Askep Retinoblastoma KLP 11 PDF [PDF]

  • Author / Uploaded
  • riska
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN RETINOBLASTOMA



OLEH : KELOMPOK 11 KELAS : B13 B



1. Ni Luh Yosin Supiawati



( 203221174 )



2. I Gusti Ayu Putu Anggreni Febrianti



( 203221175 )



3. Sang Ayu Riska Dwi Cahyadi



( 203221176 )



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2020



1



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN RETINOBLASTOMA



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Retinoblastoma Retinoblastoma adalah tumor endookular pada anak yang mengenai saraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata-rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. Ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan anestesi pada anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006). Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun. 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma. Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom. Massa tumor diretina dapat tumbuh kedalam vitreus (endofitik) dan tumbuh menembus keluar (eksofitik). Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan. Sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50% menurunkan anak dengan retinoblastoma. Pewarisan ke saudara sebesar 47%.



2



2. Epidemiologi Retinoblastoma Retinoblastoma adalah tumor intraokular paling sering ditemui pada anak-anak, terjadi kira-kira 1 dalam 15,000 kelahiran hidup di Amerika Serikat dan 1 dalam 16,600 kelahiran hidup di Eropa Utara. Terdapat 250-300 kasus baru yang dilaporkan di Amerika Serikat setiap tahun. Antara tahun 2005 hingga 2009, insidens tahunan retinoblastoma di Amerika Serikat pada anak usia bawah 15 tahun adalah 4.1 juta orang. Usia median diagnosis adalah 2 tahun dan kira-kira 95% terdiagnosis sebelum mencapai usia 5 tahun. Namun pernah ada kasus yang baru terdiagnosis sewaktu berumur hingga 18 tahun dan pernah juga terdiagnosis pada usia dewasa. Kira-kira 25% dari kasus retinoblastoma adalah kasus bilateral. Insidens retinoblastoma tidak ada perbedaan kelamin maupun antara kulit putih atau hitam. Di seluruh dunia, insidens retinoblastoma adalah merata dan tidak jauh berbeda. Beberapa faktor seperti status sosial ekonomi, kemiskinan, tingkat



pendidikan, kepercayaan dan



akses



pelayanan kesehatan



berpengaruh pada keterlambatan diagnosis hingga menyebabkan prevalens yang lebih tinggi di negara maju. Keterlambatan pengobatan dan frekuensi penyakit metastase mengakibatkan prognosis yang buruk di negara berkembang.



3. Etiologi Retinoblastoma Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat padaDNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum berakhir (Skuta et al. 2011) . Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya; apabila



3



alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan (Yanoff, 2009). Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/nervus optikus).



4. Manifestasi Klinis Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tandatanda peradangan di vitreus (Vitreous seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata , akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikular dan submandibula dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati. (Mansjoer, 2008:75) Gambaran klinis Retinoblastoma umumnya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yang diturunkan melalui genetik gejala klinis dapat muncul lebih awal.



4



a. Leukokoria Merupakan



gejala klinis yang paling sering ditemukan pada



retinoblastoma intra okular yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis. b. Strabismus Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar makula tetapi massa tumor sudah cukup besar. c. Mata merah Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis d. Buftalmus Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar. e. Pupil midriasis Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik f. Proptosis Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okular. g. Nyeri. h. Visus menurun



5



5. Klasifikasi a. Golongan I : Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil. Terdapat pada atau dibelakang ekuator, prognosis sangat baik b. Golongan II : Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil, prognosis baik. c. Golongan III : Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil, prognosis meragukan d. Golongan IV : Tumor multiple sampai ora serata, prognisis tidak baik. e. Golongan V : Setengah retina terkena benih di badan kaca, prognosis buruk.



6. Stadium Retinoblastoma Tumor mata ini terbagi atas IV stadium, antara lain: a. Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang) b. Stadium II: tumor terbatas pada bola mata. c. Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi. d. Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak. Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.



6



7. Patofisiologi Retinoblastoma Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1 yang terletak pada kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik terjadi karena faktor hereditas maupun karena faktor lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen RB1 ini merupakan gen suppresor tumor bersifat alel dominan protektif, dan merupakan pengkode protein RB1 (PRB) yang merupakan protein yang berperan dalam regulasi suatu pertumbuhan sel (Anwar, 2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan transkripsi, tranlokasi, maupun delesi informasi genetic, maka gen RB1 (P-RB) menjadi inactive sehingga protein RB1 (P-RB) juga inactive atau tidak diproduksi sehingga memicu pertumbuahan sel kanker (Tomlinson, 2006:62). Retinoblastoma dapat tumbuh keluar (eksofitik) atau kedalam (endofitik). Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke dalam korpus vitreum. Kedua jenis secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas melalui saraf optikus ke otak dan sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sclera ke jaringan orbita lainnya. Secra mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil, tersusun rapat bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang-kadang membentuk “rosette Flexner – Wintersteiner” yang khas, yang merupakan indikasi diferensiasi fotoreseptor. Kelainankelainan degeneratif sering dijumpai, disertai oleh nekrosis dan klasifikasi.



7



8. Pathway Retinoblastoma



8



9. Tanda dan Gejala Retinoblastoma a. Tanda Funduskopi dengan pupil yang dilebarkan memperlihatkan massa merah muda keputihan yang menonjol keluar dari retina ke dalam ruang vitreous. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glukoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak melalui sklera ke jarinngan orbita dan sinus pranasal, metastasis jauh kes sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kedalam badan kaca. Dipermukaan terdapt neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Tanda Retinoblastoma pada pasien umur < 5 tahun Leukokoria (54 – 62 %), Strabismus (18%-22%), Hypopion , Hyphema, Heterochromia, Spontaneous globe perforation, Proptosis, Katarak, Glaukoma, Nystagmus, Tearing, Anisocoria dan pada pasien umur > 5 tahun, Leukokoria (35%), Penurunan visus (35%), Strabismus (15%) , Inflamasi (2%-10%), Floater (4%), Nyeri (4%). b. Gejala 1) Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. 2) Strabismus karena penurunan penglihatan dan apabila letak tumor di makula. 3) Kadang mata merah yang nyeri. 4) Massa tumor yang makin membesar akan memperlihatkan leukokoria 5) Mundurnya visus sampai buta 6) Mata Juling 7) Bila mata kena sinar akan memantul seperti mata kucing yang disebut “amurotic cat”s eye.



10. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler dapat ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi. Karena tindakkan biopsi merupakan



9



kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan bebrapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang : a. Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan berbatas kabur. b. X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan klasifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen : Optikum melebar. c. USG : Adanya massa intraokuler d. Lactate Dehydrogenase (LDH) : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila rasio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler (Normal rasio Kurang dari 1). e. Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata. f. CT-scan dan MRI CT-scan dan MRI orbita dan kepala, sangat berguna untuk mengevaluasi seluruh komponen mata, dan keterlibatan SSP. CT-scan dapat mendeteksi klasifikasi sedangkan MRI tidak bisa. MRI lebih berguna dalam evaluasi nervus. optikus, deteksi Rb trilateral dan Rb ekstraokular. g.



Aspirasi dan biopsi sumsum tulang Aspirasi dan biopsi serta lumbal fungsi sangat disarankan untuk pemeriksaan sitologi apabila ada penyebaran ekstraokuler.



11. Penatalaksanaan Retinoblastoma Pengobatan retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi. Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka dilakukan eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan kemoterapi (Ilyas dkk, 2002).



10



Harus dilakukan pemantauan teratur pada anak yang menderita retinoblastoma dan keturunan berikutnya. Konseling genetik harus ditawarkan dan anak dengan orang tua yang pernah mengalami retinoblastoma harus diawasi sejak bayi (James dkk, 2005). Bila tumor masih terbatas intraokular, pengobatan dini mempunyai prognosis yang baik. Tergantung dari letak, besar, dan tebal, pada tumor yang masih intraokular dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan visus. Pada tumor intraokular yang sudah mencapai seluruh vitreus dan visus nol, dilakukan enukleasi. Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih



terbatas



dirongga



orbita,



dilakukan



kombinasi



eksentrasi,



radioterapi, dan kemoterapi. Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20-90% pasien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma (mansjoer, 2005). a. Terapi Beberapa cara terapi adalah : 1) Enukleasi bulbi : mengangkat bola mata dan diganti dengan bola mata prothese (buatan).Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata. Apabila tumor telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata maka dilakukan eksenterasi. 2) Penyinaran bola mata. Retino blastoma bersifat radiosensitif, sehingga terapi ini sangat efektip. Bahayanya jaringan sekitarnya dapat rusak akibat penyinaran. 3) Photocoagulation : fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma



stadium



sangat



dini.



Dengan



melakukan



fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah yang menuju ke tumor



tertutup,



sehingga



sel



tumor



akan



menjadi



mati.



Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon



11



atau Diode laser yang dilakukan sebanya 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan. 4) Cryotherapy : terapi dengan cara pendinginan (pembekuan) pada kanker ukuran kecil.Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan dengan fotokoagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval masing-masing 1 bulan. 5) Chemotherapy : Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan atau mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan eksentrasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh. Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau dikombinasi dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide phosphate. Tehnik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini adalah : a) Kemoterapi,



dimana



setelah



dilakukan



kemoreduksi



dilanjutkan dengan termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya penurunan visus. b) Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan radioterapi yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik. b. Pembedahan 1) Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada itraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan meotong saraf optik sepanjang mungkin.



12



2) Eksentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dgn mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya 3) Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa– sisa sel tumor.



12. Komplikasi Retinoblastoma Komplikasi Retinoblastoma yaitu: a. Tumor



non



okuler



sekunder



dapat



muncul



pada



penderita



retinoblastoma. Contohnya Osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain, melanoma maligna, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma dan berbagai jenis tumor otak b. Komplikasi vascular : kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan dapat terlihat. c. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah radiasi. Terjadi hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan dosis radiasi. d. Ablasio Retina Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina. Keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. e. Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.Kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi



13



syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. f. Kebutaan g. Kematian



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan a. Identitas 1) Anak 2) Orang Tua b. Genogram c. Alasan Dirawat 1) Keluhan Utama 2) Riwayat Penyakit 3) Riwayat Anak 4) Perawatan Masa Kandungan 5) Perawatan Waktu Kelahiran d. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual 1) Bernafas 2) Makan dan minum 3) Eliminasi BAB/BAK 4) Aktifitas 5) Rekreasi 6) Istirahat dan tidur 7) Kebersihan diri 8) Pengaturan suhu tubuh 9) Rasa nyaman 10) Rasa Aman 11) Belajar 12) Prestasi 13) Hubungan sosial anak 14) Melaksanakan ibadah



14



e. Pengawasan Kesehatan f. Penyakit Yang Pernah Diderita g. Kesehatan Lingkungan h. Perkembangan Anak i. Pemeriksaan Fisik j. Pemeriksaan Penunjang k. Hasil Observasi



2. Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan retinoblastoma menurut SDKI (2016), antara lain: 1) (D.0085) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pengelihatan. 2) (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma) 3) (D.0083) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh. 4) (D.0136) Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor. 5) (D.0080) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan ancaman kematian.



15



3. Perencanaan Keperawatan No Diagnosis



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



(SLKI)



(SIKI)



(SDKI) 1.



(D.0085)



Setelah



dilakukan



Rasional



intervensi Minimalisasi Rangsangan (I.08241)



Minimalisasi Rangsangan



Gangguan keperawatan selama .... x 24 jam Observasi :



Observasi :



persepsi



diharapkan persepsi sensori membaik 1. Periksa status mental, status sensori dan 1. Status



sensori



(L.09083) dengan kriteria hasil : 1. Verbalisasi



melihat



bayangan



tingkat



kenyamanan



(mis.



nyeri,



kelelahan)



pasien



serta



tingkat



kenyamanan dapat menjadi hal prioritas yang harus dikaji sebelum melakukan



menurun



tindakan keperawatan selanjutnya



2. Distorsi sensori menurun



Terapeutik :



3. Perilaku halusinasi menurun



1. Diskusikan



4. Respon stimulus membaik



mental



Terapeutik : tingkat



toleransi



terhadap 1. Tingkat toleransis terhadap sensori dapat



beban sensori (mis. bising, terlalu terang)



membantu dalam proses peminimalan rangsangan



2. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, 2. Stimulus lingkungan yang berlebih dapat suara, aktifitas)



memperburuk kondisi yang dialami



3. Jadwalkan aktifitas harian dan waktu 3. Penentuan waktu istirahat dapat membantu istirahat



meningkatkan kenyamanan



4. Kombinasikan prosedur/tindakan dalam 4. Kombinasi satu waktu, sesuai kebutuhan



16



tindakan



bertujuna



untuk



mengefisienkan waktu dalam pemberian



terapi Edukasi :



