Referat Ileus Paralitik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



ILEUS OBSTRUKTIF DAN ILEUS PARALITIK



Oleh: Tasya Lianda Sari, S.Ked



04054822022111



Chandra Wahyudi, S.Ked



04054822822054



Sartika Mutiara, S.Ked



04054822022117



Pembimbing: dr. Martin Raja Sonang, Sp.Rad



BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2021



HALAMAN PENGESAHAN



Judul: Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik Oleh: Tasya Lianda Sari, S. Ked



04054822022111



Chandra Wahyudi, S.Ked



04054822822054



Sartika Mutiara, S.Ked



04054822022117



Pembimbing: dr. Martin Raja Sonang, Sp.Rad



Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Radiologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 November – 23 November 2021.



Palembang,   



November 2021



dr. Martin Raja Sonang, Sp.Rad



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan telaah ilmiah yang berjudul Hidrosefalus. Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Trijoso Permono, Sp.BS selaku pembimbing yang telah membantu memberikan bimbingan dan masukan serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian telaah ilmiah ini sehingga tugas telaah ilmiah ini dapat selesai dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan telaah ilmiah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.



Palembang,



September 2021



Penulis



iii



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................ii KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii DAFTAR ISI...........................................................................................................................iv BAB I ......................................................................................................................................1 BAB II.....................................................................................................................................3



2.1



Ileus Paralitik..............................................................................................3



2.1.1



Definisi..........................................................................................................3



2.1.2



Epidemiologi................................................................................................3



2.1.3



Etiologi dan Faktor Risiko.........................................................................3



2.1.4



Patofisiologi..................................................................................................4



2.1.5



Manifestasi Klinis........................................................................................5



2.1.6



Diagnosis......................................................................................................6



2.1.7



Tata Laksana.............................................................................................13



2.1.8



Komplikasi.................................................................................................14



2.1.9



Prognosis....................................................................................................14



BAB III..................................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16



iv



BAB I PENDAHULUAN Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologi dimana terdapat hambatan motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi intestinal, yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik atau adinamik ileus. Sedangkan ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang memperlihatkan adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen usus, baik secara parsial maupun komplit yang terjadi pada satu atau lebih area usus. Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara lambat sebagai akibat dari penyakit kronik. Baik ileus paralitik maupun ileus bostruktif merupakan dua gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali bila dilakukan terapi lebih awal dan termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak di antara penyakit gastrointestinal. Satu per lima dari kasus abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah akibat obstruksi intestinal dan 80% di antaranya terletak pada level usus halus. Kejadian obstruksi intestinal terbanyak pada laki-laki usia 20-60 tahun. Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi intestinal bervariasi tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20% bahkan mencapai 50% pada pasien dengan sakit berat dengan penyakit sistemik dan disfungsi organ multipel. Menurut data statistik, di Amerika diperkirakan insiden rate untuk ileus obstruktif 1/746 atau 0,13% atau 365.563 orang. Gangguan atau obstruksi yang menyeluruh atau tidak menyeluruh juga sering ditemukan pada neonatus. Obstruksi pada neonatal terjadi pada 1/1.500 kelahiran hidup. Penelitian di Amerika Serikat memperkirakan 3.000 per tahun, bayi yang dilahirkan dengan obstruksi. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda dan untuk seluruh dunia jumlahnya jauh melebihi 50.000 per tahun. Berdasarkan laporan rumah sakit di kabupatan Cirebon pada tahun 2006. Ileus obstruktif menduduki



1



peringkat ke-6 dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34% (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus). Pemeriksaan penunjang radiologi yang digunakan untuk mendiagnosis ileus adalah foto polos abdomen 3 posisi, foto thorax, USG, CT-scan serta MRI. Foto polos abdomen yang paling sering digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu supine (tidur terlentang), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi antero posterior (AP), duduk atau setengah duduk atau berdiri kalua memungkinkan dengan sinar horizontal proyeksi AP, tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus (LLD)), dengan sinar horizontal proyeksi AP.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ileus Paralitik 2.1.1



Definisi Ileus paralitik adalah suatu kondisi di mana terjadi kelumpuhan motorik



fungsional saluran pencernaan sekunder akibat kegagalan neuromuskular yang melibatkan pleksus mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner).1 Ileus paralitik merupakan salah satu penyebab penyakit gastrointestinal, tetapi dapat juga merupakan salah satu gejala penyakit lain, antara lain peritonitis pascaoperasi, sepsis, gangguan elektrolit, gangguan hormonal atau iskemia gastrointestinal.2 2.1.2



Epidemiologi



2.1.3



Etiologi dan Faktor Risiko Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritonel, dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen. Ileus paralitik terjadi secara primer, oleh karena itu mencari gangguan yang menjadi penyebab adalah hal penting untuk mencapai keberhasilan dalam tatalaksana. Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti opioid, anti depresan, antasida), metabolic (hipokalemi, hypomagnesemia, hyponatremia, anemia dan hipoosmolaritas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trauma (misal fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi intraabdominal dan peritonitis dan hematoma retroperitoneal. Penyebab paling sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik dan gangguan elektrolit.



