Askep Ispa - Kelompok 1 - Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.K 1,6 (18 BULAN) DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI : INFEKSI SALURAN PERNAFAN AKUT (ISPA) DI RUANG ANYELIR 1 RSUD MAJALAYA



Disusun Oleh: Eris Ristina



201FK04092



Habib M Iqbal



201FK04093



Risky Kartika Pratiwi



201FK04050



Rizky Apriyani



201FK04053



Suci Hardianti



201FK04059



Yuliasari



201FK04074



PROGRAM PROFESI NERS UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA 2020/2021



i



KATA PENGANTAR



Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya serta dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan seksama. Makalah mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.K 1,6 (18 BULAN) DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI : INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RUANG ANYELIR 1 RSUD MAJALAYA” ini disusun dengan sistematis untuk memenuhi salah satu tugas dari stase keperawatan anak, program profesi ners, Universitas Bhakti Kencana. Dengan selesainya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk rekan-rekan semuanya.



Bandung , 5 November 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 1 BAB I ................................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3 1.1



Latar Belakang ..................................................................................................... 3



1.2



Rumusan Masalah ................................................................................................ 5



1.3



Tujuan Penulisan ................................................................................................. 5



BAB II ............................................................................................................................... 7 PEMBAHASAN ................................................................................................................ 7 2.1



Definisi ................................................................................................................ 7



2.2



Anatomi Dan Fisiologi Pernafasan ....................................................................... 8



2.2.1



Anatomi Sistem Pernafasan .............................................................................. 8



2.3



Etologi ................................................................................................................13



2.4



Patofisiologi........................................................................................................14



PATHWAY...................................................................................................................15 2.5



Manifestasi Klinis ...............................................................................................17



2.6



Klasifikasi...........................................................................................................18



2.7



Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................20



2.8



Komplikasi .........................................................................................................21



2.9



Asuhan Keperawatan Secara Teori ......................................................................23



BAB III.............................................................................................................................37 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS .............................................................................37 3.1



Kasus ..................................................................................................................37



1



3.2



Pembahasan ........................................................................................................67



BAB IV ............................................................................................................................85 SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................................85 4.1



Simpulan ............................................................................................................85



4.2



Saran ..................................................................................................................86



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................87



2



BAB I



PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang



disebabkan oleh bakteri virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. Penyakit ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan yaitu gejala ringan batuk dan pilek, gejala sedang yaitu sesak dan wheezing bahkan sampai gejala yang berat sianosis dan pernapasan cuping hidung. Komplikasi ISPA yang berat mengenai jaringan paru dapat menyebabkan terjadinya pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian pada nomor satu pada balita (Riskesda, 2013). Beberapa faktor risiko terjadinya ISPA adalah faktor lingkungan, ventilasi, kepadatan rumah, umur, berat badan lahir, imunisasi dan faktor perilaku (Naning 2012). Survei mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2013 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10 % dari seluruh kematian balita, sedangkan di jateng 28 % (2012), 27,2 % tahun 2013 (DepKes, 2013).



3



Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA pada balita ditandai dengan adanya batuk dan sukar bernafas disertai adanya peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (DepKes, 2013). Penyakit ISPA dapat terjadi di berbagai tempat di saluran pernafasan mulai dari hidung sampai ke telinga tengah dan yang berat sampai ke paru-paru. Kebanyakan ISPA muncul dari gejala yang ringan seperti pilek dan batuk ringan tetapi jika imunitas anak rendah gejala yang ringan tersebut bias menjadi berat. Anak yang terkena infeksi saluran pernapasan akut akan berisiko tinggi kematian (Dinkes RI, 2010). Penyakit ISPA merupakan salah satu dari banyak penyakit yang menginfeksi di Negara maju maupun Negara berkembang. Hal ini diperkuat dengan tingginya angka kesakitan dan angka kematian akibat ISPA khususnya pneumonia, terutama pada balita (Alsagaff, dkk. 2010). Penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama rawat jalan dan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). Indonesia memiliki angka kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 %- 30% dari seluruh kematian anak (Depkes, 2010). Kejadian ISPA masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 adalah 25,0% tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok



4



umur 1-4 tahun sebesar 25,8% dan 37 oC). Seorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala seperti pernapasan > 50 x/menit (≤ 1 tahun) dan 40 x/menit (≥ 1 tahun), suhu > 39oC, tenggorokan berwarna merah, timbul bercak merah di kulit,



69



telinga sakit atau mengeluarkan nanah, ada bunyi nafas stridor.Seorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala seperti bibir atau kulit membiru, anak tidak sadar atau kesadaran menurun, ada bunyi nafas stridor, ada retraksi dada, nadi > 160 x/ menit, serta tenggorokan berwarna (Rahmawati, 2013). Berdasarkan uraian diatas baik uraian data subjektif, data objektif dan uraian teori tentang manifestasi klinis ISPA, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa An. K mengalami ISPA sedang. Di tandai dengan An. K mengalami batuk, tenggorokan sakit, suara serak pada saat menangis, suhu 38,1 oC, ada kemerahan di tonsil, ada bunyi stridor pada saat An. K tidur.



B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan.Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang dibutuhkan untuk menegakkan



70



diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan penyakit dalam diagnosa medis (Dinarti & Mulyanti, 2017). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus ISPA ada 9 yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi secret; hipertermi berhubungan dengan proses infeksi; nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, aadanya secret; gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk; perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak; kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi; resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan; resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat. Tetapi diagnosa yang muncul pada An. K hanya 4 (empat), itu dikarenakan pada An. K tidak di dapatkan tanda gejala mayor dan minor untuk menegakan diagnosa yang lainya. 1. Diagnosa keperawatan yang muncul Diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan pada An. K ada emapat (4), yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan mucus di saluran pernafasan



71



(bronkus), hipertermi berhubungan dengan adanya proses peradangan pada saluran pernafasan oleh bakteri streptococcus pyogenes, nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang, dan cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. a. Ketidakefektifan bersihan



jalan



nafas



berhubungan dengan



penumpukan mucus di saluran pernafasan (bronkus) Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keaadaan dimana individu mengalami ancaman yang nyata atau potensial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito & Moyet, 2013). Pengertian lain juga menyebutkan bahwa



bersihan



jalan



napas



tidak



efektif



merupakan



ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Pada masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Adapun tanda dan gejala mayor yaitu batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi atau wheezing dan atau ronchi



72



kering, atau mekonium di jalan napas (pada neonates). Tanda dan gejala minor yaitu dipnneu, sulit bicara, ortopneu (data subjektif); gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah (data objektif) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Alasan diagnosa tersebut diangkat karena terdapat data mayor yang menunjukan yaitu batuk disertai dengan pilek, terdapat ronchi di ICS 2, terlihat ada secret di hidung. Selain itu data minor yang didapatkan yaitu sesak, respirasi 35 x/menit, nafas cepat dan dangkal. Diagnosa ini menjadi prioritas dikarenakan ini keluhan yang dialami pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera ditangani akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, selain itu masalah ini dapat menimbulkan risiko gagal nafas pada pasien An. K dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. b. Hipertermi berhubungan dengan adanya proses peradangan pada saluran pernafasan oleh bakteri streptococcus pyogenes Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39 OC (Potter & Perry, 2010).



73



Pada masalah keperawatan hipertermi memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Tanda gejala mayor hipertermi yaitu suhu tubuh diatas nilai normal. Tanda gejala minornya yaitu kulit merah, kejang, takipnea, dan kulit terasa hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Alasan diagnosa tersebut diangkat yaitu karena memenuhi tanda dan gejala mayor dan minor. Adapaun data yang di dapat dari An. K yaitu An. K mengalami demam; suhu 38,1oC; nadi 82 x/menit; adanya kemerahan dan edema pada tonsil; leukosit 19.500 sel/mm; hasil pemeriksaan laboratorium sputum : Streptococcus pyogenes (+). c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang Nutrisi kurang dari kebutuhan adalah asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penyebab defisit nutrisi diantaranya adalah ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolism, faktor ekonomi (misal finansial tidak mencukupi), faktor psikologis (misal



