6 0 181 KB
KEPERAWATAN JIWA "ASUHAN KEPERAWATAN NARAPIDANA"
Dosen Pengampu :
Ns.Arya Ramadia, M.
Kep., Sp. Kep. J
Oleh : Khoirahman (180101146)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL INSYIRAH PEKANBARU PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul “ASKEP NARAPIDANA”. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
1
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan. Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Pekanbaru, 23 Desember 2020
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4 A. Latar Belakang ..................................................................................4
2
B. Rumusan Masalah…………………………………………………..6 C. Tujuan Penulisan...............................................................................6 BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….7 A. Definisi Narapidana ..........................................................................7 B. Faktor Penyebab Narapidana.............................................................7 C. Masalah Kesehatan pada Narapidana................................................9 D. Klasifikasi Narapidana.......................................................................11 E. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Narapidana………………………………………………………….11 F. Asuhan Keperawatan pada Narapidana………………………………………………………….14 BAB III PENUTUP ........................................................................................22 A. Kesimpulan........................................................................................22 B. Saran..................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kunci keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup adalah ketika seseorang mampu mempertahankan kondisi fisik, mental dan emosionalnya dalam suatu kondisi yang optimal melalui pengendalian diri, peningkatan 3
aktualisasi diri serta selalu menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Setiap individu memiliki kekuatan, martabat, tumbuh kembang, kemandirian dan merealisasikan diri, potensi untuk berubah, kesatuan yang utuh mulai dari bio psiko sosial dan spiritual, perilaku yang berarti, serta persepsi, pikiran, perasaan dan gerak. Keseluruhannya merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan (Jaya, 2015). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh individu yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan kualitas kehidupan. Hal ini mencerminkan disfungsi psikobiologis dan bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial atau konflik dengan masyarakat (Stuart, 2017). Narapidana
adalah
terpidana
yang
menjalani
pidana
hilang
kemerdekaan di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh karenanya, yang harus diberantas adalah factor, factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiban- kewajiban sosial lain yang dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun 2016:26). Kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan juga selalu dijaga oleh petugas. Seluruh aktivitas akan selalu diawasi oleh para petugas sehingga mereka merasa kesulitan untuk beraktivitas dan selalu merasa dicurigai karena dipantau oleh petugas. Para narapidana ini merasa dirinya
4
tidak berguna ketika hidup di lembaga pemasyarakatan karena tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka juga memikirkan kehidupan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Mereka berpikir bahwa dirinya sudah dianggap penjahat oleh orangorang sekitar sehingga tidak mau untuk bersosialisasi dengan komunitas. Mereka juga akan merasa dirinya sulit mendapatkan pekerjaan karena masa lalunya yang pernah ditahan di lembaga pemasyarakatan dan sudah dianggap penjahat. Ini dapat mengakibatkan mereka merasa dirinya tidak berguna lagi sehingga akan berdampak pada psikologisnya berupa penurunan harga diri. Stress dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera ditangani. Apabila stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang individu, ini akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan akan mempengaruhi terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif. Bila kondisi seorang individu dengan stres dan harga diri tidak ditangani lebih lanjut, akan menyebabkan individu tersebut tidak mau bergaul dengan orang lain, yang menyebabkan mereka asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul risiko perilaku kekerasan. Selain dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan, maupun orang lain juga dapat terjadi percobaan bunuh diri pada individu yang mengalami stres dan harga diri rendah. Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” . perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun mental selama masa pembinaan. Namun hal tersebut kurang mendapatkan perhatian. Kenyataannya banyak narapidana yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005). B. Rumusan Masalah
5
1. Apa Pengertian Narapidana? 2. Apa Faktor Penyebab Narapidana ? 3. Bagaimana Klasifikasi Narapidana ? 4. Apa Masalah Kesehatan pada Narapidana ? 5. Bagaimana Penatalaksanaan Gangguan Jiwa pada Narapidana ? 6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Narapidana? C. Tujuan Penulisan 1.
