Askep Kelompok Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.T DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PENURUNAN CURAH JANTUNG DI RUANG ELANG 1 PUTRA RSUP Dr. KARIADI SEMARANG



Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Medikal Bedah Pembimbing Akademik : Ns. Yuni Dwi Hastuti, M.Kep Pembimbing Klinik



: Ns. Wiwid Widiyan Tri Perwiranto, S.Kep



Oleh : Ririn Purwaningtyas



22020118220077



Annisa Ika Setyowati



22020118220078



Tadea Yasinta Wijaya



22020118220068



Ariza Widya Rahma



22020118220075



Alfiah Tri Hastutik



22020118220067



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXIII DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2019



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan di mana pompa darah oleh jantung yang tidak adekuat untuk mencapai kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan curah jantung ini disebabkan akibat adanya gangguan pada jantung (Wilkinson & Ahern, 2016). Penurunan curah jantung merupakan masalah serius pada gangguan fungsi kardiovaskuler. Hal ini karena penurunan curah jantung secara patofisiologi dapat menimbulkan dampak atau gangguan pada organ-organ vital diluar jantung sebagai akibat defisit sirkulasi. Misalnya sirkulasi otak, paru, ginjal, hati, limpha dan jantung itu sendiri. Kematian klien dapat terjadi karena kerusakan sel otak, edema paru, gagal ginjal, dan gangguan fungsi hepar. Untuk mengatasi masalah penurunan curah jantung, penatalaksanaan dan managemen asuhan keperawatan harus dilakukan berlandaskan pendekatan pada fisiologis curah jantung. Rencana keperawatan masalah ini seyogyanya dirumuskan berdasarkan patofisologi curah jantung secara holistic, yang direpresentasikan melalui hasil akhir keperawatan (Nursing Outcome). Wilkinson dan Ahern (2016) menyebutkan ada lima Nursing Outcome Clasification (NOC) penurunan curah jantung yaitu: 1) peningkatan keefektifan pompa jantung. 2) status sirkulasi. 3) perfusi jaringan: organ-organ abdomen. 4) perfusi jaringan: peripher. 5) status tanda-tanda vital normal. Dari urutan NOC diatas, keefektifan pompa jantung merupakan NOC prioritas pertama dengan indikatornya meliputi: Tekanan darah (sistol dan diastol normal), denyut jantung, Cardiac index, Fraksi ejeksi, toleransi terhadap aktivitas, kekuatan nadi perifer, warna kulit, output urine, status kognitif, tidak didapatkan disritmia, tidak ada suara jantung abnormal, tidak ada angina, dan tidak ada edema pulmoner (Ackley, 2017). Jantung mempunyai fungsi utama yaitu untuk memompakan darah. Hal ini dapat dilakukan dengan baik apabila kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik, sistem katupnya sendiri serta irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu di atas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan memompa (Huddak & Gallo, 2010).



Apabila jantung tidak dapat mencukupi jumlah darah yang dibutuhkan, maka mekanisme kompensasi akan bekerja, sehingga jantung akan tetap dapat mencukupi kebutuhan jaringan. Namun, apabila jantung harus melakukan pekerjaan pada keadaankeadaan yang lebih sulit, mekanisme kompensasi ini tidak cukup untuk menanggulanginya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya gagal jantung (Naga, 2012). Gagal jantung adalah sindrom klinis kompleks yang ditandai oleh berkurangnya kemampuan jantung untuk memompa darah sehingga output yang dihasilkan jantung tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Savarese & Lund, 2017). Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat (PERKI, 2015). Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi gagal jantung sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang (Kemenkes RI, 2014). Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada usia 65- 74 tahun. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 510% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat (Kasron, 2012). Hasil penelitian lainnya oleh Kumalasari (2013) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dari 48 pasien GJK yang dirawat di HCU dan ICU, tingkat kematian mencapai 92% dan hanya 8% yang pulang dari rumah sakit dengan kondisi lebih sehat. Pada penderita gagal jantung kongestif perlu penanganan konservatif yang meliputi usaha-usaha untuk meningkatkan curah jantung, mencegah kegagalan jantung lebih lanjut. Dampak penyakit jantung pada pasien dapat terjadi komplikasi serius seperti syok kardiogenik, episode trombo emboli, efusi pericardium dan tamponade pericardium, serta merupakan ancaman kesehatan yang dapat menimbulkan kematian. Berdasarkan data diatas maka kelompok tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan penurunan curah jantung pada pasien dengan diagnose medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. Kelompok kami melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif yang didasarkan pada pengkajian holistik untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara holistik demi tercapainya taraf kesehatan yang optimal.



B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) 2. Tujuan Khusus a) Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. c) Mampu merencanakan intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. d) Mampu melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan pada klien dengan diagnosa diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. e) Mampu mengevaluasi atas intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. f) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang. g) Mampu menemukan kesesuaian atau perbedaan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang.



C. Manfaat Penulisan laporan ini akan bermanfaat bagi: 1. Bagi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Hasil studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) secara lebih maksimal. 2. Bagi mahasiswa. Hasil studi kasus ini dapat menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa berikutnya yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan klien dengan diagnosa diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) 3. Bagi profesi kesehatan. Hasil studi kasus ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Elang 1 Putra RSUP dr. Kariadi, Semarang.



BAB II TINJAUAN TEORI A. DEFINISI Curah jantung adalah jumlah darah yang dapat dipompa oleh ventrikel tiap menitnya. Terdapat 2 faktor penting yang berpengaruh terhadap curah jantung, yaitu faktor jantung yang terdiri dari denyut jantung (heart rate) dan isi sekuncup (stroke volume), sehingga curah jantung dapat dirumuskan dengan = SV x HR. Hal ini berarti Stroke volume berbanding lurus dengan curah jantung (Ronny, Setiawan & Fatimah, 2008). Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana pompa darah oleh jantung yang tidak adekuat untuk mencapai kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan curah jantung disebabkan akibat adanya gangguan pada jantung (Wilkinson & Ahern, 2011). Herdman (2018) juga menjelaskan bahwa penurunan curah jantung merupakan ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. B. BATASAN KARATERISTIK Menurut Herdman, TH & Kamitsuru, S (2018), batasan karateristik dari penurunan curah jantung yaitu : 1. Perubahan frekuensi atau irama jantung a. Aritmia b. Bradikardia c. Perubahan EKG d. Palpitasi e. Takikardi 2. Perubahan preload a. Penurunan tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) b. Penurunan tekanan baji arteri paru (pulmonary artery wedge pressure, PAWP) c. Edema d. Keletihan e. Peningkatan CVP



f. Peningkatan PAWP g. Distensi vena jugular h. Murmur i. Peningkatan berat badan 3. Perubahan afterload a. Kulit lembap b. Penurunan nadi perifer c. Penurunan resistansi vaskuler paru (pulmonary vascular resistance, PVR) d. Penurunan resistensi vaskuler sistemik (systemic vascular resistance, SVR) e. Dipsnea f. Peningkatan PVR g. Peningkatan SVR h. Oliguria i. Pengisian kapiler memanjang j. Perubahan warna kulit k. Variasi pada pembacaan tekanan darah 4. Perubahan kontraktilitas a. Batuk b. Crackle c. Penurunan indeks jantung d. Penurunan fraksi ejeksi e. Penurunan left ventricular stroke work index (LVSWI) f. Penurunan stroke volume index (SVI) g. Orthopnea h. Dipsnea paroksimal nocturnal i. Bunyi S3 j. Bunyi S4 5. Perilaku/emosi a. Ansietas b. Gelisah



C. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Menurut Satoto, H.H (2014) faktor yang berhubungan terkait penurunan curah jantung meliputi : 1. Perubahan frekuensi atau irama jantung Gangguam irama jantung (aritmia) ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650x/menit sehingga atrium menghantarkan impuls terus menerus ke nodus AV. Atrial fibrilasi terjadi karena meningkatnya kecepatan dan tidak terorganisirnya sinyal-sinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi yang sangat cepat dan tidak teratur (fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke ventrikel. Hal ini ditandai dengan heart rate yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam EKG tidak dapat dilihat. Perubahan irama jantung juga dapat disebabkan karena infark miokardium yang timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium, sehingga bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi berupa rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung dapat mengganggu konduksi jantung yang menunjukkan adanya blok atau hambatan sehingga tertundanya penghantaran impuls jantung yang abnormal dari SA Node, melalui bundle branch kiri atau kanan ke sistem purkinje kemudian ke ventrikel. Blok dapat terjadi di beberapa titik di sepanjang jalur sistem konduksi. Perkembangan heart block ini dihubungkan dengan lambatnya frekuensi ventrikel, penurunan curah jantung dan meningkatkan peluang terjadinya disritmia ventrikel lethal/ventrikuler standstill (henti ventrikel). 2. Perubahan volume sekuncup Volume sekuncup adalah jumlah darah yang disemburkan setiap denyut. Curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Tiga variabel yang mempengaruhi volume sekuncup yaitu preload, afterload, dan kontraktilitas jantung (EF= SV/EDV). - Preload : setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi



jantung berbanding lurus dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung



- Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada



tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung serta kadar kalsium - Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk



memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole (Harbani dan Anwar, 2007). Apabila individu melakukan aktivitas yang tidak teratur akan mengakibatkan peningkatan volume sekuncup, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan curah jantung. Peningkatan volume sekuncup tersebut terjadi karena ventrikel mengalami penurunan preload (EDV yang kurang untuk dipompakan). Untuk menurunkan curah jantung tersebut maka jantung mengalami penurunan heart rate sebagai kompensasinya. 3. Perubahan preload Preload merupakan akhir volume diastolic, saat ventrikel terisi darah maka ventrikel meregang. Semakin besar regangan pada ventrikel, semakin besar pula kontraksi dan semakin besar volume sekuncup. Apabila preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Kegagalan ventrikel dapat



menyebabkan



kemacetan



dari



kapiler



sistemik



yang



cenderung



mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung dan menghasikan akumulasi cairan dalam tubuh berlebihan. Hal ini sesuai dengan prinsip Frank Starling “curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka akan terjadi suatu fase yang akan menimbulkan efek negatif, yaitu curah jantung justru akan menurun”. 4. Perubahan afterload Afterload adalah beban jantung untuk berkontraksi memompa darah. Komponen utama afterload adalah resistensi aliran darah yang diciptakan oleh sirkulasi sistemik, dengan otot arteri dan arteriol yang berperan utama memberikan resistensi vascular. RV (right ventrikel) merupakan ruang jantung berdinding tipis, berfungsi pada tekanan dan kebutuhan oksigen yang rendah. Karena RV merupakan pompa darah dengan tekanan rendah, maka kontraktilitasnya sangat tergantung



pada tekanan diastolik. Ketika kontraktilitas dan fungsi diastolik terganggu akibat infark RV, maka curah RV akan menurun secara dramatik, tekanan diastolik RV meningkat secara substansial dan tekanan sistolik turun. Kenaikan tekanan diastolik RV diikuti oleh kenaikan tekanan atrium kanan dan kongesti vena sistemik. Jika disfungsi RV juga diikuti oleh disfungsi LV, maka terjadi peningkatan beban akhir (afterload) RV yang akan memperburuk kondisi RV (Rampengan & Antono, 2007). Dengan adanya peningkatan afterload dapat menyebabkan menurunnya curah jantung dan isi sekuncup. Akibatnya terjadi refleks peningkatan resistensi vaskular sistemik antara lain dengan peningkatan simpatis dan katekolamin yang bersirkulasi. Hal ini kemudian akan memperkecil curah jantung. Sebaliknya, berkurangnya afterload akan meningkatkan curah jantung. 5. Perubahan kontraktilitas Curah jantung dapat meningkat atau menurun akibat gaya-gaya yang bekerja secara intrinsik di jantung. Kontrol intrinsik curah jantung ditentukan oleh panjang serat serat otot jantung. Apabila serat-serat otot jantung diregangkan sampai batas tertentu, maka kontraktilitas atau kemampuan jantung untuk memompa akan meningkat. Peningkatan kontraktilitas akan meningkatkan kekuatan setiap denyut sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan curah jantung. Penurunan peregangan serat-serat otot menyebabkan kontraktilitas dan kekuatan setiap denyutan berkurang. Berkurangnya volume sekuncup menyebabkan penurunan curah jantung.



