Askep Intoksikasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara berlebihan justru mendatangkan bahaya bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan



kesehatan, penyakit,



bahkan



kematian.



Keracunan



sering



dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular !alah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Bisa gigitan ular



adalah kedaruratan medis, 95% gigitan ular terjadi pada anggota badan sehingga tindakan pertolongan pertama dapat mudah dilakukan.



±600 jt ±1000 ±100 ±10



- Who/Dunia



: ± 600 jt orang per thn



- Indonesia : ±1000 orang per tahun : ± 100 orang per tahun



- Sulut



- Manado : ± 10 org per tahun



B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien intoksikasi. 2. Tujuan Khusus 



Agar mahasiswa mampu memahami definisi dari intoksikasi







Agar mahasiswa mampu memahami etiologi dari intoksikasi







Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologis dari intoksikasi







Agar mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari intoksikasi







Agar mahasiswa mampu memahami komplikasi dari intoksikasi







Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan dari intoksikasi







Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien intoksikasi



C. Maanfaat Penulisan 1. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini merupakan bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan gawat darurat, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan selanjutnya.



2. Bagi lokasi penelitian



Sebagai bahan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan gadar pada klien dengan intoksikasi serta dengan membuat kenyaman pada saat klien menerima perawatan selama di rawat di Rumah Sakit.



3. Bagi profesi keperawatan



Diharapkan penelitian ini akan menambah pengetahuan, ketrampilan, serta memperluas wawasan sebagai profesi keperawatan, dalam pelayanan keperawatan gawat darurat.



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. Pengertian Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh. Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing Dictionary). Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja (Brunner and Suddarth, 2010).



Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian . Baygon termasuk kedalam salah satu jenis racun, yaitu racun serangga (insektisida).



B. Etiologi Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebabpenyebab tersebut antara lain: a. Makanan Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain: 1) Keracunan botolinum



Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna. Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan. Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih. 2) Keracunan jamur Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan. Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.



3) Keracunan jengkol Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya. Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah. Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit. 4) Keracunan ikan laut Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas. Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan



pernafasan buatan. Obat yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada. 5) Keracunan singkong Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong beracun biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau memakan daunnya. Racun asam biru tersebut bekerja sangat cepat. Dalam beberapa menit setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai timbul. Dalam dosis besar, racun itu cepat mematikan. b. Minyak Tanah Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah: 



Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara berkembang.







Daerah perkotaan > daerah pedesaan







Pria > wanita







Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua



Gejala dan Tanda Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian.



Pada anak yang lebih besar mungkin mengeluh rasa panas pada lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS termasuk lethargi, koma, dan konvulsi. Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan sumsum tulang juga pernah dilaporkan. Gejala lain seperti bronchopneumonia, efusi pleura, pneumatocele,



pneumomediastinum,



pneumothorax,



dan



subcutaneus



emphysema. Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan permanen mata. c. Baygon Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya. Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, keram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena depresi pernafasan. 



Efek



muskarinik



(parasimpatik)



berupa:



miosis



(pinpoint),



Hipersalivasi, lakrimasi, Hipersekresi bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik : mual, muntah, diare, kram perut., Inkontinensia urin, Pandangan kabur, Bradikardi







Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis, ataksia, takikardi (hipertensi).







Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma, dan depresi pernafasan.







Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih dominan.



d. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida



( organoklorin, organofosfat, karbamat ),



golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ). e. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll (Djoko Widodo, 2013).



C. Patofisiologi Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat



( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ) Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia (Brunner and Suddarth, 2010). D. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbedabeda, seperti yang dijelaskan di bawah ini : 1. Keracunan Akut



Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum dalam 2–8 jam. Berikut adalah kategori keracunan : a. Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur. b. Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah– muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot. c. Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan blok jantung. 2. Keracunan Kronis Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2-6 minggu (organofospat). Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada. Gejala-gejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejalagejala yang berat. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.



D. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong 2. Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik. a. Keracunan akut : 1) Ringan 40 – 70 % N 2) Sedang 20 % N 3) Berat < 20 % N b. Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N. 3. Pemeriksaan PA Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.



E. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan, yaitu meliputi : a.



Resusitasi (ABCD).



