pg
27.00-32.00
MCV
82.35
fL
76.00-96.00
MCHC
32.89
g/dL
29.00-36.00
Lekosit
12.86
ribu/mmk
4.00-11.00
H
Trombosit
631.4
ribu/mmk
150.0-400.0
H
RDW
12.39
%
11.60-14.80
MPV
7.08
fL
4.00-11.00
Waktu prothtrombin
14.3
detik
15.0
PPT kontrol
13.5
detik
-
Waktu Thromboplastin
38.00
detik
36.8
APTT kontrol
32.2
detik
-
Ureum
36
mg/dl
39
Kreatinin
1.17
mg/dl
1.30
Plasma
Prothtrombin
Time
Partial Thromboplastin T
**KIMIA KLINIK**
**IMUNOLOGI** HBsaG (Strip)
-/NEG
c. Radiologi 1) EKG (tanggal 20-06-2013 pukul 11.07 WIB) Interpretasi : normal EKG 2) X-FOTO THORAKS, AP (tanggal 21-06-2013) Klinis: INFEKSI KAKI DIABETIK COR
: bentuk dan letak normal
PULMO
: Corakan vaskuler normal Tak tampak bercak pada kedua lapang paru
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior Sinus costofrenikus kanan kiri lancip KESAN:
COR TAK MEMBESAR PULMO TAK TAMPAK KELAINAN 3) Pemeriksaan X foto, dekstra Ap-lateral (tanggal 22-06-2013) Kesan:
H
Curiga gambaran osteomyelitis digiti 1 disertai sellulitis pedis dekstra 4) Arteriografi akstremitas inferior kanan (tanggal 25-06-2013) KLINIS : DIABETIC FOOT
Arteri iliaca, arteri femoralis, arteri popliteal, arteri tibialis anterior, arteri peroneus, arteri tibialis, posterior sampai arteri dorsalis pedis dan arteri plantaris baik, tak tampak stenosis maupun oklusi
Aliran kontras arteri dorsalis pedis dan arteri plantaris slow flow
Aliran kontras tak mengisi arteri digitalis I – V
Tampak pooling kontras pada soft tissue digitalis = I – V dan soft tissue regio pedis
7. TERAPI No
TANGGAL
NAMA OBAT
DOSIS
24-06-2013
Martos 10/ Nacl 0,9 60 tpm
CARA PEMBERIAN Iv
% 24-06-2013
Cefotaxim
3 x 1 gr
Iv
24-06-2013
Novorapid
6u-6u-6u
Sc
24-06-2013
Pamol
3 x 1 tab
Po
24-06-2013
Valsartan
1 x 80 mg
Po
25-06-2013
Novorapid
6u-6u-6u
Sc
25-06-2013
Ondancentron
3 x 4 gr
Iv
25-06-2013
Meropenem
3 x 1 amp
Iv
25-06-2013
Tramadol
3 x 1 amp (drip)
Iv
25-06-2013
Ranitidine
2 x 1 amp
Iv
26-06-2013
Novorapid
6u-6u-6u
Sc
26-06-2013
Lantus
6 unit
Sc
26-06-2013
Ondancentron
3 x 4 gr
Iv
26-06-2013
Meropenem
3 x 1 amp
Iv
26-06-2013
Tramadol
3 x 1 amp (drip)
Iv
26-06-2013
Ranitidin
2 x 1 amp
Iv
Diet: diet Dm 1900 kkal rendah lemak jenuh
8. ANALISA DATA NO DP 1
TANGGAL
DATA FOKUS
MASALAH Nyeri
ETIOLOGI
Senin,
Ds:
24-06-2013
Pasien mengatakan kaki kanan
yang
Jam 09.00
bagian luka terasa cekkut-
menyebabkan
cekut/nyeri
cedera
Ds:
gangrene
-
Pasien mengatakan
P
: nyeri
(fisik
:
diabetic)
akibat
luka
luka
terasa
diabetes,
Agens-agens
sakit saat berjalan dan pada saat ganti balut Q : nyeri serasa cekut-cekut R
: kaki kanan
S
: skala nyeri 7
T
: nyeri terasa saat berjalan dan pada saat ganti balut
Do: Kaki kanan, terdapat luka diabetes tulang
penetrasi pada
sampai
telapak
kaki
bagian atas dan ada luka gangrene diabetic pada jarijari kaki 2
Ds:
Infeksi
Kerusakan
pasien mengatakan lukanya
jaringan
terasa cekut-cekut/nyeri
peningkatan
Do:
pajanan terhadap
-
lingkungan
Balutan luka tampak basah basah,
eksudat
jumlah
sedang,
warna
eksudat
kuning bercampur darah
dan
-
Pemeriksaan
X
foto,
dekstra Ap-lateral (tanggal 22-06-2013) Kesan: Curiga gambaran osteomyelitis disertai
digiti
sellulitis
1
pedis
dekstra Pemeriksaan hemoglobin 11.25 gr/%, lekosit 12.86 ribu/mmk (tanggal 22-062013) -
TTV TD: 120/80 mmHg N : 90 x/menit RR: 20 x/menit S: 36,7 0C
3
Ds: -
Kerusakan Pasien mengatakan luka integritas semenjak 1 bulan yang jaringan lalu
-
Pasien mengatakan luka tidak kunjung sembuh
-
Pasien mengatakan dirinya menderita Dm semenjak 6 tahun yang lalu
Do: -
Stadium
luka
Diabetes
berdasarkan Wagner Scale stadium 4 (gangrene di 4 ruas jari kaki) -
Warna
luka
yellow dan black -
Luas luka 48 cm
mayoritas
Perubahan sirkulasi (Dm)
-
Kedalaman sampai tulang
-
Eksudat jumlah sedang, warna