D. PATOFISIOLOGI (Udjianti , 2010)



E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Menurut Mutaqqin (2009) pengkajian pada klien dengan gangguan kardiovaskular meliputi : a. Pengkajian CHF adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dan tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung, gangguan endokardial, perikardial, vulvuar atau miokardial. Kelainan miokardium dapat bersifat sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel), diastolik (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian ventrikel) atau kombinasi keduannya. b. Keluhan utama Kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas c. Riwayat Penyakit Saat Ini - P : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivas ringan sampai berat, sesuai



derajat gangguan pada jantung (liat klasifikasi gagal jantung) - Q : Seperti apa keluhan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambar



klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak nafas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan) - R : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau mempengaruhi keseluruhan sistem otot



rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan - S : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya



kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi dialami organ - T : keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya



(durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun beraktivitas d. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemi miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan yang biasa diminum meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. e. Riwayat keluarga



Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya. f. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup Menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok. Disamping itu data biografi juga perlu diketahui yaitu dengan menanyakan nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut. g. Pengkajian Psikososial Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut meninggal, perasaan ajal sudah dekat, marah terhadap penyakitnya, cemas tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan menolak, menyangkal, semas, kurang kontak mata, gelisah, dan marah. Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. h. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien biasanya baik atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat. 2) B1 (Breathing)  Kongesti Vaskular Pulmonal Gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut  Dispnea Dispnea dikateristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup. Terkadang klien mengeluhkan adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan



 Ortopnea Ortopnea adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus memastikan apakah ortopnea benar disebabkan berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah peninggian kelapa saat tidur adalah kebiasaan dari klien  Dispnea Nokturnal Paroksismal DNP adalah keluhan yang dirakan klien ketika terbangun ditengah malam karena mengalami nafas pendek yang hebat. DNP disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan kedalam intravaskular sebagai akibat posisi terlentang. Pada siang hari, saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatik vena meningkat khususnya bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume cairan, dan peningkatan tonus sismpatetik. Adanya peningkatan tekanan hidrostatik ini sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun dengan posisi terlentang tekanan pada kapilerkapiler dependen menurun dan cairan diserap kembali kedalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan jumlah tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar vaskular pulmonal yang telah mengalami kongesti.  Batuk Batuk iritatifadalah salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif namun biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.  Edema Pulmonal Edema pulmo terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular. Pada tekanan ini terjadi transduksi cairan ke dalam alveoli, namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersediannya area untuk transpor oksigen dan karbondioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.



3) B2 (Blood)  Inspeksi : tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ekstermitas



 Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasannya ditemukan  Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan pada klien dengan gagal jantung yang diakibatkan kelainan katup  Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)  Selain itu pada pemeriksaan B2 ditemukan pula :  Disritmia : Respon awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung  Distensi Vena Jugularis : Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri akan terjadi dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis.  Kulit dingin : Kegagalan arus darah ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tandatanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ, karena darah dialihkan dari organ nonvital ke organ vital contohnya jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya. Maka manifestasi paling awal yaitu berkurangnya perfusi oragn-organ misalnya kulit dan otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat, sehingga terjadi sianosis.  Perubahan nadi : Denyut jantung yang cepat atau takikardi mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf simpatik. Sedangkan penurunan nadi disebabkan karena adanya penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi



4) B3 (Brain) Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat



5) B4 (Bladder) Pengukuran volume output urin selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menunjukkan adanya resistensi cairan yang parah. 6) B5 (Bowel)  Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen atau asites. Penumpukan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernafasan  Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena di dalam rongga abdomen 7) B6 (Bone)  Edema merupakan sebagai tanda adanya gagal ventrikel kanan. Bila edema tampak dan berhubungan dengan kegagalan ventrikel kanan, maka jika klien berdiri edema akan ditemukan pada pergelangan kaki dan terus berlanjut ke bagian atas tungkai. Bila klien dalam posisi berbaring di tempat tidur bagian tubuh yang mengalami edema adalah sakrum  Mudah lelah dikarenakan curah jantung yang berkurang sehingga menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan serta dapat menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Dapat juga terjadi karena meningkatnta energi yang digunakan untuk bernafas. Perfusi yang kurang pada otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Brunner & Suddrath (2013), pemeriksaan penunjang meliputi : 1. EKG Menunjukan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/ sumber gangguan irama jantung dan efek ketidakseimbangan elektrolit.



2. Monitor Holter



Gambaran EKG 24 jam mungkin diperlukan untuk menentukan dimana gangguan irama jantung timbul.Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/ efek obat antidisritmia 3. Rontgen dada Dapat menunjukan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel/ katup 4. Scan pencitraan miokard Dapat menunjukan area iskemik/ kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa 5. Elektrolit Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium dapat menyebabkan gangguan irama jantung 6. Enzim jantung Meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH). G. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas, perubahan irama jantung/frekuensi, perubahan preload/afterload 2. Nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium, perubahan metabolisme, peningkatan produksi asam laktat 3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru akibat perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial 4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan cairan sistematis, perembesan cairan interstitial di sistemik akibat penurunan curah jantung 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen ke jaringan



H. INTERVENSI KEPERAWATAN



Menurut Bulechek, M.G dkk (2013) intervensi keperawatan yang bisa dilakukan meliputi : 1. Manajemen jalan nafas - Lakukan fisioterapi dada - Buang sekret dengan memotivasi klien untuk batuk atau menggunakan suction - Instruksikan untuk batuk efektif - Auskultasi suara nafas - Posisikan 450 untuk mengurangi sesak nafas



2. Manajemen Jantung : Rehabilitatif - Monitor tanda-tanda vital klien - Monitor EKG - Monitor hasil pemeriksaan radiologi foto X Thoraks - Lakukan penilaian komperhensif pada sirkulasi perifer (edema, CRT, warna dan



suhu ekstermitas) 3. Manjemen Elektrolit - Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal - Pertahankan kepatenan akses IV - Konsultasikan dengan dokter terkait pemberian elektrolit dengan sedikit obat-obatan



(Misalnya spironolactone) - Ambil spesimen sesuai order (misalnya ABG, urin, dan level serum) - Kolaborasi dengan gizi mengenai diet yang sesuai (misalnya kaya pottasium, rendah



sodium) 4. Monitor Cairan - Monitor hasil elektrolit - Batasi cairan klien - Monitor cairan yang masuk - Monitor cairan yang keluar - Monitor balance cairan setiap hari



I. DIAGNOSA MEDIS YANG MENYERTAI



1. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner (Sutoto, 2014). Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal inilah yang menyebabkan nyeri dada. Apabila pembuluh darah tersumbat sama sekali, pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang disebut dengan serangan jantung. Adanya ketidakseimbangan antara ketersedian oksigen dan kebutuhan jantung memicu timbulnya PJK (Haasenritter et al., 2012). Menurut Riset Kesehatan Dasar (2013), secara klinis PJK ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki, kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Pemeriksaan Angiografi dan Elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk memastikan terjadinya PJK. Hasil pemeriksaan EKG yang menunjukkan terjadinya iskemik merupakan salah satu tanda terjadinya PJK secara klinis (Haslindah, 2015). Penanganan pada fase akut bertujuan menurunkan angka mortalitas. American Heart Association (AHA) merekomendasikan beberapa strategi manajemen nyeri, yaitu pemberian morfin sulfat dan oksigen (Ignatavicius & Workman, 2013). Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015). Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012). Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner peningkatan kebutuhan oksigen miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih pada pangkal atau cabang utama arteri koroner.



Penyempitan < 50% kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada beratnya arterosklerosis dan luasnya gangguan jantung (Saparina, 2010). 2. Penyakit Jantung Bawaan Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktur jantung yang dialami sejak bayi dilahirkan. Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan. Peyakit jantung bawaan yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan sebutan ventricular septal defect (VSD) dan kelainan pada septum serambi jantung atau lebih dikenal dengan nama Atrial Septal Defect (ASD) (WHO, 2016). a) Ventricular septal defect (VSD) Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada septum di antara rongga ventrikal akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel. Defek ini merupakan defek yang paling sering dijumpai, meliputi 20-30% pada penyakit jantung bawaan. Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek septum ventrikel perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek subarterial. Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan anak masih dapat tumbuh kembang secara normal, sedangkan pada defek baik sedang maupun besar pasien dapat mengalami gejala sesak napas pada waktu minum, memerlukan waktu lama untuk menghabiskan makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan bahkan dapat terjadi gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-2 yang menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan menutup selama tahun pertama kehidupan. Operasi dengan metode transkateter dapat dilakukan pada anak dengan risiko rendah (low risk) setelah berusia 15 tahun (Bherman, Kliegmen & Arvin, 2012). b) Atrial Septal Defect (ASD) Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1. Berdasarkan letak lubang defek



ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek septum atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus venosus, bila lubang terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus koronarius (Bherman, Kliegmen & Arvin, 2012). Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak kecil, kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena mudah terkena infeksi paru. Bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak napas. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal. Selain itu terdapat juga pemeriksaan penunjuang seperti elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung, foto rontgen jantung, MRI, kateterisasi jantung, angiografi koroner, serta ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka dengan angka mortalitas kurang dari 1% (Bherman, Kliegmen & Arvin, 2012). 3. Congestive Herat Failure (CHF) Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient (Brunner & Suddarth, 2013). Gagal jantung kongestif juga diartikan sebagai keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Price & Wilson, 2007). Kondisi GJK berarti jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh akibat dari gangguan struktural atau fungsional jantung yang dimulai dari gangguan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) sampai kontraktilitas miokard (disfungsi sistolik). Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan GJK adalah dyspnea, takikardi, kelelahan, intoleransi aktifitas, retensi cairan, penurunan kadar oksigen darah arteri, edema paru, edema perifer, ketidaknyamanan, dan gangguan pola tidur (Yancy et al., 2013).



4. Sindrom Koroner Akut (SKA)



Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak aterosklerosis yang memiliki gambaran berupa angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris/UAP), infark miokardium akut (IMA) baik dengan peningkatan segmen ST (ST segmen elevation myocardial infarction/ STEMI) maupun tanpa peningkatan segmen ST (non ST segmen elevation myocardial infarction/NSTEMI) (Juzar, 2012): a) STEMI Infark miokard ini merupakan gambaran cedera miokard transmural akibat oklusi total arteri koroner oleh thrombus. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) (Juzar, 2012): 1) Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan precordial 2) Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir 3) Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan 4) Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat 5) Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. b) NSTIMI Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah sama dengan angina pektoris tak stabil dan penatalaksanaan juga adalah sama. Akan tetapi NSTEMI ditegakkan dengan adanya nekrosis miokard dan adanya peningkatan biomaker jantung. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI) : 1) Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar. 2) Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. 3) Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat 4) Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik



5) Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. c) UAP UAP merupakan kondisi dimana simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien). Yang termasuk dalam angina tak stabil adalah (Trisnohadi, 2009): 1) Bila pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina adalah cukup berat dan frekuensi lebih dari 3 kali per hari 2) Bila pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, tapi serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat nyerinya tetapi faktor presipitasi makin ringan. 3) Pasien dengan serangan angina masa istirahat. Gambaran Klinis Angina Tak Stabil (Trisnohadi, 2009) : 1) Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa 2) Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal 3) Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadangkadang disertai keringat dingin.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



I.