3



Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intra abdomen dan ekstra abdomen: 



Penyebab intra abdomen -



Hambatan reflex: laparotomi, trauma abdomen, transplantsi renal



-



Proses inflamasi: luka penetrasi, peritonitis cairan empedum peritonitis cairan kimia, perdarahan intraperitoneal, pankreatitis akut, kolesistitis akut, celiac disease, inflammatory bowel disease



-



Infeksi: peritonitis bakteri, apendisitis, diverkulitis, herpes zoster virus



-



Proses



iskemik:



insufiensi



arteri,



thrombosis



vena,



arteritis



mesenterica. obstruksi strangulasi -



Trauma radiasi akut: radiasi abdomen, proses retroperitoneal, batu ureteropelvik, pyelonephritis, perdarahan retroperitoneal, keganasan







Alterasi sel interstisial Cajal



Penyebab ekstra abdomen -



Hambatan reflex: kraniotomi, fraktur iga, tulang belakang dan pelvis, infark miokard, coronary bypass, operasi bedah jantung, pneumonia, emboli paru, luka bakar



-



Obat:



antikolinergik/antagonis



ganglionik,



opiate,



agen



kemoteraupetik, tricyclic antidepressants, phenotiazines -



Abnormalitas metabolik: sepsis, diabetes mellitus, hipertiroid, ketidakseimbangan



elektrolit



(hiperkalemi,



hipokalemi,



hipofosfatemia), keracunan logam berat (merkuri), porfiria, uremia, ketoasidosis diabetik, penyakit sistemik seperti SLE 2.1.4



Patofisiologi Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan keaaan usus. Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Perubahan flora normal usus



4



Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari nutrien dan organisme sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka akan terjadi stasis dan perubahan bakteri yang berlebihan serta malabsorbsi. Jumlah bakteri yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang berlebihan. Dekonjugasi cairan empedu oleh bakteri mengganggu pembentukan micelle dan menyebabkan steatorea. 2. Perubahan isi lumen usus Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan elektrolit ileus paralitik, namun kemungkinan tidak begitu berbeda dengan normal. Volume gas dapat bertambah dan kemungkinan karena udara yang tertelan, di mana udara ini terdiri dari nitrogen yang kurang diabsorbsi usus sehingga mengakibatkan distensi usus dan mengakibatkan rasa tidakk nyaman pada perut. Selain itu dapat terjadi produksi oleh fermentasi bakteri yang semakin bertambah dengan asupan makanan. 3. Efek metabolik dan efek sistemik Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan asam basa, elektrolit dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan elevasi diafragma dengan ventilasi yang restriktf dan kejadian atelektasis. 2.1.5



Manifestasi Klinis Pasien



ileus



paralitik



akan



mengeluh



perutnya



kembung



(abdominaldistention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pulatidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengankeluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertainyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanyadistensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarangbahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, 5



pasien hanya menyatakanperasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal(nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis. Gejala klinisnya,yaitu : 1. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik). 2. Mual dan mutah. 3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam. 4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler. 5. Bising usus menghilang. 6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara. 2.1.6



Diagnosis



2.1.6.1 Anamnesis Keluhan pasien tergantung pada waktu perkembangan ileus terjadi, penyakit yang mendasari, komplikasi dan faktor penyerta. Pasien dapat mengeluh perut kembung (oleh karena distensi abdomen), anoreksia, mual dan obstipasi dan mungkin disertai muntah. Nyeri abdomen yang tidak begitu berat namun bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang tidak jelas adalah karakteristik keluhan pasien ileus. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan miopati atau neuropati yang disebabkan oleh penyakit herediter. 2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kerin. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik. b. Palpasi Pada palpasi pasien menyatakan perasaan tidak enak pada perut dan tidak menunjukan dengan jelas lokasi nyeri. Palpasi bertujuan mencari adanya 6



tanda iritasi peritoneum ataupun nyeri tekanyang mencakup “defence muscular” involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus. c. Perkusi hipertimpani d. Auskultasi Bising usus melemah, jarang atau tidak ada sama sekali (silent abdomen). Dapat terdengar low pitched gurgle, suara berdenting yang lemah yang kadang dapat dicetuskan denan cara menepuk perut pasien atau dapat terdengar suara air bergerak (succusion splash) saat pasien berpindah posisi. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara berulang karena komplikasi dapat timbil seiring waktu berjalan sehingga dapat terjadi perubahan hasil pemeriksaan fisik. Demam, hipotensi, atau tanda-tanda sepsis merupakan tanda bahaya akan terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa. Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang mendasari ileus paralitik serta merencanakan manajemen terapinya. 2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologi a. Foto polos abdomen 3 posisi 