Untuk Mengetahui Pengertian Narapidana
2.
Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Narapidana
3.
Untuk Mengetahui Klasifikasi Narapidana
4.
Untuk Mengetahui Masalah Kesehatan pada Narapidana
5.
Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Narapidana
6.
Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Narapidana
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Narapidana adalah orang-orang yang sedang menjalani sanki kurunan atau sanksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian
6
narapidana menurut KBBI adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kehilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh karnanya yang harus diberantas adalah factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiba-kewajiban social lainnya yang dapat dikarenakan pidana. (Malinda, Anggun 2016 : 26) B. Etiologi Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga seseorang menjadi narapidana adalah : a. Faktor ekonomi 1. Sistem Ekonomi Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Pendapatan Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahanperubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan 3. Pengangguran
7
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktuwaktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah faktor yang paling penting. b. Faktor Mental 1. Agama Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung
pada
keyakinan
keagamaan
yang
sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminal. 2. Bacaan dan Film Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian- harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari koran-
8
koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir- akhir ini. c. Faktor Pribadi 1. Umur Kecenderungan untuk berbuat anti social bertambah selama masih sekolah dan memuncak antar umur 20 dan 25 tahun, menurun perlahan-lahan sampai umur 40 tahun, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve atau garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia. 2. Alkohol Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti kejahatan dilakukan dengan kekerasan, kejahatan sexs, dan penimbulan kebakaran. Walaupun alcohol merupakan factor yang kuat masih juga merupakan tanda Tanya sampai berapa jauh pengaruhnya. 3. Perang Disamping kemungkinan orang jadi kasar karena perang kepemilikan senjata menambah bahaya akan terjadinya perbuatan criminal.
C. Masalah Kesehatan Narapidana a. Kesehatan Mental Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena banyak yang
9
mengalami
ganguan
kesehatan
jiwa
maka
pemerintah
harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental. Mental health atau kesehatan mental merupakan kondisi dimana seseorang memiliki jiwa yang sehat, dengan kata lain, dapat berfungsi dengan baik. Definisi kesehatan mental juga diatur dalam undangundang no 3 tahun 1966 dalam pasal 1 (a) pada bagian penjelasan adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektuil
dan
emosionil
yang
optimal
dari
seseorang
dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang-orang lain, makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Kesehatan mental merupakan sebuah konsen ilmu yang mempelajari mental dan jiwa dengan objek nya adalah manusia sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan mental. Ada beberapa definisi
mengenai
kesehatan
mental.
Alexander
Schneuders
mengatakan bahwa dalam Semiun (2006:23) “ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihata kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri” (Schneiders, 1965). Adapun kriteria dari kesehatan mental menurut Alexander Schneiders dalam personality Dynamics and mental health (1965) adalah sebagai berikut : 1) Efisiensi Mental 2) Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan Tingkah Laku 3) Integrasi motif-motif serta pengendalian konflik dan frustasi 4) Perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang positif dan sehat 5) Ketenangan atau kedamaian pikiran 6) Sikap-sikap yang sehat
10
7) Konsep diri yang sehat 8) Identitas ego yang adekuat 9) Hubungan yang adekuat dengan kenyataan (Mellyani, Budiarti . Gangguan Kepribadian Antisosial Pada Narapidana. (Jakarta : Social Work Jurnal) . 2015 hal 20-21) b. Kesehatan Fisik Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakir menular seperti : 1. HIV-AIDS Angka kejadian HIV diantara narapidana diperkirakan 6 kali lebih tinggi dari pada populasi umum. Tingginya angka infeksi ini berkaitan dengan perilaku yang beresiko seperti penggunaan obat-obatan terlarang, seksual intercourse yang tidak aman dan pemakaian tattoo. Pendekatan yang dilakukan untuk menekan angka kejadian yaitu dengan dilakukannya program pendidikan kesehatan mengenai HIV dan AIDS. 2. Hepatitis Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obatan lewat suntikan, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi. National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan. NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan penyakit. 3. Tuberkolosis Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang memepengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga
yang
menangani
11
tuberculosis
yaitu
CC
merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga pemasyarakatan yaitu: a) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan b) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang sesuai c) Monitoring dan evaluasi skrining D. Klasifikasi Narapidana Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada lembaga permasyarakatan yaitu : 1. Wanita Masalah kesehatan yang ada misalnya, tahanan wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain, korban penganiyayaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang 2. Remaja Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini rentan terkena masalah kesehatan.
E. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa pada Narapidana 1. Pzikoterapi Terapi ini untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat, dan dokter agar maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri karena bila ia menarik diri dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. (Maramis, 2005 hal. 231)
12
2. Keperawatan Pada pelaksanna keperawatan yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri yaitu Harga Diri Rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. TAK ini merupakan terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah. (Keliat dan Akemat, 2005) 3. Terapi Kerja (Okupasi) Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini difokuskan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri tidak bergantung pada orang lain. (Riyadi dan Purwanto, 2009) a. Terapi Kerja Narapidana pada Laki-laki 1) Pelatih binatang Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang dianggap dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi secara psikologis dan menjadi lebih terlatih secara emosional. Binatang yang dilatih tidak hanya binatang peliharaan, namun juga binatang yang ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya. Diharapkan nantinya binatangbinatang ini juga dapat berguna di masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan pelatihan untuk dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya. 2) Bidang Kuliner Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai pelatihan memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang mendapatkan pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng, banyak pula yang mendapatkan pelatihan memasak secara
13
khusus, mulai dari membuat menu hingga menyusun anggaran. Beberapa penjara juga bekerja sama dengan restoran lokal untuk memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di dapur, mereka tidak perlu banyak berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin memandang negatif. 3) Konseling Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada mantan penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan pengetahuan mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan narapidana memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih mengerti mengenai tindak kejahatan. Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat memberikan konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang bermasalah berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang mereka terima. b. Terapi Kerja Narapidana pada Anak 1) Keterampilan Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal baginya setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di berikan latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja dan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa latihan kerja di bidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan, Penjahitan dan lain sebagainya. c. Terapi Kerja Narapidana pada Perempuan Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan pendekatan perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan intelektual, pembinaan kerohanian
14
dan pembinaan rekreatif. Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada naraidana perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis, kerajinan sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir. F. Asuhan Keperawatan Pada Narapidana Tanggal Pengkajian
: 18 Februari 2019
Tanggal Masuk
: 18 Oktober 2018
Ruang
: Rajawali
a.
Pengkajian 1. Identitas Klien Nama
: Tn. A
Umur
: 24 Tahun
Alamat
: Singkawang
Status Perkawinan : Belum Menikah Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Melayu / Indonesia