PENGKAJIAN Tanggal Masuk RS



: 18 April 2019, Jam 08.15 WIB



Tanggal Masuk Bangsal : 19 April 2019, Jam 09.40 WIB Tanggal Pengkajian



: 19 April 2019, Jam 11.00 WIB



II. DATA DEMOGRAFI 1. Biodata Pasien a. Nama



: Tn. T



b. Usia



: 63 Tahun 9 bulan



c. Jenis Kelamin



: Laki-laki



d. Agama



: Islam



e. No. Rekam Medik



: B377xxx



f. Diagnosa Medis



: Congestive Heart Failure ( NYHA III e.c DCM)



g. Pendidikan



: SMA



h. Pekerjaan



: Wiraswasta



i. Alamat Rumah



: Temanggung



2. Penanggung Jawab a. Nama



: Ny. U



b. Hubungan dg Klien



: Istri



c. Usia



: 59 Tahun



d. Pendidikan



: SMA



e. Agama



: Islam



f. Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



g. Alamat



: Temanggung



III. KELUHAN UTAMA Klien mengeluh lemas



IV. RIWAYAT KESEHATAN 1. Riwayat Penyakit Sekarang Klien mengatakan sudah 5 tahun menderita penyakit jantung dan rutin



melakukan kontrol di RSUD Ambarawa setiap 1 bulan sekali. Klien mengatakan bahwa dirinya perokok berat selama 10 tahun terakhir, setiap harinya klien mampu menghabiskan 2-3 bungkus rokok. Istri klien mengatakan bahwa saat ini klien belum sepenuhnya berhenti merokok, dalam sehari klien masih menghabiskan 1-2 bungkus rokok. Klien mengeluh sesak napas sejak 1 bulan yang lalu, sesak bertambah ketika klien melakukan aktivitas ringan. Klien juga mengatakan bahwa kaki dan perutnya membengkak sejak 1 bulan yang lalu dan keluarga klien menambahkan bahwa klien tidak meminum obat dengan teratur sehingga sakit jantungnya kambuh. Setelah dirawat seminggu di rumah sakit Ambarawa, kondisi klien tidak berubah sehingga dirujuk di RSUP dr.Kariadi tanggal 18 April 2019. Klien masuk di IGD dan dilakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TD : 140/90, HR : 67 x/menit, RR : 25x/menit, suhu: 36,5 oC. Setelah itu diberikan intervensi berupa pemasangan infus NaCl 0,9% dengan kecepatan 8 tpm, pemberian terapi oksigen nasal kanul 3 liter, dan pemberian furosemide 0,5mg/jam melalui syringe pump. Setelah kondisi klien stabil, pada tanggal 19 April 2019 klien dipindahkan ke Ruang Elang 1 Putra. Saat dilakukan pengkajian pada pukul 11.00 WIB klien mengeluh lemas, perut dan kedua kaki bengkak, merasa sesak nafas setelah beraktivitas ringan. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD : 140/90, HR : 64 x/menit, RR : 22x/menit, suhu: 36,5 oC, klien tidak mengeluh nyeri.



2. Riwayat Penyakit Dahulu Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah mengalami stroke ringan 6 tahun yang lalu yang menandai adanya penyumbatan di otak, klien memiliki riwayat perokok sampai sekarang, setelah terkena stroke klien sempat tidak mampu berjalan dan amnesia selama kurang lebih 6 bulan. Setelah terserang stroke, klien didiagnosa Congestive Heart Failure dan sering bolak – balik RSUD Ambarawa untuk berobat. Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering mengalami kaki dan perutnya membengkak. 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga klien mengatakan bahwa di dalam keluarga mereka tidak ada yang mengidap penyakit degeneratif dan menular seperti hipertensi, diabetes melitus, jantung dan TBC.



4. Genogram



V.



RIWAYAT PSIKOSOSIAL 1.



Status Psikologis



: Klien tidak mau ditunggui selain oleh istrinya.



2.



Status Mental



: Tidak terdapat masalah perilaku klien, klien dalam keadaan normal.



3.



Status Sosial



: Hubungan klien dengan anggota keluarganya baik. Klien selalu ditemani isterinya sedangkan anaknya sedang bekerja.



4.



Pengkajian HARS (Hamilton Rating Scale For Anxiety) NO 1



2



3



PERNYATAAN Perasaan Ansietas Cemas Firasat Buruk Takut Akan Pikiran Sendiri Mudah Tersinggung Ketegangan Merasa Tegang Lesu Tak Bisa Istirahat Tenang Mudah Terkejut Mudah Menangis Gemetar Gelisah Ketakutan



0



1



2















3



4



NO



4



5



6



7



8



9



10



11



PERNYATAAN Pada Gelap Pada Orang Asing Ditinggal Sendiri Pada Binatang Besar Pada Keramaian Lalu Lintas Pada Kerumunan Orang Banyak Gangguan Tidur Sukar Masuk Tidur Terbangun Malam Hari Tidak Nyenyak Bangun dengan Lesu Banyak Mimpi-Mimpi Mimpi Buruk Mimpi Menakutkan Gangguan Kecerdasan Sukar Konsentrasi Daya Ingat Buruk Perasaan Depresi Hilangnya Minat Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi Sedih Bangun Dini Hari Perasaan Berubah ubah Sepanjang Hari Gejala Somatik (Otot) Sakit dan Nyeri di Otot-Otot Kaku Kedutan Otot Gigi Gemerutuk Suara Tidak Stabil Gejala Somatik (Sensorik) Tinitus Penglihatan Kabur Muka Merah atau Pucat Merasa Lemah Perasaan ditusuk Tusuk Gejala Kardiovaskuler Takhikardia Berdebar Nyeri di Dada Denyut Nadi Mengeras Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan Detak Jantung Menghilang (Berhenti Sekejap) Gejala Respiratori Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada Perasaan Tercekik Sering Menarik Napas Napas Pendek/Sesak Gejala Gastrointestinal Sulit Menelan Perut Melilit



0



1



2



3



































4



NO



12



13



14



PERNYATAAN Gangguan Pencernaan Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan Perasaan Terbakar di Perut Rasa Penuh atau Kembung Mual Muntah Buang Air Besar Lembek Kehilangan Berat Badan Sukar Buang Air Besar (Konstipasi) Gejala Urogenital Sering Buang Air Kecil Tidak Dapat Menahan Air Seni Amenorrhoe Menorrhagia Menjadi Dingin (Frigid) Ejakulasi Praecocks Ereksi Hilang Impotensi Gejala Otonom Mulut Kering Muka Merah Mudah Berkeringat Pusing, Sakit Kepala Bulu-Bulu Berdiri Tingkah Laku Pada Wawancara Gelisah Tidak Tenang Jari Gemetar Kerut Kening Muka Tegang Tonus Otot Meningkat Napas Pendek dan Cepat Muka Merah SKOR TOTAL



0



1



2



3



4















18



Total Skor : < 14



= tidak ada kecemasan



21 – 27 = kecemasan sedang



14 – 20 = kecemasan ringan 28 – 41 = kecemasan berat



42 – 56 = kecemasan berat sekali Kesimpulan : skore 18 kecemasan ringan



VI. RIWAYAT SPIRITUAL Keluarga klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien tidak mampu menunaikan kewajibannya sebagai muslim yaitu menjalankan sholat 5 waktu. namun, klien tetap berdoa kepada Allah SWT untuk segera diberikan kesehatan dan kesembuhan seperti sebelumnya dan dapat kembali menjalankan rutinitas seperti biasanya.



VII. PEMERIKSAAN FISIK 1.



Keadaan Umum



: Klien tampak lemas, kaki dan perut bengkak.



2.



Kesadaran



: Composmentis, E4M6V4 (GCS = 14)



3.



Tanda-tanda Vital



4.



a.



Tekanan darah



:



140/90



mmHg



b.



Frek.Nadi



:



64



x/menit



c.



Frek.Pernapasan



:



22



x/menit



d.



Temperature



:



36,5



o



e.



SpO2



:



97



%



C



Kepala Inspeksi : Bentuk kepala mesocephal, warna rambut merata berwarna putih, kulit kepala tidak terdapat ketombe, dan kepala tidak ada luka serta pembengkakan, rambut klien kering dan mudah patah serta rontok. Palpasi : tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan pada kepala klien.



5. Telinga Inspeksi : Tidak ada luka dan perdarahan pada telinga, warna kulit merata, daun telinga simestris kanan kiri, tidak ada gangguan pendengaran, dan tidak ada pembengkakan. Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan pada telinga klien 6.



Mata Inspeksi : Bola mata simestris antara mata kanan dan kiri, ada kotoran pada mata, mata telihat sayu, adanya gerakan bola mata, pupil mengecil saat diberikan rangsang cahaya, adanya reflek berkedip, adanya kantung mata, pupil isokor, tidak ada lesi dan perdarahan, konjungtiva anemis. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran dan nyeri tekan pada mata



7.



Mulut dan Gigi Inspeksi : Bau pada mulut, mukosa bibir kering, gigi berwarna putih kekuningan dan adanya plak pada gigi,klien dapat mengunyah dan menelan dengan baik, tidak terdapat gigi yang tanggal, tidak ada nyeri saat menelan, tidak ada batuk, tidak ada pembengkakan tonsil Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada mulut dan sekitar mulut



8.



Hidung Inspeksi : Klien terpasang oksigen 3 liter, lubang hidung klien nampak bersih,



warna hidung merata, tidak ada perdarahan, tidak ada cuping hidung. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan ataupun pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, serta warna kulit rata 9.



Leher Inspeksi : Tidak terdapat luka, warna kulit merata, tidak ada pembengkakan, leher dapat digunakan untuk menggelengkan dan menganggukan kepala Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan ataupun pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, serta warna kulit rata, JVP 5 + 3 cmH2O



10. Dada Inspeksi : Tidak terdapat vulnus excoriasi (luka lecet), tidak ada jejas, tidak ada perbedaan warna sekitar, tidak ada retraksi dinding dada. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan lepas, tidak ada benjolan disekitar dada klien a.



Paru-paru Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas, tidak terdapat retraksi dinding dada, kembang kempis paru sesuai. Palpasi : Taktil fremitus kanan lebih redup dari kiri Perkusi : Terdengar bunyi pekak di lapang paru kanan dan sonor di kiri Auskultasi : Terdengar bunyi vesikular di semua lapang paru. adanya suara tambahan ronchi basah halus.



b.



Jantung Inspeksi : terlihat ictus cordis pada Intercosta V Midclavikula sinistra bergeser ke kiri 5 cm Palpasi : Teraba pembesaran jantung Perkusi : Terdengar bunyi pekak, batas jantung mengalami pembesaran. Atas Kanan



: Intercosta II Parastemalis Dekstra



Bawah Kanan : Intercosta III Parastrernalis Dekstra Atas Kiri



: Intercosta I Parasternalis Sinistra



Bawah Kiri



: Intercosta V Midclavicula Sinistra bergeser ke kiri 5 cm



Auskultasi : Bunyi jantung SI = SII (Loop Doop), reguler, tidak terdapat bunyi tambahan 11. Abdomen Inspeksi : Sebaran warna kulit klien merata, terlihat pembesaran volume perut



(asites), tidak terdapat luka, jejas, benjolan pada daerah abdomen. Auskultasi : Bunyi bising usus 10x/menit Palpasi : Klien tidak mengalami nyeri, tidak teraba hepar, lien dan ginjal, tidak ditemukan pembesaran organ. Perkusi : Terdengar bunyi timpani dikuadran kanan atas dan pekak saat dilakukan perkusi di kuadran kiri dan kanan bawah (shifting dullness) 12. Punggung Inspeksi : Sebaran warna kulit klien merata, kulit klien kotor, tidak ada fraktur, tidak ada jejas/ luka di area kulit, pergerakan punggung kanan dan kiri sama ketika bernafas, dan tidak ada luka dekubitus Palpasi : Tidak terdapat nyeri tulang punggung belakang bawah. Taktil fremitus di punggung normal. 13. Genitalia Inspeksi : tidak ada pembengkakan pada genitalia klien, tidak terdapat benjolan, persebaran kulit merata Palpasi : Tidak terdapat benjolan atau pembesaran. 14. Ekstremitas a.



