ASKEP PADA PASIEN STROKE KL 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE



OLEH : KELOMPOK I



NAMA KELOMPOK : 1. I Made Ari Putra



18.321.2869



2. I Putu Wira Suyoga Adi Saputra



18.321.2872



3. Komang Elly Merlina



18.321.2875



4. Ni Kadek Hartaningsih



18.321.2881



5. Ni Kadek Widya Antari



18.321.2884



6. Ni Ketut Verawati Nandini



18.321.2887



7. Ni Luh Indah Suardewi



18.321.2893



Kelas : A12 B



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2020



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE A. PENGKAJIAN 1. Identitas klien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil. 2. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran. 3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma. 4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.



5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu. 6. Riwayat psikososiospiritual Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 7. Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b. Pola nutrisi dan metabolism. Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, muntah proyektil. c. Pola eliminasi. Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.



d. Pola aktivitas dan latihan. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. e. Pola tidur dan istirahat. Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot. f. Pola hubungan dan peran. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g. Pola persepsi dan konsep diri. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h. Pola sensori dan kognitif. Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir, nyeri pada kepala dan tulang belakang terutama saat membungkuk. i.



Pola reproduksi seksual. Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.



j.



Pola penanggulangan stress. Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.



k. Pola tata nilai dan kepercayaan. Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi. a. B1 (breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.



Pada klien dengan tingkat



kesadaran compas mentis,



peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. b. B2 (blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg. c. B3 (Brain) Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. d. B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia



urine



yang



berlanjut



menunjukkan



kerusakan



neurologis luas. e. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya



inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. f. B6 (Bone) Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. 2) Pengkajian tingkat kesadaran Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa. 3) Pengkajian fungsi serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. 4) Pengkajian saraf kranial Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,



penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus. e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. i.



Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.



5) Pengkajian sistem motoric Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh. 6) Pengkajian refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan refleks patologis. 7) Pengkajian sistem sensori Dapat terjadi hemihipertensi.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan Komunikasi Verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral yang ditandai dengan tidak mampu berbicara, menunjukan respon tidak sesuai, gagap, tidak ada kontak mata 2. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan pengelihatan yang ditandai dengan melihat bayangan, bersikap seolah melihat sesuai, melihat kesatu arah 3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan Hipertensi



C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No. Dx. 1.



Tujuan Dan Kriteria Hasil Setelah



dilakukan



asuhan



Intervensi Promosi



keperawatan selama …x24 jam



Bicara:



diharapkan



1. Monitor



kembalinya



Rasional



Komunikasi:



Defisit



kecepatan,



tekanan,



1. Memonitor



kecepatan,



kemampuan komunikasi verbal



kuantitas, volume, dan diksi



tekanan kuantitas, volume,



dengan kriteria hasil:



bicara



dan



diksi



1. Kemampuan dalam berbicara



membantu



2. Kemampuan



mengetahui



dalam



mendengar 3. Kesesuaian



bicara



dapat dalam



kemampuan



dalam berbicara pasien. ekspresi



wajah/tubuh 4. Respons prilaku normal



2. Sesuaikan



gaya



komunikasi



2. Menyesuaikan



gaya



dengan kebutuhan (mis. berdiri



komunikasi



didepan



pasien,



dengarkan



kebutuhan sangat membantu



dengan



seksama,



bicaralah



dalam melatih kemampuan



dengan



perlahan



sambil



dengan



yang dimiliki.



menghindari teriakan) 3. Ajarkan pasien dan keluarga



3. Mengajarkan



pasien



dan



proses kognitif, anatomis, dan



keluarga



fisiologis



anatomis, dan fisiologi yang



yang



berhubungan



dengan kemampuan berbicara



proses



kognitif,



berhubungan



dengan



kemampuan berguna



berbicara



sebagai



peningkatan



proses



informasi



mengenai berbicara. 4. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis



4. Rujukan ke ahli patologi bicara



atau



mempercepat



terapis



bisa



membantu



dalam proses pemulihan kemampuan verbal. 2.



Setelah



dilakukan



asuhan



keperawatan selama …x24 jam



Minimalisasi Rangsangan: 1. Periksa status mental, status 1. Memeriksa status mental,



diharapkan tidak adanya gangguan



sensori, dan tingkat kenyamanan



status sensori, dan tingkat



persepsi sensori dengan kriteria



(mis. nyeri, kelelahan)



kenyamanan



dapat



hasil:



membantu



dalam



1. Respon sesuai stimulus



mengetahui



respon



dari



pasien.



2. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman 3. Verbalisasi merasakan sesuatu



2. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)



2. Membatasi



lingkungan dapat membantu pasien



melalui indra perabaan



dalam



mengatur



reaksi terhadap stimulus.



4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra pengecapan



stimulus



3. Ajarkan



cara



stimulus



meminimalisir



(mis.



mengatur



meminimalisir



ruangan,



dapat



kebisingan,



dalam



pencahayaan mengurangi



3. Mengajarkan



membatasi kunjungan)



cara stimulus



membantu



pasien



mencegah



kemungkinan



munculnya



kerusakan saraf. 4. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus



4. Pemberian



obat



mempengaruhi



yang persepsi



stimulus berguna dalam proses pemulihan pasien. 3.



Setelah



dilakukan



asuhan



Manajemen Peningkatan Tekanan



keperawatan selama …x24 jam



Intrakranial:



diharapkan keadekuatan perfusi



1. Monitor



tanda/gejala 1. Untuk mengontrol kondisi



serebral dengan kriteria hasil:



peningkatan TIK (mis. tekanan



1. Tingkat kesadaran meningkat



darah meningkat, tekanan nadi



2. Tekanan intra kranial normal



melebar, bradikardia, pola nafas



3. Nilai rata-rata tekanan darah



ireguler, kesadaran menurun)



umum pasien



normal 4. Tidak ada sakit kepala



pemberian 2. Hindari pemberian cairan IV 2. Menghindari cairan hipotonik untuk hipotonik mengontrol



TIK,



mengurangi



terjadinya



resiko edema otak pasien/ 3. Pasien/ keluarga pasien mengetahui manfaat, efek keluarga pasien tentang tujuan samping dan tujuan atas dan prosedur tindakan



3. Informasikan



kepada



tindakan yang diberikan 4. Kolaborasi pemberian sedasi dan 4. Pemberian sedasi berguna untuk menenangkan pasien anti konvulsan, jika perlu dan anti konvulsan berguna dalam



meredakam



nyeri



akibat



gangguan



saraf,



mencegah dan mengobati sakit kepala.



D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan (Nursalam, 2011).



E. EVALUASI KEPERAWATAN No. Dx. 1.



Evaluasi Hasil Diagnosa Gangguan Komunikasi Verbal diharapkan memenuhi kriteria hasil: 1. Kemampuan dalam berbicara 2. Kemampuan dalam mendengar 3. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh 4. Respons prilaku normal



2.



Diagnosa Gangguan Persepsi Sensori diharapkan memenuhi kriteria hasil: 1. Respon sesuai stimulus 2. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman 3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra perabaan 4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra pengecapan



3.



Diagnosa Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif diharapkan memenuhi kriteria hasil: 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Tekanan intra kranial normal 3. Nilai rata-rata tekanan darah normal 4. Tidak ada sakit kepala



REFERENSI



Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.



Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.



Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.