Edukasi :



1. Anjurkan cara meminimalkan stimulus 1. (mis. mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi



kebisingan,



Memandirikan pasien serta melibatkan pasien untuk pengobatan lanjutan



membatasi



kunjungan) Kolaborasi :



Kolaborasi :



1. Kolaborasi



dalam



meminimalkan 1. Untuk meningkatkan



prosedur/tindakan 2.



dilakukan



intervensi Manejemen Nyeri (I. 08238)



status



kesehatan



pasien



(D.0077)



Setelah



Nyeri



keperawatan selama ...... x 24 jam Observasi :



akut



diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 1. Pemeriksaan nyeri yang dilakukan harus (L.08066) dengan kriteria hasil : 1. Kemampuan



Observasi :



kualitas, intensitas nyeri



menuntaskan



aktivitas menigkat



Manejemen Nyeri



lengkap untuk menentukan terapi dan pengobatan yang harus diberikan



2.



Identifikasi skala nyeri



2. Penentuan skala nyeri dapat membantu



2. Keluhan nyeri menurun



mengetahui



3. Meringis menurun



terhadap nyeri yang dirasakan



4. Sikap protektif menurun



3.



Identifikasi respon nyeri non verbal



5. Gelisah menurun



tingkat



persepsi



3. Respon nyeri noverbal dapat membantu dalam proses pengobatan nyeri



17



pasien



Terapeutik : 1.



Terapeutik :



Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi hypnosis,



rasa



nyeri



akupresur,



(mis. terapi



1. Teknik nonfarmakologis dapat membantu



TENS,



mengurangi nyeri yang dirasakan pasien



musik,



biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik



imajinasi



terbimbing,



kompres



hangat/dingin, terapi bermain) 2.



Kontrol lingkungan yang memperberat rasa



nyeri



(mis.



Suhu



ruangan,



2.



Kondisi lingkungan yang nyaman dapat membantu proses penyembuhan



pencahayaan, kebisingan) Edukasi : 1.



Edukasi :



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



1. Mengetahui faktor pencetus nyeri dapat membantu untuk meminimalkan nyeri yang terjadi



2.



Jelaskan strategi meredakan nyeri



2. Strategi



meredakan



nyeri



dapat



mempercepat proses penyembuhan nyeri



Kolaborasi :



Kolaborasi : 1.



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



18



1. Membantu proses penyembuhan



3.



(D.0083)



Setelah



dilakukan



intervensi Promosi Citra Tubuh ( I.09305)



Promosi Citra Tubuh



Gangguan keperawatan selama .... x 24 jam Observasi :



Observasi :



citra



diharapkan citra tubuh meningkat 1. Identifikasi



tubuh



(L.09067) dengan kriteria hasil :



harapan



citra



tubuh 1. Mengetahui



berdasarkan tahap perkembangan



membantu



1. Melihat baian tubuh meningkat 2. Menyentuh



bagian



tubuh



2.



frekuensi



pernyataan



nonverbal



pada



meningkatkan



citra



dapat tubuh



kritik 2. Frekuensi kritik terhadap diri sendiri dapat mengetahui sejauh mana pasien mampu



negatif



tentang perubaan tubuh menurun 4. Respon



Monitor



tehadap diri sendiri perasaan



pasien



pasien



meningkat 3. Verbalisasi



harapan



untuk meningkatkan citra tubuhnya Terapeutik : 1.



perubahan tubuh membaik



Terapeutik :



Diskusikan



perubahan



tubuh



dan



fungsinya



1. Melakukan pasien



diskusi



menerima



dapat



membantu



dan



memahami



perubahan dan fungsi tubuh yang dialami 2.



Diskusikan



kondisi



mempengaruhi



citra



stres tubuh



yang



2. Mengetahui stress yang dialami pasien



(mis.luka,



dapat membantu pasien untuk melakukan



penyakit, pembedahan)



manajemen stress



Edukasi : 1.



Jelaskan



Edukasi : kepada



keluarga



perawatan perubahan citra tubuh



tentang



1. Melakukan perawatan pada bagian tubuh yang



mengalami



perubahan



dapat



membantu untuk meningktkan citra tubuh



19



2.



4.



dilakukan



Latih fungsi tubuh yang dimiliki



intervensi Manajemen



(D.0136)



Setelah



Risiko



keperawatan selama .... x 24 jam (I.14513)



cedera



diharapkan tingkat cedera menurun Observasi :



Observasi :



(L.14136) dengan kriteria hasil :



1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis.



1. Kebutuhan keselamatan menjadi priritas



1. Toleransi aktivitas meningkat



Kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat



2. Nafsu makan meningkat



perilaku)



3. Toleransi makanan 4. Kejadian cedera menurun 5. Luka/lecet menurun



Keselamatan



2. Memaksimalkan fungsi tubuh



Lingkungan Manajemen Keselamatan Lingkungan



2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan



untuk menurunkan risiko cedera



2. Perubahan status keselamatan lingkungan dapat mempengaruhi tingkat risiko cedera



Terapeutik : 1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan Terapeutik : (mis. fisik, biologi dan kimia), jika



1. Meminimalkan risiko cedera



memungkinkan 2. Modifikasi



lingkungan



meminimalkan bahaya dan risiko Edukasi :



untuk



2. Lingkungan yang aman dapat membuat pasien terhindar dari cedera Edukasi :



1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok 1. Memberikan pemahaman kepada pasien risiko tinggi bahaya lingkungan



dan keluarga serta pengunjung terkait 1. bahaya lingkungan



20



2.



5.