Atas Inspeksi : Jari-jari lengkap dan normal, kuku bersih, klien terpasang infus NaCl 0,9% pada tangan kanan sejak tanggal 19 April 2019 threeway, terpasang syring pum pada selang bagian kanan, klien mampu untuk menggerakkan tangannya. Palpasi : CRT > 2 detik. Tidak ada nyeri tekan. Ketika diberikan dorongan klien mampu memberikan tahanan pada tangan kanan dan kiri meski tidak begitu kuat. Klien mampu merasakan sentuhan tajam dan tumpul pada tangan kanan dan kiri klien. Kekuatan otot : Dekstra Sinistra 4444



4444



Klien nampak lemas klien hanya bisa tidur ditempat tidur. Klien mengalami bed rest.



b.



Bawah Inspeksi : Sebaran kulit merata, tidak ada luka, Klien mengalami keterbatasan



rentang gerak. Mengalami kesulitan berjalan karena kakinya bengkak ( edeme) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, CRT > 2 detik, terdapat edema dengan pitting edema derajat II Kekuatan otot : Dekstra Sinistra 3333



3333



Keterangan : 1= tidak ada pergerakan otot 2 = Pergerakan otot yang dapat terlihat, namun tidak ada pergerakan sendi 3= Pergerakan melawan gravitasi, namun tidak melawan tahanan 4= Pergerakan melawan tahanan, namun kurang dari normal 5= (Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh).



VIII. PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan Saat pengkajian: Index Makan, Minum



0



Mandi







Perawatan diri (grooming)



√ √ √



BAB (bladder)



Transfer



2







Berpakaian (dressing)



BAK (bowel)



1











3



Keterangan 0 : Tidak mampu 1 : Dibantu 2 : Mandiri 0 : Tergantung orang lain 1 : Mandiri 0 : Tergantung orang lain 1 : Mandiri 0 : Tidak mampu 1 : Dibantu 2 : Mandiri 0 : Inkontinensia (tidak teratur/ perlu enema) 1 : Kadang inkontinensia (sekali seminggu) 2 : Kontinensia (teratur) 0 : Inkontinensia (pakai kateter/terkontrol) 1 : Kadang inkontinensia (maks 1 x 24 jam) 2 : Kontinensia (teratur) 0 : Tidak mampu 1 : Butuh bantuan alat dan 2 orang 2 : Butuh bantuan kecil 3 : Mandiri



Index



0



Keterangan 0 : Imobile √ 1 : Menggunakan kursi roda 2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang 3 : Mandiri 0 : Tergantung bantuan orang lain √ 1 : Membutuhkan bantuan tapi beberapa hal dilakukan sendiri 2 : Mandiri 0 : Tidak mampu √ 1 : Membutuhkan bantuan 2 : Mandiri 10 (Ketergantungan sedang)



Mobilitas



Penggunaan toilet



Naik turun tangga



Total Score



1



2



3



Sumber: Dewi, Sofia Rosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta: Deepublish.



Interpretasi hasil Barthel Index : 20



: Mandiri



12–19



: Ketergantungan ringan



9 – 11



: Ketergantungan sedang



5–8



: Ketergantungan berat



0–4



: Ketergantungan total



Keterangan: Tn. T mengatakan bahwa dirinya merasa lemas sehingga aktifitas dan latihan harus dibantu oleh istrinya Skor yang didapatkan dari pengkajian aktifitas dan latihan yaitu 12 dalam kategori ketergantungan sedang.



2. Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit Hygiene Mandi



Ganti baju Rambut Gosok gigi Kulit



Gatal



Sebelum sakit



Saat sakit



Mandi dilakukan 2x sehari dengan menggunakan air hangat. Ganti baju sehari dilakukan 2x sehari setelah mandi Mencuci rambut seminggu 34 sekali Gosok gigi 2x sehari, pagi dan malam sebelum tidur Kulit berwarna kuning langsat, tidak ada lesi, tidak ada ruam dan bersih



Sibin dilakukan 2 kali dalam sehari dengan menggunakan air hangat. Ganti baju sehari dilakukan 2x sehari Mencuci rambut 3 hari sekali selama di rumah sakit Gosok gigi 1x pada saat pagi hari Diaforesis, berwarna cokelat, tidak ada lesi, tidak ada ruam,



Tidak ada ruam gatal di kulit



Tidak ada ruam dan gatal di kulit



3. Kebutuhan Istirahat dan Tidur Parameter



Sebelum sakit



Frekuensi



Saat sakit



± 8 jam dalam sehari (24 jam) Nyenyak, tidak mudah terbangun Tidak mengalami gangguan saat tidur Tidak menggunakan obat tidur



Kualitas Gangguan Obat-obatan



± 7 jam dalam sehari (24 jam) Tidur nyenyak dan tidak mudah terbangun Tidak mengalami gangguan saat tidur Tidak menggunakan obat tidur



4. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Nutrisi



A (Antropometri)



Saat Pengkajian - BB : 70 kg TB : 166 cm - Indeks Massa Tubuh IMT saat sakit = BB/TB (m2) = 70/(1,66) 2 = 25, 5 (Batas normal 20,1 – 25,02)



B (Biokimia)



C (Clinic) D (Diet)



-



Glukosa puasa : 107 mg/Dl Kolesterol total : 87 mg/dL Albumin : 4,0 g/dL Pasien menghabiskan makanan 1 porsi makan Pasien terlihat pucat dan lemas



- Diet pembatasan cairan



Cairan (hitung berdasarkan IWL) Input Infus NaCl 8 tpm/ menit (800 ml) Minum : ± 3 gelas dalam sehari (1.500 ml) Makan : ± habis satu porsi piring setiap makan (600 ml) Injeksi : 50 cc Jumlah : 2.950 ml *BC/24 jam : Input – Output BC = 2. 950 ml – 2. 150 ml = +800



Output BAK : 1000 cc BAB : ± 100 cc IWL : 1. 050 cc / 24 jam Jumlah : 2.150 ml



5. Kebutuhan Oksigenasi Sebelum sakit : Tn. T mengatakan bahwa tidak mempunyai keluhan sesak nafas sebelum sakit Selama sakit :



Tn. T mengatakan bahwa ia merasa sesak nafas namun hilang timbul RR= 22 x/ menit Tidak ada cuping hidung Tidak terdapat retraksi dinding dada CRT > 2 detik



6. Kebutuhan Eliminasi a. BAB Parameter



Sebelum sakit



Frekuensi



1x sehari



Terakhir BAB pada tangal 17/4/19 100 cc ± 100 cc Lembek Cair Tidak ada keluhan BAB sangat sedikit Kuning Kuning cair Bau khas feses Bau khas feses campur obat Tidak ada darah yang Tidak ada darah yang keluar keluar



Jumlah Konsistensi Keluhan Warna Bau Darah



b. BAK Parameter



Sebelum sakit



Frekuensi Jumlah Konsistensi Keluhan Warna Bau



6-8x sehari 1200 cc Cair Tidak ada keluhan Kuning keputihan Bau khas urine



Darah



Tidak ada darah



7. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif Persepsi Sensori



Kognitif



Penglihatan : Baik Pendengaran : Baik Penciuman : Baik Pengecapan : Baik Perabaan : Baik Baik, tidak ada gangguan



8. Kebutuhan Termoregulasi Sebelum sakit:



Saat pengkajian



Saat pengkajian Tidak terpasang DC 1000 cc Cair Tidak ada keluhan Kuning Bau khas urine bercampur obat Tidak ada darah



Tn. T mengatakan bahwa jika ia kepanasan maka mengenakan baju yang berbahan dasar katun atau baju tipis. Namun apabila kedinginan maka ia menggunakan selimut dan baju lengan panjang. Saat sakit: Suhu: 36,5o C Tn. T tidak mengalami kenaikan suhu



9. Kebutuhan Konsep Diri Parameter



Saat Pengkajian



Gambaran diri



Tn. T mengatakan bahwa ia menyukai semua bagian tubuhnya karea ia bersyukur dengan apa yang diberikan Allah.



Citra diri



Tn. T mengatakan bahwa ia selalu mengurus dirinya sendiri dan tidak manja.



Identitas diri



Tn. T mengatakan bahwa ia adalah seorang suami dan bapak bagi istri dan anaknya.



Ideal diri



Tn. S mengatakan ingin cepat sembuh dari sakitnya sekarang dan segera pulang karena sudah bosan berada di Rumah Sakit.



Harga diri



Tn. T jarang berkomunikasi dengan pasien lainnya karena lemas dan hanya bisa berbaring di atas tempat tidur.



10. Kebutuhan Stress Koping Sebelum sakit : Tn. T mengatakan bahwa memanfaatkan waktu luang untuk berkumpul dengan keluarga. Saat sakit : Tn. T mengatakan hanya berbaring di atas tempat tidur Rumah Sakit karena lemas. Namun Tn. T bersyukur karena istrinya tetap setia menemani dan selalu menghiburnya. Ketika bosan Tn. T mengatasinya dengan berkomunikasi dengan



anaknya atau menonton berita lewat handphone.



11. Kebutuhan Seksual-Reproduksi Tn. T telah menikah dan mempunyai 6 anak



12. Kebutuhan Komunikasi-Informasi tentang kesehatan Tn. T mendapatkan kebutuhan informasi melalui dokter Rumah Sakit. Terkadang ia juga aktif mencari informasi melalui media internet mengenai sakit yang dideritanya.



13. Kebutuhan Rekreasi-Spiritual Tn. T mengatakan bahwa pernah merasa sedih dan putus asa karena sakit yang dialaminya, namun ia tetap menjalankan ibadah secara teratur. Ia percaya bahwa Allah akan menyembuhkannya nanti.



14. Kebutuhan Aman Nyaman Sebelum sakit Tn. T mengatakan bahwa ia merasa aman dan nyaman ketika badan sehat dan dapat berkumpul dengan keluarga. Ia juga merasa nyaman karena tidak merasakan nyeri. Saat sakit Tn. T mengatakan bahwa ia merasa aman ketika di RS, namun tidak merasa nyaman. Pasien merasa tidak nyaman karena lemas yang dialaminya sejak beberapa hari yang lalu.



15. Resiko Jatuh



SKOR RESIKO JATUH



Penilaian Resiko Jatuh Riwayat Jatuh Jatuh satu kali : atau lebih Kecelakaan dalam kurun Kerja atau waktu 6 bulan Rekreasional terakhir Diagnosis sekunder Benda disekitar, kursi, dinding, dll Alat Bantu Kruk, tongkat, tripod, dll Terapi intra vena kontinyu /



Tanggal 23/4/ 24/4/ 2019 2019



Score



22/4 2019



25/4/ 2019



25



0



0



0



0



15



15



15



15



15



30



0



0



0



0



15



0



0



0



0



20



20



20



20



20



Heparin / Pengencer Darah Gangguan/ Bedrest/ Kursi 20 Gaya berjalan Roda Lemah 10 Normal 0 Agitasi/ konfusi 15 Status Mental Diemnsia 15 SKOR TOTAL Lingkari golongan skor resiko jatuh setelah penilaian Lingkari bila pasien Bed Rest Total Bed rest total bergantung pada perawat sepenuhnya (Resiko Tinggi/ RT + Bed rest total = Resiko Rendah/ RR) Dokter meminta untuk pencegahan resiko jatuh + nilai skor berapapun = RT



0



0



0



0



10 0 0 0 45 RT



10 0 0 0 45 RT



10 0 0 0 45 RT



10 0 0 0 45 RT



Interpretasi The Morse Fall Scale (MFS) Resiko tinggi : 45 atau lebih Resiko sedang : 25 – 44 Resiko rendah : 0 – 24 Keterangan : klien mengalami resiko jatuh tinggi ( 45 )



IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Elektrokardiogram, tanggal : 18-04-2019 Hasil Pemeriksaan :



Kesimpulan : Jungtion Ritme frekuensi 60 x/menit axis jantung : Left Axis Deviation Left Ventrikel Hipertrofi. Left Atrial Hipertrofi Dilatasi Kardiomiopati



2. Echocardiography Hasil Pemeriksaan : Ejeksi fraksi 11% Kesimpulan : Volume darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh sebesar 11 % menandakan penurunan kemampuan jantung dalam memompa darah.