1) Airway



Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas



dapat



dilakukan



dengan



head



tilt



chin



lift/jaw



trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal. Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT. 2) Breathing Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik. 3) Circulation



Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi



volume



darah,



sampai



dengan



meningkatnya



permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG. 4) Disability Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum



F. Prognosis Prognosis dari kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan secepat mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi kesalahan dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi, berupa : -



Resusitasi kurang baik dikerjakan.



-



Eliminasi racun kurang baik.



-



Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.



G. Komplikasi Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah : -



Shock



-



Henti nafas



-



Henti jantung



-



Kejang



-



Koma



H. Pahway



BAB III



A. Identitas Pasien Nama



: Ny. K



Umur



: 34 tahun



Alamat



: Kutisari Indah 92 Surabaya



Agama



: Islam



Dx. Medis : Intoksikasi IFO (Insektisida Fosfat Organik) baygon No Reg



: 10 16 0138



MRS



: 17 Mei 2002 jam 04.20



Tanggal Pengkajian : 04 maret 2019 jam 08.30



B. Alasan Masuk Rumah Sakit Minum baygon + ¼ gelas, tenggorokan terasa panas seperti terbakar. C. Pengkajian Primer 1. Airway Terdapat sumbatan pada jalan nafas oleh sputum/lendir. RR : 27 x/m 2. Breathing Pasien sedikit mengalami gangguan pernafasan, RR : 27 x/m



3. Circulation TD : 90/60 mmHg, N :88 x/m, capillary refill : EKG menunjukkan sinus bradikardia 4. Disability Reaksi pupil kiri/kanan (+) terhadap cahaya, besar pupil kanan 2/ kiri 2.



D. Pengkajian Sekunder 1. Pengkajian dilakukan allonamnesa dengan keluarga 2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang di RS Katholik jan 03.00 dengan keluhan minum ¼ gelas baygon karena ada masalah keluarga, tenggorokan terasa panas, mulut berbuih, kemudian kesadaran mulai menurun mencret (-), kencing (-), kemudian pasien langsung dibawa oleh suaminya ke RS Katholik dan mendapat pertolongan pertama di UGD RS tersebut, kemudian dibawa ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah menderita penyakit yang serius yang sampai op name dirumah sakit dan juga tidak ada riwayat penyakit hypertensi, alaergi. 4. Riwayat penyakit keluarga : Pasien tidak ada mempunyai keluarga yang mempunyai penyakit menurun /genetik. 5. Upaya yang telah dilakukan di RS Katholik : -



Kumbah lambung



-



Pemberian infus Dex 5 %



-



Injeksi SA 10 iv ampul bulus, dengan perincian 2 ampul iv tiap 5 menit 4 x, tiap 10 menit 3 x.



6. Upaya yang telah dilakukan dan keadaan di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya : -



TD 90/60 mmHg



-



Nadi 88 x/menit



-



Respirasi 27 x/menit



-



Kesadaran komposmentis



-



Pupil isokor diameter 2 mm



-



Periksa cito lab : elektrolit, DL/UL, Thorax PA, BGA,



7. Pemeriksaan Head to Toe 1)



Kepala : mesosephal, klien berambut lurus dan panjang, dan tidak rontok.



2)



Mata : besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+) terhadap cahaya kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.



3)



Telinga : bersih tidak terdapat serumen dan tidak mengalami gangguan pendengaran



4)



Hidung : Bentuk hidungnya simetris, tidak terdapat polip pada hidung.



5)



Wajah : wajah klien tampak simetris.



6)



Mulut : tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut basah, bibir basah.



7)



Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid



8)



Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 27 x/menit,



9)



Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak ada luka memar, peristaltik usus 8x/mnit, perkusi hipertimpani.