(D.0080)



Setelah



dilakukan



intervensi Reduksi Ansietas (I.0934)



Ansietas



keperawatan selama ..... x 24 jam Observasi :



Reduksi Ansietas Observasi :



diharapkan tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 1. Mengidentifikasi (L.09093) dengan kriteria hasil : 1. Verbalisasi



khawatir



akibat



kondisi yang dihadapi menurun 2. Perilaku gelisah menurun



(mis, kondisi, waktu, stresor)



tingkat



ansietas,



misalnya pasien merasa tidak terkontrol (gelisah)



2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan 2. Perubahan tanda-tanda dapat digunakan nonverbal)



sebagai indikator terjadinya ansietas pada



3. Perilaku tegang menurun



klien



4. Konsentrasi membaik



Terapeutik :



5. Pola tidur membaik



1. Ciptakan



Terapeutik : suasana



terapeutik



menumbuhkan kepercayaan



untuk 1. Meningkatkan



kepercayaan



hubungan



antara klien dan perawat



2. Motivasi mengidentifikasi situasi yang 2. Untuk mengetahui kecemasan lebih lanjut memicu kecemasan Edukasi :



Edukasi :



1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang 1. Agar tidak terjadi peningkatan kecemasan mungkin dialami 2. Informasikan



secara



21



saat prosedur dilakukan faktual



mengeai 2. Meningkatkan kepercayaan paien dan



diagnosis, pengobatan, dan prognosis



mengurangi rasa cemas



3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama 3. Agar pasien merasa tenang dan nyaman pasien



saat berada di dekat orangtua



Kolaborasi :



Kolaborasi :



1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas



1. Untuk pasien



22



meningkatkan



status



kesehatan



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi untuk mencapai tujun yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing order untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan



yang mencangkup



peningkatan



kesehatan,



pencegahan



penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2017)



5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respons (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan. Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing). Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemukan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) merupakan data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) merupakan interprestasi dari data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya (Tarwoto & Wartonah, 2015).



23



DAFTAR PUSTAKA



Anwar, Faten. 2010. Retinoblastoma Expression in Thyroid Neoplasms. The United States and Canadian Academy of Pathology journal. Vol 13,562. Diakses 13 oktober 2011, dari medline database. Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & dokumentasi keperawatan edisi 2. Jakarta: EGC Ilyas Sidarta, Prof. dr. H. SpM. 2009. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta: FKUI. Nursalam. (2017). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (2nd ed.; T. editor S. Medika, ed.). Jakarta: Salemba Medika. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (5th ed.; P. P. Lestari, Ed.). Jakarta: Salemba Medika. Tomlinson, Deborah. 2006. Pediatric Oncology Nursing. Berlin: Springer Permono, H. B., Sutaryo, Ugrasena, I., Windiastuti, E., & Abdulsalam, M. (2006). Buku Ajar Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta : widya medika.



24



ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN An. JM DENGAN RETINOBLASTOMA DIRUANG BELIBIS RSUD WANGAYA TANGGAL 09 S/D 12 OKTOBER 2020



I.



IDENTITAS A. Anak 1.



Nama



: An. JM



2.



Umur



: 4 tahun 4 bulan



3.



Jenis kelamin



: Laki-laki



4.



Agama



: Kristen



5.



Alamat



: Jl Pulau Buton no X, Denpasar



B. Orang Tua 1.



2.



Ayah a.



Nama



: Tn. RM



b.



Umur



: 29 tahun



c.



Agama



: Kristen



d.



Pekerjaan



: Wiraswasta



e.



Hubungan dengan pasien



: Ayah kandung



f.



Alamat



: Jl Pulau Buton no X, Denpasar



Ibu a.



Nama



: Ny. A



b.



Umur



: 25 tahun



c.



Agama



: Kristen



d.



Pekerjaan



: IRT



e.



Hubungan dengan pasien



: Ibu kandung



f.



Alamat



: Jl Pulau Buton no X, Denpasar



Tanggal MRS



: 09 Oktober 2020



Tanggal pengkajian



: 09 Oktober 2020



II.



ALASAN DIRAWAT a) Alasan Dirawat Ibu pasien mengatakan An. JM mengeluh sakit pada mata bagian kanan b) Riwayat penyakit sekarang Pasien datang diantar keluarga ke UGD RS Wangaya, Keluarga mengatakan pasien mengeluh sakit pada mata bagian kanan dan adanya bercak putih di mata tengah bagian mata kanan An. JM. Bercak putih muncul sekitar ± 2 bulan yang lalu. Mata An. JM menonjol terdapat strabismus. Keluarga tampak kebingungan dan khawatir dengan kondisi anaknya. Ibu pasien mengatakan anaknya belum sempat diajak berobat semenjak muncul bercak putih dimata karena merasa itu hanya sakit mata biasa. c) Riwayat penyakit dahulu 1.



Pada waktu kecil : pasien jarang sakit dan setelah berumur 2 tahun pasien mulai mengeluh sakit pada mata bagian kanan.



2.



Pernah dirawat dirumah sakit : pasien baru pertama kali dirawat di rumah sakit.



3.



Obat-obatan yang digunakan : Anak belum pernah diberikan obat sendiri selain dari petugas kesehatan.



4.



Tindakan (operasi) : sebelumnya pasien belum pernah dilakukan operasi pada



5.



Alergi : tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.



6.



Kecelakaan : anak belum pernah mengalami kecelakaan.



d) Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien mengatakan ada anggota keluarganya yang lain menderita penyakit seperti ini yaitu neneknya pasien.



III.



GENOGRAM N



4 TH



Keterangan : : Laki-laki



: Perempuan



: Ikatan Perkawinan



: Hubungan Keluarga : Tinggal serumah



: Px



N



: Nenek yang pernah menderita retinablastoma



IV.



RIWAYAT ANAK (0 – 6 TAHUN), TERGANTUNG PENYAKIT Riwayat kehamilan dan kelahiran 1.



Prenatal Selama hamil ibu klien memeriksa kehamilannya secara teratur sebanyak 15 kali, ibu mendapat multivitamin zat besi, imunisasi TT 1x dan selama kehamilan tidak ada keluhan.



2.



Neonatal Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan, lahir di puskesmas stempat secra spontan, prevagina letak sungsang lahir langsung menangis BBL 3000gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat



3.



Post Natal Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS dan Puskesmas setempat, kondisi klien pada masa itu sehat.



V.



KEBUTUHAN



BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL



DALAM



KEHIDUPAN SEHARI-HARI A.



Bernafas 1.



Kesulitan bernafas : tidak ada .



2.



Kesulitan dirasakan : tidak ada



3.



Keluhan yang dirasa : tidak ada



4.



Suara nafas : tidak ada nafas cuping hidung, tidak ditemukan kelainan suara nafas.



B.