3. Foto Thorax tanggal 18-04-2019 Hasil : COR : apeks jantung bergeser ke latero caudal Pinggang jantung mendatar disertai elevasi main bronkus kiri Pulmo corakan vaskular tampak meningkat disertai blurring vaskular Tampak bercak lapang bawah paru kanan



Hemi diafragma kanan setinggi kosta 10 posterior Sinus kostofrenikusni kanan suram, kiri lancip



Kesan : Kardiomegali (LV, LA) Gambaran edema pulmo, curiga disertai infiltrat pada lapangan bawah paru kanan Efusi pleura kanan



4. Laboratorium tanggal 18-04-2019 Pemeriksaan



Hasil



Nilai Normal



Interpretasi



FIO2



21 %



pH



7,410



7,37 – 7,45



34,0 mmHg



35 – 45



Low



66 mmHg



83 – 108



Low



7,417



7,38 – 7,45



pCO2 PO2 pH (T) PCO2 (T)



33.3 mmHg



PO2 (T)



63,8 mmHg



HCO3-



21,7 mmol/L



TCO2



22, 8 mmol/L



Beecf



-3,1 mmol/L



BE (B)



-1,5 mmol/L



-2 – 3



92,6 %



95 - 100



SO2c a-aDo2



46,1 mmHg



Asidosis Metabolik Terkompensasi Penuh



22 – 26



Low



Low



5. Laboratorium tanggal 17-04-2019 Pemeriksaan



Hasil



Nilai Normal



Intepretasi



Glukosa darah 80 – 109 : baik



Reduksi Glukosa puasa



107 mg/dL



110 – 125 : sedang  126 : buruk



Reduksi I



GDP terganggu bila 110



Glukosa 2PP



= 180 : buruk



6,6 %



6,0 - 8,0



Cholesterol Total



87 mg/dL



< 200



Trigliserid



81 mg/dL



< 150



HDL Cholesterol



32 mg/dL



40 – 60



LDL direk



55 mg/dL



0 – 100



Albumin



4,0 d/dL



3,4 – 5,0



< 0,10



Negatif : =50 HDL low mengindikasikan peningkatan penyumbatan arteri koroner oleh LDL.



X.



TERAPI MEDIS DAN KEPERAWATAN Jenis Terapi



Dosis



Infus NaCl



12 tpm



Clepidogrel



Atorvastatin



Furosemid



Ranitidine



Rute



Indikasi & Cara Kerja



Intrav Untuk pengganti cairan isotonik plasma, ena kekurangan natrium dan klorida, alkalosis hipoklemik. Cairan ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan cairan tubuh, mengatur kerja dan fungsi otot jantung, mendukung metabolisme tubuh dan merangsang kerja saraf. 75 mg PO Untuk mencegah trombosit (platelet) yang saling /24 jam menempel beresiko membentuk gumpalan darah yang dapat memicu terjadinya trombosis arteri pada kasus serangan jantung, stroke, penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifer. 40 mg PO Untuk menurunkan kadar kolestrol dan /24 jam mencegah penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Obat ini untuk menurunkan resiko infark miokard, stroke, prosedur revaskularisasi, gagal jantung pada penderita jantung koroner. Cara kerja obat ini menghambat langkah dari biosintetis kolestrol dengan cara inhibisi kompetitif enzim HMG-CoA reduktase. 10 mg IV Furosemid merupakan obat diuretik yang /jam direkomendasikan untuk penatalaksanaan gagal ginjal hipertensi, sirosis hatu. Furosemid bekerja pada glomerulusginjal untuk menghambat penyerapan kembali zat natrium oleh sel tubulus ginjal dan meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida dan kalium. 50 mg IV Ranitidine termasuk obat maag yang tergolong /12 jam antihistamin. Obat ini digunakan untuk mengurangi produksi asam labung. Masalah terkait asam lambung yang dapat dirawat inap, gastroesophageal reflux ( GERD), gastritis,



Kontraindikasi



Efek Samping



Hiperhidrasi, hipernatremia, Efek samping penggunaan NaCl hipokalemia, kondisi 0,9% adalah kelebihan kadar asidosis dan hipertensi Natrium dalam darah dan kekurangan Kalium dalam darah.



Gangguan organ hati, gangguan ginjal, tukak lambung, hemofilia dan pasien usia dibawah 16 tahun Pasien yang mengalami hipersensitivitas, penyakit liver aktif, ibu hamil dan menyusui



Efek samping obat ini yaitu lebam, mimisan, nyeri perut, konstipasi, diare, muntah darah, lemas dan BAB berdarah



Alergi dan ibu hamil



Peningkatan kadar asam urat dan gula drah, diaren, mual, muntah, iritasi mulut leukopenia



Lansia, ibu hamil, ibu menyusui, kanker lambung, penyakit ginjal sakit paruoaru dan diabetes



Depresi, ruam kulit, pembengakakan wajah, muntah, menguningnya kuning atau mata dan gangguan pernapasan.



Efek samping obat ini yaitu diare, peningkatan elektrolit kalium, miopati, gagal ginjal akut, peningkatan SGOT dan kekeruhan lensa mata



Jenis Terapi



Dosis



Rute



Candasartan



8 mg PO /24 jam



Spirolacton



100 mg/12 jam



PO



Digoxin



0,25 mg/air



PO



Salbutamol



5 mg/8 PO jam



Aspilet



80 mg/24 jam



PO



II. DIAGNOSA KEPERAWATAN



Indikasi & Cara Kerja



Kontraindikasi



kembun Candsartan adalah obat yang digunakan untuk Hipersensitivitas, gangguan menurunkan tekanan darah yang cocok untuk hati berta, jangan berikan digunakan sewaktu perawatan. bersamaan dengan aiskiren pada pasien dengan diabetes. Obat ini untuk diuretik hemat kalium mengatasi Riwayat hipersensitif tekanan darah tinggi, pembekakan dan gagal terhadap kandungan jantung. spironolactin, hiperkalemia, addison dan mengalami gangguan fungsi gital Digoxin merupakan obat untuk mengatasi Obat ini tidak cocok jika penyakit jantung seperti aritmia dan gagal masuk pada pasien penyakit jantung. Obat in bekerja dengan membuat irama ginjal, jantung kembali normal dan memperkuat jantung miokarditis,perikardiris dan dalam memompa darah ke seluruh tubuh. bradikardi Salbutamol adalah obat yang berfungsi saluran Hipersensitivitas nafas, sehingga diindikasikan untuk asma dan salbutamol, hamil dan penyakit obstruksi kronik. menyusui



Trombo aspilet adalah obat untuk mengatasi trombosis. Obat ini mempunyai kandungan asam asetilsalisilat sebagai komponen aktif didalam obatnya. Asam asetilsalisilat akan bekerja pada tubuh dengan cara menghambat aktivitas enzim siklo-oksigenasi melalui proses asetilasi yang bersifat irreversibel. Sehingga dapat mencegah proses pembentukan tromboksan A2 yang yang mencegah adanya penimbunan platelet dan proses pembekuan darah.



Efek Samping Edema perifer, pusing, kelelahan, diare, mual, sakit punggung, sakit dada, infark miokard, albuminuria, batuk, farimgitis dan ruam Mengantuk, pusing, lesu, kram kaki, gangguan pencernakan, ruam kulit, pruritis.



Ganguan mental, pusing, sakit kepala, diare, rumah kulit dan anoreksia



Tremor, gugup, sulit tidur, mual, demam, muntah, sakit kepala, pusing, batuk, kram otot, alergi, mimisan, mulut kering dan berkering Pasien dengan alergi pada Perasaan tidak nyaman, mual, komponen asam muntah, pendarahan lamung. asetilsalisilat obat, riwayat asma, tukak lambung, hemofilia, trombositopenia dan gangguan koagulan



A. ANALISIS DATA Nama Pasien



: Tn. T



No. Rekam Medik



: B377xxx



Ruang Rawat



: Elang 1 (laki-laki)



No. 1. Data subjektif:



Data



- Klien mengatakan lemas Data objektif: - Pasien terlihat pucat - Tekanan darah 140/90 mmHg - HR 64 x/menit - Irama irregular - Axis jantung : Left Axis Deviation - Right Ventrikel Hipertrofi. - Dilatasi Kardiomiopati - Ejeksi fraksi 11% - Peningkatan JVP 5+3 cmH2O - Diaforesis - Akral dingin - Kardiomegali (LV, LA) - Apeks jantung bergeser laterocaudal - Teraba ictus cordis



Masalah Penurunan curah jantung (00029)



Etiologi Perubahan kontraktilitas miokard



No.



Data - HDL cholesterol 32 mg/dL (low)



Masalah



Etiologi



Kelebihan volume cairan (00026)



Kelebihan asupan cairan



Hambatan pertukaran gas (00030)



Perubahan membran alveolarkapiler



- CRT > 2 detik - Konjungtiva anemis 2.



Data subjektif: - Klien mengatakan perut dan kakinya bengkak - Klien mengatakan lemas Data objektif: - Balance cairan +800 cc - Asites - Edema ektremitas bawah - Hasil thorax menyatakan efusi pleura - IMT saat sakit = BB/TB (m2) -



3.



= 70/(1,66) 2 = 25, 5 (Batas normal 20,1 – 25,02)



Data subjektif: - Klien mengeluh sesak napas Data objektif: - Hasil pemeriksaan analisa gas darah : asidosis metabolik terkompensasi penuh - Hasil foto thorax : efusi pleura - Auskultasi paru ronkhi basah halus



No. 4.



Data - Terpasang nasal kanul 3 liter DS :



Masalah



Etiologi



Intoleransi aktivitas



Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen



Resiko jatuh



Hambatan mobilitas



- Klien mengatakan bahwa dirinya merasa lemas sehingga aktivitas dan latihan harus dibantu oleh istrinya - Klien mengatakan bahwa ia merasa sesak napas namun hilang timbul DO : - Tekanan darah 140/90 mmHg dan HR 64 x/menit - Klien nampak lemas dan pucat, klien hanya bisa tidur ditempat tidur - Klien mengalami bedrest - Hasil pemeriksaan barthel index didapatkan hasil bahwa klien mengalami ketergantungan sedang. 5.



DS : - Klien mengeluh lemas DO : - Hasil pemeriksaan The Morse Fall Scale (MFS) didapatkan hasil bahwa klien beresiko tinggi untuk jatuh - Kekuatan otot ekstremitas atas



No.



Data Dextra | Sinistra = 4444|4444



Masalah



Etiologi



- Kekuatan otot ekstremitas bawah Dextra | Sinistra = 3333 | 3333



B. PERUMUSAN PRIORITAS MASALAH Nama Pasien



: Tn. T



No. Rekam Medik



: B377xxx



Ruang Rawat



: Elang 1 (laki-laki)



No.



Diagnosa Keperawatan



Tanggal



Tanggal



Dx



(Kode Nanda)



Ditemukan



Teratasi



19 April 2019



-



1.



Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard (00029)



2.



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (00026)



19 April 2019



21 April 2019



3.



Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler



19 April 2019



-



(00030)



III.



PERENCANAAN KEPERAWATAN Nama Pasien



: Tn. T



No. Rekam Medik



: B377xxx



Ruang Rawat



: Elang 1 (laki-laki)



No. Tujuan dan Kriteria Hasil Dx 19/04/2019 1 Setelah diberikan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan penurunan curah jantung dapat diatasi dengan kriteria hasil : Keefektifan pompa jantung dan status sirkulasi - Tanda-tanda vital dalam rentang normal - Akral hangat - CRT < 2 detik - HDL cholesterol 32 mg/dL (low) 19/04/2019 2 Setelah diberikan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan kelebihan volume cairan pada klien berkurang dengan kriteria hasil (0601) : - Tekanan darah klien 120/80 mmHg - Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam - Berat badan stabil Kelembaban membran mukosa Tanggal



19/04/2019



3



Setelah selama



Rencana Tindakan



Cardiac Care - Monitor tanda-tanda vital - Edukasi klien dan keluarga tentang pembatasan aktivitas - Dorong klien melakukan aktivitas harian (ringan) Monitoring Hemodinamik - Monitoring irama, bunyi dan sirkulasi jantung Kolaborasi - Kolaborasi pemberian obat Clopidogrel, Aspilet, Spironolactin, Candasartan Manajemen elektrolit/cairan (2080) - Monitor tanda-tanda vital - Batasi cairan yang sesuai - Catat intake atau asupan dan output yang akurat - Instruksikan klien dan keluarga untuk mengenal alasan pembatasan cairan Monitor cairan (4130) - Monitor kedalaman asites - Monitor warna, kuantitas dan berat jenis urin Manajemen Obat (2380) - Kolaborasi pemberian infus RL 8 tpm, injeksi Furosemid 40 mg dilakukan tindakan keperawatan Terapi Oksigen (3320) 3x24 jam diharapkan status Mandiri



TTD Team



Team



Team



Tanggal



No. Dx



Tujuan dan Kriteria Hasil



Rencana Tindakan



pernapasan pasien adekuat dengan kriteria hasil: Status Pernapasan= Pertukaran Gas (0402): - RR normal dalam rentang 16-24 kali per menit - Suara napas vasikuler, tidak terdapat suara napas tambahan - Foto thorax tidak menunjukkan adanya efusi pleura - Klien perokok aktif



- Pantau TTV pasien (TD, HR, RR) - Pantau ada tidaknya suara napas tambahan - Batasi aktivitas yang dapat memperberat pernapasan, anjurkan pasien bedrest - Posisikan pasien semi fowler/fowler dengan nyaman - Anjurkan pasien untuk selalu memakai nasal kanul sesuai instruksi - Pastikan oksigen mengalir secara adekuat melalui nasal kanul Kolaborasi - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat salbutamol dan oksigen melalui nasal kanul 3 lpm



TTD



IV.



IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Nama Pasien



: Tn. T



No. Rekam Medik



: B377xxx



Ruang Rawat



: Elang 1 (laki-laki)



Tanggal



Diagnosa Keperawatan



Jam



19/4/2019



1,2,3



11.15



 Mengkaji keadaan umum klien  Monitor Tanda-Tanda Vital



Team



1,3



11.20



 



Team



2



11.30







1



12.00







S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak napas O: klien composmentis GCS 15 (E4M5V6), klien terpasang nasal kanul 3 L, TTV : TD: 140/90 mmHg, HR: 64x, RR: 22x, S: 36,5oC, CRT > 2 detik S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak Mengkaji status sirkulasi pasien napas Mengkaji status pernapasan klien O: klien tampak pucat, akral dingin, klien terpasang nasal kanul 3 L, RR: 22x, CRT >2 detik, auskultasi paru ronkhi basah halus S: klien mengatakan lemas Monitor intake dan output klien O: klien terpasang infus RL 8 tpm di tangan kanan, intake : 500 ml, output : 400 ml Memberikan terapi obat per oral S: (clepidogrel, atorvastatin, candasartan, O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat. aspilet)



4



14.00



Team



1,2,3



17.35



 Memberikan terapi obat per oral S: O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah (salbutamol) diberikan obat, klien mengatakan merasa lebih  Mengatur posisi nyaman untuk klien nyaman (semi fowler) S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak  Mengkaji keadaan umum klien napas  Monitor Tanda-Tanda Vital



Tindakan Keperawatan



Hasil (Evaluasi Formatif)



TTD



Team Team



Team



Tanggal



20/4/2019



Diagnosa Keperawatan



Jam



Tindakan Keperawatan



Hasil (Evaluasi Formatif)



O: klien composmentis GCS 15 (E4M5V6), klien terpasang nasal kanul 3 L, TTV : TD: 140/90 mmHg, HR: 62x, RR: 23x, S: 36,5oC, CRT > 2 detik  Memberikan terapi obat injeksi S: (ranitidin) dan obat per oral O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat. (spironolactone)



TTD



Team



1



18.00



1,3



18.30



 Memberikan terapi obat injeksi S: O: tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah furosemid 20 cc melalui syringe pump diberikan obat.



Team



1,2,3



21.00



   



Team



1,2,3



11.40



 Mengkaji keadaan umum klien  Monitor Tanda-Tanda Vital



1,3



11.50



 Mengkaji status sirkulasi pasien  Mengkaji status pernapasan klien



Monitor keadaan umum klien Monitor status sirkulasi klien Monitor status pernapasan klien Monitor intake dan output klien



S: klien mengatakan lemas dan sesak napas O: klien tampak pucat, akral dingin, CRT > 2 detik, klien terpasang nasal kanul 3 L, RR : 24x, klien terpasang infus RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi obat furosemide melalui syringe pump, intake : 2950 ml, output : 2150 ml, balance cairan : +800 cc S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak napas O: klien composmentis GCS 15 (E4M5V6), klien terpasang nasal kanul 3 L, TTV : TD: 150/90 mmHg, HR: 64x, RR: 24x, S: 36,oC, CRT > 2 detik S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak napas O: klien tampak pucat, akral dingin, klien terpasang nasal kanul 3 L, RR: 24x, CRT >2 detik, auskultasi paru ronkhi basah halus



Team



Team



Tanggal



Diagnosa Keperawatan



Jam



2



11.55



 Monitor intake dan output klien



Team



1



12.00







Team



4



14.00







S: klien mengatakan lemas O: klien terpasang infus RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi furosemid melalui syringe pump 0.1 cc/jam, intake : 500 ml, output : 450 ml Memberikan terapi obat per oral S: (clepidogrel, atorvastatin, candasartan, O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat. aspilet) Memberikan terapi obat per oral S: O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah (salbutamol) diberikan obat, klien mengatakan merasa lebih Mengatur posisi nyaman untuk klien nyaman (semi fowler) S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak Mengkaji keadaan umum klien napas Monitor Tanda-Tanda Vital O: klien composmentis GCS 15 (E4M5V6), klien terpasang nasal kanul 3 L, TTV : TD: 140/90 mmHg, HR: 64x, RR: 24x, S: 36oC, CRT > 2 detik Memberikan terapi obat injeksi S: (ranitidin) dan obat per oral O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat. (spironolactone)



Tindakan Keperawatan







Hasil (Evaluasi Formatif)



TTD



Team



Team



1,2,3



17.40



 



1



18.00







1,3



19.30



 Memberikan terapi obat injeksi S: O: tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah furosemid 20 cc melalui syringe pump diberikan obat.



Team



1,2,3



21.00



   



Team



Monitor keadaan umum klien Monitor status sirkulasi klien Monitor status pernapasan klien Monitor intake dan output klien



S: klien mengatakan lemas dan sesak napas O: klien tampak pucat, akral dingin, CRT > 2 detik, RR : 24x, klien terpasang infus RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi obat furosemide melalui syringe pump, klien



Team



Tanggal



Diagnosa Keperawatan



Jam



Tindakan Keperawatan



Hasil (Evaluasi Formatif)



TTD



terpasang nasal kanul 3 L, intake : 2450 ml, output : 2150 ml, balance cairan : +300 cc 21/4/2019



1,2,3



11.35



 Mengkaji keadaan umum klien  Monitor Tanda-Tanda Vital



Team



1,3



11.40



 



Team



2



11.45







1



12.00







S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak napas O: klien composmentis GCS 15 (E4M5V6), klien terpasang nasal kanul 3 L, TTV : TD: 140/90 mmHg, HR: 66x, RR: 22x, S: 36oC, CRT > 2 detik S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak Mengkaji status sirkulasi pasien napas Mengkaji status pernapasan klien O: klien tampak pucat, akral dingin, klien terpasang nasal kanul 3 L, RR: 22x, CRT >2 detik, auskultasi paru ronkhi basah halus S: klien mengatakan lemas Monitor intake dan output klien O: klien terpasang infus RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi obat furosemide melalui syringe pump, intake : 500 ml, output : 800 ml Memberikan terapi obat per oral S: (clepidogrel, atorvastatin, candasartan, O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat. aspilet)



4



14.00



Team



1,2,3



17.45



 Memberikan terapi obat per oral S: O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah (salbutamol) diberikan obat, klien mengatakan merasa lebih  Mengatur posisi nyaman untuk klien nyaman (semi fowler) S: Klien mengatakan klien merasa lemas, sesak  Mengkaji keadaan umum klien napas  Monitor Tanda-Tanda Vital O: klien composmentis GCS 15 (E4M5V6), klien terpasang nasal kanul 3 L, TTV : TD: 140/90



Team



Team



Team



Tanggal



Diagnosa Keperawatan



Jam



Tindakan Keperawatan



Hasil (Evaluasi Formatif)



TTD



mmHg, HR: 66x, RR: 22x, S: 36oC, CRT > 2 detik 1



18.00



1,3



18.30



1,2,3



21.00



 Memberikan terapi obat injeksi (ranitidin) dan obat per oral (spironolactone)  Memberikan terapi obat injeksi furosemid 20 cc melalui syringe pump



S: O : tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat.



Team



S: O: tidak ada tanda infeksi dan alergi setelah diberikan obat.



Team



   



S: klien mengatakan lemas dan sesak napas O: klien tampak pucat, akral dingin, CRT > 2 detik, RR: 22x, klien terpasang infus RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi obat furosemide melalui syringe pump, klien terpasang nasal kanul 3 L, intake : 2450 ml, output : 3000 ml, balance cairan : -550 cc



Team



Monitor keadaan umum klien Monitor status sirkulasi klien Monitor status pernapasan klien Monitor intake dan output klien



V.