Posisi telentang (supine) AP -



Dinding abdomen; perperitoneal fat, baik atau menghilang



-



Psoas line



-



Batu dan kontur ginjal



-



Gambaran usus: normal, pelebaran lambung usus dan kolon, dinding usus, jarak antara dua dinding usus berdampingan







Duduk atau setengah duduk -



Gambaran udara cairan dalam usus atau di luar usus misalnya pada abses



7







-



Gambaran udara bebas dibawah diafragma



-



Gambaran cairan dirongga pelvis atau abdomen bawah



LLD (left lateral decubitus) -



Udara bebas letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan abdomen



Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan menggunakan kontras.



Gambar 1. Foto polos abdomen ileus paralitik



8



Gambar 2. Foto polos abdomen ileus paralitik. Distensi usus halus dan usus besar (panah kuning). Multiple air fluid level (panah biru)



9



Gambar 3. Foto polos abdomen ileus paralitik dengan gastroenteritis. The fluid levels tend to be long and are the same level on an erect view. Note gases in both colon and small bowel loops. b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usushalus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jikasuatu



obstruksi



pemeriksaanfoto



letak



polos



intussuscepsi,pemeriksaan



rendah



yang



tidak



abdomen.



Pada



anak-anak



enema



barium



diagnostik tetapijuga mungkin sebagai terapi.



10



tidak



dapat hanya



pada dengan sebagai



c. CT–Scan Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polosabdomen dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akanmempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainandinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan harusdilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluhdarah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dariobstruksi.



Gambar 3. CT abdomen and pelvis (Scout). Marked distension of bowel loops with air-fluid levels. No evidence of mechanical obstruction.



11



Gambar 4. CT-scan ileus paralitik d. USG Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebabdari obstruksi. e. MRI Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dankontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Teknikini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis. f. Angiografi Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk men-diagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,malrotation, dan adhesi. 2. Pemeriksaan laboratorium



12



Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Pemeriksaan elektrolit serum, blood urea nitrogen, dan kreatinin membantucdalam menilai adanya ketidakseimbangan cairan dan ada tidaknya dehidrasi serta derajat dehdrasi. Pemeriksaan leukosit penting dalam menilai ada tidaknya infeksi atau inflamasi. Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik. 2.1.7



Tata Laksana



2.1.7.1 Terapi Non-operatif a. Konservatif -



Penderita dirawat di rumah sakit.



-



Penderita dipuasakan



-



Kontrol status airway, breathing and circulation.



-



Dekompresi dengan nasogastric tube.



-



Intravenous fluids and electrolyte



-



Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan



b. Farmakologis



- Antibiotik broad spectrum untuk bakteri anaerob dan aerob. - Analgesik apabila nyeri. - Prokinetik (metaklopromide, cisapride) - Parasimpatis stimulasi (bethanecol, neostigmine) - Simpatis blockade (alpha 2 adenergik antagonis) 2.1.7.2 Terapi Operatif 1. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis. 2. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi naso gastric untuk 13



mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. 3. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul denganteknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melaluilaparotomi. 2.1.8



Komplikasi 1. Nekrosis usus. 2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama padaorgan intra abdomen. 3. Peritonitis



karena



absorbsi



toksin



dalam



rongga



peritonium



sehinggaterjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen. 4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dancepat. 5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. 6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi. 7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah. 8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah. 2.1.9



Prognosis Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasana bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tertentu dimana kematian jaringan usus terjadi dan memerlukan tindakan operatif. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prorgnosis menjadi lebih baik.



14



BAB III KESIMPULAN



15



DAFTAR PUSTAKA 1.



Weledji E P. Perspectives on Paralytic Ileus. Acute Medicine & Surgery. 2020;7(1):573.



2.



Surya Pridanta, I., Kholili, U., Nusi, I., Setiawan, P., Purbayu, H., Sugihartono, T., Maimunah, U., Widodo, B., Vidyani, A., Miftahussurur, M. and Thamrin, H. Recent Pathophysiology and Therapy for Paralytic Ileus. In Proceedings of Surabaya International Physiology Seminar. 2017:477-481



3.



16