eksudat
kuning
bercampur darah
4
Ds: -
Hambatan Pasien mengatakan seperti mobilitas fisik mandi, dan ke kamar kecil dibantu keluarga. Indeks katz C
-
Pasien mengatakan BAK menggunakan
pispot
di
atas tempat tidur Do: -
Pasien
tampak
hanya
berbaring di tempat tidur -
Pasien tampak selalu di dampingi keluarga
Ketidaknyamanan
9. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri berhubungan dengan agens-agens yang menyebabkan cedera (fisik : gangrene diabetik) b. Infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi (DM) d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan
10. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN No 1
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan NIC : keperawatan selama 3 x 24 a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif jam Pasien tidak mengalami
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri, dengan kriteria hasil:
kualitas dan faktor presipitasi
a. Mampu mengungkapkan b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan nyeri yang dirasakan b. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) c. Mampu mengontrol nyeri menggunakan
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan d. Ajarkan tentang teknik manajemen nyeri: rileksasi napas dalam
tehnik e. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi
relaksasi napas dalam d.
c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri
Melaporkan bahwa nyeri f. Tingkatkan istirahat berkurang dari skala 7 menjadi skala 2
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang f. Tidak
mengalami
gangguan tidur (pasien tidur 6-8 jam/hari) 2
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan tindakan a. Memonitor terhadap tanda gejala infeksi keperawatan selama 3 x 24 b. Pertahankan teknik aseptif
Ttd
jam pasien tidak mengalami c. Batasi pengunjung bila perlu infeksi dengan kriteria hasil: a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Pasien
keperawatan e. Gunakan
menunjukkan
kemampuan
baju,
sarung
tangan
sebagai
alat
pelindung
untuk f. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah
timbulnya g. Kolaborasi pemberia antibiotik
infeksi c. Jumlah
d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
h. Dorong istirahat leukosit
dalam i. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
batas normal (4.00-11.00
infeksi
ribu/mmk) 3
Setelah dilakukan tindakan
NIC :
keperawatan selama 14 x 24
Wound care
jam kerusakan integritas
a. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
jaringan pasien teratasi
b. Monitor status nutrisi pasien
dengan kriteria hasil:
c. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
a. Perfusi jaringan normal
karakteristik,warna
b. Tidak ada tanda-tanda
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
infeksi
cairan,
granulasi,
jaringan
d. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan
c. Menunjukkan
luka
pemahaman dalam proses e. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin perbaikan
kulit
mencegah
dan f. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
terjadinya
cidera berulang d. Menunjukkan
terjadinya
proses penyembuhan luka
4
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan tindakan
Exercise therapy : ambulation
keperawatan selama 3 x 24
a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: a. Klien meningkat dalam
lihat respon pasien saat latihan b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
aktivitas fisik b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan f. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. g. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
11. TINDAKAN KEPERAWATAN Hari & Tanggal
No
Pukul
DP
IMPLEMENTASI
RESPON PASIEN
Mengobservasi KU
Ds:
Senin, 24-06-2013 09.00
1