EVALUASI KEPERAWATAN Nama Pasien



: Tn. T



No. Rekam Medik



: B377xxx



Ruang Rawat



: Elang 1 (laki-laki)



Tanggal 19/4/2019



No. Dx 1



Jam



Evaluasi Sumatif



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas dan sesak napas



TTD Team



O: Klien tampak lemas, lemah dan sesak napas, klien terpasang nasal kanul 3 L , CRT >2 detik, TD : 140/90 mmHg, HR : 62x, RR:24x, S: 36,5oC A: Masalah penurunan curah jantung belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Monitor tanda-tanda vital klien







Monitor status sirkulasi klien







Monitor status hemodinamik klien







Kolaborasi pemberian obat per oral Clopidogrel, Aspilet, Spironolactone, Candasartan



2



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas



Team



O: Klien tampak lemas, klien terpasang infuse RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi furosemid 1.0 cc/jam melalui syringe pump, BC : +800 ml A: Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Batasi asupan cairan klien







Monitor intake dan output klien







Monitor kedalaman asites







Kolaborasi pemberian infuse RL 8 tpm, terapi obat Furosemid melalui Syringe Pump 1.0 cc/jam



3



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas dan sesak napas



O: Klien tampak lemas, lemah dan sesak napas, klien terpasang nasal kanul 3 L , CRT >2 detik, RR:24x A: Masalah hambatan pertukaran gas belum teratasi P: Lanjutkan intervensi



Team



Tanggal



20/4/2019



No. Dx



1



Jam



Evaluasi Sumatif 



Monitor status sirkulasi klien







Monitor status pernapasan klien







Kolaborasi pemberian obat per oral Salbutamol



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas dan sesak napas



TTD



Team



O: Klien tampak lemas, lemah dan sesak napas, klien terpasang nasal kanul 3 L , CRT >2 detik, TD : 140/90 mmHg, HR : 62x, RR:24x, S: 36,5oC A: Masalah penurunan curah jantung belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Monitor tanda-tanda vital klien







Monitor status sirkulasi klien







Monitor status hemodinamik klien







Kolaborasi pemberian obat per oral Clopidogrel, Aspilet, Spironolactone, Candasartan



2



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas



Team



O: Klien tampak lemas, klien terpasang infuse RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi furosemid 1.0 cc/jam melalui syringe pump, BC : +300 ml A: Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Batasi asupan cairan klien







Monitor intake dan output klien







Monitor kedalaman asites







Kolaborasi pemberian infuse RL 8 tpm, terapi obat Furosemid melalui Syringe Pump 1.0 cc/jam



3



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas dan sesak napas



O: Klien tampak lemas, lemah dan sesak napas, klien terpasang nasal kanul 3 L , CRT >2 detik, RR:24x A: Masalah hambatan pertukaran gas belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Monitor status sirkulasi klien



Team



Tanggal



21/4/2019



No. Dx



1



Jam



Evaluasi Sumatif 



Monitor status pernapasan klien







Kolaborasi pemberian obat per oral Salbutamol



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas dan sesak napas



TTD



Team



O: Klien tampak lemas, lemah dan sesak napas, klien terpasang nasal kanul 3 L , CRT >2 detik, TD : 140/90 mmHg, HR : 64x, RR:24x, S: 36oC A: Masalah penurunan curah jantung teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 



Monitor tanda-tanda vital klien







Monitor status sirkulasi klien







Monitor status hemodinamik klien







Kolaborasi pemberian obat per oral Clopidogrel, Aspilet, Spironolactone, Candasartan



2



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas



Team



O: Klien tampak lemas, klien terpasang infuse RL 8 tpm di tangan kanan, klien terpasang terapi furosemid 1.0 cc/jam melalui syringe pump, BC : -550 ml A: Masalah kelebihan volume cairan teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Batasi asupan cairan klien







Monitor intake dan output klien







Monitor kedalaman asites







Kolaborasi pemberian infuse RL 8 tpm, terapi obat Furosemid melalui Syringe Pump 1.0 cc/jam



3



21.00 S: Klien mengatakan masih lemas dan sesak napas



O: Klien tampak lemas, lemah dan sesak napas, klien terpasang nasal kanul 3 L , CRT >2 detik, RR:22x A: Masalah hambatan pertukaran gas teratasi P: Lanjutkan intervensi 



Monitor status sirkulasi klien







Monitor status pernapasan klien



Team



Tanggal



No. Dx



Jam



Evaluasi Sumatif 



Kolaborasi pemberian obat per oral Salbutamol



TTD



BAB IV PEMBAHASAN



1. PENGKAJIAN



Tn. T adalah klien yang didiagnosa Congestive Heart Failure (CHF) NYHA III e.c DCM. Pada tanggal 18 April 2019, klien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi karena kondisi klien tidak mengalami perubahan selama di rawat di RS Ambarawa selama satu minggu. Tn. T masuk melalui IGD dan langsung diberikan penanganan berupa pemeriksaan serta pemasangan infus Nacl 0,9% dengan kecepatan 8 tpm, pemberian terapi oksigen nasal kanul 3 liter. Setelah itu ditransfer ke ruang Elang I Putra pada jam 09.00 WIB. Hasil pengkajian menunjukan TD: 140/90, HR : 64 x/menit, RR : 22x/menit, suhu: 36,5 oC, dan klien tidak mengeluh nyeri. Klien mengatakan badannya lemas dan lemah. Klien juga mengeluh sesak napas. Pada hasil pemeriksaan fisik klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, akral teraba dingin, diaphoresis, CRT > 2 detik, terdapat asites, terdapat edema derajat dua pada ekstremitas bawah kanan dan kiri, balance cairan + 800 cc, IMT 25,5 (overweight), mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan dada dan paru mendapat hasil bahwa taktil fremitus kanan lebih redup dari kiri, terdengar suara napas tambahan ronchi basah halus. Pada pemeriksaan jantung terlihat ictus cordis pada intercostal V midclavikula sinistra bergeser ke kiri 5 cm, teraba pembesaran jantung bawah yaitu intercostal V midclavikula sinistra bergeser ke kiri 5 cm. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang elektrokardiogram pada tanggal 18 April 2018 menunjukkan hasil bahwa klien mengalami right ventrikel hipertrofi, dilatasi kardiomiopati, dan left axis deviation, dan irama irregular. Hasil echocardiography juga menunjukkan bahwa Ejeksi fraksi hanya 11%. Foto thoraks pada tanggal 18 April 2019, didapatkan hasil COR : apeks jantung bergeser ke laterocaudal dengan kesan kardiomegali (LV, LA), dan efusi pleura kanan. Hasil BGA juga menyebutkan bahwa klien mengalami asidosis metabolic terkompensasi penuh, hasil pemeriksaan hematologi 17 April 2019 menunjukkan bahwa HDL klien rendah yang mengindikasikan adanya peningkatan penyumbatan arteri coroner oleh LDL. CHF atau Gagal Jantung Kongestif (GJK) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner & suddarth, 2013). Tanda gejala yang khas pada gagal jantung adalah kelelahan, edema tungkai, sesak napas saat istirahat atau aktivitas, ronkhi paru, efusi pleura,



kardiomegali, dan murmur jantung. Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan GJK adalah dyspnea, takikardi, kelelahan, intoleransi aktifitas, retensi cairan, penurunan kadar oksigen darah arteri, edema paru, edema perifer, ketidaknyamanan, dan gangguan pola tidur (Yancy et al., 2013). Doengus (2010), menjelaskan bahwa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien CHF adalah penurunan curah jantung berhubungan perubahan kontraktilitas miokard, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveoli, kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. 2. Masalah Keperawatan Klien a. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan Kontraktilitas Miokard Penurunan curah jantung adalah tidak adekuatnya suplai darah yang dipompa jantung guna memenuhi kebutuhan tubuh dari metabolik, yang biasanya sering ditemukan pada penderita penyakit jantung seperti Congesive Heart Failure dimana penyakit ini ditandai dengan kerusakan struktur atau fungsi jantung sehingga kemampuan pengisian dan pemompaan ventrikel menjadi terganggu. Risiko CHF akan meningkat pada lansia karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung katup, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, dan lain-lain. Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. (Rampengan, 2013) Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi - adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output ,adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan



peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.(Satoto, 2014) Berdasarkan pengkajian kepada pasien diperoleh data yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah dikarenakan perubahan kontraktilitas miokard sehingga mengakibatkan tekanan darah sebesar 140/90 mmHg, nadi 64 x/menit, Akral dingin, CRT > 2 detik yang diakibatkan oleh penurunan kontraktilitas otot jantung sehingga darah yang membawa oksigen tidak sampai ke jaringan perifer. Adapun pemeriksaan penunjang yang mendukung penegakan diagnose keperawatan penurunan curah jantung adalah pemeriksaan Electrokardiograf yang digunakan sebagai modalitas pencitraan, Ekokardiografi dua dimensi (2-D) diperlukan untuk evaluasi awal pada pasien yang diketahui atau dicurigai gagal jantung. Fungsi ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer atau sekunder bisa dinilai dengan akurat. (Rinaldi, Herlambang, & Novitasari, 2010) hasil EKG terbaca Irama jungtion ritme, frekuensi 60 x/menit, Axis jantung : Left Axis Deviation, Left ventrikel hipetrofi dan right vnntrikel hipertrofi, Dilatasi Kardiomiopati. Pemeriksaan foto thoraks : COR : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal, dan kesan Kardiomegali yaitu terdapat pembesaran jantung di atrium kanan dan kiri. Hasil pemeriksaan lab mengatakan bahwa HDL ( kolesterol baik ) mengalami penurunan yaitu 32 mg/dL hal ini menandakan bahwa terjadi ateroskelrosis. b. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan Kelebihan Asupan Cairan Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. T ditemukan diagnosa lain yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan. Kelebihan volume cairan merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan asupan dan retensi cairan dalam tubuh (Herdman T.H, 2018). Penegakkan diagnosa ini didukung oleh data subjektif dimana klien mengeluh perut dan kakinya bengkak sejak 1 bulan lalu dan lemas ketika beraktivitas. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung yaitu BB: 70 kg, TB: 166 cm, IMT: 25,5 (Overweight), Balance Cairan: +800 cc, tampak asites, dan edema pada kedua ekstermitas bawah klien dengan pitting edema derajat II. Hasil pemeriksaan foto thoraxs klien mengalami efusi pleura. Penyebab kelebihan volume cairan pada pasien dikarenakan beban pengisian preload dan beban afterload di ventrikel mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat menimbulkan



curah jantung menurun, sehingga terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan tubuh merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam tubuh belum juga terpenuhi maka terjadilah keadaan gagal jantung (Price, 2005). Pendapat lain menyatakan bahwa gagal jantung kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru atau efusi pleura dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkulasi paru. Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri dan kanan (Smeltzer, 2002). Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior kedalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat dengan akibat timbulnya edema



tumit dan tungkai bawah dan asites (Neal, J.M, 2006). c. Hambatan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membran alveolarkapiler Hambatan pertukaran gas merupakan kondisi kelebihan atau defisit oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler (Herdman, 2018). CHF mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Wendy, 2010). Penimbunan cairan di alveoli dapat disebabkan karena ventrikel kiri tidak mampu pemompaan darah sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan akan terjadi dalam paru-paru (Smeltzer, 2002). Penegakan diagnosa hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif bahwa klien mengatakan sesak napas. Berdasarkan data objektif juga ditemukan bahwa hasil pemeriksaan analisa gas darah yaitu asidosis metabolik terkompensasi penuh. Analisa gas darah penting untuk dilakukan karena berperan dalam menentukan seberapa baik paruparu dalam bekerja memindahkan oksigen ke dalam darah dan mengeluarkan karbon dioksida dari darah. Ketidakseimbangan antara oksigen, karbon dioksida, dan tingkat pH darah dapat mengindikasikan adanya suatu penyakit atau kondisi medis tertentu seperti gagal jantung atau gagal ginjal (Manokharan, 2017). Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3) yang sering dikaitkan dengan penurunan pH darah. Kondisi ini dapat disebabkan karena kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+). Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan



ekstrasel. Kadar ion HCO3- normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40 nanomol/L (Ortega & Arora, 2012) Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan ketidakmampuan dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam harian melalui ammoniagenesis. produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang oleh asidosis intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit, keseimbangan dijaga oleh peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4 + . Kegagalan untuk mengeluarkan NH4 + sehingga menyebabkan retensi ion H+ dan menyebabkan metabolik asidosis (Ortega & Arora, 2012). Hasil pemeriksaan penunjang lain yang mampu memperkuat penegakan diagnosa ini adalah hasil foto thorax yang memberi kesan bahwa klien mengalami efusi pleura dan ketika dilakukan auskultasi paru, terdengar suara ronkhi basah halus. Suara paru ronkhi dapat mengindikasikan bahwa udara yang melewati saluran napas mengalami penyempitan karena di dalam paru terdapat cairan yang menumpuk, dalam kasus ini adalah adanya efusi pleura. Efusi pleura merupakan akumulasi abnormal cairan pleura pada rongga pleura yang terletak diantara permukaan lapisan viseralis dan parientalis, yang disebabkan karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses absorpsinya. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya terisi sejumlah kecil cairan, biasanya hanya 0,1-0,2 ml/kgBB (Lee, 2013). Akumulasi cairan abnormal pada pleura dapat disebabkan karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam sirkulasi pembuluh darah kecil. Peningkatan tekanan intra kapiler merupakan faktor yang paling sering menyebabkan efusi pleura pada gagal jantung kongestif. Selain itu, penurunan tekanan onkotik di sirkulasi pembuluh darah kecil disebabkan oleh hypoalbuminemia juga cenderung meningkatkan cairan di dalam rongga pleura. Peningkatan tekanan negatif di rongga pleura juga menyebabkan peningkatan jumlah cairan pleura, hal ini biasanya disebabkan oleh atelectasis (Lee, 2013).