10) Ekstremitas : Tidak terdapat luka 11) Genetalia : Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat luka/ulkus, tidak terpasang kateter



E. Observasi dan Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : masih lemah, muka merah dan pupil midriasis. 2. Tanda-tanda vital : - TD : 90/60



RR ; 27 x/menit



- Nadi : 88 x/menit



SB : 37,5 °C



3. Body system B1 (Breathing): -



Pernapasan 20 x /menit



-



Wheezing (-)



-



Ronchi (-)



-



Batuk (-)



B2 (Bleeding) : -



Kepala pusing (-)



-



Muka memerah



-



Nyeri dada (-)



-



TD : 90/60 mmHg



-



Akral teraba hangat dan agak lembab



B3 (Brain)



:



-



Kesadaran Kompos mentis



-



GCS : 456



-



Pupil mata : isokor 3/3 mm



-



Pandangan agak kabur



B4 (Bladder) : -



BAK spontan



-



Warna urine kuning jernih



B5 (Bowel)



:



-



Tenggorokan terasa panas



-



Abdomen nyeri (-)



-



BAB normal



-



Nasi lembek TKTP



-



Mual (–)



-



Muntah (-)



-



Peristaltik (+)



B6 (Bone)



:



-



Kekuatan otot 5/5/5/5



-



Kelembaban kulit normal



-



Turgor normal



-



Oedema (-)



F. Genogran



G. Pemeriksaan Penunjang - Hb



: 14,4 gr %



- SGOT



: 25



- Leukosit



: 15,0



- Urea N darah



: 10,5



- Trombosit



: 409



- Kreatinin serum



: 0,55



- PCV



: 0,42



- GDA



: 111



- Kalium



: 3,82



- Natrium



: 142



H. Therapi - Infus Dex 5 % -SA



0,5 ml/ 3 jam diteruskan 0,5 ml/ 6 jam



I. ANALISA DATA Data



Kemungkinan Penyebab



DS : Pasien mengatakan



Baygon



bahwa



telah



baygon



minum



sebanyak



¼



dan sakit.



Saluran pencernaan



TD 90/60 mmHg



-



RR : 20 x/menit



-



Nadi : 88 x/menit



efektif - Gangguan



Eritasi mukosa saluran



pemenuhan



pencernaan/tengorokan



nutrisi



DO : -



- Resiko tinggi Pola nafas tidak



gelas, perut agak sakit, tenggorokan terasa panas



Masalah



Peradangan saluran pencernaan &tenggorokan



-



SB : 37,6 C



-



Perifer



/akral



hangat -



Gg pola



Infus



terpasang



Dex



5



nafsu



Pernapasan



makan



%20



tts/menit



- Koping tidak DS : Pasien mengatakan bahwa



dirinya



Kurangnya perhatian keluarga



efektif



tidak Depresi



- Resiko merusak



pernah diperhatikan oleh diri suaminya. DO :



Pasien banyak Mencari perhatian keluarga yang



diam



dan



berkomunikasi



jarang



salah



dengan



suaminya. Kerentanan pribadi menghadapi masalah



Merusak diri



Gg koping



Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal. 2. Resiko pola napas tidak efektif



berhubungan dengan efek langsung



toksisitas IFO, proses inflamasi. 3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang berhubungan dengan iritasi mukosa saluran pencernaan atas oleh zat korosif (baygon). 4. Koping keluarga tidak efektif (tidak mampu) berhubungan dengan kerentanan pribadi anggota keluarga, krisis situasi, sosial. 5. Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan



pada diri sendiri (berulang)



berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.



BAB IV INTERVENSI



No. Hari/tgl



Diagnosa Keperawatan



Tujuan/Kriteria Hasil



1.



Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan cairan dengan kritaria hasil :



DS: “Klien mengatakan tenggorokan terasa panas dan sakit.”



-Keseimbangan cairan adekuat -TTV stabil



DO:



-Turgor kulit stabil



- Mukosa bibir kering



-Membran mukosa lembab



- Bibir pecahpecah



-Pengeluaran urine normal 1-2 cc/kg BB/jam



-SB : 37,6 C -Perifer /akral hangat -TD 90/60 mmHg -RR : 27 x/menit



Intervensi 1. Monitor pemasukan dan Pengeluaran cairan. 2. Monitor suhu badan, palpasi denyut perifer.



Rasional 1. Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran dan penggantian cairan.



4. Pantau TTV.



2. kulit dingin dan lembab, denyut yang lemah mengindikasi penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.



5. Berikan cairan pariental dengan kolaborasi dengan tim medis.



3. Mual, muntah, dan perdarahan yang berlebihan dapat mengecu pada hipordemia.



6. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik.



4. Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).