keadaan umum pasien baik kesadaran : composmentis Do: pasien tampak takut untuk 09.10
1
Melakukan TTV
Ds: pasien mengatakan mau di lakukan pemeriksaan TTV Do: TD : 120/80 mmHg N : 90 x/menit RR : 20 x/menit S : 36,7 0C
09.15
2,3 Melakukan
ganti
mengobservasi luka
balut
dan Ds: pasien mengatakan mau diganti balut, pasien mengeluh nyeri Do: -
Stadium luka Diabetes berdasarkan Wagner Scale stadium 4 (gangrene di 4 ruas jari kaki)
-
Warna luka mayoritas yellow dan black
-
Gangren pada t1, t3, t4
-
Luas luka 48 cm
-
Kedalaman sampai tulang
-
Eksudat
jumlah sedang, warna
eksudat kuning bercampur darah -
Luka dibersihkan dengan nacl 0,9 % dengan teknik steril
-
Dilakukan nekrotomi menggunakan gunting jaringan
-
Luka di tutup dengan menggunakan kassa steril
-
Pasien
tampak
lebih
nyaman
setelah dilakukan ganti balut 09.20
1
Menginstruksikan pasien untuk Ds: pasien mengatakan mau melakukan melakukan teknik relaksasi napas teknik distraksi napas dalam dalam untuk mengurangi nyeri Do: pasien tampak mengikuti instruksi pada saat ganti balut
perawat. Pasien menarik napas dengan menggunakan
hidung
dan
mengeluarkan lewat mulut. Pasien tampak lebih rileks. Skala nyeri turun dari 7 menjadi 3 09.45
2,3 Melakukan pemeriksaan GDS
Ds: pasien mengatakan mau di GDS Do: GDS 146
10.00
2
Memberikan obat injeksi melalui Ds: pasien mengatakan mau diberikan iv line cefotaxim 1 gram dan obat novorapid 6 iu
Do: injeksi iv cefotaxim 1 gr iv line dan novorapid sc pada deltoid. Obat masuk. Tetesan infuse lancar
11.00
4
Menginstruksikan keluarga untuk Ds: keluarga mengatakan selalu ada selalu mendampingi pasien
yang menjaga pasien Do: pasien tampak di damping istri dan anak perempuan
12.00
4
Menginstruksikan pasien untuk Ds: pasien mengatakan mau makan makan siang
Do: pasien tamapak makan. Nasi, sayur,
dan
menghabiskan
lauk.
Pasien
mampu
porsi makanan yang
disediakan RS 12.30
4
Menginstruksikan pasien untuk Ds: pasien mengatakan mau mencoba tidur siang
tidur siang Do: pasien tampak memejamkan mata
Selasa,
1
Mengobservasi KU
Ds: pasien mengatakan kakinya cekot-
25-06-2013
cekot, skala nyeri 4
06.25
Do: pasien tampak meringis kesakitan saat kakinya digerkkan
06.30
1
Melakukan pemeriksaan GDS
07.30
Ds: pasien mengatakan mau di GDS Do: GDS 228
1
Menginstruksikan pasien untuk Ds: pasien mengatakan mau melakukan melakukan teknik distraksi napas teknik distraksi napas dalam dalam
Do: pasien tampak melakukan teknik distraksi napas dalam. Skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 2. Pasien tampak lebih rileks.
08.00
2,3
Membersihkan
,4
pasien, mengganti dengan linen nya diganti dengan yang baru yang baru
tempat
tidur Ds: pasien mengatakan bersedia linen
Do: tempat tidur pasien tampak rapid an bersih. Pasien tampak lebih nyaman
09.00
1-4 Melakukan TTV
Ds: pasien mengatakan mau di lakukan pemeriksaan TTV Do: TD : 115/80 mmHg N : 92 x/menit RR : 18 x/menit S : 36,7 0C
09.15
2,3
Melakukan ganti balut perawatan Ds:pasien mengatakan mau diganti luka
balut, pasien mengeluh nyeri pada saat ganti balut Do: -
Stadium luka Diabetes berdasarkan Wagner Scale stadium 4 (gangrene di 4 ruas jari kaki)
-
Warna luka mayoritas yellow dan black
-
Gangren pada t1, t3, t4
-
Luas luka 48 cm
-
Kedalaman sampai tulang
-
Eksudat
jumlah sedang, warna
eksudat kuning bercampur darah -
Luka dibersihkan dengan nacl 0,9 % dengan teknik steril
-
Dilakukan nekrotomi menggunakan gunting jaringan
-
Luka di tutup dengan menggunakan kassa steril
-
Pasien
tampak
lebih
nyaman
setelah dilakukan ganti balut 09.30
1
Menginstruksikan pasien untuk Ds: pasien mengatakan pada saat melakukan teknik distraksi napas lukanya di tekan terasa sangat sakit, dalam
skala nyeri 7. Do: pasien tampak mengikuti instruksi perawat.
