Askep PJK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR ( PENYAKIT JANTUNG KORONER)



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun. Terjadinya kematian dini yang disebabkan oleh penyakit jantung berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung pembuluh darah, terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (http://www.depkes.go.id/article/view) Menurut WHO 7.254.000 kematian di seluruh dunia (12,8% dari semua kematian) disebabkan oleh SKA pada tahun 2008 . Di USA setiap tahun 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan 20–40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita SKA(Rima Melati,2008). Di Indonesia SKA masih dianggap sebagai penyumbang angka kematian tertinggi dengan angka prevalensi 7,2% pada tahun 2007 .Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus meningkat dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%). (http://www.depkes.go.id/article/view/Pusat data dan informasi Kemenkes RI 2014)



Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait (Anonimª, 2006). SKA membutuhkan penanganan awal yang cepat dan tepat oleh tenaga kesehatan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.Peran tenaga kesehatan khususnya perawat adalah upaya pencegahan komplikasi maupun penanganan yang cepat untuk melakukan penyelamatan jiwa melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.Oleh sebab itu perawat perlu memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung. 1.2 TujuanPenulisan 1. Tujuan Umum Mampu menggambarkan tentang pemberian



asuhan keperawatan



pada pasien dengan PJK. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan PJK yaitu : a. Menggambarkan pengertian pasien PJK. b. Menggambarkan etiologi pada pasien dengan PJK c. Menggambarkan klasifikasi pasien dengan PJK d. Menggambarkan manifestasi klinik pada pasien dengan PJK e. Menggambarkan penatalaksaan medis, terapi dan diet pada pasien dengan PJK



f. Menggambarkan pemeriksaan penunjang pada pasien dengan PJK g. Menggambarkan pengkajian menggunakan 11 fungsional gordon h. Membuat diagnosa dengan menggunakan NANDA-NIC-NOC dan SDKISIKI-SLI i. Menggambarkan pendidikan kesehatan pada pasien dengan PJK



1.3 Manfaat Penulisan Manfaat penelitianyang dapat diperolehyaitu : a. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan tentang penyakit PJK dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan PJK. b. Bagi Universitas Penulisan ini diharapkan dapat menambah jumlah makalah yang dihasilkan oleh mahasiswa dan juga sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan klien dengan PJK.



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1



Pengertian Penyakit Jantung Koroner Penyakit Jantung Koroner (PJK) juga disebut penyakit jantung iskemik paling sering disebabkan karena sumbatan plak ateroma pada arteri koroner.Arteri koroner adalah arteri yang memasok nutrisi dan oksigen keotot jantung (miokard). (Rilantono,2012: 121) Sheerwood, 2001 menjelaskan bahwa pada keadaan jantung normal, aliran darah koroner meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen, namun pada penyakit arteri koroner aliran darah tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen. Penyakit jantung koroner



(PJK ),dalam urutan keparahan yang meningkat,



mencakup angina takstabil, infark miokard non-elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard elevasi ST (STEMI), menggambarkan suatu spektrum kondisi yang berbahaya dimana iskemia miokard disebabkan oleh suatu penurunan memdadak aliran darah yang melalui pembuluh koroner. Penurunan ini hampir selalu diinisiasi oleh ruptur plak aterosklerotik, yang menyebabkan pembentukan trombus intrakoroner yang menurunkan atau menghilangkan aliran darah.(Ward dan Aaronson,2002:90) Dapat disimpulkan bahwa PJK dalah kondisi akut yang disebabkan oleh tidak seimbangnya antara kebutuhan oksigen dengan supplay oksigen yang didapatkan di miokard. 2.2. Etiologi 1.



Suplai oksigen ke miokard yang berkurang disebabkan oleh 3 faktor : a.



Faktor pembuluh darah 1) Aterosklerosis 2) Spasme 3) Arteritis



b.



Faktor sirkulasi 1) Hipotensi



2) Stenosis aorta 3) Insufisiensi aorta c.



Faktor darah 1) Anemia 2) Hipoksemia 3) Polisitemia



2. Curah jantung yang meningkat : a.



Aktifitas berlebihan



b.