Makan dan minum Bayi : ASI ASI/PASI : Ibu pasien mengatakan pasien minum ASI saja sampai umur 6 bulan Makanan pendamping ASI : Makanan cair diberi umur 6 bulan keatas Bubur susu diberi : umur 6 bulan keatas Nasi tim saring diberi : umur 8 bulan Nasi tim diberi : umur 1 tahun Makanan tambahan lainnya nasi, sayur ,lauk ,buah ,susu.



− Diberi umur 1 tahun keatas sampai sekarang Pola makan Ibu pasien mengatakan pasien biasa makan 3x sehari Anak-anak − Keadaan sebelum sakit Ibu pasien mengatakn sebelum sakit pasien adalah anak yang ceria, suka bermain dengan teman- temannya dan setiap hari pergi ke sekolah jalan kaki . − Keaadan saat sakit Ibu pasien mengatakan saat sakit pasien lebih banyak diam, lemas terlihat pucat dan susah makan. Makanan hanya habis ¼ porsi Pasien juga sering minta pulang dan tidak suka di rumah sakit. C.



Eliminasi BAK/BAB Keluarga mengatakan pasien biasanya BAB 1-2 x/hari dengan konsistensi lunak . BAK masih normal dan tidak ada keluhan.



D.



Aktivitas Sebelum sakit ibu mengatakan anaknya aktif bermain dirumah. Sedangkan saat pengkajian ibu mengatakan aktivitas anaknya kini terbatas karena penglihatan anak sudah mulai berkurang.



E.



Rekreasi Ibu pasien mengatakan bahwa pasien dan keluarga jarang pergi berekreasi, biasanya tempat yang dikunjungi yaitu taman kota.



F.



Istirahat -Tidur Sebelum sakit pasien tidak mengalami masalah pada pola tidur, ratarata jumlah jam tidur pasien perhari 8-9 jam. Jumlah jam tidur siang ±1 jam, dan jumlah jam tidur malam ±7-8 jam, keluarga pasien mengatakan pasien terbiasa dibacakan dongeng sebelum tidur oleh orang tuanya dan tidak ada gangguan tidur, pasien merasa nyaman saat bangun tidur. Semenjak sakit jumlah jam tidur pasien masih sama.



G.



Kebersihan Diri Ibu pasien mengatakan pasien dibantu mandi dan gosok gigi oleh ibunya di kamar mandi. Saat pengkajian kondisi pasien bersih karena selalu dibantu ibunya untuk mandi, gosok gigi, dan berpakaian.



H.



Pengaturan Suhu Tubuh Pasien Mandi dibantu oleh ibu/ayah dengan menggunakan sabun, dikeringkan dengan handuk. Dan gosok gigi: ditolong oleh ibu/ ayah dengan menggunakan pasta gigi. An. A menggosok gigi 2x/ sehari, pagi dan sebelum tidur. Saat pengkajian pasien di lap dengan handuk basah dan sikat gigi 2x sehari.



I.



Rasa Nyaman Pasien merasa kurang nyaman akibat nyeri yang dirasakan di area mata, dan sering merasa gelisah.



J.



Rasa Aman Pasien selalu merasa tenang saat bersama dan dekat dengan kedua orang tuanya.



K.



Belajar Ibu pasien mengatakan anaknya sudah bisa menggambar walupun belum sempurna.



L.



Prestasi Pasien belum bersekolah dan belum mempunyai prestasi dibidang akademik dan non akademik.



M.



Hubungan Sosial Anak Hubungan sosial pasien dengan orang tuanya sangat baik. Pasien mudah berinteraksi dengan teman sebayanya. Pasien tampak lebih dekat dengan ibu. Hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain masih baik.



N.



Melaksanakan Ibadah Keluarga pasien mengatakan keluarga dan pasien menganut agama Kristen dan pasien selalu ikut dengan keluarga saat ibadah di Gereja.



L.



Kognitif dan persepsi −



Pendengaran : anak tidak mengalami gangguan pendengaran



M.







Penglihatan : penglihatan anak agak sedikit burem







Penciuman







Taktil dan pengecapan : anak dapat membedakan halus dan kasar



: penciuman anak baik



Konsep diri Selama ini anak merasa tidak ada masalah dengan penampilan dan pergaulannya dengan teman-temannya. Klien termasuk anak yang mudah bergaul dan disukai oleh teman-temannya



N.



Seksual Anak berjenis kelami laki-laki tidak ada kelainan genetalia



VI.



PENGAWASAN KESEHATAN Bila sehat diawasi : di rumah oleh orang tuanya Bila sakit minta pertolongan kepada : Puskesmas Kunjungan ke posyandu : Ibu mengatakan anaknya rajin ia ajak ke posyandu Pengawasan anak dirumah : Ibu mengatakan anaknya selalu diawasi Imunisasi (1-5 tahun)



Imunisasi BCG



Umur 1 bulan



Tgl diberikan lupa



Reaksi rewel



Tempat Imunisasi Puskesmas



DPT I, II, III



2 bulan



lupa



panas



Puskesmas



3 bulan



lupa



panas



Puskesmas



4 bulan



lupa



panas



Puskesmas



2 bulan



lupa



panas



Puskesmas



3 bulan



lupa



panas



Puskesmas



4 bulan



lupa



panas



Puskesmas



CAMPAK



9 bulan



lupa



panas



Puskesmas



Tambahan / anjuran



-



-



-



-



HB I, II, III



VII. No



PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Jenis Penyakit



Akut /



Umur saat



Kronis,



sakit



Lamanya



Pertolongan



Sampai saat



Puskesmas



Menular/ tidak 1



Panas, batuk, pilek



Tidak



2 tahun



dan sakit mata



VIII.



ini



KESEHATAN LINGKUNGAN Lingkungan rumah : 1. Luas rumah 4 x 7 m 2. Ventilasi cukup, penerangan cukup 3. Air PDAM 4. Jarak rumah dengan rumah tetangga tidak terlalu jauh kira-kira 200m



IX.