Pasien
melakukan
teknik
distraksi napas dalam. Pasien tampak lebih rileks. Skala nyeri berkurang dari 7 menjadi 5. 11.30
4
Memberikan
obat
injeksi Ds: pasien mengatakan mau di injeksi
meropenem 500 mg, novorapid 6 Do: injeksi meropenem 500 mg ivline, iu
novorapid 6 iu sc deltoid. Obat masuk. Infuse lancar
12.30
4
Menginstruksikan pasien untuk Ds: pasien mengatakan mau makan makan siang
Do:
pasien
makan.
Pasien
menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan RS. 17.00
1
Menginstruksikan pasien untuk Ds: istirahat siang
pasien
mengatakan
mau
beristirahat Do:
pasien
tampak
langsung
memejamkan mata Melakukan TTV
Ds: pasien mengatakan mau di TTV
Do: TD: 140/70 mmHg N: 100 x/menit S: 36,5 0C RR: 20 x/menit
Rabu,
1
Mengobservasi KU
26-06-2013 08.00
Ds: pasien kooperatif Do: KU baik
1
Mengkaji keluhan nyeri pasien
Ds: pasien mengatakan nyerinya mulai berkurang. Skala nyeri 3. Do: pasien tampak lebih rileks
08.30
2,3 Melakukan ganti balut
Ds: pasien mengatakan mau dilakukan ganti balut Do: ke 5 jari-jari kaki kanan sudah amputasi, kedalaman sampai tendon, warna dasar luka red. Tidak tampak eksudat Membersihkan
luka
dengan
menggunakan nacl dan ditutup dengan kassa lembab nacl 0,9 %, pasien tampak merasa lebih nyaman setelah ganti balut Ds: pasien mengatakan mau di suntik 10.00
1-4 Memberikan injeksi
Do: ondansentron 4 gram, meropenem 500 mg, tramadol 50 mg (drip), ranitidine 25 mg. Obat masuk. Infus lancar Ds: pasien mengatakan mau BAK
12.00
4
Membantu pasien BAK
Do: pasien BAK menggunakan pispot. Warna urin kekuning-kuningan, bau khas, jumlah 500 cc Ds: pasien mengatakan sudah mampu duduk tapi belum berani untuk berjalan
13.00
4
Menganjurkan
pasien
untuk karena kakinya masih terasa sakit
mobilisasi
Do: pasien tampak sedang duduk.
12. EVALUASI NO TANGGAL/JA
DX. KEP
EVALUASI
TTD
M 1
Senin,
Nyeri
24-06-2013
dengan
Jam 13.30
yang
berhubungan S: agens-agens Pasien mengatak kaki kanan yang menyebabkan terdapat
luka
terasa
cekut-
cedera (fisik : gangrene cekut/nyeri. Skala nyeri: diabetik)
P
: nyeri akibat luka diabetes, luka
terasa
sakit
saat
berjalan dan pada saat ganti balut Q : nyeri serasa cekut-cekut R
: kaki kanan
S
: skala nyeri 3
T
: nyeri terasa saat berjalan dan pada saat ganti balut
O: Pasien tampak lebih tenang (nyeri berkurang dari 7 menjadi 3) A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 4-6 2
Infeksi
berhubungan S:
dengan
kerusakan Pasien
jaringan peningkatan
mengatakan
kakinya
dan masih terasa cekut-cekut/nyeri pajanan O:
terhadap lingkungan
-
Balutan luka tampak kering
-
Eksudat jumlah sedang, warna
eksudat
kuning
bercampur
darah (pada saat Gb) A: Masalah teratasi sebagian (ganti balut rutin setiap hari) P: 3
Kerusakan jaringan dengan
integritas Lanjutkan intervensi 1-9 berhubungan S: perubahan O:
sirkulasi (DM)
-
Stadium
luka
berdasarkan
Diabetes
Wagner
Scale
stadium 4 (gangrene di 4 ruas jari kaki) -
Warna luka mayoritas yellow dan black
-
Gangren pada t1, t3, t4
-
Luas luka 48 cm
-
Kedalaman sampai tulang
A: masalah belum teratasi P: 4
Hambatan fisik
mobilitas Lanjutkan intervensi 1-6 berhubungan S:
dengan
-
ketidaknyamanan
Pasien
mengatakan
seperti
mandi, dan ke kamar kecil dibantu keluarga. Indeks katz C -
Pasien
mengatakan
BAK
menggunakan pispot di atas tempat tidur O: -
Pasien
tampak
hanya
berbaring di tempat tidur -
Pasien
tampak
selalu
di
dampingi keluarga A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi 1-7
1
Selasa,
Nyeri
25-06-2013
dengan
Jam 13.30
yang