Emosi



c.



Makan terlalu banyak



d.



Hypertiroidisme



3. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada : a.



Kerusakan miokard



b.



Hypertrofi miokard



c.



Hipertensi diastolik



4. Faktor predisposisi a.



Faktor resiko yang tidak dapat diubah : 1) Usia Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ACS



meningkat seiring



pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu. Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia, tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit hanya mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap factor-faktor aterogenik. 2) Jenis kelamin Wanita relatif kebal terhadap ACS sampai mengalami menopause, setelah itu kerentanannya menjadi sama dengan pria. Hormone estrogen dianggap sebagai pelindung imunitas wanita pada masa usia sebelum menopause. 3) Hereditas Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya



sama dengan anggota keluarga lain. Komponen genetik berpengaruh terhadap poses aterosklerosis. Riwayat keluarga dapat pula mencerminkan gaya hidup yang menimbulkan stress atau obesitas. 4) Ras Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. b.



Faktor resiko yang dapat diubah 1) Mayor: a) Hiperlipidemia Kadar kolesterol dan trigliserida



dalam darah terlibat dalam



transportasi, digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena ACS dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan faktor utama yang menimbulkan hiperlipidemia. b) Hipertensi Hipertensi menyebabkan tingginya gradient tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah sehingga beban kerja jantung bertambah. Terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi, tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan kompensasi akhirnya terlampaui sehingga terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila proses aterosklerosis berlanjut maka suplai oksigen ke miokard berkurang. Kebutuhan oksigen miokard yang meningkat akibat hipertrofi dan peningkatan beban kerja jantung akhirnya menyebabkan angina atau infark. Kerusakan vascular akibat hipertensi terlihat di seluruh pembuluh perifer.



Aterosklerosis dan nekrosis medial



aorta



merupakan



predisposisi terbentuknya aneurisma dan diseksi. Perubahan struktur arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri terganggu sehingga menyebabkan mikroinfark jaringan.



c) Merokok Risikonya bergantung pada jumlah rokok yang dihisap tiap hari. Seseorang yang merokok lebih dari satu bungkus sehari menjadi dua kali lebih rentan daripada yang tidak merokok. Merokok meningkatkan agregasi trombosit sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya peningkatan pembentukan thrombus. d) Diabetes e) Obesitas meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. f) Diet yang tinggi lemak jenuh, kalori, gula dan garam merupakan salah satu factor yang berperan pada timbulnya hiperproteinemia dan obesitas. 2) Minor a) Inaktifitas fisik b) Stress



psikologis,



menyebabkan



pelepasan



katekolamin



yang



meningkatkan peningkatan kerja jantung dan vasokontriksi. 2.3. Klasifikasi PJK Penyakit jantung koroner disebabkan oleh karena adanya ketidak seimbangan antara suplai dan demand kebutuhan miocardium. Bila kebutuhan oksigen myocardium meningkat , maka suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen terjadi pada: tachikardi, peningkatan kontraktilitas myocard, hipertensi, hipertropi, dan dilatasi ventrikle. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam jumlah yang memadai aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan. Tabel 2.3.1 SKA menurut EKG dan klinis ACS



KLINIS



EKG



LAB



UAP



Enzim jantung  Nyeri dada kurang Bisa dari 20 menit, dan ada ditemukan : (Bio-marker) peningkatan frekuensi normal sakitnya atau jika ada  ST depresi gejala perburukan



Biomarker miokard ditandai dengan peningkatan



dengan ciri seperti diperas, diikat, rasa terbakar. STEMI



Ditemukan tanda-tanda :  Nyeri dada typical angina > 20 menit, bisa hilang atau tidak hilang dengan obatobatan  Lokasi: substernal, retrosternal, precordial  Sifatnya: rasa sakit seperti ditekan dan terbakar



0,5mm , dapat disertai dengan gelombang T inverse Deviasi ST segmen elevasi > 1mm di ekstrimitas dan > 2mm di precordial, lead yang bersebelahan.