PERKEMBANGAN ANAK (0 – 6 tahun) A. Berguling



: usia 4 bulan



B. Duduk



: usia 7 bulan



C. Merangakak



: usia 9 bulan



D. Berdiri



: usia 11 bulan



E. Berjalan



: usia 12 bulan



F. Bicara pertama kali usia 6 bulan G. Berpakaian tanpa dibantu usia 4 tahun X.



PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum 1) Tingkat kesadaran: Compos mentis E4V5E6 2) Tanda-tanda vital: Nadi: 105x/mnt, Suhu: 37oC, Respirasi: 20 kali/mnt 3) Respon nyeri: terasa nyeri pada mata kanan dengan skala nyeri 6 4) BB: 18kg, TB: 97 cm



b. Kulit Inspeksi : Tidak terdapat ruam, tidak ada kemerahan, ikterik (-), sianosis (-) Palpasi



: Turgor kulit elastis, tidak ada edema



c. Kepala Inspeksi : Tidak tampak lesi, tidak tampak benjolan, penyebaran rambut merata warna hitam, keadaan rambut bersih Palpasi



: Tidak ada benjolan tidak ada nyeri tekan



d. Mata Inspeksi : Terdapat bintik putih dan di tengah mata pada mata kanan, terdapat strabismus Palpasi



: Terdapat nyeri tekan pada mata kiri



e. Telinga Inspeksi : Bentuk simetris, kebersihan telinga cukup baik, tidak terdapat serumen Palpasi



: Tidak ada nyeri tekan



f. Hidung Inspeksi : Bentuk simetris, rongga hidung tidak tampak sekret, tidak ada lesi, tidak ada kemerahan Palpasi



: Tidak ada bengkok dan nyeri tekan



g. Mulut Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada stomatitis, dan lesi, keadaan gigi lengkap, tidak ada perdarahan gusi, lidah simetris warna merah muda, langit-langit utuh Palpasi



: Tidak terdapat edema dan nyeri tekan



h. Leher Inspeksi : Tidak tampak bendungan vena jugularis, tidak ada lesi Palpasi



: Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan



i. Dada Inspeksi : Dada simetris, pergerakan dada simetris, tidak tampak pembengkakan, tidak ada lesi



Palpasi



: Tidak teraba benjolan, pergerakan simetris, tidak ada nyeri tekan



j. Paru-paru Inspeksi : Tanda-tanda trauma thorak (-), simetris Palpasi



: Gerak nafas simetris



Perkusi



: Sonor (+/+)



Auskultasi: Ventrikular (+/+) k. Jantung Inspeksi : Tidak ada bendungan vena jugularis Palpasi



: Teraba nadi karotis normal. Tidak teraba benjolan



Perkusi



: Suara resonan



Auskultasi: Terdengar bunyi jantung S1 dan S2 lub dub tidak ada suara tambahan l. Abdomen Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada ikterik, tidak ada kelainan umbilikus, tidak tampak distensi Auskultasi : Suara peristaltik 12 kali/menit Perkusi



: Terdengar timpani



Palpasi



: Pada semua kuadran tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan



m. Genetalia Inspeksi : Kebersihan genetalia baik, tidak nada benjolan, tidak terdapat kelainan pada genetalia Palpasi



: Tidak teraba benjolan



n. Anus dan Rektum Inspeksi : Tidak ada hemeroid, tidak tampak kemerahan, tidak ada perdarahan Palpasi



: Tidak ada nyeri tekan



o. Ekstremitas 5555



5555



5555



5555



keterangan: 0: otot tak mampu bergerak (lumpuh) 1: ada kontraksi 2: dapat melawan gravitasi 3: dapat menahan tahanan ringan 4: dapat menahan tahanan berat 5: bebas melakukan gerakan



XI.



PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Visus mata : 1/60 b. Inspeksi



: Mata menonjol, terdapat bercak putih di bagian tengah



mata kanan, strabismus c. TIO



XII.



: 25mmhg



HASIL OBSERVASI 1. Interaksi anak dengan orang tua



: Baik



2. Bentuk/arah komunikasi



: Terjadi 2 arah



3. Ambivalensi/kontradiksi perilaku



: Tidak terdapat kontraindikasi pada



perilaku anak



4. Rasa aman anak



: Anak terlihat aman berada didekat



ibunya



XIII.



ANALISA DATA



Tgl/ Jam 10 Oktober 2020



Data Fokus DS :



14.00 Wita



Ibu pasien mengatakan anaknya



Interpretasi Retinablastoma



mengeluh sakit di bagian mata kanan



Tumor menempati macula



Ibu pasien mengatakan anaknya juga mengalami pandangan kabur DO :



Gangguan pergerakan bola mata



Terlihat pembesaran mata disebelah kanan, refleks pengelihatan menurun,



Strabismus



strabismus, TIO : 25mmHg, visus : 1/60 Penurunan fungsi pengelihatan



Gangguan Persepsi Sensori 10 Oktober 2020



DS :



14.00 Wita



Ibu pasien mengatakan anak JM



Retinablastoma



sering menangis karena nyeri pada mata,



Destruksi saraf



Skala nyeri 6 DO : bola mata besar, mata kanan



Gangguan Hantaran Impuls



terdapat bercah putih di bagian tengah mata, strabismus, anak JM tampak gelisah.



Nyeri Akut



TTV S : 37° C N: 105 x/menit RR: 20 x/menit 10 Oktober 2020



DS :



14.00 Wita



Keluarga sering bertanya mengenai pengobatan yang



Retinoblastoma



Tumor menempati macula



didapatkan anaknya DO : keluarga tampak sering



Gangguan pergerakan bola mata



bertanya, keluarga tampak merasa khawatir dengan kondisi



Strabismus



anaknya, dan tampak kebingungan



Penurunan fungsi penglihatan



Perubahan status kesehatan



Kurang pengetahuan tentang penyakit



Stressor psikologis



Ansietas XIV. No 1



DIAGNOSIS KEPERAWATAN Tanggal



Tanggal



Diagnosis Keperawatan



Muncul 10 Oktober



Gangguan persepsi sensori



2020



berhubungan dengan gangguan



Teratasi 12 Oktober 2020



pengelihatan ditandai ibu pasien mengatakan anaknya juga mengalami pandangan kabur, terlihat pembesaran mata disebelah kanan, refleks pengelihatan menurun, strabismus, TIO : 25mmHg, visus : 1/60



2



10 Oktober



Nyeri akut berhubungan dengan 12 Oktober



2020



agen cedera biologis (neoplasma) 2020 ditandai



dengan



mengatakan



ibu



anaknya



pasien mengeluh



nyeri pada mata kanannya, skala nyeri



6,



nyeri



terasa



saat



TTD



menggerakkan



mata,



tampak



meringis



3



10 Oktober



Ansietas



2020



kurang



berhubungan terpapar



dengan 12 Oktober 2020 informasi dan



ancaman kematian ditandai dengan keluarga sering bertanya mengenai pengobatan



yang



didapatkan



anaknya, keluarga tampak sering bertanya, keluarga tampak merasa khawatir dengan kondisi anaknya, dan tampak kebingungan



XV.