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Tidak ada
Penanggung Jawab Nama
: Ny. P
Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung Alamat
: Singkawang
2. Alasan Masuk Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian.
15
3. Faktor Predisposisi 1) Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya. 2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah 3) Klien
mempunyai
pengalaman
masa
lalu
yang
tidak
menyenangkan yaitu ketika sekolah selalu di bully. 4. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda – tanda vital 1.1 Tekanan darah
: 130/80 mmHg
1.2 Nadi
: 84 x/menit
1.3 Suhu
: 36,5 ºC
1.4 Pernafasan
: 26 x/menit
2) Ukuran 2.1 Tinggi badan
: 169 cm
2.2 Berat badan
: 62 Kg
3) Kondisi Fisik Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan fisik. 5. Psikososial 1) Konsep Diri 1.1 Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang paling disukai adalah mata karena bisa melihat. 1.2 Identitas : Klien mengatakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. 1.3 Peran : Klien mengatakan di dalam keluarganya atau dirumah sebagai anak. 1.4 Ideal diri : Klien mengatakan merasa takut jika keluar dari lapas
16
1.5.Harga diri : Klien mengatakan malu berhadapan langsung dengan orang lain selain ibu dan adiknya,klien merasa tidak pantas jika berada diantara orang lain, kurang interaksi social karena statusnya sebagai narapidana. 2) Hubungan Sosial 2.1 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya. 2.2 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien masuk lapas sering keluyuran tidak jelas. 3) Spiritual Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi selama di lapas pasien sering sholat. 4) Status Mental 4.1 Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut jarang disisir, klien menggunakan baju yang disediakan di lapas. 4.2 Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan dapat dipahami. 4.3 Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk, aktivitas klien menyesuaikan. 4.4 Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika masa tahanan nya sudah selesai karena takut tidak diterima oleh masyarakat 4.5 Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat 4.6 Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang karena
menunduk,sesekali
klien
menengadah,selalu
menjawab jika ditanya. 4.7 Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan. 4.8 Pola Fikir : Tidak ada waham. 4.9 Tingkat kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat pengkajian, hari jum’at tanggal 18 Februari 2019
17
jam 16.30 WIB,hari berikutnya juga klien sadar hari sabtu tanggal 19 Februari 2019. 4.10 Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa lalunya. 4.11 Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien berhitung lancar, contoh 20 – 15= 5 4.12 Kemampuan Penilaian : Klien mampu menilai antara masuk kamar setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien memilih membereskan kursi. 4.13
Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah sakit jiwa.
6. Pola Fungsional Kesehatan 1) Makan Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore, minum ± 6 gelas / hari, mandiri. 2) BAB / BAK Klien BAB 1x sehari, BAK ± 4x sehari, mandiri. 3) Mandi Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali mandi, mandiri. 4) Berpakaian / berhias Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain. 5) Istirahat dan Tidur Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 WIB15.00 WIB,tidur malam jam 20.00WIB 04.30 WIB. 6) Penggunaan obat Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Haloperidol 2x5 mg, trihexiperidine 2x2 mg. 7) Pemeliharaan Kesehatan
18
Klien sudah pernah periksa di RSJD Soedjarwadi Klaten tetapi rawat jalan. 8) Kegiatan di Dalam Rumah Klien dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah 7. Mekanisme Koping 1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu 2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri 3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang lain,lebih suka diam. Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif. 8. Masalah Psikososial dan Lingkungan 1) Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien menarik diri dari lingkungan 2) Masalah dengan kesehatan (-) 3) Masalah dengan perumahan :Klien tinggal dengan kedua orang tua dan 2 saudaranya. 4) Masalah dengan Ekonomi : Kebutuhan klien dipenuhi oleh ibunya akan tetapi ekonomi keluarganya sulit. 9. Aspek Medik 1) Diagnosa Medis : Schizofrenia 2) Terapi Haloperidol 2x5 mg Trihexiperidine 2x2 mg b. Diagnosa Keperawatan yang Muncul pada Narapidana 1. Harga Diri Rendah 2. Isolasi Sosial
19
3. Koping Individu Tidak Efektif c. Intervensi Keperawatan Dx.Keperawatan
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Harga Diri Rendah
TUM
berhubungan dengan
Klien dapat
Koping Individu
melakukan
duduk
dengan
Tidak Efektif
keputusan yang
berdampingan
klien
efektif untuk
dengan perawat
bersikap empati
Klien mampu
Klien mampu
mengendalikan
1. Lakukan
pendekatan baik,
apa
menerima
adanya
2. Cepat
dan
mengendalikan
situasi
berbincang -
perasaan
dan
reaksi
kehidupan yang
bincang dengan
perawatan
diri
sendiri
demikian
perawat
misalnya
rasa
marah
waktu
untuk
dan
bina
Klien mampu
menurunkan
,empati.
perasaan rendah
merespon
3. Sediakan
diri
tindakan
berdiskusi
TUK 1
perawat
hubungan yang sopan.