CKMB > 25 µ/l Troponin T positif > 0,03 Biomarker miocard ditandai dengan peninggkatan CKMB lebih dari 25µ/l , Troponin T positif > 0,03



2.4 Manifestasi Klinis a. Nyeri dada - Biasanya berlangsung > 30mm dan makin lama bertambah berat di dada kiri - Menjalar ke rahang, leher, lengan, punggung. - Nyeri seperti tertekan beban berat, seperti di remas – remas seperti terbakar atau seperti di tusuk – tusuk. b. Sesak nafas (dipsneu ) Yang merupakan akibat dari msuknya cairan kedalam rongga udara di paru – paru ( kongesti pulmoner / edema pulmonal ) c. Timbul mual muntah d. Perasaan lemas lelah Diakibatkan tidak efektifnya jantung memompa, maka aliran darah ke otot selama melakukan aktifitas akan berkurang gejala ini biasanya bersifat ringan. e. Kulit yang dingin dan pucat f. Pengeluran urine berkurang



2.5



Penatalaksaan medis / terapi / diet Keberhasilan terapi ACS bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer klien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada penderita dengan infark miokard, yaitu : 1. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik, angioplasti, atau CABG. 2. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti platelet. 3. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen demand atau mencukupi kebutuhan oksigen Protokol tatalaksana awal ACS tanpa elevasi segmen ST : 1. Oksigen nasal 2-3 L/menit 2. Aspilet kunyah 160-320 mg 3. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg 4. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali, jika masih nyeri dada diberi Morphin 2,5–5 mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 5 mikrogram/menit atau dititrasi. 5. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB, hsTroponin 6. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi) 7. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium antagonis 8. Statin 9. Anti koagulan: Protokol tatalaksana awal ACS dengan elevasi segmen ST : 1.



Onset kurang dari 12 jam: a. Oksigen nasal 2-3 L/menit. b. Aspilet kunyah 160-320 mg c. Clopidrogel loading dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg. clopidrogel loading dose 600 mg hanya diberikan pada klien yang akan dilakukan PPCI dan tidak diberikan pada klien usia lebih dari 75 tahun atau yang rutin mendapat clopidrogel.



d. Nitrat tablet 5 mg SL maksimal 3 kali, jika masih nyeri dada diberikan Morphin 2,5–5 mg IV atau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 10 mikrogram/menit. e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB, hs-Troponin f.



Penatalaksanaan untuk ACS adalah PCI (Percutaneus Coronary Intervention) dan fibrinolitik. PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang kateterisasi, jika PCI tidak bisa dilakukan diberikan fibrinolitik.



Syarat Diet Syarat- syarat diet penyakit jantung adalah sebagai berikut: 1. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal 2. Protein cukup, yaitu 0,8 g/ kg BB. 3. Lemak sedang, yaitu 25- 30% dari kebutuhan energy total, 10% berasal dari lemak jenuh, dan 10- 15% lemak tidak jenuh. 4. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia . 5. Vitamin dan mineral cukup, hindari penggunaan supplement kalium, kalsium, dan magnesium jika tidak dibutuhkan . 6. Garam rendah, 2- 3 g/ hari, jika disertai hipertensi atau edema. 7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas. 8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi. 9. Cairan cukup, – 2 liter/ hari sesuai kebutuhan. 10. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, di berikan dalam porsi kecil. 11. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral, atau supplement gizi. Klasifikasi Pemberian Diet 1. Diet Jantung I Diet jantung I diberikan kepada pasien penyakit jantung akut seperti Myocard Infarct (MCI) atau Dekompensasio Kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya diberikan selama 1-3 hari. 2. Diet Jantung II Diet jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet diberikan



sebagai perpindahan dari diet jantung I, atau setelah fase akut dapat teratasi. Jika disertai hipertensi atau edema, diberikan sebagai diet jantung II rendah garam. Diet ini rendah energi, protein, kalsium dan tiamin. 3. Diet Jantung III Diet jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung II atau kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi atau edema, diberikan sebagai diet jantung III rendah garam. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain. 4. Diet Jantung IV Diet jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung III atau kepada pasien jantung dengan keadaan ringan. Jika disertai hipertensi atau edema, diberikan sebagai diet jantung IV rendah garam. Diet ini cukup energi dan zat gizi lain kecuali kalsium 2.6



Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik a. Elektrokardiogram 1.