3. Catat adanya mual, muntah, perdarahan.



7. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsurangsur. 8. Pantau studi laboratorium (Hb, Ht).



5. Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi. 6. Antiemetik dapat menghilangkan



-N : 88 x/m



mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.



Infus terpasang Dex 5 %20 tts/menit



7. Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal. 8. Sebagai indikator/volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.



2.



Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi. DS : “Klien mengatakan sedikit sesak nafas” DO: -Klien tampak lemah -SB : 37,6 C -Perifer /akral hangat -TD 90/60 mmHg -RR : 27 x/menit



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan Pola napas efektif. Dengan kritaria hasil :



1. Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan



- Pola napas efektif



3. Dorong untuk batuk/ nafas dalam



- RR normal : 14 – 20 x/menit - Alat napas bersih, sputum tidak ada



2. Tinggikan kepala tempat tidur



4. Auskultasi suara napas 5. Berikan O2 jika dibutuhkan 6. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA



1. Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah secara drastis. 2. Menurunkan kemugkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru. 3. Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia. 4. Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.



-N : 88 x/m



5. Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan



Infus terpasang Dex 5 %20 tts/menit



3.



Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang berhubungan dengan iritasi mukosa saluran pencernaan atas oleh zat korosif (baygon). DS : “Klien mengatakan tidak nafsu makan” DO : Klien tampak lemah -SB : 37,6 C -Perifer /akral hangat -TD 90/60 mmHg -RR : 27 x/menit



6. Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan nutrisi terpenuhi. dengan kritaria hasil : - Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi - Berat badan normal (sesuai tinggi badan). - Iritasi mukosa saluran pencernaan dapat sembuh



1. Berikan makanan yang mudah dicerna tapi sering dan dapat ditoleransi 2. Anjurkan untuk menghindari makanan yang dapat mengiritasi saluran pencernaan seperti yang pedas dan asam, dll. 3. Rujuk pada ahli gizi untuk mendukung kerja tim. 4. Tingkatkan diet tinggi kalori dan protein yang dibutuhkan . 5. Berikan obatobatan sesuai



1. Dapat menurunkan distres, mungkin juga dapat meningkatkan masukan dan toleransi terhadap nutrisi. Karena nafsu makan dan toleransi untuk mengkonsumsi makanan meningkat, maka diet sebaiknya diadaptasikan untuk memberikan jumlah kalori dan nutrisi yang diperlukan bagi perbaikan restorasi penyimpanan energi. 2. Makanan yang pedas dan asam dapat menyebabkan iritasi pada mukosa saluran pencernaan sehingga akan memperparah peradangan dan menghambat proses penyembuhan saluran pencernaan.



-N : 88 x/m



indikasi seperti antasida, vitamin



Infus terpasang Dex 5 %20 tts/menit



3. Sangat berguna untuk menegakkan program nutrisi individu. 4. Dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan energi dan regenerasi sel, terutama dalam proses perbaikan jaringan yang rusak pada saluran pencernaan. 5. Menurunkan iritasi mukosa lambung dan efek stimulasi simpatis. Menggantikan kekurangan /kehilangan vitamin.



4.



Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam dengan tujuan Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam pemecahan masalah. kritaria hasil :



DS : “Klien mengatakan mempunyai banyak masalah pribadi”



- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.



1. Pastikan 1. Menunjukkan penghargaan dan hormat dengan apa pasien ingin 2. Memberi informasi disebut/dipanggil. tentang derajar menyangkal, 2. Tentukan mengidentifikasi koping pemahaman situasi saat ini & yang digunakan pada rencana perawatan saat metode koping ini sebelumnya terhadap masalah 3. Konfrontasi kehidupan. menyebabkan 3. Tetap tidak bersikap tidak menghakimi



peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.



4. Berikan umpan 4. Umpan balik yang positif perlu untuk balik positif meningkatkan harga diri 5. Pertahankan dan menguatkan harapan pasti kesadaran diri dalam bahwa pasien perilaku



DO : Klien tampak tertekan -SB : 37,6 C -Perifer /akral hangat -TD 90/60 mmHg



- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah - Mampu melakukan hubungan /interaksi sosial.