74



stress, keengganan untuk makan). Adapun tanda mayor dari defisit nutrisi ialah penurunan berat badan minimal 10% dibawah rentang ideal dan tanda minornya ialah cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan dan diare. (Tim Pokja SDKI DPP, 2017). Alasan diagnosa tersebut diangkat yaitu karena ada tanda gejala mayor dan minor di An. K yaitu An. K tidak mau makan, selama di rumah sakit makan hanya satu suap dan itupun harus dilarutkan dengan air; PB 80 cm; BB 11 kg (sebelum sakit) 10 kg (setelah sakit); IMT 16; LILA 11 cm; makan 4 x 1 hari jenis bubur; bising usus 18 x/ menit; An. K tampak lemah; konjungtiva (+) anemis. d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit Cemas atau ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.



75



Pada masalah keperawatan cemas memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Tanda dan gejala mayor cemas yaitu merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkomunikasi (data subjektif); tampak gelisah, tegang, dan sulit tidur (data objektif). Sedangkan data minornya adalah mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya (data subjektif); frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat, diaphoresis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, dan berorientasi pada masa lalu (data objektif). Alas an diagnosa tersebut diangkat yaitu karena ada data mayor dan minor yang muncul pada orang tua An. K yaitu Ny. N tampak tegang, sangat gelisah dan cemas dengan penyakit yang diderita oleh anaknya; ketika dokter atau perawat datang An. K suka menangis, tidak bisa diberikan obat sama sekali, sehingga membuat Ny. N sangat ketakutan dengan keadaan anaknya saat ini. 2. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul Diagnosa yang tidak muncul pada asuhan keperawatan terhadap An. K ada 4 (empat) yaitu nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; pola



76



nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, adanya secret; perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak; resiko kekurangan



volume



cairan



berhubungan



dengan



peningkatan



kehilangan cairan. a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Menurut PPNI (2017) Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan. Pada masalah keperawatan nyeri memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Tanda gejala mayor nyeri yaitu mengeluh nyeri (data subjektif); tampak meringis, bersifat protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur (data objektif). Sedangkan tanda dan gejala minornya yaitu tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan diaforesis (PPNI, 2017).



77



Alasan diagnosa tersebut tidak diangkat karena pada pengkajian tidak ditemukan tanda gejala mayor dan minor seperti diatas. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, adanya secret Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Pengertian lain juga menyebutkan, secara umum pola napas tidak efektif dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana ventilasi atau pertukaran udara inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat (NANDA,2015). Pada masalah keperawatan pola nafas tidak efektif memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Tanda gejala mayor pola nafas tidk efektif adalah dispnea (data subjektif); penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (misanya: takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, dan chyene stokes) (data objektif). Sedangkan tanda dan gejala minornya adalah ortopnea (data subjektif); pernapasan purshed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anteriorposterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital



78



menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, kskursi dada berubah (data objektif). Alasana diagnosa tersebut tidak diagkat karena di data hasil pengkajian tidak ditemukan tanda gejala mayor ataupun minor. Dan hasil pengkajian lebih mengarah ke bersihan jalan nafas karena adanya penumpukan secret di saluran pernafasan (bronkus). c. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak Perubahan proses keluarga adalah terjadinya perubahan dalam hubungan atau fungsi keluarga, bisa karena perubahan status kesehatan keluarga, krisis perkembangan, dll. Pada masalah keperawatan perubahan proses keluarga memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Tanda dan gejala mayornya yaitu keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap situasi, dan tidak mampu berkomunikasi secara terbuka diantara anggota keluarga. Sedangkan tanda



dan gejala



minornya



yaitu



kelaurga tidak



mampu



mengungkapkan perasaan secara leluasa (data subjektif); keluarga tidak mampu memenuhi fisik/ emosional/ spiritual anggota keluarga,



