Askep Ileus Paralitik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEPARTEMEN EMERGENCY LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN RSUD Ngudi Waluyo Wlingi



ILLIUS PARALITIS



Oleh: Achmad Fathoni 130070300011010



JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Malang 2014



ILEUS PARALITIK A. Definisi Ileus Paralitik Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan massif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut. Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologist seperti penyakit Parkinson. Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar. Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti. Dari keempat definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar. B. Etiologi 1.



Pembedahan Abdomen



2.



Trauma abdomen: Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor di luar usus menyebaban tekanan pada dinding usus.



3.



Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis



4.



Pneumonia



5.



Sepsis



6.



Serangan Jantung



7.



Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium



8.



Kelainan metabolic yang mempengaruhi fungsi otot



9.



Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi



10. Mesenteric ischemia



C. Manifestasi Klinik 1.



Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehdrasi dan kehilangan volume plasma.



2.



Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.



D. Patofisiologi Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltic dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tergang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan



bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.



Anatomi Usus



Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Struktur usus halus Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini: a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum



minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum



yang



berbentuk kipas



(mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah. c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam ileum. Fisiologi Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses pencernaan dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan



mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam. Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi. Definisi Obstruksi Usus Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. Tipe obstruksi usus terdiri dari : Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses. Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik)



Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson. E. Pengkajian Merupakan pendekatan awal dari proses keperawatan dan dilakukan secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah pengumpulan data ynag diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis atau catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus paralitik adalah sebagai berikut: 1



Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status perkawinan, suku bangsa.



2



Riwayat Keperawatan a. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian. b. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya pernah sakit sama. c. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.



3



Riwayat psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola kognitif, pola emosi, dan nilai kepercayaan klien.



4



Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan klien.



5



Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari-hari, dan pola aktivitas tidur.



6 a.



Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu: Inspeksi perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada region inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada intussusepsi dapat terlihat masa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba masa seperti tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada: 1



System penglihatan posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak,



kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak. 2



System pendengaran daun telinga, serumen, cairan dalam telinga.



3



System pernafasan kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.



4



System hematologi ada atau tidak perdarahan, warna kulit.



5



System saraf pusat tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intracranial.



6



System pencernaan kedalaman mulut, gigi, stomatitis, lidh bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.



7



System urogenital warna BAK.



8



System integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.



b.



Palpasi 1.



System pencernaan abdomen, hepar nyeri tekan di daerah epigastrium.



2.



System kardiovaskuler pengisian kapiler.



3.



System integument ptechiae.



c.



Auskultasi



d.



Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltic melemah sampai hilang.



e.



Perkusi



F. Penatalaksanaan v KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang penyakit ini v Tirah baring v Puasa, pasien mendapat nutrisi parenteral àsampai BU (+)/ Flatus (+) v Pasang NGT / Naso Gastric tube (selang lambung) v Kateterisasi urin 1. fungsi pemasangan NGT? Untuk dekompresi udara di saluran cerna 2. Fungsi pemasangan kateterisasi urin? Untuk mengukur jumlah produksi urin per24 jam 3. Berapa kebutuhan nutrisi parenteral yang diberikan selama perawatan? Diberikan sesuai kebutuhan kalori basal (25-30 kal/KgBB/hr) atau dapat diberikan 1000-1500 kal/hr ditambah kebutuhan yang lain. 4. Diet yang dianjurkan setelah kondisi stabil Hari 1(bubur saring) àHr 2 (Bubur Kasar) à Hr 3 (Nasi tim) à Hr 4 (Nasi biasa)



Penatalaksanaan secara farmakologi v Infus cairan untuk mengatasi syok v Koreksi keseimbangan elektrolit Na/K sesuai kebutuhan) v Prostigmin (neostigmin) 3×1 ampul untuk memacu motilitas usus. v Antibiotik tergantung penyebab. penyulit yang biasa didapat pada kasus ini? v Syok hipovulemik v Septikemia v Syok sepsis v Malnutrisi terjadi kondisi syok pada kasus ini? Karena kehilangan H2O dan elektrolit melalui muntah dan penyedotan usus sehingga berpengaruh pada penciutan ruangan cairan extrasel yang mengakibatkan syok. Pada IP memberi gambaran distensi abdomen? Karena secara patofisiologi lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas sehingga terjadi peningkatan tekanan intra lumen sehingga terjadi distensi abdomen. Prosedur PENATALAKSANAAN Dekompresi dengan pipa lambung Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Juga keseimbangan asam-basa. Koreksi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan patologinya. Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.



Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasn ileus paralitik pasca operasi. Bila bising usu sudah mulai ada dapat dilakukan test feeding,



bila tidak ada retensi,dapat dimulai dengan diit cair kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi ususnya



G. Diagnosa Adapun diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan ileus paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut: 1



Nyeri berhubungan dengan agen cedera



2



Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya.



3



Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.



4



Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.



5



Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.



6



Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh.



7



Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus paralitik berhubungan dengan kurangnya informasi.



8



Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.



Rencana Asuhan Keperawatan No 1



Dp Nyeri berhubungan dengan



Rencana Keperawatan Tujuan Intervensi dan Rasionalisasi setelah dilakukan Melakukan pengkajian nyeri



agen cedera



tindakan



secara



keperawatan



rasionalnya adalah perawat



selama 3 x 24 jam



mengetahui tingkat keparahan



diharapkan



komprehensif,



nyeri klien.



berkurang



dan Ajarkan teknik relaksasi (tarik



klien tidak meringis napas menahan nyeri.



dalam),



rasionalnya



untuk mengurangi rasa nyeri



saat ditekan atau dipalpasi,. Memberikan



analgetik



(keterolac), rasionalnya untuk mengurangi rasa nyeri. Tindakan yang dilakukan penulis pada diagnosa nyeri berhubungan dengan agen cedera adalah mengkaji lokasi, durasi dan frekuensi kualitas dan faktor presipitasi, ajarkan teknik relaksasi (tarik napas dalam) dan berikan 2



Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan a. epigastrium dengan



berhubungan tindakan



proses



penyakitnya



analgetik (keterolac). Kaji tingkat nyeri. Rasional: untuk mengetahui



patologis keperawatan



seberapa



selama 2x24 jam yang



berat



rasa



dirasakan



nyeri dan



diharapkan



rasa mengetahui pemberian terapi



nyaman



nyeri sesuai indikasi.



terpenuhi



dengan b.



Berikan posisi senyaman



criteria hasil: Nyeri mungkin. hilang/ berkurang



Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan. c.



Berikan lingkungan yang nyaman. Rasional: Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.



d.



Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi (profenid 3x1 supp). Rasional: Untuk mengurangi



3



Gangguan



pemenuhan Setelah dilakukan a.



rasa nyeri. Kaji keluhan mual, sakit



kebutuhan nutrisi kurang dari tindakan



menelan dan muntah.



kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan



Rasional:



Untuk



menilai



dengan mual, muntah, dan selama 2x24 jam keluhan yg ada yg dapat anoreksia.



diharapkan



mengganggu



gangguan terpenuhi



pemenuhan



nutrisi kebutuhan nutrisi. denganb.



kriteria hasil: Mual,



Kolaburasi pemberian obat anti Emetik (Antacid).



muntah



hilang, Rasional:



Membantu



nafsu



makan mengurangi rasa mual dan



bertambah, makan muntah. 4



Potensial



terjadi



hipovolemik dengan



habis satu porsi. syok Setelah dilakukan a.



berhubungan tindakan



kurangnya



cairan tubuh.



Monitor keadaan umum penyimpangan dari keadaan



volume keperawatan



normalnya.



selama 2x24 jam Rasional:



Menetapkan



diharapkan



syok dasar



pasien



hipovolemik



tidak mengetahui



terjadi



untuk



penyimpangan



dengan dari keadaan normalnya.



criteria



hasil: b.



Tanda-tanda dalam normal,



data



Observasi tanda-tanda vital.



vital Rasional: Merupakan acuan batas untuk



mengetauhi



keadaan



volume umum pasien.



cairan



tubuh c.



seimbang,



intake cairan.



cairan tepenuhi.