STEMI : Perubahan pada klien dengan Infark Miokard Akut, meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ST ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.



2.



NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.



Evolusi perubahan EKG yang khas pada miocard infark



Lokasi infark miokard ,temuan EKG (AHA 2013) lokasi septal anterior Anterosep



resiprokal -



Artery coroner LAD LAD LAD



tal Anterolate V3,V4,V5.V6,I,aVL



II,III,aVF



LAD,Circumflek,margi



ral Extensif



V1,V2,V3,V4,V5.V6,



II,III,aVF



nal LCA



anterior inferior lateral posterior



I,Avl II,III,aVF I,aVL,V5,V6 V7,V8,V9



I,aVL RCA,LCX II,III,aVF LCX,marginal V1,V2,V3, PDA,RCA,LCX



II,III,aVF,V3R,V4R



V4 I,aVL



Ventikel



Lead V1,V2 V3,V4 V1,V2,V3,V4



RCA



kanan b. Enzim Jantung, yaitu : 1.



CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya



pada 24



jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari. 2.



Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8 jam pasca infark



3.



LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.



c. Elektrolit Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi. d. Sel darah putih Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi e. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi. f. Analisa Gas Darah Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. g. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA. h. Rontgen Dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung (CTR > 50 %) diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. i. Ekhokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. j. Pemeriksaan pencitraan nuklir Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau luasnya AMI. Technetium : terkumpul dalam sel iskemik di sekitar area nekrotik l. Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. m. Nuklear Magnetic Resonance (NMR) Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. n. Tes stress olah raga



Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.



2.7



Pengkajian Menggunakan 11 Fungsional Gordon Pengkajian 1.



Identitas Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah,2010: hal 17) 2.



2.



Keluhan utama Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah,2010: hal 18)



3.



Riwayat kesehatan lalu. Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya. (Wantiyah,2010: hal 17) 4.



4.



Riwayat kesehatan sekarang. Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada. (Wantiyah,2010: hal 18) 5.



5.



Riwayat kesehatan keluarga. Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan darah. (A.Fauzi Yahya 2010: hal 28)



6.



Riwayat psikososial. Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis. (Wantiyah,2010: hal 18) 7.



7.



Pola aktivitas dan latihan.



Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha, 2011:hal 15) 8. Pemeriksaan fisik a.Keadaan umum Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit. b.Tanda-tanda vital Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,2C. (Gordon, 2015: hal 22) c.Pemeriksaan fisik persistem 1. Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal. (Aziza, 2010: hal 13) 2. Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur. (Gordon, 2015: hal 22) 3. Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22) 4. Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati. (Gordon, 2015:hal 22) 5. Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dinit tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen, volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia. (Aziza, 2010: hal 13) 6. Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan tekhnik inspeksi, auskultrasi, palpasi, dan perkusi perawat melakukan pengukuran tekanan darah; suhu; denyut jantung dan iramanya; pulsasi prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S3 sebagai



indikasi gagal jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut (Wantiyah,2010: hal 18) 7. Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal meliputi auskultrasi bising usus, palpasi abdomen (nyeri, distensi). (Aziza,2010: hal 13) 8. Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya dilakukan. (Aziza,2010: hal 13) 9. Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah. (Aziza,2010: hal 13) 10. Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik. (Gordon, 2015:hal 22) 11. Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang  jenis cairan yang keluar . (Aziza,2010: hal 13)



2.8 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan SKA adalah: b.



Nyeri dada berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan demand oksigen.



c.



Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan perfusi miokard.



d.



Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrosis jaringan miokard.