3. Intervensi Keperawatan a. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan Kontraktilitas Miokard Salah satu penatalaksanaan penurunan curah jantung adalah dengan edukasi pembatasan aktivitas dan mengajarkan melakukan aktivitas ringan. Pada pasien CHF Menurut Dunlay et al, (2012) menyatakan bahwa pasien CHF menemukan bahwa kesulitan dengan kegiatan aktivitas sehari -hari adalah umum pada pasien dengan gagal



jantung, dengan banyak aktivitas membuat kerja jantung juga mengalami peningkatan. (Rita Sekarsari1, 2016) Keterbatasan gerak pada pasien CHF adalah ketika mereka melakukan suatu gerakan bagi orang normal, berjalan dua tiga meter tidak merasa lelah, akan tetapi bagi pasien yang mengalami penyakit jantung, bergerak atau berjalan sedikit saja nafasnya sudah terengah-engah. Sudah kelelahan. Karena tubuhnya tidak mampu memproduksi energi yang cukup untuk bergerak. Jadi, apapun penyakit yang membuat terhambatnya/terputusnya suplai nutrisi dan O2 ke sel, dengan kata lain mengganggu pembentukan energi dalam tubuh, dapat menimbulkan respon tubuh berupa intoleransi aktifitas .Jantung bertugas untuk memompa darah ke seluruh tubuh, apabila jantung mengalami gangguan, maka darah yang membawa O2 dan nutrisi menjadi berkurang jumlahnya sehingga produksi energy menjadi berkurang.(Prihanto, Robert, 2007) . Maka pembatasan aktivitas dengan melakukan aktivitas ringan seperti duduk, berdiri, jalan ringan, menggerakkan anggota gerak atas dan bawah bagi pasien penyakit jantung sangat penting guna menjaga supply oksigen yang mengalir keseluruh tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Halimudin menyatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi aktivitas ringan bagi pasien gagal jantung pada tekanan darah dan tonus otot pasien. (Halimuddin, n.d.) b. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan Kelebihan Asupan Cairan Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu memonitoring input dan output cairan dan menghitung balance cairan. Memonitor input dan output cairan dapat dilakukan dengan menghitung kebutuhan cairan pasien. Kebutuhan cairan dapat dihitung dengan menggunakan cara perhitungan balance cairan untuk menghitung IWL (Insensible Water Loss) dengan rumus (15 x BB). Rumus Balance Cairan adalah (intake-output). Input cairan antara lain air (makan dan minum), cairan infus, injeksi, air metabolisme (hitung AM 5 x BB). Sedangkan output cairan meliputi feses, urin, muntah, dan perdarahan (Ambarwati, 2014). Intervensi selanjutnya adalah pembatasan intake pada klien yaitu kolaborasi pemberian infus RL 8 tpm. RL merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan, cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial. Namun penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat



metabolisme laktat (Salam, 2016). Intervensi farmakologi yang bisa diberikan adalah diuretik berupa injeksi Furosemid 40 mg dan Spirolacton 100 mg/12 jam. Diuretik mengurangi edema dengan menghambat reabsorbsi dari natrium dan air oleh ginjal. Diuretik juga dapat menginduksi kehilangan elektrolit penting lainnya dan mengubah keseimbangan asam basa. Meskipun retensi natrium dan air oleh ginjal adalah komponen penting pada pengembangan edema, tidak semusa kondisi edema memerlukan terapi diuretik (Horne, 2001). c. Hambatan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membran alveolarkapiler Intervensi keperawatan berdasarkan NIC yang diberikan kepada klien adalah terapi oksigenasi yang terdiri dari beberapa intervensi, dimana intervensi fokus pada asuhan keperawatan ini adalah pemeriksaan TTV pasien (TD, HR, RR), pemeriksaan fisik dada dan paru untuk mengetahui ada tidaknya suara napas tambahan, memposisikan semi fowler dengan nyaman untuk memaksimalkan ekspansi paru, menganjurkan pembatasan aktivitas atau bedrest dan kolaborasi memperian terapi O2 3 lpm dengan nasal kanul. Posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45° dapat membantu memaksimalkan pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma, sehingga dapat memfasilitasi proses pernapasan menjadi lebih mudah serta dapat meningkatkan kemampuan ekspansi paru dan memperbaiki oksigenasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Halisya dkk (2016), menyebutkan bahwa sebelum dilakukan pemberian posisi semi fowler p value = 0, 015 dan sesudah dilakukan pemberian posisi semi fowler p value = 0,008, yang artinya terjadi penurunan sesak napas setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler. Intervensi selanjutnya adalah pemberian terapi O2 3 lpm melalui nasal kanul. Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer (21%). Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah diiringi untuk menurunkan upaya bernapas, mencegah kematian sel, dan mengurangi stres pada miokardium (Mutaqqin, A, 2008 dan Bachtiar A, 2015).



4. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, dari tiga masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn. T terdapat 1 diagnosa keperawatan yang belum



teratasi yaitu penurunan curah jantung. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah edukasi klien untuk membatasi aktivitas yang dapat memperberat kerja jantung, memotivasi klien untuk membatasi intake cairan, dan menganjurkan klien untuk patuh minum obat, serta motivasi klien untuk rutin melakukan kontrol di Poli Jantung RSUP Dr. Kariadi agar kondisi klien stabil.



BAB V PENUTUP



A. KESIMPULAN Setelah kelompok mempelajari kasus Tn. T dengan masalah utama penurunan curah jantung baik secara teori maupun pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. Tmaka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam pengkajian Tn. T mengeluh lemas. Ia tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan dibantu oleh keluarga. Keluarga pasien belum mengetahui bagaimana cara perawatan penyakit jantung yang benar. 2. Sesuai dengan data yang didapatkan saat pengkajian didapatkan 3 diagnisa keperawatan, yaitu : 1) penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard. 2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan. 3) Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler. 3. Perencanaan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah yang dihadapi sekaligus memperhatikan Tn. T serta kesanggupan keluarga, karena disini keluarga adalah partner dalam bekerjasama dengan perawat. 4. Implementasi keperawatan dilakukan dalam bentuk edukasi, anjuran tindakan, monitoring serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarga mengenai pembatasan aktivitas fisik Tn. T, pembatasan dalam mengkonsumsi cairan dan penggunaan alat bantu pernapasan maupun posisi ketika pasien sesak. Selain itu, perawat menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas ringan dan bekerjasama dengan keluarga dalam memonitoring intake output cairan pasien serta perubahan yang terjadi pada pasien. 5. Evaluasi pasien dengan masalah penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan dan hambatan pertukaran gas. Melihat catatan perkembangan selama 3 hari menunjukan bahwa pasien mengalami perubahan yang baik ditandai dengan keluhan lemas pada pasien berkurang, balance cairan berkurang menjadi -550 dan berkurangnya keluhan sesak napas pada pasien.



B. SARAN



1. Diharapkan petugas kesehatan terutama perawat dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih komprehensif, optimal dan holistik dengan memperhatikan kebutuhan dasar pasien. 2. Perawat sebaiknya memberikan informasi terkait permasalahan yang sedang dialami pasien, meliputi perawatan, pencegahan serta perkembangan pasien selama dilakukan perawatan. Perawat tidak harus menunggu visit dokter untuk memberitahukan perkembangan keadaan pasien terhadap pasien dan keluarga karena hal tersebut dapat menambah kepercayaan pasien dan keluarga terhadap perawat. 3. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien Jantung dengan intervensi sesuai dengan evidence based yang telah ditemukan.



DAFTAR PUSTAKA



Ackley, B.J., & Ladwig, G.B. (2017). Nursing Diagnosis Handbook; a guide to Planing care. 10th edition, Mosby Elsevier. Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia: J.B. Lippincott Company Kasron. (2012). Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika Kemenkes RI. (2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kumalasari, Etha Yosi and Leksana, Ery (2013) Angka Kematian Pasien Gagal Jantung Kongestif Di HCU DAN ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro. Naga, S. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva Press PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta : Indonesia Heart Asosiation Savarese, G. & Lund, L. H. (2017). Global Public Health Burden of Heart Failure. Cardiac Failure Review, 3 (1). 7–11.doi: 10.15420/cfr.2016:25:2 Wilkinson, J.M. (2016). Prentice Hall Nursing Diagnosis, Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes, 14th edition. Pearson. Prentice Hall. New Jersey. (page 64-68). Halimuddin. (n.d.). Pengaruh Model Aktivitas Dan Latihan Intensitas Ringan Klien Gagal Jantung Terhadap Tekanan Darah. Idea Nursing Journal, (PENGARUH MODEL AKTIVITAS DAN LATIHAN INTENSITAS RINGAN KLIEN GAGAL JANTUNG TERHADAP TEKANAN DARAH), 93–104. Rampengan, sterry H. (2013). penaganan gagal jantunh diastolik. FKU Sam Ratulangi, 5(1), 1–9. Rinaldi, L., Herlambang, K. S., & Novitasari, A. (2010). Karakteristik Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi pada Penderita Gagal Jantung yang Dirawat di Rumah Sakit Roemani Periode 1 Januari – 31 Desember 2010 Characteristic of Echocardiography Results in Patient with Heart Failure treated in Roemani Hospital Perio, 1(2), 60–69. Rita Sekarsari1, A. I. S. (2016). Gambaran aktivitas sehari-hari pada pasien gagal jantung kelas ii dan iii di poli jantung RSU kabupaten Tangerang. Jkft, 2, 1–7. Satoto, H. H. (2014). Coronary Heart Disease Pathophysiology. Jurnal Anestesiologi Indonesia, VI(3), 209. Price, S.A. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC Neal, M.J. (2006). At a glance farmakologi medis. Edisi 1. Jakarta: Erlangga



Ambarwati, F. R. (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua Satria Offset Horne, Mima M dan Swearingen, Pamela L . 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa. Terjemahan : Jakarta : EGC. Bachtiar, A., Hidayah, N., Ajeng, A. (2015). Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jurnal Keperawatan Terapan, 1 (2): 200-206. Halisya, S., Puti, R. A., & Suhendra, R. (2016). Pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak napas pasien asma di ruang Musdhalifa Rumah Sakit Islam Siti Khaijah Palembang Tahun 2015. Jurnal Ilmiah Multi Science, 6 (1), 1-6. Lee YCG. (2013). Pleural Anatomy and Fluid Analysis in Principles and Practice of Interventional Pulmonology. Springer. New York, 545-555. Manokharan, P. (2017). Analisis Gas Darah dan Aplikasinya di Klinik. Bali: Fakultas Kedokteran Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Ortega LM, Arora S. (2012). Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease : incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia, 32(6) :724-30. Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8). Jakarta: EGC. Wendy, C. (2010). Dyspnoea and Oedema in Chronic Heart Failure. Pract Nurse. 39(9): 110121.