79



keluarga tidak mampu mencari atau menerima bantuan secara tepat (SDKI, 2016). d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan Kekurangan



volume



cairan



adalah



suatu



kondisi



ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit diruang ekstrasel, namun proporsi antara caira dan elektrolit mendekati normal. Pada masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan memiliki tanda gejala mayor (tanda dan gejala yang harus ada minimal satu) serta tanda gejala minor (tanda gejala pendukung). Tanda gejala mayor resiko kekurangan volume cairan yaitu frekuensi nadi meningkat, nadi terasa lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume air menurun. Sedangkan tanda dan gejala minornya yaitu merasa lemah, mengeluh haus, pengisian vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urine meningkat, berat badan turun tiba-tiba. Alasan diagnosa tersebut tidak diambil karena tidak ada tanda gejala baik mayor atau minor yang mengarah ke resiko kekurangan volume cairan.



80



C. Intervensi dan Implementasi Intervensi merupakan proses membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Mulyanti, 2017). Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan pada An. K selain dilakukan pengkajian dilakukan juga tindakan seperti fisioterapi dada, pemberian terapi uap dan minyak putih nebulizer atau dilakukan tepid sponge yang bertujuan supaya penumpukan secret di saluran pernafasan dan juga masalah kesehatannya teratasi



81



Fisioterapi dada merupakan teknik fisioterapi yang biasanya digunakan dalam latihan untuk penyakit respirasi kronis serta akut, bertujuan mengeluarkan sputum serta perbaikan ventilasi pada paru yang sakit (Basuki, 2009). Pemberian fisioterapi dada bermaksud untuk mengeluarkan sputum, mengembalikan serta mempertahankan fungsi otot napas menghilangkan sputum dalam bronkhus, memperbaiki ventilasi, mencegah tertimbunnya sputum, dan meningkatkan fungsi pernafasan serta mencegah kolaps pada paru-paru sehingga bisa meningkatkan optimalisasi penyerapan oksigen oleh paru-paru. Teknik fisioterapi dada yang dipaling banyak dipakai adalah postural drainage, vibrasi, tapotement dan massage. Postural drainage cara lama yang paling sering digunakan untuk mengeluarkan dahak mengunakan berat tubuh dan aliran sekret. Perkusi merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan membentuk seperti mangkuk, dimana tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan nafas bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan. Getaran atau vibrasi merupakan cara membersihkan jalan nafas dengan teknik getaran hal ini bisa membantu terlepasnya lendir pada jalur udara. Getaran membuat sekret bisa dialirkan kedalam jalur pernafasan besar, membuat lebih mudah untuk dikeluarkan dengan cara dibatukkan. Pada umunya teknik



82



akan diberikan kombinasi dengan teknik perkusi (Helmi (2005); Kusyati (2006); Potter dan Perry(2006)). Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara pemberian obatobatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan tersebut terlebih dahulu di pecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi. Nebulizer mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga dapa dihirup oleh pasien. Obat yang digunakan untuk nebulizer dapat berupa solusio atau suspensi (Tanto, 2014). Tujuan dari pemberian nebulizer yaitu rileksasi dari psasme bronchial, mengencerkan sekret melancarkan jalan nafas, melembabkan saluran pernafasan (Purnamadyawati, 2000). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Farhatun Ni’mah tahun 2020, dengan judul efektifitas terapi uap air dan minyak kayu putih terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia Balita pada penderita Infeksi Saluran Pernafasan Ats di Puskesmas Leyangan. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah diberikan terapi inhalasi uap air, artinya pemberian uap air saja untuk bersihan jalan kurang efektif. Hasil berikutnya terdapat perbedaan yang signifikan bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah diberikan terapi uap air dengan minyak kayu putih, artinya terapi uap air dengan di tambah minyak kayu putih efektih untuk bersihan jalan nafas.