2.9 Intervensi NANDA-NIC-NOC No 1



Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Keperawatan Nyeri akut b.d



NOC :



NIC : Pain Management



injury miokard



- Pain Level,



- Lakukan pengkajian nyeri



Definisi :



- Pain control,



secara komprehensif



Sensori tidak



- Comfort level



(lokasi, karakteristik,



menyenangkan dan



Setelah dilakukan tindakan



durasi, frekuensi, kualitas



pengalaman



keperawatan selama 3x24



dan faktor presipitasi)



emosional yang



jam diharapkan nyeri



muncul secara



berkurang dengan criteria



aktual atau potensial



hasil :



kerusakan jaringan



- Mampu mengontrol



- Kaji reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Gunakan teknik komunikasi terapeutik



atau menggambarka



nyeri (tahu penyebab



untuk mengetahui



adanya



nyeri, mampu



pengalaman nyeri klien



kerusakan (Asosiasi



menggunakan tehnik



Studi Nyeri



nonfarmakologi untuk



mempengaruhi respon



Internasional):



mengurangi nyeri,



nyeri



serangan mendadak



mencari bantuan)



atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat



- Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Mampu mengenali nyeri



- Kaji kultur yang



- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri



yang dapat



(skala, intensitas,



seperti suhu ruangan,



diantisipasi dengan



frekuensi dan tanda



pencahayaan dan



akhir yang dapat



nyeri)



kebisingan



diprediksi dan



- Menyatakan rasa



dengan durasi



nyaman setelah nyeri



kurang dari 6 bulan.



berkurang



Batasan Karakteristik: - Perubahan tekanan darah - Perubahan frekuensi jantung - Perubahan frekuensi pernafasan - Diaforesis



- Kurangi faktor presipitasi nyeri - Pilih dan lakukan



- ekpresi wajah rileks /



penanganan nyeri



tenang, tak tegang



(farmakologi, non



- tidak gelisah - nadi 60-100 x/menit - TD 120/ 80 mmHg - Frekuensi nafas 12-18 x/menit



farmakologi) - Ajarkan tentang teknik non farmakologi - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tingkatkan istirahat,



- Perubahan posisi



berikan posisi nyaman



untuk melindungi



- Kolaborasikan dengan



nyeri - Melaporkan nyeri secara verbal 2



dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil



- Monitor tanda-tanda vital Penurunan curah NOC : NIC : Cardiac Care jantung b/d - Evaluasi adanya nyeri dada perubahan preload, - Cardiac Pump ( intensitas, lokasi, durasi) effectiveness afterload, - Catat adanya disritmia Circulation Status kontraktilitas, jantung Vital Sign Status irama jantung - Catat adanya tanda dan - Setelah dilakukan gejala penurunan cardiac Definisi: tindakan keperawatan putput selama 3x24 jam - Monitor status Ketidakadekuatan diharapkan curah jantung kardiovaskuler dan darah yang dipompa meningkat dengan pernafasan oleh jantung untuk criteria hasil: - Monitor balance cairan memenuhi - Tanda Vital dalam - Monitor adanya perubahan kebutuhan metabolic rentang normal (Tekanan tekanan darah tubuh darah, Nadi, respirasi) - Monitor respon klien Dapat mentoleransi Batasan terhadap efek pengobatan aktivitas, tidak ada Karakteristik: kardiovaskular kelelahan - Atur periode latihan dan - Aritmia - Tidak ada edema paru, istirahat untuk - Perubahan nilai perifer, dan tidak ada menghindari kelelahan CVP, PCWP diluar asites - Monitor toleransi aktivitas nilai normal - Tidak ada penurunan klien - Penurunan nadi kesadaran - Anjurkan untuk perifer - CRT 3 detik, oliguria, kulit pucat, sianosis)  Perubahan kontraktilitas (terdengar suara jantung S3 dan/atau S4, ejection fraction (EF) menurun) DS:  Palpitasi  Lelah  Dyspnea  Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)  Ortopnea  Batuk



PENURUNAN CURAH JANTUNG Definisi: ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh



CURAH JANTUNG Setelah dilakukan intervensi selama ……………. maka curah jantung meningkat, dengan kriteria hasil:  kekuatan nadi perifer meingkat  EF meningkat  Palpitasi menurun  Bradikardi menurun  Takikardi menurun  Gambaran EKG aritmia menurun  Lelah menurun  Edeman menurun  Distensi vena jugularis menurun  Dyspnea menurun  Pucat/sianosis menurun  Ortopnea menurun  Batuk menurun  Bungi jantung S3 menurun  Bunyi jantung S4 menurun  Tekanan darah membaik  Pulmonary vascular resistance (PVR) membaik  CRT membaik