berhubungan S: agens-agens Pasien mengatak kaki kanan yang menyebabkan terdapat
luka
terasa
cekut-
cedera (fisik : gangrene cekut/nyeri. Skala nyeri 2 diabetik)
O: Pasien tampak lebih tenang A: Masalah teratasi sebagian (nyeri berkurang dari 4 menjadi 2) P:
2
Infeksi
berhubungan Lanjutkan intervensi 4-6
dengan
kerusakan S:
jaringan
dan Pasien
peningkatan
mengatakan
kakinya
pajanan masih terasa cekut-cekut/nyeri
terhadap lingkungan
O: -
Balutan luka tampak kering
-
Eksudat jumlah sedang, warna eksudat
kuning
bercampur
darah (pada saat Gb) A: Masalah teratasi sebagian (ganti balut rutin setiap hari) 3
Kerusakan jaringan dengan
integritas P: berhubungan Lanjutkan intervensi 1-9 perubahan S: -
sirkulasi (DM)
O:
-
Stadium
luka
berdasarkan
Diabetes
Wagner
Scale
stadium 4 (gangrene di 4 ruas jari kaki) -
Warna luka mayoritas yellow dan black
-
Gangren pada t1, t3, t4
-
Luas luka 48 cm
-
Kedalaman sampai tulang
A: masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1-6 4
Hambatan fisik
mobilitas S: berhubungan -
Pasien
mengatakan
seperti
dengan
mandi, dan ke kamar kecil
ketidaknyamanan
dibantu keluarga. Indeks katz C -
Pasien
mengatakan
BAK
menggunakan pispot di atas tempat tidur O: -
Pasien
tampak
hanya
berbaring di tempat tidur -
Pasien
tampak
selalu
di
dampingi keluarga A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi 1-7
1
Rabu,
Nyeri
26-03-2013
dengan
Jam 13.30
yang
berhubungan S: agens-agens Pasien mengatak kaki kanan yang menyebabkan terdapat
luka
terasa
cedera (fisik : gangrene cekut/nyeri. Skala nyeri 2 diabetik)
O:
cekut-
Pasien tampak lebih tenang A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 4-6 2
Infeksi
berhubungan S:
dengan
kerusakan Pasien
jaringan
mengatakan
kakinya
dan masih terasa cekut-cekut/nyeri
peningkatan
pajanan O:
terhadap lingkungan
-
Balutan luka tampak kering
-
Eksudat sudah tidak tampak
A: Masalah
teratasi
sebagian
(eksudat sudah tidak tampak) P: Lanjutkan intervensi 1-9 3
Kerusakan
integritas S: -
jaringan
berhubungan O:
dengan
perubahan -
sirkulasi (DM)
Stadium
luka
Diabetes
berdasarkan
Wagner
stadium
(luka
2
Scale terbuka
dengan penetrasi ke tulang dan tendon : post debridemen) -
Warna luka red
A: masalah teratasi sebagian 4
Hambatan fisik
mobilitas P: berhubungan Lanjutkan intervensi 1-6
dengan
S:
ketidaknyamanan
-
Pasien
mengatakan
seperti
mandi, dan ke kamar kecil dibantu keluarga. Indeks katz C -
Pasien
mengatakan
BAK
menggunakan pispot di atas tempat tidur -
Pasien
mengatakan
takut untuk berdiri O: Pasien sudah mampu duduk A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi 1-7
masih
DAFTAR PUSTAKA
Perry dan Potter, 2002. Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Penerbit buku kedokteran : EGC Tarwoto dan Wartonah, 2000, Kebutuhan Dasar Manusia, Penerbit Medika Salemba : Jakarta Nian SP, 2010. Konsep dan proses keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Surakarta Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80 Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan. Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123136. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63 Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Jakarta : Heul 2002 Reeves,Roux,Lockhart; Keperawatan medikal Bedah (2001),Salemba Medika, Jakarta. Price, Wilson, Patofisiologi Konsep klinis Proses Penyakit(1995),EGC,Jakarta. Tucker, et al, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan Diagnosis dan Evaluasi (1998) Ed. V, Vol.2, EGC, Jakarta