No Diagnosis



INTERVENSI KEPERAWATAN



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



(SLKI)



(SIKI)



(SDKI) 1.



(D.0085)



Setelah



dilakukan



Rasional



intervensi Minimalisasi Rangsangan (I.08241)



Minimalisasi Rangsangan



Gangguan keperawatan selama .... x 24 jam Observasi :



Observasi :



persepsi



diharapkan persepsi sensori membaik 1. Periksa status mental, status sensori dan 1. Status



sensori



(L.09083) dengan kriteria hasil : 1. Verbalisasi



melihat



bayangan



tingkat



kenyamanan



(mis.



nyeri,



kelelahan)



pasien



serta



tingkat



kenyamanan dapat menjadi hal prioritas yang harus dikaji sebelum melakukan



menurun



tindakan keperawatan selanjutnya



2. Distorsi sensori menurun



Terapeutik :



3. Perilaku halusinasi menurun



1. Diskusikan



4. Respon stimulus membaik



mental



Terapeutik : tingkat



toleransi



terhadap 1. Tingkat toleransis terhadap sensori dapat



beban sensori (mis. bising, terlalu terang)



membantu dalam proses peminimalan rangsangan



2. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, 2. Stimulus lingkungan yang berlebih dapat suara, aktifitas)



memperburuk kondisi yang dialami



3. Jadwalkan aktifitas harian dan waktu 3. Penentuan waktu istirahat dapat membantu istirahat



meningkatkan kenyamanan



4. Kombinasikan prosedur/tindakan dalam 4. Kombinasi



tindakan



bertujuna



untuk



satu waktu, sesuai kebutuhan



mengefisienkan waktu dalam pemberian terapi



Edukasi :



Edukasi :



1. Anjurkan cara meminimalkan stimulus 1. (mis. mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi



kebisingan,



Memandirikan pasien serta melibatkan pasien untuk pengobatan lanjutan



membatasi



kunjungan) Kolaborasi : 1. Kolaborasi



Kolaborasi : dalam



meminimalkan 1. Untuk meningkatkan



prosedur/tindakan 2.



dilakukan



intervensi Manejemen Nyeri (I. 08238)



status



kesehatan



pasien



(D.0077)



Setelah



Nyeri



keperawatan selama ...... x 24 jam Observasi :



akut



diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 1. Pemeriksaan nyeri yang dilakukan harus (L.08066) dengan kriteria hasil : 1. Kemampuan



kualitas, intensitas nyeri



menuntaskan



aktivitas menigkat



Manejemen Nyeri Observasi :



lengkap untuk menentukan terapi dan pengobatan yang harus diberikan



2.



Identifikasi skala nyeri



2. Penentuan skala nyeri dapat membantu



2. Keluhan nyeri menurun



mengetahui



3. Meringis menurun



terhadap nyeri yang dirasakan



4. Sikap protektif menurun



3.



Identifikasi respon nyeri non verbal



tingkat



persepsi



pasien



3. Respon nyeri noverbal dapat membantu



5. Gelisah menurun



dalam proses pengobatan nyeri Terapeutik : 1.



Terapeutik :



Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi hypnosis,



rasa



nyeri



akupresur,



(mis. terapi



1. Teknik nonfarmakologis dapat membantu



TENS,



mengurangi nyeri yang dirasakan pasien



musik,



biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik



imajinasi



terbimbing,



kompres



hangat/dingin, terapi bermain) 2.



Kontrol lingkungan yang memperberat rasa



nyeri



(mis.



Suhu



ruangan,



2.



Kondisi lingkungan yang nyaman dapat membantu proses penyembuhan



pencahayaan, kebisingan) Edukasi : 1.



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



Edukasi : 1. Mengetahui faktor pencetus nyeri dapat membantu untuk meminimalkan nyeri yang terjadi



2.



Jelaskan strategi meredakan nyeri



2. Strategi



meredakan



nyeri



dapat



mempercepat proses penyembuhan nyeri Kolaborasi : 1.



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Kolaborasi : 1. Membantu proses penyembuhan



3.



(D.0080)



Setelah



dilakukan



intervensi Reduksi Ansietas (I.0934)



Ansietas



keperawatan selama ..... x 24 jam Observasi :



Reduksi Ansietas Observasi :



diharapkan tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 1. Mengidentifikasi (L.09093) dengan kriteria hasil : 1. Verbalisasi



khawatir



ansietas,



misalnya pasien merasa tidak terkontrol



akibat



kondisi yang dihadapi menurun 2. Perilaku gelisah menurun



(mis, kondisi, waktu, stresor)



tingkat



(gelisah) 2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan 2. Perubahan tanda-tanda dapat digunakan nonverbal)



sebagai indikator terjadinya ansietas pada



3. Perilaku tegang menurun



klien



4. Konsentrasi membaik



Terapeutik :



5. Pola tidur membaik



1. Ciptakan



Terapeutik : suasana



terapeutik



untuk 1. Meningkatkan



menumbuhkan kepercayaan



kepercayaan



hubungan



antara klien dan perawat



2. Motivasi mengidentifikasi situasi yang 2. Untuk mengetahui kecemasan lebih lanjut memicu kecemasan Edukasi :



Edukasi :



1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang 1. Agar tidak terjadi peningkatan kecemasan mungkin dialami 2. Informasikan



secara



saat prosedur dilakukan faktual



mengeai 2. Meningkatkan kepercayaan paien dan



diagnosis, pengobatan, dan prognosis



mengurangi rasa cemas



3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama 3. Agar pasien merasa tenang dan nyaman



pasien Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas



saat berada di dekat orangtua Kolaborasi : 1. Untuk meningkatkan pasien



status



kesehatan



XVI.