Berhubungan dengan:  Perubahan irama jantung  Perubahan frekuensi jantung  Perubahan kontraktilitas  Perubahan preload  Perubahan afterload



INTERVENSI Perawatan Jantung Tindakan: Observasi  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP)  Identifikasi tanda/gejala sekunder (penigkatan BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)  Monitor tekanan darah  Monitor intake dan output cairan  Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama  Monitor saturasi oksigen  Monitor keluhan nyeri dada  Monitor EKG 12 sadapan  Monitor aritmia  Monitor nilai lanoratorium jantung  Monitor fungsi alat pacu jantung  Periksa TD dan nadi sebelum dan sesudah aktivitas  Periksa TD dan nadi sebelum dan sesudah pemberian obat Terapeutik  Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman  Berikan diet jantung yang sesuai  Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai indikasi  Fasilitas pasien dan keluara untuk modifikasi gaya hidup  Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress  Berikan dukungan emosional dan spiritual  Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi >94% Edukasi  Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi  Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap  Anjurkan berhenti merokok  Ajarkan pasien dan keluarga mengukur BB harian  Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output



cairan harian Kolaborasi  Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu  Rujuk ke program rehabilitasi jantung



DATA DO:  Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat  Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat  Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat / setelah aktifitas  Gambaran EKG menunjukkan iskemia  Sianosis DS:  Mengeluh lelah  Dispnue saat/ setelah aktifitas  Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas  Merasa lelah



DIAGNOSIS INTOLERANSI AKTIFITAS Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari hari. Berhubungan dengan:  Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen  Tirah baring  Kelemahan  Imobilitas



LUARAN INTOLERANSI AKTIFITAS Setelah dilakukan intervensi selama ……………. maka intoleransi aktifitas meningkat, dengan kriteria hasil:  Frekuensi nadi perifer meingkat  Keluhan lelah menurun  Dispnue saat beraktifitas menurun  Dispnue setelah beraktifitas menurun  Kemudahan alam melakukan aktifitas sehari hari meningkat  Jarak berjalan meningkat  Kekuatan tubuh bagian atas meningkat  Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat  Saturasi oksigen meningkat  Perasaan lemah menurun



INTERVENSI Manajemen Energi Tindakan: Observasi  Identifikasi gangguan fungsi tubih yang mengakibatkan keluhan  Monitor pola dan jam tidur  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas Terapeutik  Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif  Berikan aktifitas distraksi yang menyengakan  Fasilitasi duduk disisi tempat tidur , jika tidak dapat berpindah atau berjalan. Edukasi  Anjurkan tirah baring  Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap  Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang  Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan aspan makanan MANAJEMEN ARITMIA Tindakan:



 Aritmia saat beraktifitas menurun  Sianosis menurun  Warna kulit membaik  Tekanan darah membaik  Frekuensi nafas membaik  EKG iskemia membaik



Observasi  Periksa onset dan pemicu aritmia  Identifikasi jenis aritmia  Monitor frekuensi dan durasi aritmia  Monitor keluhan nyeri dada  Monitor saturasi oksigen Terapeutik  Berikan lingkungan tenang  Rekam EKG 12 lead Kolaborasi  Kolaborasi pemberian aritmia , jika perlu



DAFTAR PUSTAKA AHA, 2013. Guideline for management of ST-Elevation myocardial infarction. ESC,2013. Guidline ACS Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Oktavianus, febriana. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Dewasa. Graha Ilmu Yogyakarta. Rokhaeni, Heni dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama. Bidang Pendidikan dan Pelatihan pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita. Jakarta Rilantono, lily I. 2012.Penyakit Kardiovaskuler (PKV), Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat PPNI. 2019 Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat PPNI. 2019 Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat PPNI. 2019 Wilkinson, M. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi Jakarta : EGC



NIC/NOC.