83



Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sutiyono, dengan judul pengaruh pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap suhu tubuh balita di RSUD dr Raden Soedjati Purwodadi, dengan hasil ada perbedaan pemberian kompres hangat dab tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam di RSUD dr Raden Soedjati Purwodadi. Perbedaan tersebut yaitu pemberian kompres hangat lebih nyaman di bandingkan dengan tepid water sponge . D. Evaluasi Evaluasi keperawatan memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya (Hidayat, 2006). Hasil evaluasi untuk semua diagnosa yang muncul sesuai dengan kriteria hasil yang di tetapkan. Hasil ini memperlihatkan bahwa masalah teratasi. Meski demikian intervensi tetap dilanjutkan dengan tujuan mempertahankan kondisi yang sudah baik, bahkan kualitas kesehatan semakin lebih baik.



84



BAB IV



SIMPULAN DAN SARAN



4.1 Simpulan Penyakit ISPA merupakan salah satu dari banyak penyakit yang menginfeksi di Negara maju maupun Negara berkembang. Hal ini diperkuat dengan tingginya angka kesakitan dan angka kematian akibat ISPA khususnya pneumonia, terutama pada balita (Alsagaff, dkk, 2010). Penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama rawat jalan dan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). Indonesia memiliki angka kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 %- 30% dari seluruh kematian anak (Depkes, 2010). Penyakit ISPA dapat terjadi di berbagai tempat di saluran pernafasan mulai dari hidung sampai ke telinga tengah dan yang berat sampai ke paru-paru. Kebanyakan ISPA muncul dari gejala yang ringan seperti pilek dan batuk ringan tetapi jika imunitas anak rendah gejala yang ringan tersebut bias menjadi berat. Anak yang terkena infeksi saluran pernapasan akut akan berisiko tinggi kematian (Dinkes RI, 2010).



85



Kementirian Kesehatan mencatat sebanyak 425,377 orang terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat dampak kebakaran hutan dan lahan ditujuh provinsi sejak 2015 sampai bulan September 2015. Menurut Menteri Kesehatan terjadi peningkatan penderita menjadi 503,874 jiwa yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di 6 provinsi sampai 23 oktober 2015 (KEMENKES, 2015). 4.2 Saran Hasil laporan kasus dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa keperawatan ataupun profesi ners untuk menambah ilmu, wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Pada Anak yang mengalami ISPA, dan agar penderita ISPA dalam masyarakat menurun. Bagi mahasiswa keperawatan profesi ners untuk lebih dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan lebih menekankan pada aspek ventilator dan bronkodilator serta kenyamanan klien dalam kaitan upaya penyembuhan yang lebih cepat.



86



DAFTAR PUSTAKA



Fahrizal, Indra (2018). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG VITAMIN A DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DIPUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA. Diakses mealalui URL: https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/592/Indra%20Fahrizal-.pdf?sequence=1&isAllowed=y pada tanggal 29 oktober 2020 pukul 11.40 WIB Nurul, (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI ISPA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG ANAK RSUD BANGIL PASURUANDiakses melalui URL: http://repository.stikes-bhm.ac.id/614/1/1.pdfpada tanggal 29 oktober 2020 pukul 09.40 WIB Sudanto (2014). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Diakses melalui URL: http://repository.ump.ac.id/4000/3/EGA%20WIDYA%20SUDANTO%20B AB%20II.pdf pada tanggal 29 oktober 2020 pukul 10.40 WIB Suriani, Yenilis (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN GANGGUAN ISPA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AIR HAJI KECAMATAN LONGGO SARI BAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2018. Diakses melalui URL: http://repo.stikesperintis.ac.id/186/1/70YENILIS%20SURIANI.pdf pada tanggal 29 oktober 2020 pukul 13.40 WIB Waworuntu, Wiendra (2018). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.Diakses melaui URL: https://www.academia.edu/38286907/BUKU_ISPA_ISI pada tanggal 29 oktober 2020 pukul 12.40 WIB WHO. (2008). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi. Diakses melalui URL: https://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_8B ahasaI.pdf?ua=1 pada tanggal 29 oktober 2020 pukul 10.10 WIB



87