No 1



Hari/ Tanggal Sabtu,



IMPLEMENTASI KEPERAWATAN



Jam



No



Implementasi



Dx



14.00 2,3



− Mengukur TTV, − Mengidentifikasi lokasi,



10



Evaluasi S. Ibu pasien mengatakan anaknya nyeri saat



Oktober



karakteristik, durasi, frekuensi,



berkedip, dengan skala 6



2020



kualitas, intensitas nyeri, skala



menggunakan



nyeri



pengukuran menurut



− Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah



Wong baker face O. S : 37oC RR : 20 kali/menit N : 105 kali/menit Anak tampak meringis dan gelisah



14.30 1,2



− Memeriksa status mental,



S. Ibu mengatakan mata



tingkat kenyamanan, status



kanan anaknya kabur



sensori (kemudian mencatat



dan sedikit kesulitan



apakah satu atau dua mata



ketika berjalan



terlibat. Disorientasi) − Memberikan teknik



O. Anak bisa menyebutkan nama benda yang



nonfarmakologi untuk



ditunjuk oleh perawat,



mengurangi rasa nyeri



anak tampak mengikuti teknik nonfarmakologi (terapi bermain)



15.30 1



− Mendiskusikan tingkat



S. Ibu pasien mengatakan



toleransi terhadap beban



akan mengatur



sensori (mis. Bising, terlalu



pencahayaan dikamar



terang)



dan meminimalisir



− Membatasi stimulus



TTD



lingkungan (mis. cahaya,



suara bising yang akan



suara, aktivitas)



mengganggu ketenangan anaknya dan akan mendekatkan barang-barang yang dibutuhkan oleh anaknya, serta memindahkan barangbarang yang mungkin bisa membuat anaknya jatuh saat berjalan O. Ibu pasien tampak kooperatif dengan penjelasan perawat



16.20 3



− Menciptakan suasana



S. Ibu pasien mengatakan



terapeutik untuk



sudah mulai paham



menumbuhkan kepercayaan



dengan kondisi anaknya



− Menginformasikan secara



sekarang



faktual mengenai diagnosis,



O. Ibu pasien tampak



pengobatan, dan prognosis



mengerti dan memahami penjelasan perawat tentang penyakit dan pengobatan yang akan diberikan anaknya



2



Minggu, 09.00 2



− Mengukur TTV



S. –



11



− Berkolaborasi pemberian



O. Suhu 36,6◦C, N



Oktober 2020



analgetik



100x/menit, RR 20x/menit Obat masuk reaksi alergi



tidak ada



09.30 2



− Menjelaskan strategi meredakan nyeri



S. Ibu pasien mengatakan akan berusaha mengalihkan nyeri anaknya dengan mendengarkan music atau bermain dan menggambar O. Ibu pasien tampak mengerti dengan penjelasan perawat



10.00 1



− Menjadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat



S. Ibu pasien mengatakan akan membuat jadwal aktivitas harian dan waktu istirahat agar anaknya bisa tetap beraktivitas harian yang akan dipantau orang tua dan mendapat istirahat yg cukup O. Ibu pasien tampak mengerti



11.00 3



− Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien



S. Ibu pasien mengatakan akan bergantian menjaga anaknya O. Pasien tampak nyaman bersama orang tuanya



3



Senin,



14.00 2,3 -Mengukur TTV



S. Ibu pasien mengatakan



12



-Mengidentifikasi lokasi,



nyeri pada anaknya



oktober



karakteristik, durasi, frekuensi,



sudah berkurang dengan



2020



kualitas, intensitas nyeri, skala



skala 3 menggunakan



nyeri



pengukuran menurut



-Mengidentifikasi saat tingkat



Wong baker face



ansietas berubah



O. S : 37oC RR : 22 kali/menit N : 100 kali/menit Anak tampak tidak tampak meringis dan sudah tidak gelisah



14.30 3



− Membatasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)



S. Ibu pasien mengatakan anaknya lebih nyaman dengan kondisi ruangan yang tidak terlalu terang dan tidak bising O. Pasien tampak tenang dengan kondisi lingkungannya



15.00 2



− Berkolaborasi dalam pemberian analgetic



S. – O. Obat masuk reaksi alergi tidak ada



15.30 3



− Memonitor tanda-tanda ansietas



S. Ibu pasien mengatakan sudah tidak khawatir dengan kondisi anaknya karena sudah mendapatkan



penanganan. Anaknya juga sudah tidak gelisah dan menangis lagi. O. Keluarga pasien tampak sudah tidak khawatir lagi dan tidak kebingungan



− Memeriksa status sensori (



16.00 1



S. Ibu pasien mengatakan



melatih anak berjalan apakah



anaknya masih kesulitan



pandangan masih kabur/tidak



berjalan sendiri (perlu



dengan didampingi orang tua)



bantuan) O. Pasien masih ragu melangkah sendirian tanpa bantuan ibunya



XVII. No. 1



EVALUASI KEPERAWATAN



Hari/



No



Tanggal



Diagnosis



Senin, 12



1



Evaluasi S. -Ibu pasien mengatakan anaknya masih kesulitan



Oktober 2020



berjalan sendiri (masih perlu bantuan)



19.00



-Ibu mengatakan penglihatan anaknya masih kabur pada mata kanannya O. Terdapat strabismus dan tonjolan pada mata kanan anak, reflek pengelihatan masih kurang, TIO 25mmHg, visus 1/60 A. Masalah belum teratasi P. Lanjutkan intervensi − Periksa status mental, tingkat kenyamanan, status sensori



TTD



− Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. Bising, terlalu terang) − Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas) − Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat − Kolaborasi dengan dokter dalam prosedur dan Tindakan selanjutnya



2



Senin, 12



2



S. Ibu pasien mengatakan nyeri pada anaknya sudah



Oktober 2020



berkurang dengan skala 3 menggunakan pengukuran



19.00



menurut Wong baker face O. TTV S : 37oC RR : 22 kali/menit N : 100 kali/menit Anak tampak tidak tampak meringis dan sudah tidak gelisah A. Masalah belum teratasi P. Lanjutkan intervensi − Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri − Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri − Kolaborasi dalam pemberian analgetik



3



Senin, 12



3



S. -Ibu pasien mengatakan sudah tidak khawatir dengan



Oktober 2020



kondisi anaknya karena sudah mendapatkan



19.00



penanganan. Anaknya juga sudah tidak gelisah dan menangis lagi. -Ibu pasien mengatakan sudah mulai paham dengan penyakit anaknya sekarang O. Keluarga pasien tampak sudah tidak khawatir lagi dan tidak kebingungan tentang penyakit yang diderita



anaknya A. Masalah teratasi P. Pertahankan kondisi pasien