Kaji



intake



dan



output



Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan cairan. d.



Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena. Rasional:



5



Gangguan berhubungan konstipasi.



pola



eliminasi Setelah dilakukan a. dengan keperawatan



Untuk



memenuhi



keseimbangan cairan. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces.



selama 2x24 jam Rasional: untuk mengetahui diharapkan



ada tidaknya kelainan yang



gangguan



pola terjadi pada eliminasi fekal.



eliminasi



tidak b.



terjadi



Auskultasi bising usus.



dengan Rasional: Untuk mengetahui



kriteria hasil: Pola normal eliminasi



atau



BAB pergerakan usus.



tidaknya



normal.



c.



Anjurkan klien untuk minum banyak. Rasional: Untuk merangsang pengeluaran feces.



d.



Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif) Rasional:



6



Untuk



memberi



kemudahan



dalam



pemenuhan



kebutuhan



Gangguan



pola



tidur Setelah dilakukan a.



eliminasi. Kaji pola tidur atau istirahat



berhubungan



dengan



sakit tindakan



normal pasien.



kepala



dan



seluruh tubuh.



pegal-pegal keperawatan



Rasional: Untuk mengetahui



selama 3x24 jam pola tidur yang normal pada diharapkan



pasien dan dapat menentukan



gangguan



pola kelainan pada pola tidur.



tidur



teratasi b.



dengan



kriteria nyaman.



hasil:



Pola



Beri



lingkungan



yang



tidur Rasional: Untuk mendukung



terpenuhi.



pemenuhan



kebutuhan



aktivitas dan tidur. c.



Batasi pengunjung selama periode istirahat. Rasional:



Untuk



menjaga



kualitas dan kuantitas tidur pasien. d.



Pertahankan tempat tidur yang



hangat,



bersih,



dan



nyaman. Rasional:



Supaya



pasien



dapat tidur dengan nyaman. e.



Kolaborasi



pemberian



terapi analgetika. Rasional:



Agar



mengurangi



rasa nyeri yang mengganggu 7



Kecemasan



ringan-sedang Setelah dilakukan a.



pola tidur pasien. Kaji rasa cemas klien.



berhubungan dengan kondisi tindakan



Rasional: untuk mengetahui



pasien yang memburuk dan keperawatan



tingkat kecemasan pasien.



perdarahan pasien.



yang



dialami selama 3x24 jam b. diharapkan



Bina percaya



kecemasan



dengan



saling



klien



dan



tidak keluarga.



terjadi



dengan Rasional:



kriteria



hasil: hubungan



Keccemasan berkurang.



hubungan



Untuk



terbinanya



saling



percaya



antara perawat dan pasien. c.



Berikan penjelasan tentang setiap



prosedur



yang



dilakukan terhadap klien. Rasional: mengetahui



Agar tujuan



pasien dari



tindakan yang dilakukan pada dirinya.



Daftar Pustaka



Damall, Ahmad. 2003. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta. Elizabeth J Corwin. 2003. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta. Johnson M. Mas M Moorheads. 2000. Nursing out Come Classification NOC).Mosby Philadelphia. Mansjoer,Arief, dkk, Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta. Mochtar R. 1998. Synopsis Obstetric Fisiologi, Obstetric Patologi. EGC: Jakarta. Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika. Santoso, Budi. 2005-2006. Panduan Diagnosa Nanda. Prima Medika: Jakarta. Suddart, Brunner, 1999.Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC: Jakarta. Wilkinson W. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta. Simade brata dkk. Gastro Enterologi dalam Pedoman Dignosis dan Terapi Dibidang IlmuPenyakit Dalam. Jakarta: FK UI, 1999 : 32,33 Syamsul Sjamsuhidajat dan Win Decong. Usus Halus Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Refeisi. Jakarta : EGC, 1997 : 841-844 Trice and filson. Usus Kecil Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses PenyakitEdisi 4 alih bahasa dr. Peter anugerah. Jakarta : EGC, 1995 : 402,405 Grace and boeley. Obstruksi Usus dalam at a glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakrta : EMS, 2005 : 116-117