-RR : 27 x/menit -N : 88 x/m



Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada diri sendiri (berulang) berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri. DS : “Klien mengatakan bahwa dirinya



6. Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping. 7. Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida 8. Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi



Infus terpasang Dex 5 %20 tts/menit



5.



ikut serta dalam terapi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan Tidak terjadi tindakan ulang kekerasan pada diri sendiri. Dengan kriteria hasil : - Tidak terjadi tindakan ulang kekerasan pada diri sendiri



1. Kurangi ransangan, berikan ruangan yang tenang atau tempatkan pada ruangan yang stimulasinya dikurangi dibawah pengawasan. 2. Izinkan orangorang yang penting bagi pasien untuk tetap tinggal di dalam ruangan



5. Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja. 6. Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran. 7. Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon) 8. Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.



1. Menurunkan kreativitas dan menngkatkan rasa tenang. 2. Dapat memberikan efek ketenangan jika melihat seseorang yang dikenal oleh pasien dan memberikan penenangan. 3. Menurunkan kemungkin pasien mencelakai orang lain atau melakukan ide bunuh diri.



tidak pernah diperhatikan oleh suaminya” DO : Klien lebih banyak diam dan jarang berkomunikasi dengan sekitarnya -SB : 37,6 C -Perifer /akral hangat -TD 90/60 mmHg -RR : 27 x/menit -N : 88 x/m Infus terpasang Dex 5 %20 tts/menit



- Mengutarakan pemehaman tingkah laku & faktor-faktor yang mempengaruhi.



selama prosedur dilakukan jika dimungkinkan.



3. Pindahkan barang-barang yang berpotensi - Mencapai tahap membahayakan hilangnya rasa pasien dari takut & realitas lingkungannya. situasi. 3. Pindahkan - Menunjukkan barang-barang kontrol diri. yang berpotensi membahayakan pasien dari lingkungannya. 4. Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan agresif secara verbal. 5. Bantu pasien mengidentifikasi apa yang dapat menyebabkan pasien menjadi marah. 6. Berikan jalan keluar untuk mengekspresikan diri meliputi aktiivitas fisik.



4. Memberikan jalan yang baru dalam mengekspresikan perasaan akan membentuk pasien belajar mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang baik. 5. Kesadaran akan reaksi merupakan tahap pertama dari belajar untuk berubah 6. Dengan mengaktifkan fisik didalam menciptakan lingkungan yang aman dapat menurunkan dorongan untuk melakukan tindakan agresif.



BAB V IMPLEMENTASI



Hari/Tgl



Dx Keperawatan



Implementasi



Evaluasi



TTD



1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal.



- Memonitori pemasukkan dan pengeluaran cairan



S: “Klien mengatakan tenggorokan terasa panas dan sakit.”



Kelompok



- Mengecek SB : 37, 5 ℃, N : 88 x/m



O:



- Mencatat keluhan mual, muntah, perdarahan pada klien - Memantau TTV klien :



- Mukosa bibir kering - Bibir pecah- pecah -SB : 37,6 C -Perifer /akral hangat -TD 90/60 mmHg



- TD : 90/60 mmHg -RR 27 x/menit -RR ; 24 x/menit -N : 88 x/m - Nadi : 88 x/menit -SB : 37,5 °C



Infus terpasang Dex 5 %20 tts/menit



- Memberikan cairan A: pariental dengan tim masalah belum teratasi medis - Berkolaborasi dalam P: pembarian antiemik rencana tindakan - Memberikan kembeli dilanjutkan. pemasukan oral secara berangsur- angsur - Memantau hasil Lab (Hb, Ht)



6



2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.



- Memantau tingkat, irama pernapasan dan suara napas serta pola pernapasan.



S : “Klien mengatakan sedikit sesak nafas”



- Memberikan posisi dengan meninggikan kepala pasien dengan mengganjal 2 bantal.



-Klien tampak lemah



Kelompok 6



O:



A: Masalah belum teratasi



P: rencana tindakan - Melatih dan dilanjutkan. meganjurkan pasien untuk batuk dan napas dalam. - Melakukan pemeriksaan auskultasi suara napas. - Menyarankan pasien untuk memaikai O2 bila diperlukan. - Melakukan kolaborasi untuk pemeriksaan sinar X dada dan pemeriksaan GDA.