Klien dapat
4. Berikan
menbina
kepada
hubungan
merespon.
kesempatan klien
untuk
terapeutik dengan perawat TUK 2 Klien mengenali
dapat dan
mengekspresika n emosinya
Klien
dapat 1. Tunjukan emosional yang
mengungkapka
sesuai
n perasaannya
2. Gunakan
Klien mampu mengenali emosinya
terapeutik
terbuka, dan 3. Bantu
dapat
mengekspresikan
mengekspresik
perasaannya
annya
20
komunikasi
tekhnik
4. Bantu
klien
klien
mengidentifikasikan situasi kehidupan
yang
tidak
berada dalam kemampuan dan mengontrolnya 5. Dorong untuk menyatakan secara verbal perasaan – perasaan
yang
berhubungan Klien
TUK 3 Klien
dapat
ketidak mampuannya. dapat 1. Diskusikan masalah yang
mengidentifika
dihadapi
memodifikasi
si
memintanya
pola
yang negatif
kognitif
pemikiran
Klien
yang negative
dengan
klien
dengan untuk
menyimpulkannya
dapat 2. Identifikasi
pemikiran
menurunkan
negatif klien dan bantu
penilaian yang
untuk menurunkan melalui
negatifpada
interupsi dan substitusi
dirinya.
3. Evaluasi ketetapan persepsi logika
dan
kesimpulan
yang dibuat klien 4. Kurangi yang
penilaian negatif
klien
terhadap
dirinya 5. Bantu klien menerima nilai yang
dimilikinya
atau
perilakunya atau perubahan yang terjadi pada dirinya.
21
Klien mampu 1. Libatkan
TUK 4 Klien
dapat
klien
dalam
menentukan
menetapkan tujuan yang
berpartisipasi
kebutuhan
ingin dicapai
dalam
untuk
mengambil
perawatan pada
membuat jadwal aktivitas
keputusan yang
dirinya
perawatan dirinya
berkenan dengan Klien
2. Motivasi
dapat 3. Berikan
perawatan
berpartisipasi
dirinya
dalam
klien
privasi
4. Berikan
reinsforcement
pengambilan
posotif tentang pencapaian
keputusan
kegiatan yang telah sesuai keputusan
ditentukannya.
22
sesuai
kebutuhan yang ditentukan
dengan
G. Pohon Masalah
untuk
yang
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Narapidana
adalah
terpidana
yang
menjalani
pidana
hilang
kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995). Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa,
23
kehilangan
kebebasan
untuk
tinggal
diluar,
atau
kehilangan
pola
seksualitasnya. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah faktor ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang muncul pada narapidana yang berada di lapas yaitu kesehatan mental dan fisik. Kebanyakan masalah kesehatan terjadi pada narapidana wanita dan remaja karena adanya koping tidak efektif. Penatalaksanaan pada narapidana yang mengalami gangguan jiwa yaitu terapi psikoterapi, keperawatan, terapi kerja. Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan kepada semua masyarakat bahkan narapidana sekalipun, karena banyak narapidana yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005).
24
DAFTAR PUSTAKA Keliat, BA. Dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Cetakan I. Jakarta: EGC. Maramis. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga. Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nurul
Baety
Tsani.2019.
“Implementasi
Transformasi Powerlaw
Deteksi
Tepi
Canny
Dengan
Dalam Mendeteksi Stadium Kanker Serviks”
dalam Information Technology Journal of UMUS Vol.01, No. 01 (Hlm. 22-23).Cirebon: Teknik Informatika STIKOM Poltek. Budiarti, Mellyani. 2015.” Gangguan Kepribadian Antisosial pada Narapidana” dalam Social Work Jurnal Vol 7 No. 2 (Hal 20-21). Jakarta : Erlangga Kanisius. Malinda, Anggun. 2016.Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana.Yogyakarta : Graha Ilmu
25