3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang berhubungan dengan iritasi mukosa saluran pencernaan atas oleh zat korosif (baygon).



- Memberikan diet nasi lembik TKTP 3 /hari. - menganjurkan untuk menghindari makanan yang dapat mengiritasi saluran pencernaan seperti yang pedas dan asam.



S : “Klien mengatakan tidak nafsu makan” O : Klien tampak lemah A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan Interverensi



Kelompok 6



- Memberikan makanan ekstra untuk pasien 2 kali/hari. - Mengobservasi nafsu makan pasien terhadap diet yang diberikan. - Memberikan obatobat sesuai indikasi 4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.



- Melakukan pendekatan persuasif terhadap pasien.



S : “Klien mengatakan mempunyai banyak masalah pribadi”



- Melakukan pengkajian tentang pemahaman situasi saat ini dan metode koping sebelumnya.



O : Klien tampak tertekan A : Masalah belum teratasi



- Memberikan suasana P : Lanjutkan kondusif dan mengikut interverensi sertakan pasien dalam perawatan. - Menyediakan waktu untuk menjadi mendengarkan keluhan-keluhan pasien - Meyakinkan pasien untuk mempertahankan harapan untuk ikut serta dalam terapi - Mengikut sertakan keluarga dan teman terdekat pasien dalam perawatan.



Kelompok 6



- Memberikan informasi efek dari minum baygon terhadap tubuh. - Mengajarkan tekhnik relaksasi 5. Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada diri sendiri (berulang) berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.



- Menciptakan sasana tenang dan mengurangi stimulan - Membatasi jumlah pengunjung. - Memberikan kesempatan orang terdekat pasien untuk tetap tinggal di ruangan /mendampingi pasien. - Memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya. - Memberikan jalan keluar untuk mengekspresikan diri meliputi aktivitas fisik, mendekatkan diri kepada Tuhan . - Mendiskusikan konsekuensi dari perilaku agresif - Menganjurkan untuk membina hubungan saling terbuka dan



S : “Klien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah diperhatikan oleh suaminya” O : Klien lebih banyak diam dan jarang berkomunikasi dengan sekitarnya A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan Interverensi



Kelompok 6



percaya dengan keluarga. - Membina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat.



BAB VI PENUTUP



3.1. Simpulan Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh. Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik.



DAFTAR PUSTAKA -Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma Life Support). Jakarta : EMS 119 -Blantan, Kamanti Indriyani. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Keracunan Insektisida. (Online : http://id.scribd.com/doc/94941402/ASKEPIntoksikasi-Baygon) Diakses tanggal 1 Desember 2016 -https://www.scribd.com/doc/310135281/keracunan-baygon Diakses tanggal 1 Desember 2016 -Isma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Intoksikasi. (Online :http://keperawatan-wn.blogspot.com/2012/10/asuhankeperawatan-pada-kasus.html) Diakses tanggal 14 Maret 2014 -Sahid, Abdul. 2013. LP dan Askep Klien Keracunan IFO Baygon.(Online : http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/07/lp-dan-askepklien-keracunan-ifo-baygon.html) Diakses tanggal 14 Maret 2014 -Zasika, Hartas. 2011. Keeacunan Baygon. (Online :http://ja.scribd.com/doc/152390019/KERACUNANBAYGON-1) Diakses tanggal 14 Maret 2014. -Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahankimia-berbahaya/. Diakses tanggal 4 Mei 2012. Diakses tanggal 16 April 2012. -Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media. -Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika. -Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC. -Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga. Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsepkegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 16 April 2012. -http://hilal-setyawan.blogspot.co.id/2012/07/askep-keracunan-padaanak_7957.html -https://www.academia.edu/7692581/49637307-Definisi-Keracunan -Putra, Tjok Raka.1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC



TUGAS : ASKEP KEGAWATDARURATAN I



LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN “INTOKSIKASI”



DISUSUN OLEH : PATHRICIA J. N. LUMOLOS (1714201061) SUSAN N. GONI (1714201073) NOVIA A. BATAS (1714201074) RIVAL I. LAKUPALI (1714201048)



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA FAKULTAS KEPERAWATAN MANADO 2019